Anda di halaman 1dari 56

1

PENDAHULUAN

1. Latar belakang
Kata drainase berasal dari kata drainage yang artinya mengeringkan atau
mengalirkan. Drainase merupakan sebuah sistem yang dibuat untuk menangani
persoalan kelebihan air baik kelebihan air yang berada di atas permukaan tanah,
maupun air yang berada di bawah permukaan tanah. Kelebihan air dapat
disebabkan oleh intensitas hujan yang tinggi atau akibat dari durasi hujan yang
lama. Secara umum drainase didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang
usaha untuk mengalirkan air yang berlebihan pada suatu kawasan.
Desain drainase perkotaan memiliki keterkaitan dengan tata guna lahan,
tata ruang kota, master plan drainase kota, dan kondisi sosial budaya masyarakat
terhadap kedisiplina dalam hal pembuangan sampah. Pengertian drainase
perkotaan tidak terbatas pada tekhnik penanganan kelebihan air namun lebih luas
lagi menyangkut aspek kehidupan dikawasan perkotaan. Pada sebuah kawasan
perkotaan persoalan drainase cukup komplek, oleh sebab itu untuk perencanaan
dan pembangunan bangunan air untuk drainase perkotaan, keberhasilannya
tergantung pada kemampuan masing-masing perencana, terutama perencanaan
debit banjir rencana. Dimana wilayah perkotaan dengan drainase yang urang baik
akan rentan terhadap bencana banjir.

2. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui dan
memahami mengenai perencanaan dan pembangunan drainase di suatu perkotaan.





2

1. MAKSUD DAN TUJUAN PERENCANAAN DRAINASE
PERKOTAAN

1.1. Maksud dan Tujuan
Maksud dan tujuan dari pembuatan tugas drainase ini adalah agar
mahasiswa dapat mengerti dan memahami sistem drainase di perkotaan, serta
tujuannya dapat mengaplikasikannya di lapangan.
Tujuan direncankannya sistem drainase perkotaan sejalan dengan maksud
diatas adalah sebagai berikut:
1. Menjamin kesehatan dan kesejahteraan masyarakat.
2. Melindungi alam lingkungan seperti tanah, kualitas udara dan kualitas air
(PROKASIH)
3. Menghindarkan bahaya, kerusakan materiil, kerugian dan beban-beban lain
yang disebabkan oleh amukan limpasan banjir
4. Memperbaiki kualitas lingkungan
5. Konservasi sumber daya air.

1.2.Perencanaan Drainase Kota
Faktor-faktor umum yang perlu diperhatikan dalam merencakan sistem
drainase perkotaan adalah sebagai berikut:
Sosial ekonomi
Sosial ekonomi meliputi pertumbuhan penduduk, urbanisasi, kebutuhan
nyata dan prioritas daera, keseimbangan pembangunan antar kota dan
dalam kota, ketersediaan tataguna tanah dan pertumbuhan fisik kota dan
ekonomi pedesaan .

Lingkungan
Faktor lingkungan yang perlu diperhaikan meliputi topografi, eksisting
jaringan drainase Jalan, sawah, perkampungan, laut, pantai, tataguna tanah,
pencemaran lingkungan, estetika yang mempengaruhi sistem drainase
kota, kondisi lereng dan kemungkinan longsor, pengendapan dan


3

pencemaran, danau atau sungai diperhitungkan masalah pembendungan
dan pengempangan.

Landasan
Didasarkan pada konsep kelestarian lingkungan dan konservasi
sumberdaya air yaitu pengendalian air hujan agar lebih banyak meresap ke
dalam tanah dan mengurangi aliran permukaan.

Tahapan
Pembuatan rencana induk, studi kelayakan, perencanaan detail, financial
dan lingkungan ( dilakukan dengan survai lokasi, topografi, hidrologi,
geoteknik tataguna tanah, sosial ekonomi, institusi, peran serta masyarakat,
kependudukan, lingkungan dan pembiayaan), penyelidikan terhadap
parameter disain (penyiapan tanah, pelaksanaan drainase, operasi dan
pemeliharaan).
Kriteria
Pertimbangan teknik meliput aspek hidrologi, hidraulik dan struktur;
pertimbangan lain meliputi biaya dan pemeliharaan. Masalah yang tidak
dapat diselesaikan oleh instansi yang berwenang harus diajukan kepada
pihak yang berwenang di atasnya.

1.3. Perencanaan Sistem Drainase
Drainase perkotaan melayani pembuangan kelebihan air pada suatu kota
dengan cara mengalirkannya melalui permukaan tanah atau lewat dibawah
permukaan tanah untuk dibuang ke sungai, danau atau laut. Kelebihan air tersebut
dapat berupa air hujan, air limbah domestic maupun air limbah industry. Oleh
karena itu, drainase perkotaan harus berpadu dengan sanitasi, sampah, dan
pengendalian banjir.
Untuk perencanaan sistem drainase sendiri dapat dilakukan dengan 4 cara,
sebagai berikut:
Drainase Tersier


4

Suatu badan air yang merupakan bagian dari suatu sistem drainase utama
atau sistem drainase local dimana aliran airnya menuju ke saluran
sekunder.
Drainase Sekunder
Mengalirkan buangan air hujan yang diterima dari saluran drainase tersier
menuju saluran drainase primer.
Drainase Primer
Menerima buangan air hujan dari saluran sekunder maupun saluran
lainnya dan mengalirkan air hujan langsung ke badan penerima.
Badan Penerima
Badan penerima dari saluran drainase adalah sungai, danau dan laut.

Sedangkan untuk sistem drainase penyaluran air buangan dan air hujan
dapat dilakukan dengan sistem berikut:
Sistem Terpisah (Separate System)
Air kotor dan air hujan dialirkan melalui sistem saluran yang masing-
masing terpisah.
Sistem Tercampur (Combined System)
Air kotor dan air hujan dialirkan melalui satu saluran yang sama, dan
saluran ini bersifat tertutup.
Sistem Kombinasi (Pseudo Separate System)
Merupakan perpaduan antara saluran air kotor dan saluran air hujan yang
dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor, dimana pada musim
hujan air kotor dan air hujan akan bercampur dan air hujan berfungsi
sebagai penggelontor.

1.4. Permasalahan
Permasalah drainase perkotaan bukanlah hal yang sederhana. Banyak
faktor yang mempengaruhi dan pertimbangan yang matang dalam perencanaan,
antara lain :
Peningkatan debit
Peningkatan jumlah penduduk


5

Amblesan tanah
Penyempitan dan pendangkalan saluran
Reklamasi
Limbah sampah dan pasang surut






6

2. FAKTOR-FAKTOR PERENCANAAN SISTEM DRAINASE

Untuk memulai suatu perencanaan system drainase perlu dikumpulkan
data penunjang agar hasil perencanaan dapat dipertanggung-jawabkan. Data yang
diperoleh dari sumbernya atau dikumpulkan langsung di lapangan dengan
melakukan pengukuran/penyelidikan. Jenis dan data sumbernya akan diuraikan
sebagai berikut:

a. Data permasalahan
Pertimbangan dalam merencanakan suatu drainase adalah laporan mengenai
terjadinya permasalahan genangan atau banjir. Data genangan yang perlu
diketahui antara lain:
a. Lokasi genangan
b. Lama genangan
c. Tinggi genangan
d. Besarnya kerugian

b. Data Topografi
Peta skala kecil diperoleh dengan melakukan pengkuran langsung di
lapangan seluas wlayah yang diperlukan. Hasil pengukuran dituangkan dalam peta
yang dilengkapi garis kontur. Garis kontur digambarkan dengan beda tinggi 0,5 m
untuk lahan yang sangat datar atau 1m untuk lahan datar. Dalam pengukuran
tersebut dilakukan pula pengukuran sampai ke alur buangan (sungai) terdekat
berikut elevasi muka air pada saat banjir. Apabila pengukuran dilakukan pada
musim kemarau, elevasi banjir tersebut dapat ditanyakan pada penduduk yang
bermukim didekatnya.

c. Data tata guna lahan
Data tata guna lahan ada kaitannya dengan besarnya aliran permukaan.
Alian permukaan ini menjadi besaran aliran drainase. Besarnya aliran permukaan
tergantung banyaknya air hujan yang mengalir setelah dikurangi banyaknya air
hujan yang meresap. Betapa besarnya air yang meresap tergantung pula pada
tingkat kerapatan permukaan tanah, dan ini berkaitan dengan penggunaan lahan.


7

Penggunaan lahan bias dikelompokkan dalam berapa besar koefisien larian
(persentase besarnya air yang mengalir).

d. Jenis tanah
Tiap daerah mempunyai jenis tanah yang berbeda. Jenis tanah disuatu
daerah dapat berupa tanah lempung, berpasir, kapur, atau lainya.
Tujuannya untuk menentukan kemampuan menyerap air.

e. Master Plan
Agar perkembangan dapat berkembang secara terarah, diperlukan suatu
master plan, dengan demikian pula halnya dalam perencaan system drainse adalah
system yang melayani kebutuhan kota akan saluran buangan.Master plan kota
dapat diperoleh dari pemerintah daerah setempat.

f. Data Prasarana dan Utilitas
Prasarana dan utilitas kota lainnya, disamping sistem jaringan drainase
adalah jalan raya, pipa air minum, pipa gas, kabel listrik, telpon dan PLN.

g. Biaya
Untuk proyek drainase tidak ada investor yang mau menanamkan
modalnya sehingga pemerintahlah yang menyediakan biaya untuk membangun
saluran drainase.

h. Data Kependudukan
Data kependudukan bisa diperoleh dari biro statistik. Selain jumlah, lokasi
dari penduduk juga diperlukan. Data ini dimaksudkan untuk menghitung air
buanga, dalam mendimensi saluran saat musim kemarau.

i. Kelembagaan
Kelembagaan adalah instansi pemeritah yang terkait dengan sistem
drainase, khususnya pada saat pemeliharaan dan pengoperasian, bila ada.


8

Setelah hasil perencanaan hasil system drainase, apabila telah
dilaksanakan diperlukan suatu organisasi yang menangani baik dalam mengelola,
pengoperasian dan pemeliharaan. Dari personil yang ada, masih diperlukan lagi.
Ini diperlukan kepada instasi terkait, agar sudah dipersiapkan baik kebutuhan
personil, ruang kerja, peralatan dan biaya operasi.

j. Peraturan
Peraturan-peraturan yang diperlukan adalah semua peraturan yang
berkaitan dengan drainase perkotaan misalnya Perda tentang saluran drainase,
sampah dan sebagainya. Kemudian ditinjau lagi apakah peraturan yang sudah ada
apakah sudah memada dengan system jaringan drainase yang akan dikerjakan.

k. Aspirasi Pemerintah dan Peran Serta Masyarakat
Dengan mengetahui aspirasi pemerintah daerah, antara lain berdiskusi
dengan instuisi terkaitdan pemda, perencaan darainase akan lebih terarah dan
mencapai saluran.
Dengan berdialog dengan masyarakat khususnya dengan tokoh-tokoh
masyrakat atau yang mewakili kepentingan masyarakat untuk ikut memikirkan
jalan keluar mengatasi masalah yang ada, akan menumbuhkan rasa ikut memiliki
apabila jaringan drainase yang telah dilaksanakan. Dengan demikian mereka
mudah diajak untuk memelihara atau minimal menjaga.

l. Data Sosial Ekonomi
Data sosial ekonomi dapat diperoleh dari biro statisti atau kantor
kelurahan, tujuannya untuk mengetahui kondisi sosial ekonomi masyarakat adalah
untuk menghindari timbulnya maslah-maslah sosial apabila saluran drainase atau
bangunan-bangunannya akan dibangun di kemudian hari.
Contoh : hindari menempatkan saluran induk ditengah-tengah daerah
padat penduduk, yang mengakibatkan terjadinya pengurusan dalam jumlah yang
besar.




9

m. Kesehatan Lingkungan Pemukiman
Masalah ini perlu dipertimangkan dalam perencanaan. Tujuan
membanguan system drainase adalah untuk meningkatkan kesehatan lingkungan,
jangan sampai yang terjadi adalah sebaliknya.
Contoh : dengan dibangunnya saluran drainase, pada musim kemarau
menimbulkan bau yang tidak enak, atau saluran darinase meningkatkan populasi
nyamuk.

n. Banjir Kiriman
Perlu dikaji adanya kemungkinan banjir kriman dari daerah hulu. Bila ada,
perlu diantisipasi dalam perancaan atau koodinasi dengan instasi yang menangani
masalah tersebut.

o. Peta situasi dan pengukuran jalur saluran
Untuk perencanaan detail yaitu penempatan saluran-saluran kwarter dan
tersair dperlukan peta situasi dalam skala besar, misalkan 1 : 1000.
Setelah jalur saluran ditentukan, dilakukan lagi pengukuran jalur saluran
baik dalam arah memanjang maupun dalam arah melintang. Arah melintang tiap
jarak 50 meter dengan batas pengukuran kekiri dan kekanan sejauh yang
diperlukan.

p. Data Tanah
Data tanah yang diperlukan khususnya pada rencana bangunan-bangunan
yang besar misalnya jembatan. Data tanah ini diliahat dari segi kekuatannya.
Data tanah yang diperlukan khususnya pada rencana bangunan-bangunan
besar. Misalnya : jembatan.


q. Data Hujan
Data hujan diperoleh dari dinas Meteorologi dan Geofisika atau stasiun
pengamat hujan lainnya, misalnya milik puslitbang pengairan.


10

Yang perlu dikumpulakan minimal data curah hujan hairian selama 10
tahun atau lebih. Data ini diperlukan untuk menghitung debit rencana.

r. Data Bahan Bangunan
Mencari data bahan bangunan yang mudah diperoleh dan murah untuk
kepentingan pemilihan jenis bangunan pada desain sarluran dan bangunan.
Setelah mengetahui faktor-faktor perencanaan sistem drainase agar
memperjelas materi di dalam sistem drainase terbagi menjadi 3 yaitu :
a. Sistem Terpisah (Separate System)
Sistem air buangan dimana air hujan dan air limbah dilayani secara terpisah.
(Prof. Ir. Joetata H, Drainase Perkotaan, 1997).
Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:
1. Periode musim hujan dan musim kemarau yang terlalu lama.
2. Kuantitas yang jauh berbeda antara buangan dan air hujan.
3. Air buangan memerlukan pengolahan terlebih dahulu sedangkan air hujan
tidak perlu dan harus secepatnya dibuang ke saluran pembuangan.
Keuntungan pemakaian sistem ini :
1. Proses pembuatan dan operasinya mudah karena mempunyai dimensi
saluran yang kecil.
2. Mengurangi bahaya bagi kesehatan masyarakat.
3. Pada instalasi pengolahan air buangan tidak ada tambahan beban kapasitas.
4. Dapat merencanakan pembilasan sendiri, baik pada musim kemarau maupun
pada musim penghujan.
Kerugian sistem ini :
Membuat dua sistem saluran sehingga memerlukan tempat yang luas dan
biaya yang cukup besar.




b. Sistem Tercampur (Combined System)


11

Air kotor dan air hujan disalurkan melalui satu saluran pembuangan yang
sama. Saluran ini harus tertutup. (Prof. Ir. Joetata H, Drainase Perkotaan, 1997).
Pemilihan sistem ini berdasarkan atas beberapa pertimbangan antara lain:
1. Debit masing-masing buangan relatif kecil sehingga dapat disatukan.
2. Kuantitas air buangan dan air hujan tidak jauh berbeda.
3. Frekuensi curah hujan dari tahun ke tahun relative kecil.
Keuntungan pemakaian sistem ini :
1. Hanya diperlukan satu sistem penyaluran air sehingga dalam pemilihannya
lebih ekonomis.
2. Terjadi pengenceran air buangan oleh air huajan sehingga konsentrasi air
buangan menurun.
Kerugian sistem ini :
Diperlukan areal yang luas untuk menempatkan instalasi tambahan untuk
penanggulangan pada saat-saat tertentu.

c. Sistem Kombinasi
Sistem kombinasi merupakan perpaduan antara saluran air buangan
dan air hujan tercampur dalam satu air buangan, sedangkan air hujan berfungsi
sebagai opengencer dan penggelontor. Kedua saluran ini tidak bersatu tetapi
dihubungkan dengan sistem perpipaan interceptor. (Prof. Ir. Joetata H, Drainase
Perkotaan, 1997).
Pertimbangan pemakaian sistem ini :
1. Perbedaan yang cukup besar antara kuantitas air buangan kan melalui
jaringan penyalur air buangan dan kuantitas urah hujan pada daerah
pelayanan.
2. Umumnya dalam kota dilalui sungai-sungai dimana air hujan secepatnya
dibuang ke dalam sungai-sungai tersebut.
3. Periode musim kemarau dan musim hujan yang lama dan fluktuasi air
hujan yang tidak tetap.



12

Berdasarkan pertimbangan tersebut, maka secara teknis dan ekonomis
sistem yang memungkinkan diterapkan adalah sistem terpisah antara air buangan
rumah tangga dengan air buangan yang berasal dari air hujan.




13

3. KRITERIA DESIAN DAN PERENCANAAN

3.1 Jenis Sistem Drainase
1. Sistem Drainase Makro (Major Drainage System)
Adalah system drainase yang menampung aliran drainase mikro( Minor
Drainage System) dan membuangkelaut.(Urban Drainage Guidelines and
Technical Design Standard WSTCF 092/020, Vol. I, Nov. 1994)
Komponen system makroterdiridari :
a. Saluran Terbuka
Saluran ini lebih cocok untuk drainase air hujan yang terletak di daerah
yang mempunyai luasan yang cukup, atau untuk drainase air nonhujan
yang tidak membahayakan kesehatanatau Lingkungan. (Hadihardja,
Joetata. 1997 )
b. Stasiun Pompa
Berfungsi untuk mengangkat air dari elevasi atau ketinggian yang lebih
rendah ketempat yang lebih tinggi atau memindahkan aliran dari aliran
satu kealiran lain.
c. Kolam Retensi
Adalah kolam yang berfungsi untuk menampung air hujan sementara
waktu sebelum air dialirkan kelokasi lain yang operasionalnya dapat
dikombinasikan dengan pompa atau pintu air.



14


Jaringan drainase makro hanya terdiri dari saluran utama saja.

2. Sistem Drainase Mikro (Minor Drainage System)
Adalah system drainase yang melayani suatu daerah pemukiman, seperti
daerah perumahan perumahan, daerah komersial atau zona industry, pasar,
perkantoran, dsb.Catchment area drainase system minor/ mikro kurang dari 10 ha.
Jaringan system drainase minor hanya terdiri dari drainase minor saja.
Drainase Minor = DrainaseMikro = Drainase Lingkungan
Sistem drainase mikro bias berupa :
a. Sistem saluran drainase primer, yang menerima buangan air hujan baik dari
saluran sekunder maupun saluran lainnya dan mengalirkan air hujan langsung
kebadan penerima.
b. Sistem saluran drainase sekunder yang mengalirkan buangan air hujan
langsung kesaluran drainase primer.
c. Sistem saluran drainase tersier adalah cabang dari system sekunder yang
menerima buangan air hujan yang berasal dari persil bangunan atau saluran
lokal.

3.2 Desain Perhitungan PUH
Besarnya intensitas hujan untuk setiap t
i
dan periode ulang kejadian hujan (
Ti ) ditentukan berdasarkan Gringorten ( 1963 ) :


15

T =
Atau
d=
keterangan :
d = Nomor urut data setelah data diurut dari yang terbesar hingga
terkecil
N = banya knya data kejadian hujan
T = periode ulang ( tahun)
Persamaan ini digunakan karena sifat distribusi hujan jangka pendek
bersifat eksponential. Nilai T digunakan adalah2 ; 3 ; 5 ; 7 ; 10 ; 15 dan 20 tahun.
Nilai ini digunakan dengan asumsi bahwa lingkup cekungan kecil umur kegiatan
beberapa tindakan pengelolaan sumberdaya air biasanya diproyeksikan dalam
kisaran waktu tersebut.
Nilai N, ditentukan berdasarkan banyaknya data kejadian hujan untuk
setiap durasi hujan ( ti ). Dasar penentuan untuk nilai N ini diambil dengan
pertimbangan bahwa hasil permodelan ini merupakan masukan bagi model
infiltrasi kolom tanah untuk menduga besarnya surface runoff pada setiap
kejadian hujan.

3.3 Koefisien Run off
Limpasan ( Run off) merupakan gabungan antara aliran permukaan ,
aliran- aliran yang tertunda pada cekungan cekungan, dan aliran bawah
permukaan (subsurface flow). Dalam kaitannya dengan limpasan, factor yang
berpengaruh secara umum dapat dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu factor
meteorologi dan karakteristik daerah tangkapan saluran atau daerah aliran sungai
(DAS).
1. Faktor Meteorologi
Faktor factor meteorologi yang berpengaruh pada limpasan terutama
adalah karakteristik hujan, yang meliputi :



16

a. Intensitas Hujan
Jika intensitas hujan melebihi laju infiltrasi, maka akan terjadi limpasan
permukaan sejalan dengan peningkatan intensitas curah hujan. Namun
demikan, peningkatan limpasan permukaan tidak selalu sebanding
dengan peningkatan intensitas hujan karena adanya penggenangan di
permukaan tanah. Intensitas hujan berpengaruh pada debit maupun
volume limpasan.
b. Durasi Hujan
Total limpasan dari suatu hujan berkaitan langsung dengan durasi hujan
dengan intensitas tertentu. Jika hujan yang terjadi lamanya kurang dari
lama hujan kritis, maka lamanya limpasan akan sama dan tidak
tergantung pada intensitas hujan.
c. Distribusi Curah Hujan
Laju dan volume limpasan dipengaruhi oleh distribusi dan intensitas
hujan di seluruh DAS. Jika kondisi topografi, tanah di seluruh DAS
seragam, untuk jumlah hujan yang sama, maka curah hujan yang
distribusinya merata menghasilkan debit puncak yang paling minimum.
Karakteristik distribusi hujan dalam koefisien distribusi, yaitu
perbandingan antara hujan tertinggi di suatu titik dengan hujan rata- rata
DAS.
2. Karakteristik DAS
Karakteristik DAS yang berpengaruh besar pada aliran permukaan meliputi:
a. Laju dan bentuk DAS
Laju dan volume aliran permukaan makin bertambah besar dengan
bertambahnya luas DAS. Bentuk DAS mempunyai pengaruh pada pola
aliran dalam sungai. Pengaruh bentuk DAS terhadap aliran permukaan
dapat ditunjukkan dengan memperhatikan hidrograf-hidrograf yang
terjadi pada dua buah DAS yang bentuknya berbeda namun mempunyai
luas yang sama dan menerima hujan dengan intensitas yang sama.
b. Topografi
Topografi mempunyai pengaruh pada laju dan volume aliran
permukaan. DAS dengan kemiringan curam disertai parit / saluran yang


17

rapat akan menghasilkan laju dan volume aliran permukaan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan DAS yang landai dengan parit dan adanya
cekungan cekungan. Pengaruh kerapatan parit, yaitu panjang parit per
satuan luas DAS, pada aliran permukaan adalah memperpendek waktu
konsentrasi, sehingga memperbesar laju aliran permukaan.
c. Tata Guna Lahan
Pengaruh tata guna lahan pada aliran permukaan (C) ,yaitu bilangan
yang menunjukkan perbandingan antara besarnyaaliran permukaan dan
besarnya curah hujan.
3. Rumus perhitungan debit limpasan (run off)
Perhitungan debit limpasan (run off) menggunakan Metoda Rasional dengan
formula :
Q = 0,278 C .I . A
Keterangan :
C = koefisien run off
I = intensitas curah hujan (mm / jam)
A = luas daerah tangkapan hujan (Ha)
Q = debit limpasan (m
3
/dt)
Data data pendukung :
a. Data curah hujan harian maksimum selama 24 jam (mm) tahunan
b. Panjang sungai induk
c. Beda tinggi (ketinggian)
d. Peta tataguna lahan/land cover (penentuan nilai C)
e. Luas DAS



18

Nilai Koefisien Run-off (C)


Sumber :DirektoratPenyelidikanMasalah Air (Puslitbang Air), 1984





19

3.4 Kecepatan Aliran
Kecepatan aliran air suatu saluran direncanakan bedasarkan kecepatan
minimim dan kecepatan maksimum yang diperbolehkan. Kecepatan minimum
adalah kecepatan terendah aliran yang direncanakan dengan asumsi saluran tetap
self cleansing, tidak terjadi sedimentasi dan tidak mendorong pertumbuhan
tumbuhan air. Sedangkan kecepatan maksimum adalah kecepatan tertinggi aliran
yang diperolehkan sehingga konstruksi saluran tetap aman dan tidak
menimbulkan erosi pada badan saluran.



20

4. ANALISA HIDROLOGI

4.1. Aspek Hidrologi
Perencanaan sistem drainase pekotaan juga tidak lepas dari aspek
hidrologi, yakni hujan yang terjadi pada kawasan tersebut. Aspek hidrologi sangat
berpengaruh terutama dalam penentuan dimensi saluran drainase kota, karena air
hujan inilah yang harus segera dibuang/dialirkan dari permukaan tanah agar tidak
timbul genangan air.

4.1.1 Karakteristik Hujan
Hujan pada tiap-tiap wilayah memiliki karaktersitiknya masing-masing
sesuai dengan kondisi wilayah tersebut. Karakteristik hujan anatara lain adalah
sebagai berikut :
a. Durasi hujan adalah lama kejadian hujan (menitan, jam-jaman, harian) yang
diperoleh dari hasil pencatatan alat pengukur hujan otomatis. Durasi hujan
akan sering dikaitkan dengan dengan waktu konsentrasi, tentang toleransi
terhadap lamanya genangan.
b. Intensitas hujan adalah jumlah hujan yang dinyatakan dalam tinggi hujan atau
volume hujan tiap satuan waktu. Nilai ini tergantung dari lamanya curah
hujan dan frekuensi kejadiannya serta diperoleh dengan cara analisis data
hujan hujan baik secara statistik maupun empiris
c. Lengkung intensitas hujan adalah grafik yang menyatakan hubungan antara
intensitas hujan dengan durasi hujan.
d. Waktu konsentrasi (t
c
) adalah waktu yang diperlukan untuk mengalirkan air
dari titik yang paling jauh pada daerah aliran ke titik kontrol yang ditentukan
di bagian hilir suatu saluran.

Rumus untuk menghitung waktu konsentrasi :
d o c t t t + =
... Pers 2.1
Waktu konsentrasi terdiri atas dua komponen, yaitu :
Inlet time (t
o
), yaitu waktu yang diperlukan air untuk mengalir di atas
permukaan tanah menuju saluran drainase.


21

Untuk menghitung t
o
pada daerah pengaliran yang kecil dengan panjang
limpasan sampai dengan 300 meter, menggunakan rumus :
( )
3 1
0
5 , 0
1 , 1 26 , 3
S
L C
t
o
o

=
.. Pers 2.2
Keterangan :
t
o
: inlet time (menit)
C : koefisien pengaliran
L
o
: panjang aliran limpasan (m)
S
o
: kemiringan (%)
Conduit time (t
d
), yaitu waktu yang diperlukan oleh air untuk mengalir di
sepanjang saluran sampai ke titik kontrol yang ditentukan di bagian hilir.
Penentuan t
d
dengan rumus yaitu :
d
d
d
v
L
t =
... Pers 2.3
Keterangan :
t
d
: conduit time (menit)
L
d
: panjang saluran (m)
V
d
: kecepatan air dalam saluran (m/detik)
Kecepatan air dalam saluran tergantung kepada kondisi salurannya. Untuk
saluran alami, sifat-sifat hidroliknya sulit ditentukan, maka t
d
dapat
ditentukan dengan menggunakan perkiraan kecepatan air seperti pada Tabel
2.1.
Tabel 2.1
Kecepatan Untuk Saluran Alami
Kemiringan Rata-rata
Dasar Saluran (%)
Kecepatan Rata-rata
(meter/detik)
< 1
1 2
2 4
4 6
6 10
10 - 15
0.40
0.60
0.90
1.20
1.50
2.40
Sumber : Drainase Perkotaan, Penerbit Gunadarma:Jakarta, 1998.


22


4.1.2 Data Hujan
A. Pengukuran
Hujan merupakan komponen yang amat penting dalam analisis hidrologi
pada perancangan debit untuk menentukan dimensi saluran drainase.
Pengukuran hujan dilakukan selama 24 jam, dengan cara ini berarti hujan
yang diketahui adalah hujan total yang terjadi selama satu hari. Untuk berbagi
kepentingan perancangan drainase tertentu data hujan yang diperlukan tidak
hanya data hujan harian , akan tetapi juga distribusi jam-jaman atau menitan.
Hal ini akan membawa konsekswensi dalam pemilihan data, dan dianjurkan
untuk menggunakan data hujan hasil pengukuran dengan alat ukur otomatis.
B. Alat Ukur
Dalam praktek pengukuran hujan terdapat dua jenis alat ukur hujan yaitu :
a. Alat ukur hujan biasa (Manual Raingauge)
Data yang diperoleh dari pengukuran dengan menggunakan alat
ini, berupa data hasil pencatatan oleh petugas pada setiap periode tertentu.
Alat Pengukur hujan ini berupa suatu corong dan sebuah gelas ukur, yang
masing-masing berfungsi untuk menampung jumlah air hujan dalam satu
hari (hujan harian)
b. Alat ukur hujan otomatis (Automatic Raingauge)
Data yang diperoleh dari hasil pengukuran dengan menggunakan
alat ini, berupa data pencatatan secara menerus pada kertas pencatat yang
dipasang pada alat ukur. Berdasarkab data ini akan dapat dilakukan
analisis untuk memperoleh besaran intensitas hujan.
Tipe alat ukur hujan otomatis ada tiga yaitu ;
- Weighting Bucket Raingauge
- Float Type Raingauge
- Tipping Bucket Raingauge

C. Kondisi dan Sifat data
Data hujan yang baik diperlukan dalam melakukan analisis hidrologi.,
sedangkan untuk mendapatkan data yang berkualitas biasanya tidak mudah.


23

Data hujan hasil pencatatan yang tersedia biasanya dalam kondisi tidak
menerus. Apabila terputusnya rangkaian data hanya beberapa saat
kemungkinan tidak menimbulkan masalah, tetapi untuk kurun waktu yang
lama tertentu akan menimbulkan masalah di dalam melakukan analisis.
Menghadapi kondisi data seperti ini langkah yang dapat ditempuh
adalah dengan melihat akan kepentingan dari sasaran yang dituju, apakah data
kosong tersebut perlu diisi kembali. Kualitas data yang tersedia akan
ditentukan oleh alat ukur dan manajemen pengolahannya.

4.2 Pengolahan Data Hujan
4.2.1. Melengkapi Data Curah Hujan
Dengan data hujan yang lengkap akan memudahkan di dalam
melakukan analisis hidrologi. Namun untuk mendapatkan data dengan
kualitas tersebut sangat sulit. Data hujan hasil pencatatan yang ada biasanya
dalam kondisi yang tidak menerus atau terputus rangkaiannya. Menghadapi
kondisi tersebut, maka perlu adanya pengisian data yang kosong.
Untuk melengkapi data hujan yang hilang, dapat dengan cara
mengambil data dari stasiun pengamat tetangga terdekat, dengan kriteria
sebagai berikut :
a. Jika selisih antara hujan tahunan normal dari stasiun yang datanya tidak
lengkap dengan hujan tahunan normal semua stasiun kurang dari 10 %, maka
perkiraan data yang hilang bisa mengambil harga rata-rata hitung dari stasiun-
stasiun yang mengelilinginya atau metode aritmatika.
b. Jika selisihnya lebih dari 10 %, maka dapat menggunakan metode
Perbandingan Rasio Normal (Normal Ratio Method), yaitu :
Pers 2.4
Keterangan :
r
x
: curah hujan yang dilengkapi
r
n
: curah hujan di stasiun pengamatan lainnya
R
x
: curah hujan rata-rata tahunan di stasiun yang akan dilengkapi
R
n
: curah hujan rata-rata tahunan di stasiun lainnya

=
|
.
|

\
|
=
n
i
x
n
n
x R
R
r
n
r
1
1


24


4.2.2. Uji Konsistensi Data Curah Hujan
Suatu rangkaian data curah hujan bisa mengalami ketidakkonsistenan
atau non homogenitas yang bisa mengakibatkan hasil perhitungan menjadi
tidak tepat. Ketidakkonsistenan data hujan dapat disebabkan oleh :
- Perubahan mendadak pada sistem lingkungan
- Pemindahan alat ukur
- Perubahan cara pengukuran
Ketidakkonsistenan data hujan ditandai dengan beloknya grafik garis lurus
yang terdiri dari :
a. Absis,yaitu harga rata-rata curah hujan dari stasiu-stasiun hujan yang
terdapat di daerah tersebut.
b. Ordinat,yaitu curah hujan dari stasiun yang diuji konsistensi datanya
c. Dari penyimpangan grafik tersebut akan diperoleh faktor koreksi, yakni
perbandingan sudut yang dibuat oleh garis lurus dengan garis yang
menyimpang. Kemudian faktor koreksi tersebut dikalikan dengan data
hujan yang diuji dan diplot ke dalam grafik. Demikian seterusnya sampai
keseluruhan data hujan terkoreksi dan diperoleh grafik garis lurus.

4.2.3. Hujan Rerata Daerah Aliran
Hujan rata-rata untuk suatu daerah dapat dihitung dengan :
a. Metode Rata-rata Aljabar
Metode ini yaitu perhitungan rata-rata secara aljabar curah hujan dalam dan di
sekitar daerah yang bersangkutan.
Pers 2.5
Keterangan :
R : curah hujan daerah
R
n
: curah hujan di setiap stasiun pengamatan
n : jumlah stasiun pengamatan
Metode ini digunakan jika :
- Perbedaan elevasi tidak terlalu besar

=
=
n
i
Rn
n
R
1
1


25

- Jumlah stasiunnya banyak dan terwakili di semua wilayah
- Perbedaaan curah hujan tidak terlalu besar (< 10 %)
b. Metode Thiessen
Jika titik-titik di daerah pengamatan di dalam daerah itu tidak tersebar merata,
maka cara perhitungan curah hujan dilakukan dengan memperhitungkan
daerah pengaruh tiap titik pengamatan.

=
|
.
|

\
|

=
n
i
n
n n
A
R A
R
1
Pers 2.6
Keterangan :
R : curah hujan daerah
R
n
: curah hujan di setiap stasiun pengamatan
A
n
: luas daerah yang mewakili tiap stasiun pengamatan
c. Metode I sohyet
Peta isohyet digambar pada peta topografi dengan perbedaan 10 mm 20 mm
berdasarkan data curah hujan pada stasiun pengamatan di dalam dan di luar
daerah yang dimaksud.
Luas bagian antara dua garis isohyet yang berdekatan diukur dengan
planimeter. Curah hujan daerah itu dapat dihitung menurut persamaan :

|
|
.
|

\
|

+
=
n
i
n
n
n n
A
A
R R
R
1
1
2
...........Pers 2.7
Keterangan :
R : curah hujan daerah
R
n
: curah hujan pada garis kontur tertentu peta isohyet
A
n
: luas bagian-bagian antara garis isohyet
Ini adalah cara yang paling teliti untuk mendapatkan hujan areal rata-rata,
tetapi memerlukan jaringan pos penakar yang relatif lebih padat yang
memungkinkan untuk membuat isohyet.

4.2.3. Kala Ulang Hujan
Suatu data hujan (x) adalah akan mencapai suatu harga tertentu/disamai
(x
1
) atau kurang dari (x
1
) atau lebih/dilampaui dari (x
1
) dan diperkirakan


26

terjadi sekali dalam kurun waktu T tahun, maka T tahun ini dianggap sebagai
periode ulang dari (x
1
).
Dalam perencanaan saluran drainase, periode ulang yang dipergunakan
tergantung dari fungsi saluran serta daerah tangkapan hujan yang akan
dikeringkan. Besarnya periode ulang untuk perencanaan saluran drainase
dapat dilihat dalam Tabel 2.2 berikut ini :
Tabel 2.2
Besarnya Periode Ulang Hujan
Untuk Perencanaan Sistem Penyaluran Air Hujan
Jenis Saluran Periode Ulang
(tahun)
Kwarter
Tersier
Sekunder
Primer
1
2
5
10
Sumber : Drainase Perkotaan, Penerbit Gunadarma:Jakarta, 1998.

4.2.4. Analisis Frekuensi Hujan
Dalam analisis frekuensi terdapat beberapa metode perhitungan yang bisa
digunakan. Analisis frekuensi sendiri bertujuan untuk mencari besar
presipitasi hujan harian untuk setiap periode/kala ulang tertentu di suatu
wilayah perencanaan. Metode-metode perhitungan analisis frekuensi antara
lain :
a. Metode Normal
( ) d tp x xT o + =
.. Pers 2.8
Keterangan :
X
T
: nilai suatu kejadian pada kala ulang tertentu

x
: nilai rata-rata hitung

d o
: standar deviasi sampel
tp : karakteristik distribusi Normal berdasarkan tabel



27

b. Metode Log Normal
( ) n k n LogxT o + =
.. Pers 2.9
Keterangan :
n
: log x
T

n o
: log
d o

k : dalam tabel, yang dipengaruhi
x
Cv
o
=

c. Metode Gumbel
( ) d k x xT o + =
... Pers 2.10
n
Yn Yt
k
o

=


Keterangan :
Yt, Yn,
n o
: dari tabel

d. Metode Pearson III
( ) d k x xT o + =
... Pers 2.11
Keterangan :
k : tergantung pada koefisien kemencengan/skewness (Cs)
( )
( )( )
3
3
2 1 d N N
x x N
Cs
i
o

=


e. Metode Log Pearson III
( ) d Log k x Log LogxT o + =
Pers 2.12

4.2.5. Analisis Intensitas Hujan
Data curah hujan dalam suatu kurun waktu tertentu (beberapa menit) yang
tercatat pada alat otomatik dapat dirubah manjadi intensitas hujan per jam.
Intensitas hujan yaitu besarnya curah hujan rata-rata yang terjadi di suatu
daerah dalam suatu waktu tertentu yang sesuai dengan waktu konsentrasi dan
periode ulang tertentu.
Cara menghitung Intensitas hujan (I) ada beberapa rumus, yaitu :


28

a. Rumus Talbot
b t
a
I
+
=
.. Pers 2.13
Keterangan :
a & b : tetapan yang harus dihitung
b. Rumus Sherman
n
t
a
I =
Pers 2.14
c. Rumus Ishiguro
( ) b t
a
I
+
=
..Pers 2.15
d. Rumus Mononobe
Berbeda dari rumus-rumus intensitas hujan sebelumnya yang hanya berlaku
untuk hujan dengan durasi kurang dari 2 jam, maka rumus Mononobe berlaku
untuk semua durasi hujan.
3
2
24 24
24
|
.
|

\
|
=
c t
R
I
. Pers 2.16
Keterangan :
R : curah hujan rancangan setempat (mm)
t
c
: lama waktu konsentrasi (jam)
I : intensitas hujan (mm/jam)

4.3. Debit Rancangan Dengan Metode Rasional
Besarnya debit rencana dihitung dengan memakai metode Rasional kalau
daerah alirannya kurang dari 80 Ha. Untuk daerah yang alirannya lebih luas
sampai dengan 5000 Ha, dapat digunakan metode rasional yang diubah.
Untuk luas daerah yang lebih dari 5000 Ha, digunakan hidrograf satuan atau
metode rasional yang diubah.
Rumus metode rasional :
A I C f Q =
.Pers 2.17
Keterangan :
Q : debit rencana dengan masa ulang T tahun (m
3
/detik)
f : faktor konversi = 0,278


29

C : koefisien pengaliran
I : intensitas hujan selama waktu konsentrasi (mm/jam)
A : luas daerah aliran (km
2
)

4.3.1. Koefisien Pengaliran (C)
Koefisien pengaliran merupakan nilai banding antara bagian hujan yang
membentuk limpasan langsung dengan hujan total yang terjadi. Besaran ini
dipengaruhi oleh tata guna lahan, kemiringan lahan, jenis dan kondisi tanah.
Pemilihan koefisien pengaliran harus memperhitungkan kemingkinan adanya
perubahan tata guna lahan di kemudian hari. Nilai koefisien pengaliran seperti
pada Tabel 2.3.
Tabel 2.3
Koefisien Pengaliran
Tata Guna Lahan Harga C
Perumahan tidak begitu rapat : 20 rmh/Ha
Perumahan kerapatan sedang : 20 60 rmh/Ha
Perumahan rapat : 60 160 rmh/Ha
Taman dan daerah rekreasi
Daerah industri
Daerah perniagaan
0,25 0,40
0,40 0,70

0,70 0,80
0,20 0,30
0,80 0,90
0,90 0,95
Sumber : Drainase Perkotaan, Penerbit Gunadarma:Jakarta, 1998.



30

5. DEBIT RENCANA

Debit rencana adalah debit maksimum yang akan dialirkan oleh saluran
drainase untuk mencegah terjadinya genangan. Untuk drainanse perkotaan dan
jalan raya, sebagai debit rencana ditetapkan debit banjir maksimum periode ulang
5 tahun, yang mempunyai makna kemungkinan banjir maksimum tersebut disamai
atau dilampaui 1 kali dalam 5 tahun atau 2 kali dalam 10 tahun atau 20 kali dalam
100 tahun. Penetapan debit banjir masimum periode ulang 5 tahun ini berdasarkan
pertimbangan:
a. Resiko akibat genangan yang ditimbulkan oleh hujan relatif kecil
dibandingan dengan banjir yang ditimbulkan meluapnya sebuah sungai.
b. Luas lahan di perkotaan relatif terbatas apabila ingin direncanakan saluran
yang melayani debit banjir maksimum periode ulang lebih besar dari 5
tahun.
c. Daerah perkotaan mengalami perubahan dalam periode tertentu sehingga
mengakibatkan perubahan pada saluran drainase.
Perencanaan debit rencana untuk drainase perkotaan dan jalan raya
dihadapi dengan persoalan tidak tersedianya data aliran. Umumnya untuk
enentukan debit aliran akibat air hujan diperoleh dari hubungan rasional, antara air
hujan dengan limpasannya. Untuk debit air limbah rumah tangga diestimasikan 25
L/orang/hari, yang meningkat secara liniear dengan jumlah penduduk.

5.1 Langkah Perencanaan Perhitungan Debit Rencana
Untuk dapat memahami penentuan debit rencana diberikan contoh dengan
angka-angka. Pada perencanaan sebuah drainase perkotaan dimisalkan satu daerah
aliran memiliki luas 0,2 km
2
dengan tipe kawasan yang terdapat didalamnya
sebagai berikut:
a. Kawasan pemukiman 0,04 km
2
; dengan nilai koefisisen pengaliran 0,60
b. Kawasan perdagangan 0,08 km
2
; dengan nilai koefisisen pengaliran 0,80
c. Kawasan daerah tak terbangun 0,06 km
2
; dengan nilai koefisien
pengaliran 0,20
d. Kawasan jalan aspal 0,01 km
2
; dengan koefisien pengaliran 0,90


31

e. Kawasan jalan tanah 0,01 km
2
; dengan koefisien pengaliran 0,70










Daerah aliran seperti diperlihatkan pada gambar diatas, air hujan yang
terjauh dari titik A mengalir ke ujung saluran dititik B, kemudian bersama-sama
aliran lainnya mengalir ke dalam saluran B-C menuju titik pengamatan di C. Data
lainnya adalah kemiringan tanah searah A-B 0,0006 dan jaraknya 200m; panjang
saluran B-C adalah 600m dan kecepatan air didalam saluran 0,5 m/detik
direncanakan kemiringan saluran 0,0004.
Data curah hujan harian maksimum tahunan selama 10 tahun (1978-1987)
seperti diperlihatkan pada tabel dibawah ini:

No Tahun R
24-maks
(mm) (Ri-R
rerata
)
2

1 2 3 4
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
1978
1979
1980
1981
1982
1983
1984
1985
1986
1987
115
87
70
55
57
85
136
53
197
141
237,16
158,76
876,16
1989,16
1814,76
213,16
1324,96
2171,56
9486,76
1713,96
A

400m
B
C 500 m


32

Jumlah 996 19986,4

Langkah pertama adalah menetapkan nilai koefisien aliran pada daerah aliran
tersebut sebagai berikut :
- Kawasan pemukiman = 0,04/0,2 x 0,6 =0,12
- Kawasan perdagangan = 0,08/0,2x 0,8 = 0,32
- Kawasan daerah tak terbangun =0,06/0,2x (0,2+0,35)/2 =0,085
- Jalan aspal = 0,01/0,2 x 0,9 =0,045
- Jalan tanah = 0,01/0,2 x0,70 = 0,035
Nilai koefisien aliran (C) daerah aliran =0,605

Langkah berikutnya menghitung kosentrasi dan koefisien tapungan pada daerah
aliran sebagai berikut :
Waktu Konsentrasi daerah aliran di titik C:
Inlet Time :
To = 0,0195 (


To = 0,0195 (


To = 34,200 menit = 0,570 jam
Conduit Time :
Td =


Td =

= 0,278 jam
Waktu Konsentrasi :
Tc = To+Td
Tc = ),570 + 0,278 = 0,848 jam

Koefisien tampungan daerah aliran :
Cs =


Cs =


= 0,859
Berdasarkan data curah hujan pada tabel diatas dapat dilakukan perhitungan hujan
rencana sebagai berikut :


33

Diasumsikan debit banjir periode ulang 5 tahun di hasilkan oleh hujan rencana
periode ulang 5 tahun :
Hujan rencana periode 5 tahun



Hujan rencana :



Bnjir rencana periode 5 tahun
Dari perhitungan diatas diperoleh C=0,605;Cs=0,859;Tc=0,848 jam dan
luas daerah A = 0,2 Km
2
, maka :



= 1,495 m
3
/det
Jadi Debit rencana periode ulang 5 tahun untuk drainase perkotaan tersebut
sebesar 1,495 m
3
/det.

Perencanaan saluran drainase dapat dipakai standar yang telah ditetapkan, baik
debit rencana (periode ulang) dan cara analisis yang dipakai, tinggi jagaan,
struktur saluran, dan lain-lain. Tabel berikut menyajika standar desain saluran
drainase berdasar Pedoman Drainase Perkotaan dan Standar desain teknis.

Luas DAS (ha)
Periode Ulang
(Tahun)
Metode
Perhitungan Debit
Banjir
<10 2 Rasional


34

10 100 2 5 Rasional
101 500 5 20 Rasional
>500 10 - 25 Hidrograf Satuan

Perhitungan debit rencana untuk saluran drainase di dareah perkotaan dapat
dilakukan dengan menggunakan tumus rasional, atau hidrograf satuan, seperti
pada tabel diatas.
Berikut penjelasa metode perhitungan rasional dan hidrograf satuan.
1. Metode Rasional
Metode untuk memperkirakan laju aliran permukaan puncak yang umum
dipakai adalah metode rasional USSCS (1973). Metode ini sangat simpel dan
mudah dalam penggunaannya, namun sangat terbatas untuk DAS dengan ukuran
kecil, yaitu kurang dari 300 Ha.
Persamaan matematik rasional dinyatakan dalam
Qp = 0,002778 CIA .............................I
Dimana:
Q = Laju aliran permukaan (Debit) puncak m
3
/detik
C = Konsentrasi aliran permukaan (0C1)
I = Intensitas hujan mm/jam
A = Luas DAS
Metode rasional dikembangkan berdasarkan asumsi bahwa hujan mempunyai
intensitas seragam dan merata di seluruh DAS dengan waktu konsentrasi (t
c
)
DAS. Jika asumsi ini terpenuhi, maka hujan dan aliran permukaan DAS dapat
digambarkan seperti pada grafik berikut.










35











Koefisien aliran permukaan [C].



Koefisien C didefinisikan sebagai nisbah puncak aliran permukaan
terhadap intensitas hujan. Faktor ini merupakan variabel yang paling menentukan
dahasil perhitungan debit banjir. Pemilihan harga C yang tepat menentukan hasil
perhitungan debit yang luas. Faktor utama yang mempengaruhi C adalah laju
infiltrasi tanah atau prersentase lahan kedap air, kemiringan lahan, tanaman
penutup tanah, dan intensitas hujan. Permukaan kedap air, seperti perkerasan
aspal dan atap bangunan.
Koefisien limpasan tergantung pada sifat dan kondisi tanah. Laju infiltrasi
menurun pada hujan yang terus menerus dan juga dipengaruhi oleh kondisi
kejenuhan air sebelumnya. Faktor lain yang mempengaruhi nilai C adalah air
tanah, derajad kepadatan tanah, porositas tanah, dan simpanan depresi. Harga C
untuk berbagai tipe tanah dan lahan dapat dilihat pada tabel berikut.

Tabel 1. Koefisien limpasan untuk metode Rasional
Diskripsi lahan/karakter
permukaan
Koefisien aliran,
C
Business
Perkotaan

0,70 0,95
tc
D = tc
Intensitas Hujan (I)
Waktu
Aliran akibat hujan dengan durasi, D < tc
Aliran akibat hujan dengan durasi D = tc
Aliran akibat hujan dengan durasi D.> tc


L
a
j
u

a
l
i
r
a
n

d
a
n

i
n
t
e
n
s
i
t
a
s

h
u
j
a
n

Gambar 1. Hubungan curah hujan dengan aliran permukaan untuk durasi hujan
yang berbeda


36

Pinggiran
Perumahan
Rumah Tunggal
Multiunit, terpisah
Multiunit, tergabung
Perkampungan
Apartemen
Industri
Ringan
Berat
Perkerasan
Aspal dan Beton
Batu bata, Paving
Atap
Halaman, Tanah berpasir
Datar 2%
Rata-rata 2-7%
Curam, 7%
Halaman, Tanah berat
Datar 2%
Rata-rata 2-7%
Curam, 7%
Halaman Kereta Api
Taman tempat bermain
Taman, Pekuburan
Hutan
Datar 0-5%
Bergelombang 5-10%
Berbukit, 10-30%
0,50 0,70

0,30 0,50
0,40 0,60
0,60 0,75
0,25 0,40
0,50 0,70

0,50 0,80
0,60 0,90

0,70 0,95
0,50 0,70
0,75 0,95

0,05 0,10
0,10 0,15
0,15 0,20

0,13 0,17
0,18 0,22
0,25 0,35
0,10 0,35
0,20 0,35
0,10 0,25

0,10 0,40
0,25 0,50
0,30 0,60
Sumber : McGuen, 1989




37

Tabel 2. Koefisien aliran untuk metode Rasional
Sumber : Hassing, 1995

Kedua tabel diatas menggambarkan nilai C untuk penggunaan lahan yang
seragam, dimana kondisi ini sangat jarang dijumpai untuk lahan yang relatif luas.
Jika DAS terdiri dari berbagai macam penggunaan lahan dengan koefisien aliran
permukaan yang berbeda, maka C yang dipakai adalah koefisien DAS yang dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut.

......................II
Dimana :
Ai = Luas lahan dengan jenis penutup tanah i,
Ci = Koefisien aliran permukaan jenis penutup tanah
n = jumlah jenis penutup tanah
Penggunaan rumus Rasional untuk DAS dengan tata guna lahan tidak
homogen adalah dengan mensubtitusikan persamaan II dengan persamaan I.
Sehingga diperoleh persamaan berikut.
Qp = 0,002778 I

.....................III

A. Waktu Konsentrasi (t
c
)
Waktu konsentrasi suatu DAS adalah waktu yang diperlukan oleh air
hujan yang jatuh untuk mengalir dari titik terjauh sampai ketempat keluar DAS
(Titik Kontrol) setelah tanah menjadi jenuh dan depresi-depresi kecil terpenuhi.
Salah satu untuk memperkirakan waktu konsentrasi adalah rumus yang
dikembangkan oleh Kirpich (1940), yang dapat ditulis sebagai berikut.

........................................ IV
Koefisien aliran C = Ct + Cs + Cv
Topografi, Ct Tanah, Cs Vegetasi, Cv
Datar (<1%) 0,03
Bergelombang (1-100%) 0,08
Perbukitan (10-20%) 0,16
Pengunungan (>20) 0,26
Pasir dan gravel 0,04
Lempung berpasir 0,08
Lempung dan lanau 0,16
Lapisan batu 0,26
Hutan 0,04
Pertanian 0,11
Padang rumput 0,21
Tanpa tanaman 0,28


38

Dimana :
Tc = waktu konsentrasi
L = Panjang saluran utama dari hulu sampai penguras dalam Km
S = Kemiringan rata-rata saluran utama dalam m/m
Waktu konsentrasi dapat juga dihitung dengan membedakan menjadi dua
komponen, yaitu:
1. Waktu yang diperlukan air untuk mengalir di permukaan lahan sampai
saluran terdekat (t
0
), dan
2. Waktu perjalanan dari pertama masuk sampai titik keluaran (td)
Sehingga tc = t0 + td
Dimana:

+
Dan


Dimana :
n = Angka kekasaran Manning
S = Kemiringan lahan
L = Panjang lintasan aliran di atas permukaan lahan (m)
Ls = Panjang lintasan aliran di dalam salura/sungai (m)
V = Kecepatan aliran di dalam (m/detik)

B. Intensitas Hujan (I)
Intensitas hujan untuk tc tertentu dapat dihitung dengan rumus Mononobe
atau dari lengkung Intensitas Durasi-Frekuensi Hujan.

C. DAS dengan beberapa Sub-DAS
Metode Rasional juga dapat dipergunakan untuk DAS yang tidak seragam
(homogen), dimana DAS dapat berbagi menjadi beberapa Sub-DAS yang
seragam, atau pada DAS dengan sistem saluran yang bercabang-cabang. Metode
Rasional digunakan untuk menghitung debit masing-masing Sub-DAS.
Perhitungan dilakukan dengan menggunakan dua atura berikut :


39

1) Metode Rasional dipergunakan untuk menghitung debit puncak pada tiap-
tiap daerah masukan (inlet area) pada ujung hulu Sub-DAS.
2) Pada lokasi dimana drainase berasal dari dua atau lebih daerah masukan,
maka waktu konsentrasi terpanjang yang dipakai utnuk intensitas hujan
rencana, koefisien dipakai C
DAS
, dan total area drainase di daerah
masukan.

2. Metode Hidrograf
Hidrograf dapat didefinisikan sebagai hubungan antara salah satu unsur
aliran terhadap waktu. Berdasarkan definisi tersebut dikenal ada 2 macam
hidrograf, yaitu hidrograf muka air dan hidrograf debit. Hidrograf muka air tidak
lain adalah data atau garafik hasil rekaman AWLR (Automatic Water Level
Recorder). Sedangkan hidrograf debit, yang dalam pengertian sehari hari disebut
hidrograf, diperoleh dari hidrograf muka air dan lengkung debit. Hidrograf
tersusun atas dua komponen, yaitu aliran permukaan, yang berasal dari aliran
langsung air hujan, dan aliran dasar (base flow). Aliran dasar berasal dari air tanah
yang pada umumnya tidak memberikan respon yang cepat terhadap hujan.
Hidrograf aliran langsung dapat diperoleh dengan memisahkan hidrograf
dari aliran dasarnya. Ada beberapa cara yang dapat dilakukan, diantaranya adalah
metode garais lurus (straight line method), metode panjang dasar tetap (fixed base
method), dan metode kemiringan berbeda (variable slope method). Metode garis
lurus merupakan metode yang paling sederhana. Garis lurus ditarik dari titik
terendah sisi resesi hidrograf sebelum (A), sampai di titik resesi hidrograf yang
ditinjau (B). titik 3 didapat dari penggambaran sisi resesi tersebut dalam kertas
bersekala semi logaritmis. Titik B merupakan titik penyimpangan terendah garis
tersebut terhadap garis lurus yang dianggap mewakili saat terjadinya aliran dasar
(gambar 2.19a).
Metode panjang dasar tetap hamper sama dengan metode sebelumnya. Dalam
metode ini diperhatikan adanya perbedaan kecepatan respon antara air permukaan
dan air bawah permukaan. Oleh sebaba itu pada saat air permukaan naik, aliran
dasar turun terus sampai dianggap mencapai titik terendah dibawah titik puncak


40

aliran permukaan (Gambar 2.19b). selanjutnya titik B diperoleh dari persamaan
( Linsley. 1988):
T = A
0.2

Dimana
T = waktu dalam hari,
A = luas DAS dalam mil persegi.


Gambar 2. Berbagai metode pemisahan aliran langsung

Metode kemiringan berbeda dianggap sebagai metode yang paling teliti di
antara ketiga metode. Metode ini merupakan penggabungan dari kedua metode
terdahulu. Kesulitan yang dihadapi pada metode ini adalah dalam menentukan
aliran dasar antara titik A dan C (Gambar 2.19c). Tidak ada pedoman khusus yang
digunakan untuk menentukan metode mana yang harus dipakai karena dipandang


41

dari sudut ketelitian yang diperoleh dibandingkan dibandingkan dabit puncak
pengaruhnya sangat kecil. Oleh karena itu metode mana pun dapat dipakai.

A. Hidrograf Satuan
Hidrograf satuan adalah hidrograf limpasan langsung yang dihasilkan oleh
hujan efektif yang terjadi merata diseluruh DAS dan dengan intensitan tetap
selama satu satuan waktu yang ditetapkan, yang disebut hujan satuan. Hujan
satuan adalah curah hujan yang lamanya sedimikian rupa sehingga lamanya
limpasan permukaan tidak menjadi pendek, meskipun curah hujan itu menjadi
pendek. Jadi hujan satuan yang dipilih adalah yang lamanya sama atau lebih
pendek dari periode naik hidrograf (waktu dari titik permulaan aliran permukaan
sampai puncak). Periode limpasan dari hujan satuan semuanya adalah kira kira
sama dan tidak ada sangkutt pautnya dengan intensitas hujan.

Gambar 3. Prinsip prinsip hidrograf satuan

Hidrograf satuan merupakan model sederhana yang menyatakan respon
DAS terhadap hujan. Tujuan dari hidrograf satuan adalah untuk memperkirakan


42

hubungan antara hujan efektif dan aliran permukaan. Konsep hidrograf saatuan
pertama kali dikemukakan oleh Sherman pada tahun 1932. Dia menyatakan
bahwa suatu system DAS mempunyai sifat khas yang menyatakan respon DAS
terhadap suatu masukan tertentu yang berdasarkan 3 prinsip:
1. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan limpasan dengan durasi sama, meskipun jumlahnya
berbeda. Ini merupakan aturan empiris yang mendekati kebenaran dan
digambarkan pada Gambar 3a.
2. Pada hujan efektif berintensitas seragam pada suatu daerah aliran tertentu,
intensitas hujan yang berbeda tetapi memiliki durasi sama, akan
menghasilkan hidrograf limpasan, dimana ordinatnya pada sembarang
waktu memiliki proposi yang sama dengan proposi intensitas hujan efektif.
Dengan kata lain, ordinat hidrograf satuan sebanding dengan volume hujan
efektif yang menimbulkannya. Hal ini berarti bahwa hujan sebanyak n kali
lipat dalam satuan waktu tertentu akan menghasilkan suatu hidrograf
dengan ordinat sebesar n kali lipat (Gambar 3b).
3. Prinsip superposisi dipakai pada hidrograf yang dihasilkan oleh hujan
efektif berintensitas seragam yang memiliki periode periode yang
berdekatan dan/atau tersendiri. Jadi, hidrograf yang merepresentasikan
kombinasi beberapa kejadian aliran permukaan adalah jumlah dari ordinat
hidrograf tunggal yang member kontribusi (Gambar 3c)
Ketiga asumsi ini secara tidak langsung menyatakan bahwa tanggapan
DAS terhadap hujan adalah linier, walaupun sebenarnya kurang tepat. Namun
demikian, penggunaan hidrograf satuan telah banyak memberikan hasil yang
memuaskan untuk berbagai kondisi. Sehingga, teori hidrograf satuan banyak
dipakai dalam menentukan debit atau banjir rencana.







43

Hidrograf satuan sintetis
Sebagaimana diuraikan sebelumnya bahwa untuk menurunkan hidrograf
satuan diperlukan rekaman data limpasan dan data hujan, padahal sering kita
jumpai ada beberapa DAS tidak memiliki sama sekali catatan limpasan. Dalam
kasus ini, hidrograf satuan diturunkan berdasarkan data-data dari sungai pada
DAS yang sama atau DAS terdekat yang mempunyai karakteristik yang sama.
Hasil dari penurunan hidrograf satuan ini dinamakan hidrogarf satuan sintetis
(HSS). Ada tiga jenis hidrograf satuan sintetis, yaitu:
HSS yang mengkaitkan karakteristik hidrograf (debit puncak, waktu dasar,dsb.)
dengan karakteristik DAS (Snyder,1938; Gray, 1961)
HSS berdasarkan hidrograf satuan tak berdimensi (SCS, 1972)
HSS berdasarkan model simpanan DAS (Clark,1943)

- HSS Snyder
Berdasarkan data-data DAS di Amerika Serikat, yang berukuran 30
sampai 30.000 km2, Snyder (1938) menemukan 3 parameter hidrograf:lebar dasar
hidrograf, debit puncak, dan kedalaman DAS (basin lag) yang cukup memadai
untuk mendefinisikan hidrograf satuan Snyder beranggapan bahwa karakteristik
DAS yang mempunyai pengaruh kuat terhadap hidrograf satuan sintetik adalah
luas DAS, bentuk DAS, topografi, kemiringan saluran, kerapatan sungai, dan daya
tampung saluran. Selanjutnya, dia mendefinisikan standar hidrograf satuan
sebagai kaitan antara durasi hujan tr dengan keterlambatan DAS tp dalam bentuk

Tp = 5,5 tr................................................................................(2.59)

Dengan menggunakan hidrograf satuan standar didapatkan:
Keterlambatan DAS (basin lag)

Tp = C1Ct(LLc)
0,3
....................................................................(2.60)

Dimana
Tp = Keterlambatan DAS (jam)


44

L = Panjang sungai utama dari outlet ke batas hulu (km)
Lc = Jarak antara outlet ke titik pada sungai yang terdekat dengan titik pusat
(centriod) DAS
C1 = 0,75 (C1 = 1 untuk sistem inggris)
Ct = Koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah yang
sama
Debit puncak persatuan luas dari hidrograf satuan standar adalah

qp =

....................................................................................(2.61)
Dimana
C2 = 2,75 (640 untuk satuan inggris)
Cp = koefisien yang diturunkan dari DAS yang memiliki data pada daerah
yang sama

Harga L dan Lc di ukur dari peta DAS untuk menghitung Ct dan Cp pada
DAS yang terukur. Berdasar hidrograf satuan yang diturunkan, dapat diperoleh
harga durasi efektif tg dalam jam, kelambatan DAS tpR dalam jam, dan debit
puncak per satuan luas PpR dalam m
3
/dt.km
2
.cm jika tpR = 5,5 tg, maka
tr = tR
tp = tpR dan qp = qpR
Ct dan Cp dihitung dari persamaan (2.60) dan (2.61). jika tpR jauh dari 5,5
tg, maka kelambatan DAS standar adalah:
Tp = tpR +

...................................................................(2.62)

Dari persamaan (2.58) dan (2.61) diselesaikan secara simultan untuk tr dan
tp. Nilai Ct dan Cp kemudian dihitung dari persamaan (2.59) dan (2.60) dengan
qpR = qp dan tpR = tp. Jika DAS tidak terukur mempunyai kemiripan dengan
DAS terukur, maka koefisien Ct dan Cp DAS terukur dapat dipakai pada
persamaan tersebut diatas untuk DAS tak terukur.
Hubungan antara qp dan debit puncak per satuan luas qpR hidrograf yang
diperlukan adalah:



45

qpR =

............................................................................(2.63)

Waktu dasar tb hidrograf satuan (dalam jam) dapat ditentukan berdasarkan
kenyataan bahwa luas di bawah hidrograf satuan adalah ekivalen dengan limpasan
langsung 1 cm. Kita asumsikan hidrograf satuan berbentuk segitiga, waktu dasar
dapat diperkirakan dari
Tb =

....................................................................(2.64)

Di mana C3 = 5,56 (1290 untuk sistem inggris)
Lebar hidrograf satuan dalam jam pada debit sama dengan persentase
tertentu dari debit puncak qpR adalah:
W = Cw qpR
-1,08
...................................................................(2.65)
Dimana Cw = 1,22 (440 untuk sistem satuan inggris) untuk 75% lebar dan 2,14
(770 sistem inggris) untuk 50% lebar. Biasanya sepertiga dari lebar ini
terdistribusi sebelum waktu puncak hidrograf satuan dan dua pertiga setelah
puncak.

- HSS tak berdimensi SCS
Hidrograf tak berdimensi SCS (Soil Conservation Services) adalah
hidrograf satuan sintetis, dimana debit dinyatakan sebagai nisbah debit q terhadap
debit puncak qp dan waktu dalam nisbah waktu t terhadap waktu naik dari
hidrograf satuan Tp. Jika debit puncak dan waktu kelambatan dari durasi suatu
hujan efektif diketahui, maka hidrograf satuan dapat diestimasi dari hidrograf
sintetis tak berdimensi untuk untuk suatu DAS.






46

6. DIMENSI SALURAN

6.1 Kemiringan Saluran
Yang dimaksud dengan kemiringan saluran adalah kemiringan dasar
saluran dan kemiringan dinding saluran. Kemiringan dasar saluran merupakan
kemiringan dasar saluran arah memanjang dimana umumnya dipengaruhi oleh
kondisi topografi, serta tinggi tekanan yang diperlukan untuk adanya pengaliran
sesuai dengan kecepatan yang diinginkan. Kemiringan dasar saluran maksimum
yang diperbolehkan adalah 0,005 0,008 tergantung pada bahan saluran yang
digunakan. Kemiringan yang lebih curam dari 0,002 bagi tanah lepas sampai
dengan 0,005 untuk tanah padat akan menyebabkan erosi.
Tabel 1 . Kemiringan Dinding Saluran Sesuai Dengan Bahan Yang Digunakan
Bahan Saluran Kemiringan Dinding
Batuan/cadas Mendekati vertikal
Tanah Lumpur 0.25 : 1
Lempung keras atau tanah dengan lapisan beton (0.5 1) : 1
Tanah dengan pasangan batu atau tanah untuk
saluran besar
1:1
Lempung atau tanah untuk saluran kecil 1.5 : 1
Tanah berpasir lepas 2 : 1
Lempung berpasir atau lempung porous 3 : 1
Sumber : Ven Ten Chow, Open Channel Hydraulics.1978
Kecepatan minimum yang diijinkan adalah kecepatan terkecil yang tidak
menimbulkan pengendapan dan tidak merangsang pertumbuhan tanaman akuatik
serta lumut. Besarnya kecepatan aliran yang diperbolehkan dalam saluran
tergantung dari bahan yang digunakan, kondisi fisik dan sifat-sifat hidrolisnya.
Besar kecepatan yang aman adalah 0,60 3,0 m/det apabila prosentase lumpur
yang ada di air cukup kecil.
Kecepatan maksimum yang diijinkan berdasarkan material :
1. Untuk saluran berdinding tanah : v maks = 0,75 m/det
2. Untuk saluran berdinding batu : v maks = 2,5 m/det


47

3. Untuk saluran berdinding beton : v maks = 3 m/det
Pada belokan perlu dilakukan koreksi dalam menentukan nilai v yang
dinyatakan dalam Tabel 2.
Tabel 2 Faktor Koreksi dari kecepatan rata-rata yang diijinkan untuk belokkan
No Saluran Faktor Koreksi
1.
2.
3.
4.
5.
6.
Lurus
Sedikit berbelok < 22.5
Berbelok sedang 22.5 < s < 35
Berbelok besar 35 < s < 60
Berbelok besar 60 < s < 80
Berbelok 80 < s < 90
1
0.95
0.87
0.78
0.68
0.57
Sumber : B.Z. Kinori. Manual of Surface Drainage Engineering, Vol I, Elsevier, 1970

6.2 Kapasitas Saluran
Kapasitas saluran dapat dihitung dengan menggunakan rumus-rumus
sebagai berikut
Manning, V = 1/n R
2/3
S
1/2

Kontinuitas, Q = A. V
Dimana :
V = kecepatan aliran rata-rata dalam saluran (m/dt)
R = jari-jari hidrolis (m) ; R = A/P
P = keliling basah saluran (m)
n = koefisien kekasaran dinding saluran
A = luas penampang basah (m
2
)
Q = debit (m
3
/dtk)
Besarnya kapasitas saluran berkaitan dengan besarnya penampang atau
dimensi saluran yang direncanakan. Untuk menentukan dimensi saluran dilakukan
pendekatan dengan Tabel 3:






48

Tabel 3. Perbandingan Lebar Dasar Saluran dengan Tinggi Air yang Dianjurkan
Berdasarkan Kapasitas Saluran
Kapasitas Saluran (m
3
/det) b : h
0,0 0,5
0,5 1,0
1,0 1,5
1,5 3,0
3,0 4,5
4,5 6,0
6,0 7,5
7,5 9,0
9,0 11,0
1,0
1,5
2,0
2,5
3,0
3,5
4,0
4,5
5,0
Sumber : Imam Subarkah, Hidrologi untuk Perencanaan Bangunan Air, Bandung, 1980

6.3 Freeboard
Yang dimaksud dengan Freeboard dari suatu saluran drainase adalah jarak
vertikal dari puncak tanggul sampai permukaan air pada kondisi perencanaan.
Suatu Freeboard direncanakan untuk dapat mencegah peluapan air akibat
gelombang serta fluktuasi permukaan air, akibat gerakan angin serta pasang surut.
Jagaan tersebut direncanakan antara 5 % sampai dengan 30 % dari dalamnya
aliran.
Tabel 4. Tinggi Freeboard
Kawasan Drainase Jenis Saluran Tinggi Jagaan ( m )
1. Kawasan Padat - Saluran Primer
- SaluranSekunder
- Saluran Tersier
0,50
0,35
0,15
2. Perumahan Baru - Saluran Primer
- Saluran Sekunder
- Saluran Tersier
0,3
0,15
0,1
3.Bangunan Terminal dan
Bangunan umum lain
- Saluran Primer
- Saluran Sekunder
- Saluran Tersier
0,25
0,2
0,15


49

- Saluran Kwarter 0,1
4. Pelataran Parkir - Saluran Primer
- Saluran Sekunder
- Saluran Tersier
- Saluran Kwarter
0,3
0,25
0,2
0,15

6.4 Penentuan Konstruksi
Sebelum merencanakan dimensi saluran, langkah pertama yang harus
diketahui adalah berapa debit rencananya. Untuk menghitung debit rencana perlu
diketahui berapa luas daerah yang harus dikeringkan oleh saluran tersebut.
Perhitungan besar air yang dibuang adalah berdasarkan tata guna lahan. Langkah
pertama adalah merencanakan tata letak. Tata letak direncanakan berdasarkan peta
kota dan peta topografi. Menetukan letak saluran saluran, kemudian menghitung
beban saluran saluran tersebut, dari yang terkecil sampai ke saluran induk.
Setelah debit masing - masing saluran diketahui, barulah dilakukan perhitungan
dimensi saluran.
Bentuk penampang saluran drainase dapat merupakan saluran terbuka
maupun saluran tertutup tergantung pada kondisi daerahnya. Rumus kecepatan
rata rata pada perhitungan dimensi penampang saluran menggunakan rumus
Manning, karena rumus ini mempunyai bentuk yang sangat sederhana.
1. Penampang saluran segi empat
Dalam hal ini maka digunakan persamaan:
v Q Ac
S Rh
n
v
/
1
2
1
3
2
=
=

dimana :
Nilai V ditentukan terlebih dahulu apakah memakai Vd atau Vt, jika Vt >
Vd maka dalam menghitung Ac menggunakan nilai Vt, begitu sebaliknya. Angka
kekasaran (n) dapat ditentukan berdasarkan jenis permukaan tanah pada DPS yang
ditinjau.
Kemiringan tanah asli = kemiringan dasar saluran (S) dapat diketahui berdasarkan
kondisi topografi.


50

Jari jari hidrolis Rh =
2 / 3
2 / 1
|
.
|

\
|
S
vxn

Lebar saluran : B = (Ac Rh Rh Ac Ac . 2 / ) ) . 8 (
2 / 1 2 2
(m)
Tinggi saluran : h = Ac/B (m)
Keliling basah : P = B + 2h
Tinggi jagaan : FB = 30 % h
Tinggi saluran : H = h + tinggi jagaan
Atau jika dimensi saluran yang diperoleh tidak wajar, maka dibuat
kaskade dengan syarat So < S. Dimensi kaskade dicari dengan rumus :
h = (Ac/2)
1/2

B = 2h
So =
2
3 / 2
)
2
(
.

h
v n

2. Penampang Saluran Trapesium
Dalam hal ini maka digunakan persamaan:
V Q A
S Rh
n
v
c
/
1
2
1
3
2
=
=

Angka kekasaran ditentukan berdasarkan jenis bahan yang digunakan.
Kemiringan dasar saluran (S) ditentukan berdasarkan topografi (atau disebut S =
0,0006).
Kemiringan dinding saluran berdasarkan bahan yang digunakan
Luas Penampang : A = (b + mh)h
Keliling Basah : P = b + 2h
2
1 m +
Jari jari hidrolis : Rh = A/P
Tinggi jagaan : FB = 25 %

Dalam perancangan drainase , diperlukan bermacam macam bangunan
yang berfungsi sebagai sarana untuk :
a. Memperlancar surutnya genangan yang mungkin timbul di atas permukaan
jalan karena debit (Q) hujan rencana.


51

b. Memperlancar arus saluran
c. Mengamankan dari bahaya degradasi pada dasar saluran
d. Mengatur saluran terhadap pasang surut, khususnya di daerah pantai
Adapun bangunan bangunan sebagaimana tersebut di atas adalah :
a. Inlet tegak
Ditempatkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang tepi jalan (KERB) atau pada
pertemuan KERB di perempatan jalan.











Gambar 1 Inlet Tegak

b. Inlet datar
Ditempatkan di pertigaan jalan, dimana pada arah melintang jalan terdapat
saluran.

Gambar 2. Inlet Datar



52

c. Grill
Ditempatkan pada perempatan jalan, dimana di bawahnya terdapat saluran,
yang berfungsi menerima air yang melewatinya. Berada pada tempat yang
terendah dari jalan yang menurun.











Gambar 3. Grill

d. Manhole
Bangunan ini diletakkan pada jarak jarak tertentu di sepanjang trotoar,
berfungsi untuk pemeliharaan saluran.










Gambar 4. Manhole



53

e. Gorong - gorong
Bangunan ini dibuat untuk menghubungkan saluran di kaki bukit
melintang jalan di bawahnya dan berakhir di sisi bawah dari bangunan penahan
tanah yang mendukung struktur jalan tersebut.
Gambar 4.5 Gorong - gorong

Perhitungan dimensi gorong gorong :
v A n
gz A n Q
. .
2 .
=
=

Dimana:
Q = debit aliran (m
3
/det)
n = koefisien debit (dapat dilihat pada tabel 4.5)
A = luas gorong gorong (m
2
)
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det
2
)
z = kehilangan tinggi energi pada gorong gorong










54

Tabel 5. Koefisien Debit
Sumber : Modul Prinsip Prinsip Dasar Sistem Drainase

Kehilangan tinggi tenaga
H
masuk
= koefisien masuk . (v
a
v)
2
/2g
Keterangan :
Koefisien masuk = 0,8
v
a
= kecepatan aliran pada saluran
v = kecepatan dalam gorong gorong
g = percepatan gravitasi (= 9,81 m/det
2
)
Kecepatan dalam gorong gorong 1 2 m/det

f. Jembatan
Bangunan ini dimaksudkan untuk mendukung pipa (saluran air/minyak)
atau jalan yang melintang saluran drainase.









Gambar 6. Jembatan pipa
Tinggi dasar
dibangun sama
dengan saluran
Tinggi dasar dibangun lebih tinggi dari dasar
saluran

Sisi N Ambang Sisi n
Segi
empat
Bulat
0,8
0,9
Segi empat
Bulat
Bulat
Segi empat
Segi empat
Bulat
0,72
0,76
0,85


55

g. Bangunan Terjun
Bangunan ini diperlukan bila penempatan saluran terpaksa harus melewati
jalur dengan kemiringan dasar (S) yang cukup besar.
h. Ground Sill
Bangunan ini ditempatkan melintang saluran pada jarak jarak tertentu sehingga
dapat berfungsi sebagai pengaman terhadap bahaya degradasi terhadap dasar
saluran.
i. Pintu Air
Bangunan pintu air dapat berupa manual maupun otomatis, berfungsi sebagai
penahan air pasang atau banjir.










Gambar 7. Pintu Air
2.7 Analisa Perencanaan
Perencanaan jaringan sistem drainase dimulai dengan penentuan blok-blok
wilayah perencanaan. Blok Wilayah perencanaan ditentukan berdasarkan jalan
yang ada sehingga saluran drainase dibuat mengikuti sisi-sisi jalan yang ada. Hal
ini dapat menghemat biaya pembuatan saluran baru.
Selanjutnya dibuat lay-out rencana sistem drainase dengan arah
pengaliran mengikuti pola topografi yaitu dari daerah berelevasi tinggi menuju
daerah berelevasi rendah sehinga pengaliran dapat dilakukan dengan cara
gravitasi.


56

Pada daerah perencanaan, pengaliran dimulai dari bagian barat dan utara
menuju sungai yang ada di bagian selatan wilayah. Lay-out aliran sistem drainase
dibuat dengan prinsip saluran terpendek dan dibuang (disalurkan) menuju sungai
terdekat. Keseluruhan jaringan ini terdiri dari :
1. Saluran sekunder, yaitu saluran yang menampung air hujan dari daerah yang
dilayaniya.
2. Saluran primer/utama, yaitu saluran yang menampung air hujan dari beberapa
daerah pengaliran melalui saluran sekunder.
Saluran drainase yang direnanakan mengikuti yang saluran drainase
eksisting yaitu menggunakan saluran terbuka dengan bentuk segi empat. Bentuk
saluran ini dapat menyalurkan air hujan dengan debit yang cukup besar yang sifat
alirannya terus menerus dengan fluktuasi kecil.
Besarnya debit buangan (debit rencana) diperoleh berdasarkan luas blok
yang akan didrain, intensitas hujan yang telah dihitung serta koefisien limpasan
masing-masing blok. Dalam perencanaan ini, dimensi saluran drainase ditentukan
dengan pertimbangan bahwa dimensi tersebut dapat mengalirkan debit puncak
(debit desain).
Pada perencanaan kali ini saluran terbuka yang dipilih yaitu, saluran
terbuka segi empat karena saluran drainase yang berbentuk segi empat tidak
banyak membutuhkan ruang dan berfungsi untuk saluran air hujan, air rumah
tangga maupun air irigasi.
Sistem jaringan drainase selain sistem tertutup juga bisa berupa sistem
terbuka dengan pertimbangan bahwa pada saluran tertutup tidak terlalu banyak
memakan lahan karena lahan di atasnya masih dapat digunakan untuk keperluan
yang lain seperti jalan atau trotoar di samping itu dari segi estetika dan kesehatan
lingkungan pada saluran tertutup diharapkan tidak menimbulkan bau dan
meningkatkan populasi nyamuk. Namun pada kenyataannya saluran drainase
perkotaan banyak yang memakai sistem terbuka dengan pertimbangan untuk
memudahkan dalam operasional dan pemeliharaan.

Anda mungkin juga menyukai