Anda di halaman 1dari 2

Angka Kematian Bayi (AKB)

Masa bayi merupakan masa keemasan seorang anak manuasia, calon generasi dari
sebuah negara. Bayi merupakan investasi masa depan bangsa. Kelak ia akan menjadi penerus
perjuangan bangsa dalam mewujudkan kemajuan dan cita-cita bangsa. Maka dari itu, masa
bayi yang merupakan masa awal kehidupan seorang calon penerus bangsa, haruslah
mendapatkan perhatian yang serius.
Kurangnya perhatian terhadap masa-masa keemasan anak, terutama pada awal-awal
masa kehidupannya yakni masa bayi, kerap kali menimbulkan masalah. Pengasuhan dan
perlakuan yang kurang baik sebagai wujud kurangnya perhatian terhadap pentingnya
kesehatan bayi dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada bayi bahkan yang sangat fatal
ialah kematian bayi. Hal ini kerap kali tercermin salah satunya melalui pelayanan kesehatan
yang kurang maksimal pada ibu dan bayi.
Angka Kematian Bayi (AKB) di Indonesia masih tinggi. Data Survei Demografi
Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2004 menyatakan AKB di Indonesia ialah 35 per 1.000
kelahiran hidup. Kemudian pada SDKI tahun 2007 AKB di Indonesia menjadi 34 per 1.000
kelahiran hidup. Walaupun ini masih dalam kriteria rendah, namun AKB di Indonesia masih
menjadi masalah kesehatan di Indonesia, khususnya berkenaan dengan kesehatan ibu dan
anak.
Data AKB menurut World Health Organization (WHO) ialah sebesar 35 per 1.000
kelahiran hidup untuk tahun 2012. Pada tahun 1990 silam, AKB secara global sebesar 63 per
1.000 kelahiran hidup. Menurut laporan WHO pada tahun 2000, Angka Kematian Bayi
(AKB) di dunia 54 per 1000 kelahiran hidup kemudian tahun 2006 menjadi 49 per 1000
kelahiran hidup (Wijaya, 2010). Dari data tersebut, AKB dunia menduduki kriteria sedang.
Kedua data AKB tersebut dapat kita bandingkan dengan targetan MDGs untuk AKB,
yakni 23 per 1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015. Indonesia masih harus bekerja keras
untuk mewujudkan targetan MDGs tersebut dalam kurun waktu kurang lebih 2 tahun yang
tersisa. Begitu juga dengan dunia, yang dengan perbedaan yang semakin beragam terutama
dalam hal kebijakan dan pelayanan kesehatan serta kultur sosial dan ekonomi, juga harus
berjuang bersama guna mewujudkan target MDGs untuk menurunkan AKB menjadi 23 per
1.000 kelahiran hidup pada tahun 2015.
By:
Nama : Sariana
NIM : 10101001009

Melihat fenomena ini, sebenarnya sulit rasanya untuk menyatakan bahwa pelayanan
kesehatan untuk ibu dan bayi di Indonesia sudah baik. Masih banyak yang harus dibenahi,
terutama dalam sistem baik perencanaan, implementasi, maupun evaluasi. Disamping itu,
praktik monitoring terhadap pelaksanaannya di lapangan juga sudah seharusnya mendapat
perhatian. Hal itu guna menyelaraskan konsep kebijakan di bagian top dan bottom agar dapat
berjalan seirama sesuai rencana bersama.
Angka Kematian Bayi menjadi sesuatu yang penting untuk dicegah karena masih
merupakan masalah di bidang kesehatan. Seperti yang telah saya sampaikan pada bagian
awal tulisan ini, bayi merupakan tahap awal perjalanan hidup seorang manusia penerus
perjuangan bangsa. Bayi merupakan investasi sumber daya manusia (SDM) untuk masa yang
akan datang. Kualitas kehidupan bayi secara tidak langsung akan menjadi estimasi kualitas
kehidupan bangsa di masa yang akan datang. Selain itu, AKB turut menjadi salah satu
indikator dalam menilai tingkat kesejahteraan dan derajat kesehatan suatu bangsa.
Setiap keluarga mendamba kehadiran dan kelahiran bayi yang akan meneruskan
silsilah keluarga. Oleh karena itu, masalah AKB ini sudah barang tentu bukan hanya menjadi
permasalahn bangsa, negara, ataupun dunia saja, melainkan juga menjadi permasalahan
keluarga. Maka dari itu, upaya penurunan AKB ini juga merupakan tanggung jawab keluarga
sebagai lingkup organisasi yang pertama. Membangun kesadaran keluarga dalam memelihara
dan memperhatikan kesehatan bayi sejak sedini mungkin merupakan upaya pertama yang
kemudian akan memudahkan pengorganisasian program-program ataupun kebijakan
pemerintah dalam menurunkan AKB, khususnya dalam rangka pencapaian target MDGs pada
2015.
Oleh karena masih tingginya AKB di Indonesia dan di dunia merupakan masalah dan
tanggung jawab kita bersama, maka sudah seharusnya kita berupaya bersama dalam
menyelesaikan masalah ini. Mari memulai langkah pertama dari lingkup yang paling kecil.
Tanamkan pemahaman dan kesadaran dalam diri pribadi bahwa permasalahan ini layak untuk
mendapat tempat dalam porsi pikir kita semua, lanjutkan untuk bertindak di tingkat keluarga.
Jika setiap keluarga menyadari hal ini dan turut andil dan ambil bagian dalam upaya
penurunan AKB dengan penuh komitmen, pencapaian target MDGs untuk menurunkan AKB
menjadi 23 per 1.000 kelahiran hidup bukanlah merupakan suatu kemustahilan.
Mari kita optimis!

Anda mungkin juga menyukai