BLOK 19
HEWAN KESAYANGAN 2
MODUL III
Unit Pembelajaran 6
Oleh:
MUH DISNA FAIZAL
2011/311747/KH/6972/SU
Kelompok 2
Unit Pembelajaran 6
Intususepsi
Learning Objective
Mengetahui terjadinya intususepsi, meliputi: etiologi, patogenesis, gejala klinis,
diagnosa, prognosa, terapi dan perawatan pasca operasi!
Pembahasan
A. Etiologi Intususepsi
Intususepsi (Intussusceptions) merupakan invaginasi satu segmen usus ke
dalam lumen segmen yang berdekatan. Intussusceptions diklasifikasikan menurut
lokalisasi mereka dalam gastrointestinal saluran. Ileokolika dan jejunojejunal
intussusceptions adalah sebagian besar jenis biasa ditemui pada hewan kecil.
Lainnya yang telah dijelaskan meliputi gastroesofageal, duodenojejunal, dan
cecocolic. Segmen terperangkap dalam lumen intususepsi disebut intususeptum.
Segmen melanda adalah disebut intussuscipiens. Paling umum, segmen orad
ditemukan ditelan dalam segmen aborad (Tilley and Smith, 2011).
Intususepsi lebih sering terjadi pada pada anjing dibandingkan pada kucing.
Biasanya intususepsi menyerang pada anjing muda (umur kurang dari 1 tahun)
karena pada usia muda sangat rentan terserang infeksi baik virus (parvo dan
distemper), parasit (cacingan) maupun infeksi bacterial yang menyerang saluran
gastrointestinal. Selain itu pada usia muda, sistem pencernaan belum sepenuh
bekerja secara optimal sehingga mudah terkena intusepsi. Dan ras/jenis anjing
yang sering terkena penyakit ini German Shepherd, karena anjing tersebut
memiliki ligamen gastro-limpa yang lemah dibandingkan dengan ras lain dan
spesies lainnya. Kelemahan ini membuat perut dapat memutar pada porosnya
sebesar 90 atau 180, sebagai akibatnya dari sebuah gerakan/aktivitas akan
sangat beresiko setelah makan. Penyakit ini disukai pada puppies karena mereka
cenderung untuk selalu bermain di setiap saat, aktivitas bermain setelah makan
akan mendukung terjadinya rotasi yang kemudian dapat berlanjut menjadi
itususepsi (Siegmund, 1973).
(Anonim A, 2014)
B. Patogenesis Intususepsi
Menurut Fossum (2007), pathogenesis dari intususepsi bermula dari enteritis
ataupun penelanan benda asing membuat terjadinya hipermotilitas disertai
menurunnya integritas jaringan usus. Hal tersebut dapat meningkatkan gerakan
peristaltik yang dapat dibarengai oleh adanya gerakan anti peristaltik yang
arahnya berlawanan pada segmen usus selanjutnya. Ketika kedua gerakan terjadi
di segmen yang berdekatan maka segmen proksimal akan membentuk invaginasi
ke dalam lumen segmen usus yang lebih distal. Maka, terbentuklah intususepsi
yang terdiri atas segmen proksimal sebagai intususeptum dan segmen distal
sebagai intususipien.
Terbentuknya intususepsi akan mengakibatkan terjadinya obstruksi parsial
segmen usus. Obstruksi ini dapat menyebabkan vasa darah pada submukosa dan
mesenterium kolaps. Selain itu terjadi juga peningkatan tekanan intraluminal yang
dapat membuat dinding usus edematous, sel-sel inteestinal juga dapat mengalami
ischemia akibat ketidaklancaran sirkulasi darah pada usus (kongesti). Bila terus
menerus terjadi, akan menyebabkan peningkatan turgiditas yang lama kelamaan
akan terjadi ekstravasasi darah ke lumen usus maupun keluar dari serosa menuju
peritonium. Hal tersebut dapat memacu terjadinya peritonitis dan juga nekrosis
pada bagian yang mengalami intususepsi (Fossum, 2007).
C. Gejala Klinis Intususepsi
Gejala yang dapat terinspeksi antara lain sakit abdominal, anoreksia, depresi,
diare (intermitten sampai melena bergantung akut atau kronis), muntah yang
terkadang diikuti hematemesis. Gejala dehidrasi juga biasanya terjadi diikuti
membran mukosa yang anemis (Tilley and Smith, 2011).
Selain itu menurut Kaewamatawong et.al (2010), terjadi juga abnormalitas
elektrolit akibat muntah seperti hypokalemia (3.42 mmol/l, normal: 3.8-5.6
mmol/l) dan metabolic alkalosis (pH 7.451, normal: 7.35-7.45; pCO2 36.3 mmHg,
normal: 35-45 mmHg; HCO3 24.7 mmol/l, normal: 24.5 mmol/l).
1
E. Terapi Intususepsi
Terapi yang dapat diberikan pada intususepsi berupa operasi laparatomi,
enterotomi dan enterektomi. Pertimbangan dalam mengambil keputusan mengenai
entetotomi dan enterktomi yaitu tingkat keparahan patologi yang dialami
intestinum. Apabila pada area infeksi masih bewarna merah muda dapat dilakukan
enterotomi saja. Bila intestinum sudah tampak merah tua hingga kehitaman
sebaiknya segera dilakukan enterektomi.Pada penanganan operatif intususepsi
terlebih dahulu dilakukan laparatomi. Adapun urutan/prosedur operasi secara garis
besar menurut Khan et.al (2011), adalah sebagai berikut:
1. Pemberian atropin sulfat dosis 0,04mg/kg BB secara SC sebagai preanestetik
untuk mencegah bradikardia dan hipersalivasi akibat pemberian xylazine.
2. Xylazine HCL (0,5mg/kg) dan Atropin Sulphate (0,3mg/kg) diinjeksikan IM.
3. Hewan diposisikan dorsal rekumbensi untuk mendapat ekspos bagian ventral.
4. Bagian abdomen (cranial/caudal midline) dicukur rambutnya, kemudian olesi
dengan iodine povidone (0,75%) untuk menjaga kondisi tetap aseptis dan
pasang kain penutup operasi.
1
(Anonim B, 2014)
10. Setelah diyakini tidak ada kebuntuan dan kebocoran, usus halus kemudian
dikembalikan kedalam rongga abdomen. Perut dijahit kembali sebanyak 3
lapisan. Lapisan linea alba dan muskulus dijahit menggunakan pola jahitan
sederhana tunggal menggunakan benang catgut chromic-jarum tapper ; lapisan
subkutan dijahit menggunakan pola jahitan sederhana menerus menggunakan
benang catgut chromic-jarum tapper; lapisan kulit dijahit menggunakan pola
jahitan sederhana tunggal menggunakan benang non-absorben-jarum cutting
11. Irisan kulit yang telah dijahit diolesi dengan antiseptik iodium tinktur 3%.
Selama prosedur operasi berlangsung, anjing di infus dengan larutan ringers
dekstrosa 5%.
F. Perawatan Pasca Operasi Intususepsi
Setelah operasi selesai, daerah incisi dibersihkan dan diolesi dengan iodium
tincture 3%, ke dalam daerah bekas operasi disemprotkan penisilin oil, kemudian
pasien diberi penisilin G dengan dosis 4000 10.000 IU/kg berat badan secara IM
dan Vitamin B kompleks secara intra muscular. Antibiotik dan supportif diberikan
selama tiga hari berturut-turut. Pasien dimasukkan ke dalam kandang yang bersih,
kering dan terang. Selama masa perawatan diberikan makanan yang mudah
dicerna, luka operasi dijaga kebersihannya, jahitan dibuka setelah luka operasi
kering dan pada bekas operasi dioles Iodium tincture 3% (Wind and Rich, 1987).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim A. 2014. Atlas of Veterinary Clinical Anatomy. Canada: Hill's Pet Nutrition,
Inc.http://www.hillsvet.ca/en-ca/practice-management/small-intestine
intussusception.html. Diakses pada tanggal 2 Oktober 2014
Anonim B. 2014. Surgery of the GI tract. http://skat.ihmc.us/rid=1M83RPPZRD34P3F-42C3/Surgery%20of%20the%20GI%20tract. Diakses pada tanggal 2
Oktober 2014
Fossum, T.W. 2007. Small Animal Surgery 3rd ed. Missouri: Mosby Inc
Kaewamatawong, T., Banlunara, W., Wangrattanaparanee, V., Kiertkrittikhoon, S.
2010. Clinical, Radiographic and Pathological Features of Persistent
Gastroesophageal Intussusception in an Adult Dog: A Case Report. Thai J. Vet.
Med., 2010 40(2): 221-225
Khan, M.A., Ali, M.M., Azeem, S., Safdar, A., Ahmad, Ziaullah, I., and Sajjad,
M.T. 2011. Ileocolic Intussusception in A Cocker Spaniel Dog: A Case Report.
The Journal of Animal & Plant Sciences, 2011 21(3): 635-637, Pakistan
Merck and Co. 1986. The Merck Veterinary Manual, Eight Edition. New York: A
Merck and Rhone-Poutene Company
Siegmund. 1973. The Merck Veterinary Manual A Handbook Of Diagnosis and
Therapy for The Veterinarian 4th Ed. USA: Merck & CO, INC
Tilley, L.P., and Smith, F.W.K. 2011. Blackwells Five-Minute Veterinary Consult
Canine and Feline Fifth Edition. Philadelphia: Lippincott Williams & Wilkins
Wind, G.G., and Rich, N.M. 1987. Principles of Surgical Technique. The Art of
Surgery2ndedition. Munich : Baltimore