Anda di halaman 1dari 30

MENGANALISIS RANGKAIAN ELEKTRONIKA

8.1 Mengidentifikasi Komponen Pasif


- Resistor.
Resistor disebut juga dengan tahanan atau hambatan, berfungsi untuk
menghambat arus listrik yang melewatinya. Satuan harga resistor adalah
Ohm. 1 MO (mega ohm) = 1000 KO (kilo ohm) = 10
6
O (ohm).
Resistor terbagi menjadi dua macam, yaitu :
Resistor tetap yaitu resistor yang nilai hambatannya relatif tetap,
biasanya terbuat dari karbon, kawat atau paduan logam. Nilainya
hambatannya ditentukan oleh tebalnya dan panjangnya lintasan karbon.
Panjang lintasan karbon tergantung dari kisarnya alur yang berbentuk
spiral. Gambar simbol dan bentuk resistor tetap dapat dilihat pada
gambar berikut.

(a)


(b)


Gambar8.1.1 (a) Resistor tetap; (b) Simbol resistor tetap

Resistor variabel atau potensiometer, yaitu resistor yang besarnya
hambatan dapat diubah-ubah. Yang termasuk kedalam potensiometer ini
antara lain : Resistor KSN (koefisien suhu negatif), Resistor LDR (light
dependent resistor) dan Resistor VDR (Voltage Dependent Resistor).
Gambar simbol dan bentuk resistor variabel dapat dilihat pada berikut :

(a)




(b)



Gambar 8.1.2. (a) Resistor Variabel / Potensiometer;
(b) Simbol resistor variabel/potensiometer
Menentukan Kode Warna pada Resistor





Kode warna pada resistor menyatakan harga resistansi dan toleransinya.
Semakin kecil harga toleransi suatu resistor adalah semakin baik, karena
harga sebenarnya adalah harga yang tertera harga toleransinya.
Terdapat resistor yang mempunyai 4 Cincin warna dan 5 Cincin warna
seperti yang terlihat pada gambar di bawah ini :

Resistor dengan 4 Cincin dan 5 Cincin Warna.

Tabel 8.1.1. Kode Warna pada Resistor 4 Cincin
Warna
Cincin 1
(Angka ke-1)
Cincin 2
(Angka ke-2)
Cincin 3
(Faktor pengali)
Cincin 4
(Toleransi/%)
Hitam - 0 1 -
Coklat 1 1 10 1
Merah 2 2 10
2
2
Oranye 3 3 10
3
3
Kuning 4 4 10
4
4
Hijau 5 5 10
5
5
Biru 6 6 10
6
6
Ungu 7 7 10
7
7
Abu-abu 8 8 10
8
8
Putih 9 9 10
9
9
Emas - - 10
-1
5
Perak - - 10
-2
10
Tanpa
warna
- - 10
-3
20



Contoh :
Sebuah resistor dengan 4 Cincin. Cincin pertama merah, Cincin kedua
merah, Cincin ketiga orange dan Cincin keempat emas. Tentukan nilai
tahanan resistor !
Nilai Resistor tersebut :
Cincin 1 (merah) =2; Cincin 2(merah)=2; Cincin 3(orange)= 10
3
; Cincin 4
(emas) = 5 %
Nlai tahanan resistor = 22 x 10
3
O 5 % atau 22 K O dengan toleransi 5 %
Adapun kode warna untuk toleransi adalah sebagai berikut :
Cokelat = 1 %
Merah = 2 %
Emas = 5 %
Perak = 10 %
Bahan pembuat resistor dapat digunakan lilitan kawat tahanan atau dapat
pula dengan karbon. Dengan lilitan kawat tahanan, maka kecuali resistansi,
juga akan memberikan sedikit induktansi. Pada saat ini resistor yang
menggunakan karbon sudah tidak banyak terdapat di pasaran. Satuan
tahanan sebagai berikut :
GIGA (G) = 1.000.000.000
MEGA (M) = 1.000.000
KILO (K) = 1.000
MILLI (m) = 0,001
MIKRO () = 0,000 001
NANO (n) = 0,000 000 001
PIKO (p) = 0,000 000 000 001

Kode Huruf Resistor
Resistor yang mempunyai kode angka dan huruf biasanya resistor lilitan
kawat yang diselubungi dengan keramik / porselin, seperti pada gambar di
bawah ini :





Resistor dengan Kode Angka dan Huruf


Arti kode angka dan huruf pada resistor dengan kode 5 W 22 R J adalah
sebagai berikut :
5 W berarti kemampuan daya resistor besarnya 5 watt, 22 R berarti
besarnya resistansi 22 O, Dengan besarnya toleransi 5%
Resistor Variable (VR)

Potensiometer

Nilai resistansi resistor jenis ini dapat diatur dengan tangan, bila
pengaturan dapat dilakukan setiap saat oleh operator (ada tombol
pengatur) dinamakan potensiometer dan apabila pengaturan dilakukan
dengan obeng dinamakan trimmer potensiometer (trimpot). Tahanan
dalam potensiometer dapat dibuat dari bahan carbon dan ada juga dibuat
dari gulungan kawat yang disebut potensiometer wirewound. Untuk
digunakan pada voltage yang tinggi biasanya lebih disukai jenis wire-
wound.
Resistor Peka Suhu dan Resistor Peka Cahaya

L D R (Light Dependent Resistor)

Nilai resistansi thermistor tergantung dari suhu. Ada dua jenis yaitu NTC
(negative temperature coefficient) dan PTC (positive temperature coefficient).
NTC resistansinya kecil bila panas dan makin dingin makin besar. Sebaliknya
PTC resistensi kecil bila dingin dan membesar bila panas.
Ada lagi resistor jenis lain ialah LDR (Light Depending Resistor) yang nilai
resistansinya tergantung pada sinar / cahaya.

- Kapasitor.

Kapasitor atau kondensator adalah suatu komponen listrik yang dapat
menyimpan muatan listrik. Kapasitas kapasitor diukur dalam F (Farad) = 10
-6
F (mikro Farad) = 10
-9
nF (nano Farad) = 10
-12
pF (piko Farad). Kapasitor
elektrolit mempunyai dua kutub positif dan kutub negatif (bipolar), sedang
kapasitor kering misal kapasitor mika, kapasitor kertas tidak membedakan
kutub positif dan kutub negatif. Dalam radio, kapasitor digunakan untuk :
1.Menyimpan muatan listrik
2.Mengatur frekuensi
3.Sebagai filter
4.Sebagai alat kopel (penyambung)

Berbagai macam kapasitor digunakan pada radio, ada yang mempunyai kutub
positif dan negatif disebut polar . Ada pula yang tidak berkutub, biasa di sebut
non-polar. Kondensator elektrolit atau elco dan tantalum adalah kondensator
polar. Kondensator dengan solid dialectric biasanya non polar, misalnya
keramik, milar, silver mica, MKS (polysterene), MKP (polypropylene), MKC
(polycarbonate), MKT (polythereftalate) dan MKL (cellulose acetate).
Disamping nilai kapasitansi, kondensator mempunyai batas kemampuan
tegangan (Work Voltage), ialah tegangan maksimum yang diperbolehkan.
Penulisan kapasitansi kapasitor masif biasanya memakai code angka tiga digit
dengan satuan pF, sedangkan pada elco angka desimal. Nilai kapasitansi
kapasitor dipengaruhi oleh temperatur, diantara berbagai jenis kapasitor yang
telah disebutkan di atas, jenis mica atau silver mica adalah yang paling tahan
terhadap perubahan suhu.
Bentuk dan simbol kapasitor dapat dilihat pada gambar di bawah ini:

(a) (b)






(a) Kapasitor 3 D; (b) Simbol kapasitor

+


Kapasitor Variable (VARCO)
. Varco Simbol kapasitor
Nilai kapasitansi jenis kondensator ini dapat diatur dengan tangan, bila
pengaturan dapat dilakukan setiap saat oleh operator (ada tombol pengatur)
dinamakan Kapasitor Variabel (VARCO).

Kode Warna pada Kapasitor

Kode Warna pada Kapasitor
Arti kode warna pada kapasitor dapat dilihat pada tabel berikut.
Tabel 8.1.2. Kode Warna pada Kapasitor
Warna Cincin 1
(Angka)
Cincin 2
(Angka)
Cincin 3
(Pengali)
Cincin 4
(Toleransi)
Cincin 5
(Tegangan Kerja)
Hitam - 0 1 - - -
Coklat 1 1 10 1 - -
Merah 2 2 10
2
2 250 V 160 V
Jingga 3 3 10
3
3 - -
Kuning 4 4 10
4
4 400 V 200 V
Hijau 5 5 10
5
5 - -
Biru 6 6 10
6
6 630 V 220 V
Ungu 7 7 10
7
7 - -
Abu-abu 8 8 10
8
8 - -
Putih 9 9 10
9
9 - -


Tabel 8.1.3. Kode Angka dan Huruf pada Kapasitor
Kode
angka
Cincin 1
(Angka ke-1)
Cincin 2
(Angka ke-2)
Cincin 3
(Faktor pengali)
Kode huruf
(Toleransi %)
0 - 0 1 B
1 1 1 10 C
2 2 2 10
2
D
3 3 3 10
3
F = 1
4 4 4 10
4
G = 2
5 5 5 10
5
H = 3
6 6 6 10
6
J = 5
7 7 7 10
7
K = 10
8 8 8 10
8
M = 20
9 9 9 10
9

Contoh : - kode kapasitor = 562 J 100 V artinya : besarnya kapasitas = 56
x 10
2
pF = 5600 pF; besarnya toleransi = 5%; kemampuan tegangan kerja
= 100 Volt.

- Induktor / Kumparan (Coil)

Kumparan dan simbol
Coil adalah suatu gulungan kawat di atas suatu inti. Tergantung pada
kebutuhan, yang banyak digunakan pada radio adalah inti udara dan inti
ferrite. Coil juga disebut inductor, nilai induktansinya dinyatakan dalam
besaran Henry (H). Dalam pesawat radio, coil digunakan :
1.Sebagai kumparan redam
2.Sebagai pengatur frekuensi
3.Sebagai filter
4.Sebagai alat kopel (penyambung)

Kumparan Variabel

Kumparan dan simbol

Kumparan variabel adalah kumparan dengan induktansi yang dapat diubah-
ubah, perubahan dilakukan dengan memutar posisi inti ferrite. Coil semacam
ini banyak digunakan pada osilator agar frekuensi dapat diaturatur, bentuk coil
ini serupa dengan trafo IF. Induktor adalah komponen listrik yang digunakan
sebagai beban induktif. Simbol induktor seperti pada gambar di bawah ini :









. (a) Induktor dalam kemasan ; (b) Simbol Induktor
Kapasitas induktor dinyatakan dalam satuan H (Henry) = 1000mH (mili
Henry). Kapasitas induktor diberi lambang L, sedang reaktansi induktif diberi
lambang X
L
.
X
L
= 2 t . f . L (ohm). ........................ (1)
dimana : X
L
= reaktansi induktif (O), t = 3,14, f = frekuensi (Hz),
L=kapasitas induktor (Henry)
Pada induktor terdapat unsur resistansi (R) dan induktif (X
L
) jika digunakan
sebagai beban sumber tegangan AC. Jika digunakan sebagai beban sumber
tegangan DC, maka hanya terdapat unsur R saja.
Dalam sumber tegangan AC berlaku rumus :
Z = V / I

Z
2
= R
2
+ X
L
2
............ (2)

2
L
2
X R Z + =
(a)
(b)

X
L
2
= Z
2
R
2

X
L
= ............................................. (3)
Dimana :
Z = Impedansi (O) R = Tahanan (O) V = Tegangan AC (Volt)
X
L
= Reaktansi induktif (O) I = Arus (Ampere)
Dari persamaan (2) jika sumber tegangan AC (V) dan arus (I) diketahui,
maka Z dapat dihitung. Dari persamaan (3), jika R diketahui, maka X
L
dapat
dihitung. Dari persamaan (1) jika f diketahui, maka L dapat dihitung.

- Transformator
Transformator adalah kumparan yang dililitkan pada satu inti besi atau inti
ferrite. Ia dapat meneruskan arus listrik AC dan tidak digunakan pada DC.
Kumparan pertama disebut primer ialah kumparan yang menerima input,
kumparan kedua disebut sekunder ialah kumparan yang menghasilkan output.
Secara umum fungsi tranformator yaitu :
1.Mengubah tegangan listrik (disebut Power Trafo)
2.Sebagai kopling
Power Trafo

Trafo dan simbol
Kumparan primer dan sekunder dapat digulung secara terpisah atau dapat
juga digulung bersusun. Gulungan primer dan sekundernya bisa berdiri
sendiri-sendiri atau dapat menjadi satu ini disebut autotrafo. Gulungan trafo
diberikan TAP ditengah yang disebut disebut trafo center tap.
Trafo Kopel
Trafo kopel digunakan untuk meneruskan listrik AC disertai perubahan
impedansi. Kita ketahui bahwa gulungan kawat pada suatu inti tertentu, bila
jumlah gulungannya berbeda, cenderung akan memberikan impedansi yang
berbeda pula.
2 2
R Z


Trafo kopling
Seperti halnya pada power trafo, primer dan sekunder dapat digulung secara
terpisah atau dapat juga digulung bersusun. Suatu trafo dengan tap bila
gulungan sebelum tap dan sesudah tap symetris disebut bifilar, bila diberi dua
tap disebut trifilar. Cara penggulungan trafo bifilar dilakukan dengan
menumpuk dua kawat dan digulung bersamasama, kemudian kedua ujungnya
dihubungkan kembali (disolder). Penyambungan dilakukan sedemikian
sehingga kedua gulungan sebelum dan sesudah tap mempunyai arah
gulungan yang sama. Demikian juga untuk trifilar, dilakukan dengan
menumpuk tiga kawat.
8.2. Besaran Listirk pada Rangkaian Pasif
8.2.1. Faktor yang Mempengaruhi Induktansi
Sebuah kumparan mempunyai induktansi atau koefisien induksi-sendiri
sebesar satu henri, apabila ada suatu perubahan arus satu ampere dalam satu
sekon yang dapat menimbulkan ggl induksi sendiri sebesar satu volt di dalam
kumparan itu. Atau dapat dirumuskan dengan persamaan :
henri x
I
x N
L
8
10

=
|

berdasarkan persamaan di atas, maka besarnya harga induktansi dari suatu
kumparan, sangat bergantung kepada :
- Jumlah lilitan (N)
- Banyaknya garis-garis gaya magnet atau fluksi yang terjadi (|), dan
- Besarnya arus yang mengalir pada kumparan tersebut.

8.2.2. Induksi Sendiri dan Induksi Bersama
Apabila di dalam sebuah kumparan dialiri arus listrik, maka timbullah
arus gaya dalam kumparan itu. Arus gaya itu dikurung sendiri oleh kumparan
itu, seperti dijelaskan pada gambar 8.2.1 :
Jika arus di dalam kumparan itu diubah nilainya, berubahlah arus gaya yang
dikurung kumparan itu sendiri. Karena perubahan arus gaya sendiri yang
dikurung sendiri itu dan diimbaskan dalam kumparan itu sendiri. Gejala ini
disebut dengan induksi-sendiri. Ggl induksi itu arahnya selalu berlawanan
dengan arus yang membangkitkannya atau arah penyebab yang
membangkitkannya dalam gelaja induksi-sendiri. Apabila arus di dalam
kumparan dinaikkan, arus gaya naik,, ggl induksi sendiri yang dibangkitkan

mempunyai arah yang berlawanan dengan arah arus atau ggl yang telah ada
di dalam kumparan. Jika arus di dalam kumparan berkurang, arus gaya
berkurang,
Gambar 8.2.1. Gejala induksi-sendiri

maka ggl induksi sendiri yang dibangkitkan mempunyai arah yang sama
dengan ggl dan arus yang telah ada. Jadi apabila arus dalam sebuah
kumparan naik, maka ggl induksi sendiri melawan kenaikkan ini, sehingga
kenaikkan arus menjadi lebih lambat daripada bila tidak ada gejala induksi
sendiri. Jika arus diturunkan, maka ggl-imbas/induksi sendiri melawan
penurunan ini, jadi ingin menambahnya. Apabila arus diputuskan, maka ggl-
induksi-sendiri melawan pemutusan ini dan ingin melanjutkan arus (tetap
mengalir). Besarnya induksi sendiri yang terjadi pada sebuah kumparan
dinamakan dengan koefisien induksi-sendiri atau induktansi yang dihitung
dengan satuan henri (H). atau dalam bentuk persamaan dirumuskan :

henri x
I
x N
L
8
10

=
|

Contoh :
Sebuah cincin dari kayu diberi kumparan dengan 600 lilit, seperti gambar
8.2.1. Di dalam kumparan dialiri arus 1 ampere dengan luas penampang cincin
2 cm
2
, dan panjang jalan garis-gaya rata-rata 20 cm. Hitung arus-gaya yang
dibangkitkan dan koefisien induksisendiri kumparan. Permeabilitas kayu
sama dengan udara (1) dan kebocoran diabaikan.

Cincin kayu diberi kumparan



Jawab :
wel
x x x
l
q x x I x N x x
max 75
20
2 1 600 25 , 1 4 , 0
= = =
t
|

henri
x x x
x
l
q x x N x
L
5 8
2
8
2
10 45 10
20
2 1 600 25 , 1
10
25 , 1

= = =


atau H
x
x
I
x N
L
5 8 8
2
10 45 10
1
75 600
10

= = =
|


Induksi bersama atau induksi timbal-balik dapat dibuktikan dengan cara
melakukan percobaan seperti gambar 8.2.3. berikut.







Percobaan induksi timbal-balik

Dua buah lilitan L
1
dan L
2
diletakan berdekatan, dimana lilitan L
1

dihubungkan pada sebuah baterai melalui sebuah sakelar dan L
2

merupakan rangkaian tertutup. Apabila sakelar dimasukkan arus mulai
mengalir dari nol naik mencapai suatu nilai tertentu di dalam lilitan L
1
. Kuat
medan di sekitar kawat lilitan L
1
yang berbentuk lingkaran garis-gaya naik
dari nol sampai suatu nilai tertentu. Jadi lingkaran garis gaya mengembang
dari pusat kawat ke luar, menjauhi kawat. Garis-garis gaya kawat L
1
yang
kanan, ketika mengembang memotong kawat L
2
yang kiri. Karena
perpotongan ini diimbaskan ggl di dalam kawat kiri lilitan L
2
. Karena lilitan
L
2
merupakan rangkaian tertutup, maka ggl-imbas kawat ini membangkitkan
arus induksi dalam lilitan L
2
. Menurut peraturan tangan kanan arah ggl-
induksi dan arus-induksi ini melingkar searah putaran jarum jam. Jadi
berlawanan dengan arah arus dan ggl dalam lilitan L
1
. Apabila arus di
dalam lilitan L
1
telah mencapai suatu nilai tertentu dan tidak naik lagi, maka
tidak lagi terjadi perpotongan antara garis-gaya dan kawat, dan berhentilah
arus induksi dalam lilitan L
2
.
Apabila sakelar dibuka, maka arus dalam lilit L
1
berkurang sampai
menjadi nol. Lingkaran garis-gaya kawat kanan L
1
menyusut dari bagian
luar ke arah pusast kawat, maka terjadilah perpotongan garis-gaya dengan
kawat kiri lilit L
2
dalam arah kebalikan arah perpotongan ketika sakelar
dimasukkan tadi. Sehingga dalam kawat kiri lilitan L
2
diinduksikan ggl yang
membangkitkan araus di dalam lilitan L
1
dalam arah kebalikan dengan arah

ggl-imbas ketika sakelar dimasukkan tadi. Jadi arah ggl induksi yang
sekarang ini sama dengan arah ggl di dalam lilitan L
1
. Apabila arus di dalam
lilitan L
1
telah menjadi nol, tak ada perpotongan garis gaya lagi, ggl-induksi
dan arus induksi di dalam lilitan L
2
juga hilang. Jadi : Ggl-induksi itu
dibangkitkan hanya bila ada perubahan garis-gaya (perubahan arus-gaya).
Arah ggl-induksi ini selalu berlawanan dengan arah yang membangkitkan.
Apabila arus-gaya naik, arus naik, arah ggl-induksi berlawanan dengan
kenaikkan positif arus. Jadi arahnya berlawanan dengan arah arus yang
membangkitkannya. Kalau arus-gaya turun, arus turun, arah-ggl
berlawanan dengan penurunan (kenaikkan negatif) arus, jari arahnya sama
dengan arah arus yang membangkitkan.

8.2.3. Rangkaian Induktansi dan Resistansi
Perhatikan gambar rangkaian seri induktansi dan resistansi berikut :

Rangkaian induktansi dan resistansi

Rangkaian antara induktansi dan resistansi sering dinamakan dengan istilah
impedansi diberi simbol Z yang dapat diartikan sebagai hambatan total.
Besarnya impedansi ini dapat dinyatakan dengan rumus :
2 2
L
X R Z + =
Diagram dari hambatan R dan hambatan induktif X
L
dapat dinyatakan dalam
vektor diagram sebagai berikut.








Vektor diagram induktansi dan resistansi

Sudut fase impedansi (u) dapat dihitung dengan persamaan : tan u = X
L
/ R
VL
V
i
VR
L
R
X
L

Z
R
u

Dengan X
L
: hambatan induktif, dan R : hambatan murni.
Dari gambar 8.2.4. di atas, jika V
R
adalah harga tegangan pada ujung-ujung
hambatan R, sedangkan V
L
harga tegangan pada ujung-ujung induktor L, dan
V adalah harga tegangan sumber, maka berlaku persamaan :
2 2
L R
V V V + =
Dengan demikian :
R
L L
V
V
R
X
= = u tan ; dimana : V
R
= i.R ; V
L
= i.X
L
; dan V = i.Z

8.2.4. Rangkaian Kapasitansi dan Resistansi
Perhatikan gambar rangkaian seri kapasitansi dan resistansi berikut :

Rangkaian kapasitansi dan resistansi


Besarnya impedansi ini dapat dinyatakan dengan rumus :
2 2
C
X R Z + =
Diagram dari hambatan R dan hambatan kapasitif X
C
dapat dinyatakan dalam
vektor diagram sebagai berikut.









Vektor diagram induktansi dan resistansi


Sudut fase impedansi (u) dapat dihitung dengan persamaan : tan u = X
C
/ R
X
C

Z
R
u
R
VC
V
C
VR

Dengan X
C
: hambatan kapasitif, dan R : hambatan murni.
Dari gambar di atas, jika V
R
adalah harga tegangan pada ujung-ujung
hambatan R, sedangkan V
C
adalah harga tegangan pada ujung-ujung
kapasitor, dan V adalah harga tegangan sumber, maka berlaku persamaan :
2 2
C R
V V V + =
Dengan demikian :
R
CL C
V
V
R
X
=

= u tan
Dimana : V
R
= i.R ; V
C
= i.X
C
; dan V = i.Z


8.2.5. Energi Pada R, L dan C

a. Energi dan daya pada R
Besarnya energi yang tersimpan pada tahanan murni dapat dituliskan
dalam bentuk persamaan : W
R
= I
2
R t
Dengan W
R
: energi pada R (joule), I : arus yang mengalir pada R (A), R :
besarnya tahanan R (ohm), dan t : lamanya waktu (detik). Energi ini di-
desipasi dalam bentuk panas, dan tidak dapat ditransformasikan kembali
menjadi energi listrik. Sedangkan besarnya daya pada R dapat dirumuskan :
P = R. I
2
Daya desipasi pada R berbanding lurus dengan kuadrat arus.
Resistansi R sering didefinisikan sebagai ukuran kemampuan auatu
komponen untuk mendesipasi daya.

b. Energi pada L
Besarnya energi yang tersimpan pada induktor dapat dirumuskan : W
L
=
L.I
2
dimana W
L
: besarnya energi yang dapat disimpan pada L (joule), L :
induktansi (henri), dan I : besarnya arus yang mengalir pada L (A).
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah energi yang masuk
pada suatu L dalam waktu tertentu berbanding lurus dengan kuadrat arus
akhir, dengan faktor pembanding L/2. Induktor L dapat didefinisikan sebagai
ukuran kemampuan untuk menyimpan energi dalam bentuk muatan bergerak
atau medan magnet.

c. Energi pada C
Besarnya energi yang tersimpan pada kapasitor dapat dirumuskan : W
L

= C.V
2
dimana W
C
: besarnya energi yang dapat disimpan pada C (joule), C
: kapasitansi (farrad), dan V : besarnya tegangan yang terjadi pada C (V).
Dari persamaan di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah energi yang masuk
pada suatu C dalam waktu tertentu berbanding lurus dengan kuadrat tegangan
akhir, dengan faktor pembanding C/2. Kapasitansi C dapat didefinisikan
sebagai ukuran kemampuan suatu kapasitor untuk menyimpan energi dalam
bentuk medan listrik. W
L
= C.V
2
merupakan energi yang disimpan oleh
kapasitor.



d. Rangkaian Seri-Paralel R, L, C dan Vektor Arus dan Tegangan
Rangkaian R, L, dan C yang terhubung secara seri dapat dijelaskan
pada gambar 8.2.8 sebagai berikut.
Rangkaian R, L, dan C seri

Impedansi rangkaian dapat ditentukan dengan persamaan :
2 2
) (
C L
X X R Z + + =
Dimana R : hambatan murni, X
L
: hambatan/reaktansi induktif, dan X
C
:
hambatan/ reaktansi kapasitif.
Diagram vektor untuik rangkaian seri RLC diperlihatkan pada gambar 9.13.









Gambar 8.2.9. Diagram vektor rangkaian RLC seri


Sudut fase rangkaian dapat ditentukan dengan rumus :
R
X X
C L

= u tan ,
dan hubungan tegangan total dengan tegangan masing-masing komponen
dinyatakan dengan persamaan :
2
2
) (
C L R
V V V V + = , dengan V :
tegangan sumber, V
R
, V
L
, dan V
C
: tegangan pada ujung-ujung R, L, dan C.
jadi :
R
C L C L
V
V V
R
X X
=

= u tan

u
X
C

X
L

(XL-X
C
)
R
Z
R
L
VL
VR
V
C
VC


Contoh :
Pada suatu rangkaian seri RLC diketahui R = 600 ohm, L = 2 H, dan C = 10
F. Tegangan maksimum sumber 100\2 volt dan frekuensi sudut sumber 100
rad/det. Tentukan :
a. Impedansi rangkaian seri RLC
b. Sudut fase rangkaian seri RLC
c. Arus efek sumber
d. Tegangan pada masing-masing komponen
Penyelesaian :
Diketahui : R = 600 ohm, L = 2H, C = 10 F = 10
-5
F, V
m
=100\2 volt, e =100
rad/det.
a. Untuk menentukan impedansi, dihitung dulu X
L
dan X
C
:
X
L
= e L = 100 . 2 = 200 ohm, dan X
C
= 1/eC = 1/(100 x 10
-5
) = 1000
ohm
Z = ( ) ( ) O = + = + 1000 1000 200 600
2
2
2
2
C L
X X R

b. Sudut fasenya :
0 1
13 , 53
600
800
600
1000 200
tan =

=

R
X X
C L
u
c. V
ef
= V
m
/\2 = 100\2/\2 = 100 volt, dan I
ef
= V
ef
/Z = 100/1000 = 0,1
ampere
d. Tegangan pada masing-masing komponen :
V
R
= i.R = 0,1 x 600 = 60 volt
V
L
= i.X
L
= 0,1 x 200 = 20 volt
V
C
= i.X
C
= 0,1 x 1000 = 100 volt


8.3 . Macam Macam Dioda

Dioda semikonduktor dibentuk dengan cara menyambungkan semi-konduktor
tipe p dan semikonduktor tipe n. Pada saat terjadinya sambungan (junction) p
dan n, hole-hole pada bahan p dan elektron-elektron pada bahan n disekitar
sambungan cenderung untuk berkombinasi. Hole dan elektron yang
berkombinasi ini saling meniadakan, sehingga pada daerah sekitar
sambungan ini kosong dari pembawa muatan dan terbentuk daerah
pengosongan (depletion region).



(a) Pembentukan Sambungan; (b) Daerah Pengosongan; (c) Dioda Semikonduktor ;
(d) Simbol Dioda
Oleh karena itu pada sisi p tinggal ion-ion akseptor yang bermuatan
negatip dan pada sisi n tinggal ion-ion donor yang bermuatan positip.
Namun proses ini tidak berlangsung terus, karena potensial dari ion-ion
positip dan negatip ini akan mengahalanginya. Tegangan atau potensial
ekivalen pada daerah pengosongan ini disebut dengan tegangan
penghalang (barrier potential). Besarnya tegangan penghalang ini adalah
0.2 untuk germanium dan 0.6 untuk silikon. Lihat Gambar 8.3.1.
Suatu dioda bisa diberi bias mundur (reverse bias) atau diberi bias maju
(forward bias) untuk mendapatkan karakteristik yang diinginkan. Bias
mundur adalah pemberian tegangan negatip baterai ke terminal anoda (A)
dan tegangan positip ke terminal katoda (K) dari suatu dioda. Dengan
kata lain, tegangan anoda katoda V
A-K
adalah negatip (V
A-K
< 0). Apabila
tegangan positip baterai dihubungkan ke terminal Anoda (A) dan
negatipnya ke terminal katoda (K), maka dioda disebut mendapatkan bias
maju (foward bias).

Dioda dibias mundur


Dioda dibias maju

Kurva Karakteristik Dioda

Hubungan antara besarnya arus yang mengalir melalui dioda dengan
tegangan VA-K dapat dilihat pada kurva karakteristik dioda.
Gambar 8.3.4 menunjukan dua macam kurva, yakni dioda germanium
(Ge) dan dioda silikon (Si). Pada saat dioda diberi bias maju, yakni bila
VA-K positip, maka arus ID akan naik dengan cepat setelah VA-K
mencapai tegangan cut-in (V

). Tegangan cut-in (V

) ini kira-kira sebesar


0.2 Volt untuk dioda germanium dan 0.6 Volt untuk dioda silikon. Dengan
pemberian tegangan baterai sebesar ini, maka potensial penghalang
(barrier potential) pada persambungan akan teratasi, sehingga arus dioda
mulai mengalir dengan cepat.













ID (mA)
Ge Si
Si Ge
VA-K (Volt)
Is(Si)=10nA
Is(Ge)=1A
0.2 0.6
Kurva Karakteristik Dioda

Bagian kiri bawah dari grafik pada Gambar 8.3.4 merupakan kurva
karakteristik dioda saat mendapatkan bias mundur. Disini juga terdapat
dua kurva, yaitu untuk dioda germanium dan silikon. Besarnya arus jenuh
mundur (reverse saturation current) Is untuk dioda germanium adalah
dalam orde mikro amper dalam contoh ini adalah 1 A. Sedangkan untuk
dioda silikon Is adalah dalam orde nano amper dalam hal ini adalah 10 nA.
Apabila tegangan VA-K yang berpolaritas negatip tersebut dinaikkan
terus, maka suatu saat akan mencapai tegangan patah (break-down)
dimana arus Is akan naik dengan tiba-tiba. Pada saat mencapai tegangan
break-down ini, pembawa minoritas dipercepat hingga mencapai
kecepatan yang cukup tinggi untuk mengeluarkan elektron valensi dari
atom. Kemudian elektron ini juga dipercepat untuk membebaskan yang
lainnya sehingga arusnya semakin besar. Pada dioda biasa pencapaian
tegangan break-down ini selalu dihindari karena dioda bisa rusak.
Hubungan arus dioda (ID) dengan tegangan dioda (VD) dapat dinyatakan
dalam persamaan matematis yang dikembangkan oleh W. Shockley, yaitu:





dimana:
ID = arus dioda (amper)
Is = arus jenuh mundur (amper)
e = bilangan natural, 2.71828...
VD = beda tegangan pada dioda (volt)
n = konstanta, 1 untuk Ge; dan ~ 2 untuk Si
VT = tegangan ekivalen temperatur (volt)

Harga Is suatu dioda dipengaruhi oleh temperatur, tingkat doping dan
geometri dioda. Dan konstanta n tergantung pada sifat konstruksi dan
parameter fisik dioda. Sedangkan harga VT ditentukan dengan
persamaan:




dimana:
k = konstanta Boltzmann, 1.381 x 10
-23
J/K
(J/K artinya joule per derajat kelvin)
T = temperatur mutlak (kelvin)
q = muatan sebuah elektron, 1.602 x 10
-19
C



ID = Is [e
(VD/n.VT)
- 1]


kT
VT =
q

Pada temperatur ruang, 25
o
C atau 273 + 25 = 298 K, dapat dihitung
besarnya VT yaitu:
(1.381 x 10
-23
J/K)(298K)
VT = = 0.02569 J/C ~ 26 mV
1.602 x 10
-19
C

Harga VT adalah 26 mV ini perlu diingat untuk pembicaraan selanjutnya.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa arus jenuh mundur, Is,
dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti: doping, persambungan, dan
temperatur. Namun karena dalam pemakaian suatu komponen dioda,
faktor doping dan persambungan adalah tetap, maka yang perlu
mendapat perhatian serius adalah pengaruh temperatur.


8.4. Macam-Macam Transistor

Transistor merupakan peralatan yang mempunyai 3 lapis N-P-N atau P-
N-P. Dalam rentang operasi, arus kolektor I
C
merupakan fungsi dari arus
basis I
B
. Perubahan pada arus basis I
B
memberikan perubahan yang
diperkuat pada arus kolektor untuk tegangan emitor-kolektor V
CE
yang
diberikan. Perbandingan kedua arus ini dalam orde 15 sampai 100.
Simbol untuk transistor dapat dilihat pada Gambar 8.4.1b. Sedangkan
karakteristik transistor dapat digambarkan seperti 8.4.2.


(a) Transistor ; (b). Simbol Transistor










Gambar 8.4.2. Karakteristik Transistor Daya

Salah satu cara pemberian tegangan kerja dari transistor dapat
dilakukan seperti pada Gambar 8.4.3. Jika digunakan untuk jenis NPN,
maka tegangan Vcc-nya positif, sedangkan untuk jenis PNP
tegangannya negatif.

Rangkaian Transistor

Arus I
b
(misalnya I
b1
) yang diberikan dengan mengatur V
b
akan
memberikan titik kerja pada transistor. Pada saat itu transistor akan
menghasilkan arus collector (Ic) sebesar Ic dan tegangan Vce sebesar
Vce1. Titik Q (titik kerja transistor) dapat diperoleh dari persamaan
sebagai berikut :
Persamaan garis beban = Y = Vce = Vcc Ic x RL
Jadi untuk Ic = 0, maka Vce = Vcc dan
untuk Vce = 0, maka diperoleh Ic = Vcc/RL


Apabila harga-harga untuk Ic dan Ice sudah diperoleh, maka dengan
menggunakan karakteristik transistor yang bersangkutan, akan diperoleh
titik kerja transistor atau titik Q.
Pada umumnya transistor berfungsi sebagai suatu switching (kontak on-
off). Adapun kerja transistor yang berfungsi sebagai switching ini, selalu
berada pada daerah jenuh (saturasi) dan daerah cut off (bagian yang
diarsir pada Gambar 8.4.2. Transistor dapat bekerja pada daerah jenuh
dan daerah cut off-nya, dengan cara melakukan pengaturan tegangan V
b

dan rangkaian pada basisnya (tahanan R
b
) dan juga tahanan bebannya
(R
L
). Untuk mendapatkan on-off yang bergantian dengan periode tertentu,
dapat dilakukan dengan memberikan tegangan Vb yang berupa pulsa,
seperti pada Gambar 8.4.4.


Pulsa Trigger dan Tegangan Output V
ce


Apabila V
b
= 0, maka transistor off (cut off), sedangkan apabila V
b
=V
1
dan
dengan mengatur Rb dan R
1
sedemikian rupa, sehingga menghasilkan
arus Ib yang akan menyebabkan transistor dalam keadaan jenuh. Pada
keadaan ini Vce adalah kira-kira sama dengan nol (Vsat = 0.2 volt).
Bentuk output Vce yang terjadi pada Gambar 8.4.4. Apabila dijelaskan
adalah sebagai berikut (lihat Gambar 8.4.3 dan Gambar 8.4.4) :
Pada kondisi Vb = 0, harga Ic = 0, dan berdasarkan persamaan loop :

Vcc+ IcR1 + Vce= 0, dihasilkan Vce= +Vcc

Pada kondisi Vb = V1, harga Vce= 0 dan Iv = I saturasi
Untuk mendapatkan arus I
c
, (I saturasi) yang cukup besar pada rangkaian
switching ini, umumnya R
L
didisain sedemikian rupa sehingga R
L

mempunyai tahanan yang kecil.



8.5. Komponen Thyristor

Thyristor berasal dari bahasa Yunani yang berarti pintu. Dinamakan
demikian karena sifat dari komponen ini yang mirip dengan pintu yang
dapat dibuka dan ditutup untuk melewatkan arus listrik. Ada beberapa
komponen yang termasuk thyristor antara lain PUT (programmable uni-
junction transistor), UJT (uni-junction transistor ), GTO (gate turn off
switch), photo SCR dan sebagainya. Namun pada kesempatan ini, yang
akan kemukakan adalah komponen-komponen thyristor yang dikenal
dengan sebutan SCR (silicon controlled rectifier), TRIAC dan DIAC.
Struktur Thyristor
Ciri-ciri utama dari sebuah thyristor adalah komponen yang terbuat dari
bahan semiconductor silicon. Walaupun bahannya sama, tetapi struktur P-
N junction yang dimilikinya lebih kompleks dibanding transistor bipolar atau
MOS. Komponen thyristor lebih digunakan sebagai saklar (switch)
ketimbang sebagai penguat arus atau tegangan seperti halnya transistor.
Struktur dasar thyristor adalah struktur 4 layer PNPN seperti yang
ditunjukkan pada gambar-8.5.1a. Jika dipilah, struktur ini dapat dilihat
sebagai dua buah struktur junction PNP dan NPN yang tersambung di
tengah seperti pada gambar-8.5.1b. Ini tidak lain adalah dua buah transistor
PNP dan NPN yang tersambung pada masing-masing kolektor dan base.

Struktur Thyristor
Jika divisualisasikan sebagai transistor Q1 dan Q2, maka struktur thyristor
ini dapat diperlihatkan seperti pada gambar-8.5.2 yang berikut ini.


Visualisasi dengan transistor
Terlihat di sini kolektor transistor Q1 tersambung pada base transistor Q2
dan sebaliknya kolektor transistor Q2 tersambung pada base transistor Q1.
Rangkaian transistor yang demikian menunjukkan adanya loop penguatan
arus di bagian tengah. Dimana diketahui bahwa I
c
= | I
b
, yaitu arus kolektor
adalah penguatan dari arus base. Jika misalnya ada arus sebesar I
b
yang
mengalir pada base transistor Q2, maka akan ada arus I
c
yang mengalir
pada kolektor Q2. Arus kolektor ini merupakan arus base I
b
pada transistor
Q1, sehingga akan muncul penguatan pada arus kolektor transistor Q1.
Arus kolektor transistor Q1 tidak lain adalah arus base bagi transistor Q2.
Demikian seterusnya sehingga makin lama sambungan PN dari thyristor ini
di bagian tengah akan mengecil dan hilang. Tertinggal hanyalah lapisan P
dan N dibagian luar. Jika keadaan ini tercapai, maka struktur yang
demikian tidak lain adalah struktur dioda PN (anoda-katoda) yang sudah
dikenal. Pada saat yang demikian, disebut bahwa thyristor dalam keadaan
ON dan dapat mengalirkan arus dari anoda menuju katoda seperti
layaknya sebuah dioda.

Thyristor diberi tegangan

Bagaimana kalau pada thyristor ini kita beri beban lampu dc dan diberi
suplai tegangan dari nol sampai tegangan tertentu seperti pada gambar
8.5.3. Apa yang terjadi pada lampu ketika tegangan dinaikan dari nol, tentu
saja lampu akan tetap padam karena lapisan N-P yang ada ditengah akan
mendapatkan reverse-bias (teori dioda). Pada saat ini disebut thyristor
dalam keadaan OFF karena tidak ada arus yang bisa mengalir atau sangat
kecil sekali. Arus tidak dapat mengalir sampai pada suatu tegangan
reverse-bias tertentu yang menyebabkan sambungan NP ini jenuh dan
hilang. Tegangan ini disebut tegangan breakdown dan pada saat itu arus
mulai dapat mengalir melewati thyristor sebagaimana dioda umumnya.
Pada thyristor tegangan ini disebut tegangan breakover V
bo
.
SCR
Telah dibahas, bahwa untuk membuat thyristor menjadi ON adalah dengan
memberi arus trigger lapisan P yang dekat dengan katoda. Yaitu dengan
membuat kaki gate pada thyristor PNPN seperti pada gambar-8.5.4a.
Karena letaknya yang dekat dengan katoda, bisa juga pin gate ini disebut
pin gate katoda (cathode gate). Beginilah SCR dibuat dan simbol SCR
digambarkan seperti gambar-8.5.4b. SCR dalam banyak literatur disebut
Thyristor saja.

Struktur SCR
Melalui kaki (pin) gate tersebut memungkinkan komponen ini di trigger
menjadi ON, yaitu dengan memberi arus gate. Ternyata dengan memberi
arus gate I
g
yang semakin besar dapat menurunkan tegangan breakover
(V
bo
) sebuah SCR. Dimana tegangan ini adalah tegangan minimum yang
diperlukan SCR untuk menjadi ON. Sampai pada suatu besar arus gate
tertentu, ternyata akan sangat mudah membuat SCR menjadi ON. Bahkan
dengan tegangan forward yang kecil sekalipun. Misalnya 1 volt saja atau
lebih kecil lagi. Kurva tegangan dan arus dari sebuah SCR adalah seperti
yang ada pada gambar berikut ini.


Karakteristik kurva I-V SCR
Pada gambar tertera tegangan breakover V
bo
, yang jika tegangan forward
SCR mencapai titik ini, maka SCR akan ON. Lebih penting lagi adalah arus
Ig yang dapat menyebabkan tegangan Vbo turun menjadi lebih kecil. Pada
gambar ditunjukkan beberapa arus Ig dan korelasinya terhadap tegangan
breakover. Pada datasheet SCR, arus trigger gate ini sering ditulis dengan
notasi I
GT
(gate trigger current). Pada gambar ada ditunjukkan juga arus I
h
yaitu arus holding yang mempertahankan SCR tetap ON. Jadi agar SCR
tetap ON maka arus forward dari anoda menuju katoda harus berada di
atas parameter ini.
Sejauh ini yang dikemukakan adalah bagaimana membuat SCR menjadi
ON. Pada kenyataannya, sekali SCR mencapai keadaan ON maka
selamanya akan ON, walaupun tegangan gate dilepas atau di short ke
katoda. Satu-satunya cara untuk membuat SCR menjadi OFF adalah
dengan membuat arus anoda-katoda turun di bawah arus I
h
(holding
current). Pada gambar-8.5.5 kurva I-V SCR, jika arus forward berada
dibawah titik I
h
, maka SCR kembali pada keadaan OFF. Berapa besar arus
holding ini, umumnya ada di dalam datasheet SCR.
Cara membuat SCR menjadi OFF tersebut adalah sama saja dengan
menurunkan tegangan anoda-katoda ke titik nol. Karena inilah SCR atau
thyristor pada umumnya tidak cocok digunakan untuk aplikasi DC.
Komponen ini lebih banyak digunakan untuk aplikasi tegangan AC, dimana
SCR bisa OFF pada saat gelombang tegangan AC berada di titik nol.
Ada satu parameter penting lain dari SCR, yaitu V
GT
. Parameter ini adalah
tegangan trigger pada gate yang menyebabkan SCR ON. Kalau dilihat dari
model thyristor pada gambar-8.5.2, tegangan ini adalah tegangan V
be
pada
transistor Q2. V
GT
seperti halnya V
be
, besarnya kira-kira 0.7 volt. Seperti
contoh rangkaian gambar-8.5.6 berikut ini sebuah SCR diketahui memiliki
I
GT
= 10 mA dan V
GT
= 0.7 volt. Maka dapat dihitung tegangan V
in
yang
diperlukan agar SCR ini ON adalah sebesar :

V
in
= V
r
+ V
GT

V
in
= I
GT
(R) + V
GT
= 4.9 volt


Rangkaian SCR
TRIAC
Boleh dikatakan SCR adalah thyristor yang uni-directional, karena ketika
ON hanya bisa melewatkan arus satu arah saja yaitu dari anoda menuju
katoda. Struktur TRIAC sebenarnya adalah sama dengan dua buah SCR
yang arahnya bolak-balik dan kedua gate-nya disatukan. Simbol TRIAC
ditunjukkan pada gambar-8.5.7. TRIAC biasa juga disebut thyristor bi-
directional.

Gambar-8.5.7. Simbol TRIAC
TRIAC bekerja mirip seperti SCR yang paralel bolak-balik, sehingga
dapat melewatkan arus dua arah.

Pada datasheet akan lebih detail diberikan besar parameter-parameter
seperti V
bo
dan -V
bo
, lalu I
GT
dan -I
GT
, I
h
serta -I
h
dan sebagainya.
Umumnya besar parameter ini simetris antara yang plus dan yang minus.
Dalam perhitungan desain, bisa dianggap parameter ini simetris
sehingga lebih mudah di hitung.
DIAC
Kalau dilihat strukturnya seperti gambar-8.5.8a, DIAC bukanlah termasuk
keluarga thyristor, namun prinsip kerjanya membuat ia digolongkan
sebagai thyristor. DIAC dibuat dengan struktur PNP mirip seperti
transistor. Lapisan N pada transistor dibuat sangat tipis sehingga
elektron dengan mudah dapat menyeberang menembus lapisan ini.
Sedangkan pada DIAC, lapisan N di buat cukup tebal sehingga elektron
cukup sukar untuk menembusnya. Struktur DIAC yang demikian dapat
juga dipandang sebagai dua buah dioda PN dan NP, sehingga dalam
beberapa literatur DIAC digolongkan sebagai dioda.

Struktur dan simbol DIAC
Sukar dilewati oleh arus dua arah, DIAC memang dimaksudkan untuk tujuan
ini. Hanya dengan tegangan breakdown tertentu barulah DIAC dapat
menghantarkan arus. Arus yang dihantarkan tentu saja bisa bolak-balik dari
anoda menuju katoda dan sebaliknya. Kurva karakteristik DIAC sama seperti
TRIAC, tetapi yang perlu diketahui adalah berapa tegangan breakdown-nya.
Pada prinsipnya thyristor atau disebut juga dengan istilah SCR (Silicon
Controlled Rectifier) adalah suatu dioda yang dapat menghantar bila diberikan
arus gerbang (arus kemudi). Arus gerbang ini hanya diberikan sekejap saja
sudah cukup dan thyristor akan terus menghantar walaupun arus gerbang
sudah tidak ada. Ini berbeda dengan transistor yang harus diberi arus basis
terus menerus.

Triac adalah thyristor yang bekerja untuk AC sedangkan diac akan menahan
arus kearah dua belah fihak, tetapi setelah tegangan melampaui suatu harga
tertentu, ia akan menghantar secara penuh.

Simbol DIAC-TRIAC

Anda mungkin juga menyukai