Anda di halaman 1dari 4

Artikel Pengembangan Pendidikan Keprofesian Berkelanjutan (P2KB)

Patofisiologi dan
Diagnosis Asites pada Anak
Brigitta Godong
Rumah Sakit Mitra Keluarga Kelapa Gading, Jakarta
Abstrak: Asites adalah masalah yang sering dialami anak-anak dengan penyakit hati. Asites
terbentuk melalui berbagai proses yang kompleks yang melibatkan hati dan ginjal, serta
komponen sistemik, hemodinamik, dan neurohormonal. Teori dasar pembentukan asites yang
paling banyak dianut kini adalah akibat vasodilatasi arteri perifer. Komplikasi tersering dan
terpenting dari asites adalah cairan asites yang terinfeksi, atau biasa disebut spontaneous
bacterial peritonitis (SBP). Tinjauan pustaka ini menampilkan penjelasan sederhana mengenai
patofisiologi terkini dari asites, beberapa kemungkinan penyebab asites, cara menegakkan
diagnosis melalui pemeriksaan fisik, pemeriksaan radiologi, dan parasentesis cairan asites.
J Indon Med Assoc. 2013;63:32-6.
Kata kunci: asites, anak, spontaneous bacterial peritonitis
Pathophysiology and Diagnosis of Pediatric Ascites
Brigitta Godong
Mitra Keluarga Kelapa Gading Hospital, Jakarta
Abstract: Ascites is a common clinical problem in children with liver diseases. Ascites accumula-
tion is formed by a complex process involving liver, renal, as well as systemic, hemodynamic and
neurohormonal factors. The peripheral arterial vasodilatation hypothesis is the most accepted
pathophysiological basis. The most important complication of ascites is spontaneous infection of
the fluid which are mentioned as spontaneous bacterial peritonitis (SBP).
This review summarizes the pathophysiologic mechanism for ascites, a comprehensive list of
reported etiologies, characteristics findings for diagnosis on physical examination, diagnostic
imaging and abdominal paracentesis. J Indon Med Assoc. 2013;63:32-6.
Keywords: ascites, in children, spontaneous bacterial peritonitis
32 J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013
Korespondensi: Brigitta Godong,
Email: gta2109@yahoo.com
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013 33
Pendahuluan
Asites dapat muncul pada setiap golongan usia,
termasuk dalam kandungan. Pada anak-anak, asites biasanya
disebabkan oleh penyakit hati dan ginjal.
1
Asites adalah
akumulasi cairan di dalam rongga peritoneum. Kata asites
berasal dari bahasa yunani askites dan askos yang berarti
kantong atau perut. Asites adalah salah satu komplikasi
penting pada pasien sirosis hati. Dalam kurun waktu 10 tahun
sejak diagnosis ditegakkan, sekitar 50% pasien sirosis
mengalami komplikasi berupa asites.
2
Beberapa studi yang
dilakukan pada pasien dewasa mengemukakan bahwa
adanya asites pada kasus sirosis merupakan tanda progno-
sis buruk dengan survival rate dua tahun setelah asites
timbul sebesar 50%.
3
Asites yang mengalami komplikasi dapat menimbulkan
masalah lebih lanjut. Terdapat dua komplikasi yang ter-
penting, yakni Spontaneous Bacterial Peritonitis (SBP) dan
Hepatorenal Syndrome (HRS).
4
Prevalensi SBP adalah sekitar
10-30%, lebih besar dari prevalensi HRS (10%) pada pasien
asites.
5
Makalah ini akan membahas, patofisiologi, etiologi dan
panduan penegakkan diagnosis asites pada anak,Diharapkan
hasil tinjauan pustaka ini dapat memberikan kontribusi pada
deteksi dini dan pengobatan asites yang adekuat dalam
usaha menurunkan angka kematian pada pasien asites.
Patofisiologi Asites
Akumulasi cairan asites dalam rongga peritoneum
menggambarkan ketidakseimbangan pengeluaran air dan
garam. Saat ini penyebabnya belum diketahui dengan pasti,
namun ada beberapa teori yang telah dikemukakan untuk
menjelaskan mekanisme terbentuknya asites, yaitu:
6,7
Hipotesis underfilling
Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena
sekuestrasi cairan yang tidak memadai pada pembuluh darah
splanknik akibat peningkatan tekanan portal dan penurunan
Effective Arterial Blood Volume (EABV). Hal tersebut
mengakibatkan aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron
dan sistem persarafan simpatis sehingga terjadi retensi air
dan garam.
Hipotesis Overflow
Berdasarkan hipotesis ini, asites terbentuk karena
ketidakmampuan ginjal dalam mengatasi retensi garam dan
air, yang berakibat tidak adanya penurunan volume. Dasar
teori ini adalah kondisi hipervolemia intravaskular yang
umum dijumpai pada pasien dengan sirosis hati.
Hipotesis vasodilatasi arteri perifer
Hipotesis ini adalah hipotesis terbaru yang merupakan
gabungan dari kedua hipotesis sebelumnya. Hipertensi por-
tal menyebabkan vasodilatasi arteri perifer, dan berakibat
penurunan EABV. Sesuai dengan perjalanan alami penyakit,
terdapat peningkatan eksitasi neurohumoral, dan pening-
katan retensi natrium oleh ginjal sehingga volume plasma
meningkat. Urutan kejadian antara hipertensi portal dan retensi
natrium ginjal belum jelas. Hipertensi portal juga menye-
babkan peningkatan kadar nitrat oksida Nitrat oksida
merupakan mediator kimia yang menyebabkan vasodilatasi
pembuluh darah splanknik dan perifer. Kadar NO pada arteri
hepatika pasien asites lebih besar daripada pasien tanpa
asites.
Peningkatan kadar epinefrin dan norepinefrin, dan
hipoalbuminemia juga berkontribusi dalam pembentukan
asites. Hipoalbuminemia mengakibatkan penurunan tekanan
onkotik plasma sehingga terjadi ekstravasasi cairan plasma
ke rongga peritoneum. Dengan demikian, asites jarang terjadi
pada pasien sirosis tanpa hipertensi portal dan hipoalbu-
minemia.
7,8,9,10
Etiologi
Penyebab dari asites sangat bervariasi dan yang
tersering adalah sirosis hati. Hampir sekitar 80% kejadian
asites disebabkan oleh sirosis hati. Penyebab lainnya adalah
gagal jantung kongestif dan gagal ginjal kronik, yang
mengakibatkan retensi air dan garam. Pada beberapa kasus,
terjadi peningkatan tahanan vena porta akibat sumbatan pada
pembuluh porta. Hal tersebut mengakibatkan peningkatan
tahanan porta tanpa sirosis, misalnya pada kasus adanya
tumor di dalam perut yang menekan vena porta; atau adanya
sumbatan karena gumpalan darah seperti pada kasus Budd
Chiari syndrome. Asites juga dapat dijumpai pada kasus
keganasan. Asites pada penyakit pankreas biasanya muncul
pada pankreatitis lama. Pada anak-anak penyebab tersering
dari asites adalah penyakit hati, ginjal dan jantung.
11
Tabel 1. Penyebab Asites
Hepatik Gastrointestinal
Sirosis Usus infark perforasi
Fibrosis hati kongenital
Obstruksi vena porta
Gagal hati fulminan Neoplasma
Sindrom budd chiari Limfoma
Penyakit penyimpanan lisosom
Renal Gi nekol ogi s
Sindrom nefrotik Tumor ovarium
Uropati obstruksi Torsi ovarium, ruptur
Perforasi saluran kemih
Dialisis peritoneum Pankreas
Pankreatitis
Jantung Ruptur duktus pankreatikus
Gagal jantung kongestif
Perikarditis konstriktif
Jaringan vena kava inferior Lain-lain
Lupus Erimatosus sistemik
Infeksi Shunt ventrikuloperitoneum
Abses Asites eosinofilik
Tuberkulosis Asites kilous
Chlamydia Hipotiroid
Skistosomiasis
Patofisiologi dan Diagnosis Asites pada Anak
Patofisiologi dan Diagnosis Asites pada Anak
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013 34
Diagnosis
Tahap awal untuk menegakkan diagnosis asites pada
anak adalah dengan melakukan anamnesis mengenai
perjalanan penyakit. Saat melakukan anamnesis sebaiknya
dokter mencari tahu faktor risiko yang dapat menyebabkan
gangguan pada hati, seperti: riwayat kolestasis neonatal, jaun-
dice, hepatitis kronik, riwayat transfusi atau suntikan, atau
riwayat keluarga dengan penyakit hati. Selain itu, biasanya
perlu ditanyakanapakah terjadi peningkatan berat badan yang
berlebihan.
7
Tahap selanjutnya adalah melakukan pemeriksaan fisik
yang menyeluruh. Pada awal pemeriksaan fisik, perlu
dibedakan apakah pembesaran perut yang terjadi karena
asites, atau penyebab lain seperti: kegemukan, obstruksi usus,
atau adanya massa di abdomen. Flank dullness yang biasanya
terdapat pada 90% pasien dengan asites merupakan tes yang
paling sensitif, sedangkan shifting dullness lebih spesifik
tetapi kurang sensitif.
Tes lain yang bisa dilakukan untuk mengetahui asites
pada anak adalah melalui pemeriksaan puddle sign.
1
Puddle
sign ini bisa digunakan untuk mengetahui asites pada jumlah
yang masih sedikit (+120 ml). Untuk melakukan pemeriksaan
ini posisi pasien harus bertumpu pada siku dan lutut selama
pemeriksan.
Pemeriksaan fisik yang menyeluruh dan seksama dapat
memberi arahan mengenai penyebab asites. Tanda-tanda dari
penyakit hati kronis adalah eritema palmaris, spider naevi,
jaundice. Splenomegali dan pembesaran venakolateral
merupakan indikasi telah terjadi peningkatan tahanan vena
porta. Asites yang disebabkan oleh gagal jantung kronis,
memberikan tambahan temuan pemeriksaan fisik berupa
peningkatan tahanan vena jugularis. Pembesaran KGB m
mengacu pada limfoma atau TBC.
Pemeriksaan Penunjang
Setelah anamnesis dan pemeriksan fisik penegakan di-
agnosis dapat dibantu oleh pemeriksaan penunjang, berupa
pemeriksaan radiologi, dan laboratorium. Pemeriksaan
radiologi yang dapatdilakukan meliputi pemeriksaan rontgen
toraks dan abdomen, USG, CT-Scan dan MRI abdomen.
1
Rontgen toraks dan abdomen
Asites masif mengakibatkan elevasi difragma dengan
atau tanpa adanya efusi pleura. Pada foto polos abdomen
asites ditandai dengan adanya kesuraman yang merata, batas
organ jaringan lunak yang tidak jelas, seperti: otot psoas,
liver dan limpa. Udara usus juga terlihat mengumpul di tengah
(menjauhi garis lemak preperitoneal), dan bulging flanks.
13
USG
USG adalah cara paling mudah dan sangat sensitif,
karena dapat mendeteksi asites walaupun dalam jumlah yang
masih sedikit (kira kira 5-10ml). Apabila jumlah asites sangat
sedikit, maka umumnya akan terkumpul di Morison Pouch,
dan di sekitar hati tampak seperti pita yang sonolusen. Asites
yang banyak akan menimbulkan gambaran usus halus seperti
lollipop.
Pemeriksaan USG juga dapat menemukan gambaran
infeksi, keganasan dan/atau peradangan sebagai penyebab
asites. Asites yang tidak mengalami komplikasi gambaran
USG umumnya anekoik homogen, dan usus tampak bergerak
bebas.
9
Asites yang disertai keganasan atau infeksi akan
memperlihatkan gambaran ekostruktur cairan heterogen, dan
tampak debris internal. Usus akan terlihat menempel
sepanjang dinding perut belakang; pada hati atau organ lain;
atau dikelilingi cairan..
Namun demikian, USG memiliki keterbatasan untuk
mendeteksi asites pada pasien obesitas, dan asites yang
terlokalisir karena gelombang ultrasound dapat terhalang
oleh jaringan lemak dan gas di dalam lumen.
1
CT Scan
CT Scan memberikan gambaran yang jelas untuk asites.
Asites dalam jumlah yang sedikit akan tampak terlokalisasir
pada area perhepatik kanan, subhepatik bawah, dan pada
kavum douglas.
9
Densitas dari gambaran CT Scan dapat
memberi arahan tentang penyebab dari asites.
13
MRI
MRI adalah pemeriksaan yang sangat baik digunakan
dalam mendeteksi cairan di rongga peritoneum. Pada anak-
anak pemeriksaan MRI ini lebih disukai karena waktu
pemeriksaan yang lebih singkat.
1
Abdominal Parasentesis
Abdominal parasentesis umum dikerjakan pada pasien
dengan asites yang belum diketahui penyebabnya, dan pada
pasien dengan penambahan jumlah asites yang sangat
cepat,perburukan klinis, disertai demam dan nyeri perut.
Pemeriksaan ini berguna untuk mendeteksi terjadinya spon-
taneous bacterial peritonitis (SBP).
1
Cairan asites kemudian
dikirim untuk mengetahui jumlah sel, albumin, kultur asites,
protein total, gram stain dan sitologi.
Pemeriksaan cairan asites meliputi: :
Inspeksi
Sebagian besar cairan asites berwarna transparan dan
kekuningan. Warna cairan akan berubah menjadi merah muda
jika terdapat sel darah Merah >10 000/l, dan menjadi merah
jika SDM >20 000/l. Cairan asites yang berwarna merah
akibat trauma akan bersifat heterogen dan akan membeku,
tetapi jika penyebabnya non trauma akan bersifat homogen
dan tidak membeku. Cairan asites yang keruh menunjukan
adanya infeksi.
9
Hitung jumlah sel
Cairan asites yang normal biasanya mengandung <500
leukosit/mm
3
dan <250 PMN leukosit/mm
3
. Apabila jumlah
Patofisiologi dan Diagnosis Asites pada Anak
J Indon Med Assoc, Volum: 63, Nomor: 1, Januari 2013 35
PMN >250/mm
3
,bisa diperkirakan kemungkinan terjadinya
SBP. Selain peningkatan PMN, diagnosa SBP ditegakkan bila
jumlah leukosit >500 sel/mm
3
dan konsentrasi protein <1g/
dl.
12
Pada tuberkulosis peritoneal dan peritonitis karena
karsinoma, jumlah limfosit menjadi dominan. Dua persen
penderita sirosis mengalami perdarahan cairan asites
(SDM>50.000/mm
3
), dan 30%nya disebabkan oleh karsinoma
hepatoseluler.
SAAG
Dahulu asites dikategorikan menjadi eksudat dan
transudat. Eksudat jika konsentrasi protein >25 g/l, dan
transudat jika konsentrasi protein < 25g/l. Tujuan pembagian
ini adalah untuk mencari penyebab asites, misalnya asites
pada kasus keganasan bersifat eksudat, sedangkan pada
sirosis bersifat transudat
Saat ini pembagian tersebut sudah digantikan oleh
pemeriksan Serum Ascites Albumin Gradient (SAAG). SAAG
ini mengklasifikasikan asites menjadi hipertensi portal (SAAG
>1,1 g/dl) dan non-hipertensi portal (SAAG <1,1 g/dl). Cara
penghitungan SAAG adalah dengan menghitung jumlah al-
bumin cairan asites dikurangi jumlah albumin serum. Hal
tersebut erat hubungannya dengan tekanan vena porta.
Pemeriksaan ini 97% akurat untuk membedakan asites dengan
atau tanpa hipertensi portal.
1,7,9
Beberapa penyebab asites
berdasarkan pembagian menurut nilai SAAG dapat dilihat
pada Tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi Asites Berdasarkan SAAG
Gradien tinggi Gradien rendah
(>1,1 g/dl ) (<1,1 g/dl )
Sirosis Tuberkulosis peritoneum
Alcoholic hepatitis Karsinoma peritoneum
Gagal Jantung Pancreatic Ascites
Metastasis kanker hati Biliary Ascites
Gagal hati fulminan Sindrom Nefrotik
Budd Chiari Syndrome Serositis
Trombosis Vena Porta Obstruksi atau infark usus
Veno oclusive disease
Fatty liver pada kehamilan
Myxoedema
Mixed asites
Kultur atau pewarnaan gram
Sensitivitas kultur mencapai 92% dalam mendeteksi
bakteri pada cairan asites. Hasil kultur yang positif harus
dilanjutkan dengan pemeriksaan hitung neutrofil. Jika hasil
hitung neutrofil dalam batas normal dan pasien tidak
bergejala maka hasil kultur dapat diabaikan. Tetapi jika hitung
neutrofil >250 sel/mm
3
maka pasien diterapi sesuai SBP.
10
Di
lain pihak, sensitivitas pewarnaan gram hanya 10% untuk
deteksi dini kemungkinan SBP.
Sitologi Cairan Asites
Sensitivitas dari sitologi sekitar 60-90% untuk men-di-
agnosis asites pada keganasan.
Kesimpulan
Asites adalah akumulasi cairan pada rongga peritoneum
yang terbentuk karena adanya ketidakseimbangan air dan
garam. Asites harus dicari penyebabnya karena berhubungan
dengan prognosis buruk suatu penyakit yakni, sirosis hati
yang merupakan penyebab tersering. Komplikasi asites
berupa spontaneous bacterial peritonitis (SBP) juga perlu
mendapat perhatian karena akan mempersulit tatalaksana
asites. Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
penunjang yang tepat dan menyeluruh untuk menemukan
penyebab asites, sehingga dokter dapat memberikan terapi
yang tepat dalam usaha menurunkan mortalitas.
Daftar Pustaka
1. Matthew JG, Karen FM, Richard BC. Pathophysiology, diagnosis
and management of pediatric ascites. J Pediatr Gastroenterol
Nutr. 2011;52(5):503-13.
2. Gins P, Quintero E, Arroyo V, Ters J, Bruguera M, Rimola A, et
al. Compensated cirrhosis: natural history and prognostic fac-
tors. Hepatology. 1987;7:122-28.
3. DAmico, Morabito A, Pagliaro L, Marubini E. Survival and prog-
nostic indicators in compensated and decompensated cirrhosis.
Dig Dis Sci. 1986;31:468-75.
4. Erwin B. Diagnostic and therapy of ascites in liver cirrhosis.
World J Gastroenterol. 2011;17(10):1237-48.
5. Nina D, Frederic O, Paul C. Current management of the compli-
cations of portal hypertension: variceal bleeding and ascites.
CMAJ. 2006;174(10):1433-43.
6. Rimola A, Gracia-Tsao G, Navasa M, Piddock LJ, Planas R, Ber-
nard B, et al. Diagnosis, treatment and prophylaxis of spontane-
ous bacterial peritonitis: a consensus document. International
Ascites Club. J Hepatol. 2000;32:142-53.
7. Surender KY, Vikrant K. Ascites in childhood liver disease. Indian
J Pediatr. 2006;73(9):819-24.
8. Mahmoud S, Miguel S, John MP. Pathophysiology and manage-
ment of pediatric ascites. Curr Gastroenterol Rep. 2003;5:240-
46.
9. Rahil S. Ascites. Emedicine; 2012 Jan 4 [cited 2013 Feb 25].
Available from: http://emedicine.medscape.com/article/170907-
overview#a0104
10. Moore KP, Aithal GP. Guidelines on the management of ascites
in cirrhosis. Gut. 2006;25wppI6vi1-vi12.
11. Jeffrey SH. Ilmu Kesehatan Anak. Jakarta: EGC; 1996.
12. Siqueira F, Kelly T, Saab S. Refractory ascites: pathogenesis, clinical
impact, and management. Gastroenterology and Hepatology.
2009;5(9):647-56.
13. Jones J, Radswiki. Ascites. Radiopaedia.org; 2010 [cited 2013 Feb
25]. Available from: http://radiopaedia.org/articles/ascites
14. Runyon BA. Paracentesis and ascitic fluid analysis. In: Yamada T,
Alpers D, Owyang C, Powell D, Silverstein F, editors. Textbook
of gastroenterology. New York: J.B.Lippincott; 1991. p. 2455-
65.

Anda mungkin juga menyukai