Anda di halaman 1dari 18

TEKNIK PEMERIKSAAN MENURUT INBAU DAN READ.

Inbau dan Read mengemukakan beberapa teknik dan taktik pemeriksaan dan yang kita
pandang sebagai saran-saran belaka, mengingat variasi-variasi yang beraneka ragam daripada
watak dan kepribadian tersangka pada satu pihak sedangkan pada pihak lain harus diingat
pula bahwa pemeriksaan-pemeriksaan pun memiliki serba aneka ragam watak dan
kepribadian.
1. Yakin akan kesalahan tersangka :
Suatu anjuran bagi pemeriksa untuk menunjukkkn keyakinannya bahwa tersangka telah
melakukan suatu pelanggaran hukum. Keyakinan ini janganlah dikemukakan secara angkuh
dan sombong, tetapi sekedar menunjukkan kepercayaan pemeriksa terhadap dirinya sendiri.
Sikap pemeriksa pada tingkat kontak permulaan dengan tersangka akan menentukan berhasil
tidaknya pemeriksaan keseluruhannya. Sikap permulaan ini dikemukakan oleh Inbau dan
Reud sebagai berikut:
Seorang tersangka dengan dibimbing oleh petugas memasuki ruangan pemeriksaan.
Petugas pembimbing itu seharusnya memberitahukan kepada tersangka, bahwa ia akan
dihadapkan kepada Mr. (nama pemeriksa) yang akan melakukan pemeriksaan.
Bilamana tersangka memasuki ruangan itu, maka pemeriksa dianjurkan untuk memberi
hormat kepada tersangka, bagaikan seorang dokter memberi salam kepada pasien yang
akan mengunjunginya. Penghormatan yang diberikan itu tak perlu diikuti dengn uluran
tangan untuk berjabat, kecuali bilamana tersangka mengulurkannya untuk salaman.

Yang dimaksudkan oleh Inbau dengan mengulurkan tangan adalah untuk tetap
mempertahankan sifat resmi, oleh karena salaman berjabat tangan yang dimulai dapat
menimbulkan kesan yang merugikan jalannya pemeriksaan. Memberi salam sebagaimana dokter
menghhormati tamunya dapat dimengerti sebagai suatu cara untuk memberi kelegaan tersangka,
sehingga ia tidak akan diserang oleh kecemasan-kecemasan yang dapat membuat suasana tegang.
Untuk seterusnya pemeriksaan dapat dimulai dengan mengatakan: Saudara telah
diperiksa sebelum ini, tapi sayang bahwa saudara belum mengemukakan secara benar tentang
peristiwa yang terjadi. Pemeriksa harus segera berhenti sebentar untuk menantikan reaksi
tersangka. Dari reaksi itu pemeriksa akan menggunakannya untuk menarik kesimpulan
apakah tersangka membohong atau mengucapkan hal yang sebenarnya.
Sering kali terjadi, kata Inbau, bahwa pada permulaan pemeriksaan ketika pemeriksa
hendak berbicara, tersangka menginterupsi dengan mengatakan: boleh saya mengatakan
sesuatu?. Interupsi seperti ini harus segera dijawab dengan tegas: tunggu, sampai saya
selesai memberi keterangan. Interupsi seperti yang lazim terjadi itu, kata Inbau, adalah cara
yang sering dilakukan oleh orang-orang yang bersalah. Kewaspadaan pemeriksaan harus
diarahkan pula pada usaha agar yang diperiksa tidak melakukan penyangkalan. Sekali ia
menyangkal, akan terbentang suatu tembok pemisah yang makin tebal antara pemeriksa dan
yang diperiksa dan akan semakin mengurangi kesempatan untuk memperoleh pengakuan.
Proses psychologis dalam penyangkalan membuat tersangka itu sendiri sulit untuk kembali
pada ceritera tentang keadaan sebenarnya. Oleh karena itu, maka pertanyaan sebaiknya
menggunakn istilah: apakah sebabnya engkau telah melakukan atau tidak. Tentulah teknik
bertanya sedemikian itu semata-mata diarahkan kepada tersangka yang perbuatannya telah
pasti. Oleh karena dalam menghadapi tersangka yang masih diragukan, maka sikap
pemeriksa pun harus disesuaikan dengan cara lain.
2. Tunjukkanlah sebagian dari pembuktian
Adalah suatu kekeliruan yang sering terjadi, kata Inbau, jika pemeriksa
memberitahukan seluruh pembuktian atau seluruh masalah kepada tersangka. Tentulah
anjuran ini berlaku terhadap perkara-perkara penting yang tidak bersifat sumir-non summary
case-sebab pada perkara-perkara sumir kebanyakan masalah adalah diketahui oleh tersangka.
Hal ini bukan pula berarti bahwa tersangka tidak mengetahui seluruh masalah perkara penting
yang telah dilakukan oleh tersangka itu sendiri. Memang mengenai kasusnya diketahui oleh
tersangka oleh karena sebagai pelaku adalah mustahil untuk tidak mngetahui keadaan.
Namun ada pula segi-segi yang tidak diketahui oleh tersangka misalnya akan adanya saksi-
saksi yang melihat atau mendengar, atau adanya barang-barang bukti dan sebagainya. Adalah
lazim dan lumrah jika tersangka akan berusaha menyangkali perbuatannya dan penyangkalan
itu dapat dilakukan dengan berpangkal tolak pada keterlanjuran penjelasan yang diberikan
oleh pemriksa.
Tepatnya mnegmukakan sebagian dari bahan-bahan pembuktian adalah tindakan yang
bijaksana. Dengan demikian tersangka akan dihadapkan pada suatu situasi untung rugi
bilamana ia membohong atau mengakui kesalahannya.
3. Perhatikan gejala-gejala psychologis dan psikologis dari tersangka.
Jika pemeriksaan dapat membimbing jalanm pikiran tersangka kearah suatu pemikiran
bahwa tersangka memiliki kelemahan-kelemahan psychologis dengan reaksi-reaksi reflex
yang merupakan pratanda daripada dosa-dosa yang telah diperbuatnya, atau pelanggaran
hukum yang tak dapat disembunyikan, maka tersangka akan merasakan terdesak ke sudut,
kehilangan keseimbanagan dan tak berdaya, kecuali mengakui kesalahannya.
Dalam hal ini Inbau, mengemukakan contoh-contoh sebagai berikut :
1. Denyutan nadi di leher
Jika pemeriksa memperhatikan urat nadi pad aleher tersangka berdenyut dengan cepat,
katakanlah bahwa cepatnya nadi itu berdenyut adalah disebabkan oleh karena sebenarnya.
Sementara itu pemeriksa dapat menunjukkan pada nadinya sendiri yang berjalan normal. Lalu
pemeriksa mengikuti pula dengan suatu penjelasan bahwa denyutan nadi yang menjadi cepat
dan nampak itu tidak pernah terjadi pada orang yang bicara benar.
Untuk menggunakan taktik ini, pemeriksa harus menginsafi bahwa sebenarnya proses
psychologis yang nampak pada denyutan Carotid ialah pada nadi leher itu, bukanlah
pratanda tentang membohong atau pengakuan, oleh karena hal tersebut merupakan bagian
daripada nerveous system yang terjadi baik pada orang yang tidak berbuat kesalahan maupun
pada orang yang tidak berbuat kesalahan. Oleh karena itu , kita harus hati-hati membuat
kesimpulan dengan anjuran ini, apalagi jika yang diperiksa adalah mahasiswa kedokteran
atau psychiatry dan sebagainya.
2. Gerakan Adams Apple
Yang dimaksudkan dengan Adams Apple ialah lekum yang nampak membentul pada
leher kaum pria. Keterangan selanjutnya pun akan sama dengan penjelasan pada point 1
diatas.
3. Beberapa reaksi Panca Indera
Reaksi panca indera yang mungkin dilakukan oleh tersangka, misalnya memalingkan
mukanya tak mau melihat kea rah pemeriksa.
Usaha-usaha serupa yang sering pula dilakukan misalnya menggoyang-goyangkan
sebelah atau kedua belah kakinya, menempatkan kaki itu kedepan atau menariknya ke
belakang; memain-mainkan jari tangan apakah dengan cara meraba-raba kancing baju atau
mengetuk-ngetukkannya ke kursi; menggigit kuku dan sebagainya. Ada pula yang merasakan
kering pada bibirnya dan karean itu ia membasahi bibirnya dengan mengeluarkan lidah
sebagai alat pembasah bibir itu.
Dalam hal tersangka memalingkan mukanya memandang ke loteng atau keluar jendela
atau ke lantai, pemeriksa harus berusaha agar tetap terjadi kontak antara mata dengan mata.
Kontak yang demikian itulah yang hendak dihindarinya dan kebalikannya pemeriksa harus
berusaha mencegah penghindaran sedemikian itu merupakan pelarian daripada bahaya akan
terbukanya kebenaran sebagai masalah pokok yang hendak dijauhi oleh tersangka.
Kontak termaksud tak perlu dikemukakan secara blak-blakan. Sebaliknya dilakuakan
secara tidak langsung, misalnya dengan cara menepuk bahu tersangka, menyebut namanya
dan berdiam sebentar untuk menciptakan suasana bertanya di dalam hati tersangka.
4. Kecemasan tersangka
Gejala-gejala yang diterangkan pada point 3 di atas itu sebenarnya pun merupakan
bagaian daripada proses psychologis sebagaimana halnya dengan kecemasan. Dengan kata
lain, kecemasan dapat ditandai oleh gerakan-gerakan panca indera; ialah usaha untuk
membentuk keseimbangan psychis, sedangkan kecemasan itu sendiri merupakan produk
daripada conflict psychologis.
Kecemasan antara lain dapat dilihat pada keringat dingin pucat atau gemetar dan
sebagainya. Jika kecemasan tersangka dapat dimanfaatkan, maka pintu pengakuan segera
terbuka. Tetapi jika kecemasan itu semakin dipertebal oleh sikap dan ucapan-ucapan
pemeriksa yang kurang pengalaman menghadapinya, bahkan akan merupakan tembok tebal
yang hendak menutup kebenaran atau sekurang-kurangnya mempersulit keadaan.
5. Sumpah tersangka
Lazim pula terjadi seorang tersangka hendak membenarkan keterangan dengan sikap
bersumpah: Demi Tuhan, aku akan terkutuk jika mngatakan kata-kata bohong. Hal ini tidak
selalu menunjukkan kesungguhan bahkan banyak yang berani membohong lalu berani pula
berlindung di balik sumpah palsu. Jika misalnya tersangka hendak bersikap demikian dan
hendak mengangkat tangannya sebagai syarat bahwa ia hendak bersumpah adalah bijaksana
bila pemeriksa mengatakan: Turunkanlah tangan anda, aku kebetualan dididik dan
berpengalaman untuk melihat bentuk muka orang yang berkata benar atau bohong. Keadaan
demikian ini dapat kita sebut akal dibalas akal, muslihat dibalas dengan muslihat.
6. Berlindung pada agama
Sama halnya dengan keterangan point 5 di atas, maka di sini pun sering dijumpai
tersangak yang mengatakan: sebagai orang yang beragama mustahil bahwa saya akan
berlaku demikian. Menghadapi ucapan-ucapan demikian, dianjurkan agar pemeriksa dengan
tegas menyatakan: bagaimana alimnya sekalipun kehidupan tuan, adalah masalah tuan
dengan Tuhan. Yang menjadi urusan dengan saya, adalah bahwa tuan berkewajiban untuk
mempertanggungjawabkan persoalan yang menyebabkan tuan harus berhadapan dengan
hukum. Demi untuk kebenaran agama yang tuan peluk, jelaskanlah duduk persoalan dengan
sebenarnya. Situasi tertentu, memerlukan perlakuan tertentu pula.
7. Tidak, bukan begitu
Jika di atas tadi kita melihat tersangka yang hendak bersembunyi di balik sumpah palsu
atau bersembunyi di balik kebenaran agama, maka disini kita kemukakan pula tersangka yang
langsung menyangkali perbuatannya dengan menjawab pertanyaan pemeriksa: Tidak, bukan
begitu. Mengahadapi tersangka yang demikian itu, pemeriksa harus berusaha
mengemukakan pertanyaan-pertanyaan yang sifatnya demikian rupa sehingga jawaban
hanyalah: ya atau tidak.
Jawaban-jawaban tersangka yang mengatakan: sepanjang ingatan saya bukan
demikian atau saya kira bukan begitu, adalah jawaban setengah-setengah dan ragu-ragu.
Tersangka dengan demikian berada di ambang penyangkalan dan pengakuan. Hanyalah
keahlian pemeriksa yang akan menariknya ke dalam suasana pengakuan atau kelalaian kecil
dari pemeriksa dapat mendorong kea rah penyangkalan yang mempertele-telekan
pemeriksaan.

4. Berikanlah rasa simpati kepada tersangka :
Kiranya cukup jelas contoh yang penulis kemukakan pada unsur kesepuluh dari sikap
pemeriksa. Adalah agakcanggung untuk mengikuti penjelasan Inbau dan Reid sebagai berikut
:
. criminal offender, and particularly one of the emotional type, derives considerable
mental relief and comfort from an interrogators assurance else under similar
conditions or circumstances might havew done the same thing.
Bahwa seorang tersangka akan merasa lega jika pemeriksa menyatakan bahwa siapapun
akan berbuat sama dengan yang dilakukan oleh tersangka, jika menghadapi keadaan serupa.
Memang ucapan demikian itu dapat memperbesar hati tersangka sen\hingga situasi
lunak antar pemeriksa dan pemeriksa yan dapat tercipta, kemudian memberi kesempatan pada
pemeriksa untuk membimbing tersangka kea rah pengakuan. Hal ini dapat terjadi pada
tersangka yang kurang berpengalaman ata kurang membaca masalah psychology.
Sebab, reaksi manusia terhadap situasi yang asma, tidak selalu menciptakan reaksi yang
sama. Manusia memiliki struktur psychologis yang berbeda sebagai akibat perbedaan-
perbedaan pengalaman, perbedaan kondisi psychis, perbedaan hiostoris. Bahkan anak
kembarpun tidak selalu mempunyai reaaksi yang sama terhadap impuls intern yang sama atau
conflict extern yang sama. Perhatikanlah misalnya pengaruh tekanan ekonomi yang lazim
mencekam kehidupan manusia. Wanita A yang mengalami tekanan ekonomi bereaksi
menjadi pelacur, ada pula yang rela menjadi pesuruh, lain lagi berusaha untuk belajar lebih
keras, bekerja lebih keras atau ada pual yang putus asa lalu memilih jalan-jalan yang penuh
dengan pelarian psycholigis. Contoh ini hendak menjelaskan dengan singkat bahwa situasi
yang sama, atau tekanan yang sama tidak selalu menciptkan reaksi yang sama.
Seorang memiliki sifat-sifat agresif akan balas menyerang bilamana ia diserang.
Kebalikannya adalah orang yang bersifat masochistic yang akan merasakan suatu kepuasaan
bilamana dirinya disakiti orang. Kita akan berkepanjangan untuk memberi contoh-contoh
daripada aspek psychologis yang berliku-liku itu, namun sebuah saran bagi pemeriksa untuk
menyatakan rasa tahu menghargai bahwa tersangka adalah manusia seperti pemeriksa juga.
Akan tetapi penghargaan yang diberikan itu jangan pula berkelanjutan sehingga
menyebabkan pemeriksa kehilanagan pegangan untuk membimbing tersangka ke arah
pengakuan. Menghargai tersangka sebenarnya hanyalah dipergunakan sebagai umpan belaka,
agar pihak tersangka pun akan menaruh perhatian dan memberikan kepercayaannya kepada
pemeriksa.
5. Rasa bersalah
Sebelum ini kita sering membicarakan mengenai tersangka yang berusaha menutup-
nutupi kesalahannya dengan melakukan penyangkalan. Dapat pula terjadi sebaliknya ialah
tersangka segera mengakui akan kesalahannya, namun tak mampu kuntuk memberikan
penjelasan tentang sebab musabab serta cara ia melakukan perbuatannya. Golongan ini
biasanya adalah mereka yang mengalamikecemasn dan kecemasan itu demikian rupa
menekan jiwanya, mengaburkan kesehatn berpikirnya bahkan menjadi pelupa, atau dengan
kata lain tak mampu mengadakan pemusatan pikiran. Tentualah kecemasan itu dirangsang
oleh perbuatan yang telah dilakukannya, diikuti dengan rasa bersalah yang hebat, dan rasa
bersalah itulah yng membangkitkan kecemasan. Rasa bersalah itu sebenarnya ditonjolkan
oleh sautu instansi jiwa yang penting yang disebut super ego.
Menghadapi tersangka yang mengalami kecemasan sedemikian itu sebaiknya
pemeriksa membimbingnya lebih dahulu kea rah peristiwa-peristiwa yang sama terjadi pada
orang lain, untuk menunjukkan bahwa dia bukanlah satu-satunya orang yang berbuat
demikian. Maksudnya adalah sekedar untuk menunjukkan kenyataan hidup dengan itu
diharapkan pula agar kecemasan tersangka dapat berkurang. Jika pemeriksa melihat bahwa
kecemasan tresangka bukanlah kurang bahkan semakin parah, sangat dianjurkan untuk
berkonsentrasi dengan pschiater.
Oleh karena itulah, maka pemeriksa yang menghadapi tersangka dengan kondisi
sedemikain itu, ia menghadapai tersangka secara yuridis telah melakukan pelanggaran, tetapi
psychologis pemeriksa akan berlaku sebagai asisten psychiater yang menghadapai seorang
pasien. Air yang keruh jangan tambah diperkeruh, tapi berusahalah memberikan kejernihan.
Pengakuan yang diberikan oleh tersangka dalam keadaan tenang tentram adalah pengakuan
yang dapat dipertanggung jawabkan, baik secara moral maupun yuridis.
6. Memilih kalimat sopan
Terutama dalam menghadapi kejahatan kesusilaan atau yang dalam bahasa Inggrisnya
lebih tegas disebut sebagai sexual crime, maka pemeriksa akan menemui beberapa hal
dimana istilah-istilah porno harus dikemukakan. Walaupun tersangka telah melakukan
kejahatan asusila, namun penggunaan istilah-istilah porno tidak dipergunakan dan
menggantikannya dengan istilah lain yang tidak membwa arti langsung tapi harus tidak
menghilangkan maksud sebenarnya.
Walaupun demikian, saran untuk tidak menggunakan kalimat-kalimat porno dalam
pemeriksaan, adalah saran yang bermanfaat. Tapi ada pula orang dengan watak humoris yang
khusus menggunakan istilah porno, bukan tak mungkin bahwa kalimat-kalimat demikian itu
dapat membuat mulut mereka k ears pengakuan. Sejau manakah pemeriksa dapat
menggunkannya, adalah taktik dan teknik pemeriksa yang didasarkan pada pengalamnyalah
yang akan menentukan.
7. Tujuan simpatik para tersangka, dalam hal ia mempersalahkan korbannya
Perlu diingat bahwa orang yang suka melihat ke luar mempersalahkan orang lain
daripada mengakui kesalahan sendiri adalah mereka yang tergolong egosentri. Seorang
egosentrik tidak tercipta seketika ia melakukan kejahatan atau seketika menyalahkan
korbannya, melaiankan melalui suatu masa yang panjang yaitu sejak ia mulai menghadapi
pergaulan dengan sesame manusia. Dengan kata lain bahwa egosentrik bersumber pada masa
kanak-kanak bahkan tak dapat dikecualikan ialah struktur kejiwaan tertentu yang mengalami
kontak-kontak tertentu.
Menghadapi orang yang demikian harus diinggat bahwa mereka dapat bersifat kerasa
kepala (stubborn) terhadap nasehat-nasehat yang dapat menyinggung rasa harga dirinya,
walaupun secara sadar ia tahu akan kesalahannya. Oleh karena itu maka lazim bagi seorang
egosentrik mempersalahkan lawannya walaupun ia sendiri menyadari akan kesalahan yang
diperbuatnya.
Dipihak lain dapat pula kita perhatikan bahwa sifat mempersalahkan lain orang itu
dijumpai pula pada banyak orang, walaupun mereka tidak tergolong kategori egosentrik,
contoh-contoh yang lazim kita jumpai misalnya seseorang penderita influenza, lebih
menyalahkan pada angina daripada harus menyalahkan kondisi badannya atau mengapa ia
harus berjalan di hujan. Dalam hal terlambat memasuki kantor maka yang dipersalahkan
adalah jam tangannya, ataukah mobilnya mogok, ataukah kemacetan lalu lintas dan
sebagainya. Sifat sifat demikian itu adalah gejala-gejala dari pada sifat memperoleh
excuse.
Baik mereka yang memiliki sifat egosentrik maupun mereka yang mencari excuse pada
keadaan luar pribadinya, hal mana biasanya menunjukkan bahwa mereka bukan sama
menyangkal akan perbuatannya, Cuma mereka ingin menempatkan suatu sebab-musabab
yang kiranya dapat dianggap sebagai excuse atas kesalahan yang mereka lakukan. Tetapi
sebagaimana telah dikemukakan di atas tadi, asalkan pemeriksa tidak tegas-tegas menantang
seorang egosentrik yang dapat bersikap subborn; pemeriksa mengikuti aliran pikiran mereka
namun tetap pada persoalan pokok ialah kebenarn melalui proses pemeriksaan itu.
8. Manfaatkan saling pengertian antara pemeriksa dan yang diperiksa
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah usaha pemeriksa untuk menciptakan
suasana saling mengerti antara pemeriksa dengan yang diperiksa. Suasana saling mengerti itu
dapat diciptakan dengan banyak cara. Setelah terciptanya suasana saling mengerti antara
kedua belah pihak, tibalah kesempatan bagi pemeriksa untuk maju memanfaatkan suasana
itu. Tapi akan kelirulah seorang pemeriksa yang menyangka bahwa pemeriksa akan segera
mencapai tujuan yang diharapkannya. Hal yang penting yang harus diingat adalah yanhg
diperiksa juga manusia dengan sifat-sifat kemanusiaan, mempunyai pola perhitungan untung
rugi. Yang diperiksa pun akan berusaha untuk memanfaatkan saling pengertian antara kedua
belah pihak itu. Disinilah letaknya jurang-jurang yang banyak dimanfaatkan oleh tersangka
untuk melemahkan kedudukan pemeriksa.
Adalah suatu alat yang ampuh yang dapat dipergunakan oleh pemeriksa ialah
menjamah atau menepuk tersangka dengan diiringi pertanyaan-pertanyaan yang terarah.
Menjamah pundak orang, tentulah harus mengingat etika dan adat istiadat manusia.
Menjamah pundak wanita akan mengakibatkan hal yang bertentangan dengan tujuan.
Perlakuan sedemikian itu hanyalah dapat ditujukan kepada tersangka yang usianya lebih
muda daripada pemeriksa atau sebaya. Walaupun misalnya tersangka berusia lebih muda atau
sebaya dengan pemeriksa, tetapi seorang habitual atau profesional yang berpengalaman
dalam dunia kejahatan, maka perbuatan menepuk pundak hanyalah dipandang sebagai hal
yang menertawakan tersangka.
Jika usaha pemanfaatan itu mengalami kegagalan oleh karena tersangaka tidak mau
mengakui kesalahannya, maka Inbau mengemukakan suatu metode yang dinamakan friendly
unfriendly act. Metode ini dilakukan dengan cara kerja sama antar dua orang pemeriksa,
ataupun seorang pemeriksa saja. Jika yang digunakan adalah dua orang pemeriksa, maka
seorang bersikap bersahabat (friendly) dan yang lainnya bersikap tidak bersahabat
(unfriendly). Yang melaksanakan sifat unfriendly, bersikap seperti oaring tidak tenang, keluar
masuk ruangan dan sebagainya. Keluar dari ruangan sebenarnay adalah suatu kesempatan
yang diberikan kepada tersangka agar ia mendekati pemeriksa yang bersikap bersahabat.
Jika metode yang dipergunakan adalah seoerang pemeriksa, maka pemeriksa sewaktu-
waktu menjadi kesal nampaknya lalu merobah sikap menjadi lunak dan seterusnya. Metode-
metode sedemikian ini dapat dipandang sebagai anjuran belaka, namun penulis tetap
mengingatkan bahwa tersangka adalah manusia dengan reaksi sebagai manusia. Mereka
memiliki keutuhan pribadi tetapi juga tidak luput dari kelemahan-kelemahan. Tugas utama
adalah mempercakapkan masalah-masalah yang nampaknya tidak berhubungan dengan
pemeriksaan, tetapi sebenarnya mengarah pad penelitian tentang kelemahan-kelemahan
psychologis yang dimiliki oleh tersangka. Mengekspose kelemahan ini dapat merupakan
penerobosan benteng penyangkalan menjadi pengakuan.
Suatu keuntungan bagi pemeriksa/ penyidik di Indonesia, ialah sistem penahanan yang
cukup luas untuk membuat perkara menjadi jelas. Pasal 75 HIR menyatakan dengan jelas
mengenai alasan-alasan penahanan yang antara lain disebut ialah untuk kepentingan
pemeriksaan.

BEBERAPA TEKNIK DAN CARA PEMERIKSAAN TERHADAP TERSANGKA
YANG MASIH DIRGUKAN KESALAHANNYA.

Pemeriksaan terhadap tersangak yang masih diragukan kesalahannya, adalah lazim
menggunakan siasat sebagai berikut :
1. Mengapa tersangka diperiksa
Pertanyaan pertama yang biasanya dipergunakan adalah tahukah anda mengapa anda
diperiksa? atau pertanyaan-pertanyaan yang senada dengan itu. Seorang yang telah
melakukan kesalahan bilamana mendengar pertanyaan demikian itu, akan menunjukkan sikap
waspada. Maka ia akan berhati-hati, mungkin menarik napas panjang untuk memperoleh
kelegaan, mungkin tersenyum atau mungkin juga menjadi pucat, bahakan ada yang langsung
menunjukkan wajah bermusuhan.
Pemeriksa yang bijaksana, adalah pemeriksa yang dapat membaca situasi waspada itu.
Bilamana tersangka memberikan jawaban ya, iapun tetap menunjukkan sikap waspada.
Kebalikannya adalah meraka yang tidak bersalah, bilamana mendengar pertanyaan tadi, ia
akan menunjukkan sikap semakin heran dan mungkin juga curiga. Jawaban akan muncul
secara spontan tak tahu, atau mengapa? saya pun ingin bertanya. Dikatakan semakin
heran, oleh karena sikap heran dan curiga sudah nampak. Segera ia akan merubah seluruh
sikap heran dan curiga, oleh karena ia merasa memperoleh kesempatan untuk menghadapi
situasi yang akan membawa kea rah kebenaran. Dengan demikian ia akan riang bercampur
cemas, matanya bercahaya bercampur sayu dan sebagainya. Riang adalah lambang daripda
harapan-harapan sedangkan campuran cemas dan sayu adalah peninggalan rasa curiga yang
belum dapat ditinggalakan sebelum keadaan menjadi jelas.
2. Tanyakan kegiatan tersangka sebelum terjadinya peristiwa, ketika dan setelah
peristiwa itu terjadi
Menanyakan kegiatan tersangka sekitar peristiwa sebelum, sedang dan sesudah
terjadinya tindak pidana adalah termasuk usaha untuk menyesuaikan alibi tersangka.
Pertanyaan demikian akan menempatkan tersangka pada tiga peristiwa yang terpisah-
pisahnamun mempunyai kaiatan antara peristiwa yang satu dengan yang lain. Kemungkinan
besar, tersangka akana sangat bersifat waspada bilamana menjelaskan kegiatannya di sekitar
phase kedua ialah phase terjadinya peristiwa pidana. Kewaspadaan yang terpusat pada phase
kedua itu dapat secara tak sadar melemahkan kewaspadaan terhadap phase pertama dan
ketiga. Sifat waspada pada phase kedua yang melebihi kewaspadaan pada kedua phase
lainnya adalah termasuk indikasi akan adanya kesalahan tersangka, yang sebenarnya sudah
nampak ketika dilakukan pertayaan pada point A. Maka pertanyaan point B ini biasanya
dilakukan terhadap tersangka yang mencoba hendak memungkiri perbuatannya.
Kelemahan-kelemahan yang dijumpai ketika tersangka menjelaskan kegiatannya sekitar
phase pertama dan ketiga akan merupakan kunci, apakaha tersangka telah memberikan
keterangan yang lengkap, jelas dan benar. Pertanyaan-pertanyaan mengenai phase pertama,
tidak saja menyangkut hal-hal yang ada hubungan langsung dengan peritiwa pidana, tetapi
mungkin menyangkut pula hal-hal yang terjadi jauh sebelum peristiwa pidana. Hal-hal
termasuk harus diteliti sedemikian rupa untuk dipergunakan sebagai latar belakang atau
background daripada peritiwa pidana yang baru terjadi. Keterangan-keterangan yang
biasanya disebut background information itu adalah menyangkut tempat kelahirannya,
pendidikan, pekerjaan, kegemaran, pergaulan dan sebagainya. Background information itu
dapat diperguanakan untuk pemeriksa analisa, baik mengenai watak tersangka maupun
mengenai kondisi-kondisi yang mempunyai hubungan dengan peristiwa pidana. Riwayat
hidup tersangka yang menyangkut pengalaman-pengalaman dalam bidang kejahatan,
misalnya pernah dihukum, pernah ditahan, pernah terlibat dalam kejahtan anak-anak, penjudi,
pemabuk dan sebagainya adalah keterangan yang berguna untuk analaisa dan evaluasi. Pada
bagian yang membicarakan mengenai kasus-kasus kriminal, akan kita jumpai hal-hal yang
menyangkut background ini.
Apa yang kita sebut dengan menguji alibi tersangka ialah pengamatan terhadap
kegiatan tersangka pada phase kedua khususnya mengenai tersangka di tempat terjadinya
peristiwa pidana itu. Yang dimaksud dengan alibi ialah tidak hadirnya tersangka pada
tempat kejadian peristiwa pidana dan karena itu kepadanya tidak dapat dinyatakan
bersalah. Jika tersangka mengemukakan alibinya, maka pembuktian alibi itu tidak akan
cukup hanya dengan pemeriksaan lisan belaka. Tugas penyidikan akan sangat menetukan
kebenaran alibi yang dikemukakan oleh tersangka itu. Kebenaran alibi ini pun sedikit banyak
ditentukan pula oleh hasil-hasil pertanyaan mengeni kegiatan tersangka phase pertama,
bahkan juga mungkin mempunyai hubungan dengan kegiatan tersangka pada phase ketiga. Di
atas tadi telah dikemukakan bahwa seorang yang bersalah akan sangat waspada memberikan
jawaban mengenai kegiatanya di sekitar phase kedua ialah pada waktu terjadinya peristiwa
pidana.
Kewaspadaan pada phase kedua ini mungkin menimbulkan kelemahan-kelemahan
keterangan-keterangan, maksudnya berkurang kewaspadaan pada waktu menjawab
pertanyaan pemeriksa mengenai kegiatan di sekitar phase pertama dan ketiga. Jika tersangka
mengemukakana alibi yang dibuat-buat, maka kelemahan-kelemahan pada phase pertama dan
ketiga akan menunjukkan kontradiksi-kontradiksi. Kontradiksi materiil mungkin tersangka
dapat menyesuaikan keterangan-keterangnya. Tetapi kontradiksi psychologis yaitu sikap
tersangka, cara mengemukakan keterangan serta gejala-gejala psychologis lainnya yang
nampak secara somatis, dapat menunjukkan atau sekurang-kurangnya menjaid pertanda
tentang benar tidaknya keterangan tersangka.
3. Pelajari persoalan sebelum melakukan pemeriksaan
Cara yang dikemukakan disini sebenarnya berlaku untuk semua pemeriksaa. Sebelum
menghadapi tersangka, pemeriksa harus terlebih dahulu mempelajari duduknya peritiwa
pidana dimana subjek diajukan sebagai tersangka. Jika laporan dan bahan-bahan yang
dipelajari oleh pemeriksa adalah lengkap, sebaiknya pemeriksa telah mempunyai gambaran
yang jelas mengenai: riwayat hidup tersangka, background peristiwa pidana, watak tersangka,
bukti-bbukti dan saksi-saksi serta keterangan ahli, terjadinya peristiwa pidana, kelemahan-
kelemahan dalam laporan yang memungkinkan penyangkalan, petunjuk-petunjuk yang sulit
untuk dimungkiri oleh tersangka misalnya keterangan saksi tertentu atau sifat sesuatu bukti.
Saksi-saksi yang memberikan pembuktian tentang kesalahan tersangka, sebaliknya
dipelajari pula itikad, background, hubungan yang pernah ada antara saksi dan tersangka,
riwayat hidup dan pendidikan serta keahlian saksi. Barang bukti yang dipandang menetukan
kesalahan tersangka, misalnya sidik jari, atau mungkin juga bukti-bukti yang dipergunakan
oleh tersangka untuk membebaskannya dari tuduhan. Adalah tugas dan kewajiban penegak
hukum untuk menegakkan keadilan sebagaiamana dikehendaki di dalam suatu negara hukum
dan bagaiamana cara penegak hukum itu menghadapi pelanggar-pelanggar hukum adalah
test-case yang menentukan kemampuan petugas besangkutan. Oleh karena itu, menghadapi
tersangka secara matang memberikan peluang bagi pemeriksa untuk membantu
kemampuannya, menghadapi tersangka tanpa keragu-raguan, dengan cara mematangkan
persoalan lebih dahulu sebelum melakukan pemeriksaan. Dengan demikian maka pemeriksa
dapat merncanakan pertanyaan-pertanyaan yang terarah bahkan jawaban atas pertanyaan-
pertanyaan itu sudah dapat dipastikan oleh pemeriksa. Lain daripada jawaban yang
direncanakan itu dapat dinyatakan sebagai jawaban yang tidak benar.
4. Tunjukkan beberapa bukti
Orang yang telah melakukan kesalahan, akan berusaha untuk menyembunyikan
jejaknya dan oleh karena itu ia akan gelisah bilamana polisi akan memperoleh bukti-bukti
yang dapat dipergunakan untuk menuduhnya. Sebaliknya, orang yang tidak bersalah, tidak
perlu gelisah menghadapi penyelidikan. Inbau mengatakan bahwa seorang yang bersalah
biasanya akan memberikan penjelasan yang menyangkut peristiwa itu, atau mungkin pula
bahwa tersangka akan mengemukakan pertanyaan-pertanyaan lebih lanjut mengenai hal yang
ditanyakan oleh pemeriksa kepadanya. Seorang yang tidak bersalah akan memberikan
jawaban yang tegas berkenaan dengan hal yang tidak dilakukannya.
5. Tanyakan apakah tersangka pernah memikirkan sebelumnya melakukan perbuatan
yang dituduhkan kepadanya
Pernah memikirkan sebelum melakukan sesuatu tindak pidana akan memberi petunjuk
tentang kejahatan yang direncanakan lebih dulu. Maka pertanyaan kea rah itu bukan saja akan
menyingkapakan tentang pelaksanaan sesuatu tindak pidana bahkan yang direncanakan lebih
dahulu atau sekurang-kurangnya menunjukkan bahwa perbuatan itu telah dilakukan dengan
sengaja. Hal sedemikin itu perlu untuk membedakan dengan episodic criminal ialah mereka
yang melakukan kejahatan sebagai akibat tekanan emosi yang hebat, tekanan mana terjadi
dengan tiba-tiba dan peristiwa pidana dilakukan sebagai tindakan yang tidak dipikirkan lebih
dahulu.
6. Pengakuan sekedar mengikuti kehendak pemeriksa
Dari sekian banyak reaksi tersangka, pemeriksa akan menjumpai pula golongan yang
memberikan reaksinya: baiklah, saya akan mengakui sesuai kehendak Bapak, tetapi
sebenarnya saya tidak melakukannya. Reaksi demikian dapat dibagi atas dua kemungkinan;
pertama, kemungkinan bahwa tersanagka memang bersalah tak mungkin memberikan
penyangkalan, tetapi hendak menyatakan bahwa dirinya tidak bersalah. Kemungkinan kedua
adalah, bahwa pemeriksa telah melakukan pemeriksaan dengan menggunakan kekuatan fisik
yang tak mampu diderita oleh tersangka.
g. Sistem 6W
Sistim 6W itu disebut demikian untuk memudahkan dalam mengingatnya dan di dalam
tiap kata terdapat huruf w. Keenam kata yang kita maksudkan itu adalah dalam bahasa
Inggris, yakni: who, what, when, where, how, why. Tentulah jika kita terjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia akan menjadi: siapa, apa, kapan, dimana, bagaimana, dan mengapa.
1. Siapa (who)
Di dalam pertanyaan pertama yang perlu diteliti oleh pemeriksa adalah hal-hal yang
menyangkut, siapakah yang melaporkan peristiwa pidana itu; atau siapakah yang pertama-
tama mengetahui terjadinya peristiwa itu; siapakah yang telah menjadi korban peristiwa;
siapakah yang telah melakukannya; siapakah

Anda mungkin juga menyukai