Pola dasar perkembangan embrio aves sama dengan embrio katak, yaitu melalui
tahapan pembelahan, blastula, grastula, neurula, dan organogenesis. Pembelahan aves
merupakan pembelahan meroblastik, artinya pembelahan hanya berlangsung di keeping lembaga saja. Darihasil pembelahan diperoleh blastoderm sebanyak 3-4 lapisan sel. Blastula ayam memiliki epiblast,hipoblast, dan blastocoels. Epiblast bagian tengah yang lebih terang disebut area pellusida, bagiantepi yang lebih gelap disebut daerah opaka. Hipoblast merupakan bakal lapisan ekstra embrio(Adnan, 2011). Grastrula ayam ditandai dengan adanya penebalan didaerah posterior blastoderm di area pellusida, penebalan ini kemudian memanjang kea rah anterior sehingga membentuk parit dengan pematangan disebut daerah primitive. Neurula mirip dengan embrio katak yaitu melalui tahapankeeping neural, lipatan neural dan bumbung neural. Organogenesis merupakan proses lanjutansetelah terbentuk neurula, proses ini meliputi pembentukan bakal organ dari lapisan ectoderm,mesoderm, dan endoderm. Perkembangan embrio ayam pada berbagai umur inkubasi merupakanmedia yang jelas untuk memperlihatkan organogenesis (Adnan, 2008). Pada ayam dan burung-burung lain, sel telur yang sebenarnya hanya terdiri atas kuning telur dan di sisi satunya lagi sebuah daerah sitoplasma tipis dan sebuah nucleus. Fertilisasi terjadi dalamsebuah oviduk, dan albumim serta cangkang disekresikan sebagai lapisan tambahan oleh kelenjar-kelenjar khusus saat telur bergerak menuruni oviduk, tahapan- tahapan blastula dan grastula terjadisaat telur masih berada dalm oviduk. Blastodisk selapis sel yang berasal dari nucleus dansitoplasma telur yang difertilisasi, mengalami delaminasi hingga menghasilkan sebuah cakram berlapis dua yang mengelilingi blastocoels (Fried, 2002). Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Inkubasi Perkembangan embrio ayam sangat dipengaruhi oleh lingkungan di sekitar selama masa inkubasi. Lingkungan yang tidak sesuai untuk perkembangan embrio selma inkubasi dapat mengakibatkan embrio cacat atau mati sebelum menetas. Keberhasilan suatu usaha penetasan sangat ditentukan oleh beberapa faktor yang mencakup pengelolaan mesin tetas dan pengelolaan telur tetas selama inkubasi. 1 Temperatur Perkembangan embrio sangat dipengaruhi oleh kondisi temperatur di lingkungannya selama inkubasi. Temperatur merupakan faktor yang paling penting dalam proses inkubasi. Temperatur optimum selama inkubasi adalah 98.6-100.4 o F (37.3-38.3 o C) pada inkubator Forced Air dan kira-kira 2 o F (1.1 o C) lebih tinggi pada inkubator Still Air (Parkhurst and Mountney, 1988). Embrio tidak dapat bertoleransi pada temperatur yang berubah-ubah. Temperatur yang tinggi secara terus-menerus akan menyebabkan peningkatan jumlah embrio yang abnormal dan meningkatkan kematian embrio. Temperatur yang rendah juga mempengaruhi perkembangan embrio. Temperatur yang rendah memperlambat pembelahan sel dan meningkatkan kejadian pembelahan sel secara abnormal. 2 Kelembaban Kandungan air dalam udara disekitar telur tetas harus dikontrol dengan kecepatan penguapan yang normal, agar tidak terlalu banyak udara yang hilang dari dalam telur. Ukuran anak ayam dalam penetasan disebabkan oleh kehilangan cairan. Bila penguapan telur cepat maka akan dihasilkan anak ayam yang kecil, bila kelembaban tinggi dihasilkan anak ayam abnormal yang besar. Menurut (Parkhurst and Mountney, 1988) kelembaban optimum yang dibutuhkan selama inkubasi sampai hari ke 19 adalah antara 50-60%. Telur tetas yang normal akan kehilangan berat sebesar 10.5% sebelum dipindah pada umur 19 hari. Kelembaban pada penetasan harus ditingkatkan sampai 75% pada saat menetas. 3 Supplay Oksigen Kandungan oksigen dalam udara yang dibutuhkan dalam penetasan dengan inkubator forced- air adalah 21%. Kandungan oksigen dalam udara merupakan salah satu problem dalam penetasan. Daya tetas dapat turun sampai 5% setiap penurunan oksigen sebesar 1% di udara. Daya tetas menurun bila ketinggian tempat meningkat, penurunan daya tetas terjadi pada ketinggian dibawah 2500 ft (Parkhurst and Mountney, 1988) 4 Posisi Telur Tetas Pembalikan telur sangat berpengaruh pada keberhasilan penetasan. Posisi telur yang sesuai menyebabkan embrio berkembang pada posisi kepala dekat kantung udara, yang mengakibatkan anak ayam dapat memecah kerabang pada akhir penetasan. Bila telur tidak diputar dalam inkubator, kuning telur akan bergerak sesuai berat jenis dari albumen dan akan menyentuh membran inner cell dan bisa mengakibatkan kematian embrio. Pemutaran telur dilakukan pada posisi 45 o , pemutaran yang dilakukan pada posisi kurang dari 45 o tidak mempengaruhi daya tetas. Pemutaran telur dilakukan sesering mungkin akan tetapi pemutaran yang dilakukan 6 sampai 8 kali per hari tidak meningkatkan daya tetas (Parkhurst and Mountney, 1988).