Anda di halaman 1dari 11

Mata Kuliah Konsentrasi Kesehatan Lingkungan

ANTROPOSENTRISME







Dikerjakan Oleh :
1. Titim Sri Melyana (14120130274)


Program S1 Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kesehatan Masyakat
Universitas Muslim Indonesia
Makassar
2014









KATA PENGANTAR

Puji Syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas diselesaikannya makalah
Etika Lingkungan. Makalah ini berisi tentang Bagaimana manusia memahami lingkungan
sebagai suatu kesatuan yang utuh, bagaimana situasi alam atau lingkungan dimasa sekarang,
serta bagaimana menjaga kelestarian lingkungan hidup bagi masa yang akan datang, tidak lupa,
rasa terima kasih kami ucapkan pada Dosen Konsentrasi Kesehatan Lingkungan yang telah
membimbing kami dalam penyusunan makalah ini .
Akhir kata, tak ada gading yang tak retak, demikian pula dengan makalah ini. Untuk itu
kami mohon maaf jika terdapat banyak kesalahan di dalamnya, dan oleh karenanya saran dan
kritik yang membangun sangat kami harapkan.












Makassar, 20 Oktober 2014


Penyusun


DAFTAR ISI

i Kata Pengantar ....................................................................................................................... 1
ii Daftar Isi ............................................................................................................................... 2
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................................ 3
1.1 Latar Belakang Masalah .................................................................................................... 3
1.2 Pokok Permasalahan. ......................................................................................................... 5
1.3 Tujuan dan Manfaat Penulisan........................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN ....................................................................................................... 14
2.1 Pengertian Antroposentrisme .......................................................................................... 14
2.2 Argument Antroposentrisme. ........................................................................................... 17
2.3 Etika Instrumentalistik. .................................................................................................... 17

BAB III PENUTUP ............................................................................................................... 20
3.1 Kesimpulan ...................................................................................................................... 20
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................ 21


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah
Indonesia merupakan Negara agraris, yang mana terdiri dari daratan dan perairan yang
luas. Indonesia memiliki banyak sekali pulau-pulau yang dipisahkan oleh lautan. Indonesia dari
dulu terkenal merupakan daerah yang subur (daratan). Banyak sekali daerah daratan daripada
negara kita ini yang dimanfaatkan sebagai daerah pertanian dan juga perkebunan, hal ini karena
daratan indonesia terkenal subur sehingga baik untuk dikembangkannya sektor tersebut. Namun
semakin hari keadaan negeri kita semakin banyak mengalami perubahan. Seiring dengan
perkembangan teknologi industri, banyak lahan-lahan pertanian dan perkebuanan yang subur
dibangun diatasnya pabrik-pabrik industri dan juga perkotaan. Perkembangan zaman juga diikuti
dengan semakin banyaknya jumlah penduduk yang mendiami negeri kita tercinta ini. Akibatnya,
lahan pertanian dan perkebunan pun semakin sempait, yang mana dikarenakan adanya
pembukaan lahan untuk memenuhi kebutuhan sandang pangan dan papan kita. Selain itu juga
banyaknya lahan-lahan yang mulai tercemar dengan limbah dan tingginya kandungan bahan-
bahan kimia yang ada di dalam tanah kita. Banyak sekali lahan-lahan perkebunan yang dulunya
masih hijau bisa dikatakan vegetasi yang ada masih cukup sekarang menjadi daerah yang kering
dan gundul. Ini semua tidak lepas dari tindakan manusia itu sendiri yang kurang bertanggung
jawab. Pada dasarnya semua yang kita lakukan akan kembali kepada kita semua kelak. Dari
kegiatan-kegiatan tersebut di atas, sudah pasti menjadi penyebab mengapa banyak sekali terjadi
bencana alam seperti halnya lonsor, banjir, dll. Penebangan hutan yang tidak mengikuti prosedur
tebang pilih menjadi hal yang paling mendasar yang menyebabkan daerah hutan kita yang
seharusnya lebat dengan pepohonan menjadi kering kerontang. Dari hal tersebut, banyak sekali
yang merasakan danpaknya baik secara langsung maupun tidak. Banyak hewan-hewan yang
turun ke daerah pemukiman penduduk, hal ini karena mereka tidak lagi memiliki tempat tinggal
yang cocok untuk diri mereka. Mereka juga kekurangan makanan, sehingga banyak dari mereka
yang menyerang pertanian kita. Jika kita sadar, manusia sering dirugikan karena akibat ulahnya
sendiri. Tidah hanya hewan yang dirugikan, namun di sini yang paling dirugikan adalah alam
semesta ini. Sehingga jangan heran jika banyak sekali benca banjir, longsor, dll yang terjadi di
daerah sekitar kita ini.
Krisis lingkungan hidup yang dihadapi manusia modern merupakan akibat langsung dari
pengelolaan lingkungan hidup yang nir-etik. Artinya, manusia melakukan pengelolaan
sumber-sumber alam hampir tanpa peduli pada peran etika. Dengan demikian dapat dikatakan
bahwa krisis ekologis yang dihadapi umat manusia berakar dalam krisis etika atau krisis moral.
Umat manusia kurang peduli pada norma-norma kehidupan atau mengganti norma-norma yang
seharusnya dengan norma-norma ciptaan dan kepentingannya sendiri. Manusia modern
menghadapi alam hampir tanpa menggunakan hati nurani. Alam begitu saja dieksploitasi dan
dicemari tanpa merasa bersalah. Akibatnya terjadi penurunan secara drastis kualitas sumber daya
alam seperti lenyapnya sebagian spesies dari muka bumi, yang diikuti pula penurunan kualitas
alam. Pencemaran dan kerusakan alam pun akhirnya mencuat sebagai masalah yang
mempengaruhi kehidupan sehari-hari manusia. Kiranya tidak salah jika manusia dipandang
sebagai kunci pokok dalam kelestarian maupun kerusakan lingkungan hidup yang terjadi.
Bahkan jika terjadi kerusakan dalam lingkungan hidup tersebut, YB Mangunwijaya
memandangnya sebagai oposisi atau konflik antara manusia dan alam. Cara pandang dan sikap
manusia terhadap lingkungan hidupnya menyangkut mentalitas manusia itu sendiri yang
mempertanyakan eksistensinya di jaman modern ini dalam kaitannya dengan waktu, tujuan
hidup, arti materi dan yang ada di atas materi. Dengan demikian masalah lingkungan hidup tak
lain adalah soal bagaimana mengembangkan falsafah hidup yang dapat mengatur dan
mengembangkan eksistensi manusia dalam hubungannya dengan alam. Isu-isu kerusakan
lingkungan menghadirkan persoalan etika yang rumit. Karena meskipun pada dasarnya alam
sendiri sudah diakui sungguh memiliki nilai dan berharga, tetapi kenyataannya terus terjadi
pencemaran dan perusakan. Keadaan ini memunculkan banyak pertanyaan, perhatian kita pada
isu lingkungan ini juga memunculkan pertanyaan tentang bagaimana keterkaitan dan relasi kita
dengan generasi yang akan datang. Kita juga diajak berpikir kedepan. Kita akan menyadari
bahwa relasi kita dengan generasi akan datang, yang memang tidak bisa timbal balik. Karenanya
ada teori etika lingkungan yang secara khusus memberi bobot pertimbangan pada kepentingan
generasi mendatang dalam membahas isu lingkungan ini. Para penganut utilitirianisme, secara
khusus, memandang generasi yang akan datang dipengaruhi oleh apa yang kita lakukan
sekarang. Apapun yang kita lakukan pada alam akan mempengaruhi mereka. Pernyataan ini turut
memunculkan beberapa pandangan tentang etika lingkungan dalam pendekatannya terhadap
alam dan lingkungan.


1.2 Pokok Permasalahan
1 Apakah Peranan teori antroposentrisme terhadap lingkungan hidup?
2 Bagaimana kaitannya argumen antroposentrisme dan etika antroposentrisme?


1.3 Tujuan dan Manfaat
Sehubungan dengan adanya suatu hal yang melatarbelakangi masalah, maka ada beberapa
hal yang menjadi tujuan dalam penyusunan makalah ini, yakni:
1. Mengetahui Peranan teori antroposentrisme terhadap lingkungan hidup.
2. Mengetahui kaitannya argumen antroposentrisme dan etika antroposentrisme.













BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Antroposentrisme

Secara teoritis, terdapat tiga model teori etika lingkungan, yaitu yang dikenal sebagai Shallow
Environmental Ethics, Intermediate Environmental Ethics, dan Deep Environmental Ethics.
Ketiga teori ini juga dikenal sebagai antroposentrisme, biosentrisme, dan ekosentrisme.(Sony
Keraf: 2002)

Etika lingkungan yang bercorak antroposentrisme merupakan sebuah kesalahan cara pandang
Barat, yang bermula dari Aristoteles hingga filsuf-filsuf modern, di mana perhatian utamanya
menganggap bahwa etika hanya berlaku bagi komunitas manusia. Maksudnya, dalam etika
lingkungan, manusialah yang dijadikan satu-satunya pusat pertimbangan, dan yang dianggap
relevan dalam pertimbangan moral, yang dilihat dalam istilah Frankena--sebagai satu-satunya
moral patient (William K. Frankena:1979). Akibatnya, secara teleologis, diupayakan agar
dihasilkan akibat baik sebanyak mungkin bagi spesies manusia dan dihindari akibat buruk
sebanyak mungkin bagi spesies itu. Etika antroposentrisme ini dalam pandangan Arne Naess
dikategorikan sebagai Shallow Ecology (kepedulian lingkungan yang dangkal).

Cara pandang antroposentrisme, kini dikritik secara tajam oleh etika biosentrisme dan
ekosentrisme. Bagi biosentrisme dan ekosentrisme, manusia tidak hanya dipandang sebagai
makhluk sosial. Manusia pertama-tama harus dipahami sebagai makhluk biologis, makhluk
ekologis. Dunia bukan sebagai kumpulan objek-objek yang terpisah, tetapi sebagai suatu
jaringan fenomena yang saling berhubungan dan saling tergantung satu sama lain secara
fundamental. Etika ini mengakui nilai intrinsik semua makhluk hidup dan "memandang manusia
tak lebih dari satu untaian dalam jaringan kehidupan".(Fritjof Capra:1997)

Ekosentrisme berkaitan dengan etika lingkungan yang lebih luas. Berbeda dengan biosentrisme
yang hanya memusatkan pada etika pada biosentrisme, pada kehidupan seluruhnya, ekosentrisme
justru memusatkan etika pada seluruh komunitas ekologis, baik yang hidup maupun tidak.
Karena secara ekologis, makhluk hidup dan benda-benda abiotis lainnya saling terkait satu sama
lain. Oleh karenanya, kewajiban dan tanggung jawab moral tidak hanya dibatasi pada makhluk
hidup. Kewajiban dan tanggung jawab moral yang sama juga berlaku terhadap semua realitas
ekologis.

Salah satu bentuk etika ekosentrisme ini adalah etika lingkungan yang sekarang ini dikenal
sebagai Deep Ecology. Sebagai istilah, Deep Ecology pertama kali diperkenalkan oleh Arne
Naess, seorang filsuf Norwegia, pada 1973. di mana prinsip moral yang dikembangkan adalah
menyangkut seluruh komunitas ekologis.


Etika ini dirancang sebagai sebuah etika praktis, sebagai sebuah gerakan. Artinya, prinsip-prinsip
moral etika lingkungan harus diterjemahkan dalam aksi nyata dan konkret. Etika ini menyangkut
suatu gerakan yang jauh lebih dalam dan komprehensif dari sekadar sesuatu yang instrumental
dan ekspansionis sebagaimana ditemukan pada antroposentrisme dan biosentrisme. Dengan
demikian, Deep Ecology lebih tepat disebut sebagai sebuah gerakan diantara orang-orang yang
sama, mendukung suatu gaya hidup yang selaras dengan alam, dan sama-sama memperjuangkan
isu lingkungan dan politik.

Akar gerakan Deep Ecology telah ditemukan pada teori ekosentrisme pada umumnya dan kritik
sosial dari Henry David Thoureau, John Muir, D.H. Lawrence, Robinson Jeffers, dan Aldo
Huxley. Pengaruh Taoisme, Fransiskus Asisi, Zen Budhisme, dan Barukh Spinoza juga sangat
kuat dalam teori-teori dan gerakan Deep Ecology (George Session:1995)

Bagaimanapun keseluruhan organisme kehidupan di alam ini layak dan harus dijaga. Krisis alam
yang terasa begitu mengkhawatirkan akan membawa dampak pada setiap dimensi kehidupan ini.
Ekosentrisme tidak menempatkan seluruh unsur di alam ini dalam kedudukan yang hierarkis.
Melainkan sebuah satu kesatuan organis yang saling bergantung satu sama lain. Sebuah jaring-
jaring kehidupan yang harmonis.



Antroposentrisme
Antroposentrisme adalah teori etika lingkungan yang memandang manusia sebagai pusat dari
sistem alam semesta. Manusia dan kepentingannya dianggap yang paling menentukan dalam
tatanan ekosistem dan dalam kebijakan yang diambil dalam kaitan dengan alam, baik secara
langsung atau tidak langung.
Nilai tertinggi adalah manusia dan kepentingannya. Hanya manusia yang mempunyai nilai dan
mendapat perhatian. Segala sesuatu yang lain di alam semesta ini hanya akan mendapat nilai dan
perhatian sejauh menunjang dan demi kepentingan manusia.
Oleh karenanya alam pun hanya dilihat sebagai obyek, alat dan sarana bagi pemenuhan
kebutuhan dan kepentingan manusia. Alam hanya alat bagi pencapaian tujuan manusia. Alam
tidak mempunyai nilai pada dirinya sendiri

2.2 Argumen Antroposentrisme

Pada umumnya, Agama Kristen dan filsafat barat,dan seluruh tradisi pemikiran liberal,
termasuk ilmu pengatahuan modern, di anggap sebagai akar dari etika antroposentrisme.
Selain Teologi kristen yang bersumber teruma pada kisah penciptaan dunia sebagaimana di muat
dalam kitab kejadian, pemikir-pemikir besar dari Aristoteles,Thomas Aquinas, Rene Descartes
Dan Immanuel Kant mempunyai pengaruh sangat besar dalam membentuk cara pandang yang
antroposentris ini.kisah penciptaan dalam teologi kristen dan juga pemikiran besar dari filsuf-
filsuf besar ini sangat mempengaruhi cara pandang dan dalam kaitan perilaku manusia modern
terhadap lingkungan hidup.

Sekedar untuk melihat kembali akar historis dari cara pandang antroposentris ini, ada
baiknya kita soroti secara singkat pemikiran dasar dari teori kristen dari filsuf-filsuf ini.
Pertama,Dalam kitab kejadian, Pasal 1 ayat 26 28, Dinyatakan bahwa Allah menciptakan
manusia secitra dengan Allah pada hari ke 6 sebagai puncak dari seluruh karya ciptaan-Nya.
Selanjutnya Allah menyerahkan alam semesta beserta isinya (ikan di laut,burung-burung
udara,ternak,seluruh bumi,dan semua binatang yang merayap di atas tanah dan seluruh makhluk
hidup) kepada manusia untuk di kuasai dan di taklukkan.

Kedua,Argumen Antroposentrisme yang lain kita temukan pada tradisi Aristotelian sebagaimana
di kembangkan oleh Thomas Aquinas dengan focus utama pada rantai kehidupan (The Gread
Chain of Being) Menurut Argumen ini semua kehidupan di bumi membentuk dan berada sebuah
rantai kesempuan dalam kehidupan,Mulai dari yang saling sederhana sampai kepada yang maha
sempurna,yaitu Allah sendiri.dalam rantai kesempurnaan kehidupan tadi,Manusia menempati
posisi sebagai yang paling mendekati yang Maha Sempurna.itu berarti,manusia menempati
urutan teratas dari rantai ciptaan,sehingga di anggap lebih superior dari semua ciptaan lainnya
termasuk di antara semua makhluk hidup lainnya.
Argument ini sesungguhnya menggaris bawahi apa yang telah di kemukanan oleh
Aristoteles dalam bukunya The Politics Dalam buku ini,pemikiran Antroposentrisme Aristoteles
jelas terlihat dari kutipan ini : tumbuhan di siapkan untuk kepentingan binatang,dan binatang di
sediakan untuk kepentingan manusia. Jadi ada semacam teologi rangkaian urutan menuju
kesempurnaan,dimana ujung dari kesempurnaan itu adalah yang Maha Sempurna,Allah.

Ketiga, Manusia lebih tinggi dan terhormat di bandingkan dengan makhluk ciptaan lain
karena manusia adalah satu-satunya makhluk bebas dan rasional (The Free and Rational Being).
Sebagaimana di pahami oleh Thomas Aquinas,Rene Descartes,dan Immanuel Kant. Termasuk
dalam argument ini adalah manusia merupakan satu-satunya makhluk hidup yang mampu
menggukan dan memahami bahasa,khususnya bahasa symbol,untuk berkomunikasi.
Dalam Argument ini,Manusia diliat sebagai satu-satunya Makhluk hidup yang mampu
menguasai dan menggerakkan aktifitasnya sendiri secara sadar dan bebas.ia adalah makhluk
berakal budi yang mendekati keilahian Tuhan sekaligus mengambil bagian dalam keilahian
Tuhan.Manusia menentukan apa yang ingin dilakukan dan memahami mengapa ia melakukan
tindakan tertentu.demian pula,ia mampu mengkomunikasikan isi fikirannya dengan sesama
manusia melalui bahasa.Kemampuan-kemampuan ini tidak di temukan pada binatang dan
makhluk lainnya, Sehingga manusia dianggap lebih tinggi kedudukannya dari pada ciptaan yang
lain.
Terlepas dari berbagai kritik teori antroposentrisme,yang di tuding sebagai sumber krisis
ekologi sekarang ini teori ini dibela dan dipahami secara lebih kritis dari persfektif yang agak
lain,antara lain oleh W.H Murdy dan F.Frase Darling. Murdy,seorang ahli botani,mengajukan
sebuah argument Antroposentris yang agak lunak.menurut Murdy sesungguhnya setiap spesies
ada dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri.jadi berbeda dengan Kant yang hanya
menganggap manusia sebagai tujuan pada dirinya sendiri,Murdy justru berpendapat bahwa
semua makhluk di dunia ini ada dan hidup sebagai tujuan pada dirinya sendiri.
Jadi menurut Murdy,Krisis lingkungan hidup bukan sebabkan oleh pendekatan
Antroposentris perse melainkan oleh pendekatan Antroposentris yang berlebihan.yang salah
bukan pendekatan Antroposentris karena Antroposentrisme menegaskan teori bahwa manusia
bukanlah entitas yang terpisah dan bertindak lepas dari konteks ekologis.
Argument yang mirip dikemukakan oleh F.Frase Darling.Menurut Darling,manusia
mempunyai posisi yang lebih tinggi di bandingkan dengan spesies lain sebagai Aristokrat
biologis. Sebagai Aristokrak Biologi manusia mempunyai kekuasaan makhluk hidup lain .
Manusia mempunyai posisi istimewah di alam semesta ini,ia menempati puncak rantai makanan
dan puncak piramida kehidupan.menurut Darling, Justru karena manusia adalah Aristokrat
biologis ia harus melayani semua yang ada dibawah kekuasaannya secara baik dan sekaligus
mempunyai tanggung jawab moral untuk menjaga dan melindunginya.

2.2 Etika Instrumentalistik
Kendati Antroposentrisme dikritik sebagai biang keladi dari krisis ekologi,sebagai sebuah teori
etika,antroposentrisme mempunyai posisi moral tertentu yang positif dalam rangka perlindungan
lingkungan hidup.dibalik pandangan Antroposentrisme itu,Ada beberapa posisi dan argument
moral yang bisa di jadikan pegangan bagi perilaku manusia dalam hubungan dengan lingkungan
hidup.
Pertama, Apa yang disebut Richard Sylvan dan Davin Bennett sebagai prudential and
instrumental arguments.Prudential argument terutama menekankan bahwa kelangsungan hidup
dan kesejahteraan manusia tergantung dari kelestarian dan kualitas hidup.kelangsungan hidup
manusia tergantung dari kelestarian alam semesta beserta seluruh isinya.
Terlepas dari kenyataan bahwa dalam pandangan Antroposentrisme, Alam tidak mempunyai
nilai pada dirinya sendiri,dari perspektif lain alam di anggap mempunyai nilai dan karena itu di
hargai karena kelestarian dan keutuhan alam adalah hal yang vital bagi kelangsungan hidup
manusia. Karena yang di pertaruhkan disini adalah kepentingan manusia, argument ini
mempunyai daya tarik tersendiri untuk membuat manusia berperilaku secara bermoral
melindungi alam semesta,
Argument instrumental tidak jauh berbeda dari prudential argument tadi.Argument
instrumental disini terutama mau mengenakan nilai tertentu pada alam dan segala isinya,Tetapi
nilai alam disini hanya sebatas nilai Instrumental.
\ `Kedua, Teologi Kristen yangterutama di pengaruhi oleh kisah penciptaan dunia dalam kitab
kejadian,memang sangat kuat Antroposentrisme-Nya.Kisah penciptaan Manusia dan kitab
kejadian tadi sekaligus mengisyaratkan dalam kaitan dengan hubungan antara manusia dengan
alam.
Ketiga, Sebagai Aristokrat Biologis Manusia mempunyai tanggung jawab dan kewajiban
moral untuk melayani,menjaga,dan melindungi semua makhluk yang berada di bawah
kekuasaannya.Jadi,dengan menggunakan kitab kejadian itu,bisa di katakan bahwa karena diberi
kewenangan oleh allah untuk menguasai alam semesta,Manusia harus bertanggung jawab dan
mempunyai kewajiban moral untuk menjaga dan memelihara alam.



\


BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sebagai Penutup,Antroposentrisme merupakan sebuah teori etika yang cukup kontrofersial
Dan menimbulkan perdebatan seru diantara banyakk filsuf hingga sekarang,di satu pihak
antroposentrisme di tuduh sebagai biang keladi krisis lingkungan hidup hingga sekarang di pihak
lain,antroposentrisme juga dibela, Pertama karena Faliditas Argumennya sulit di bantah dan
karena itu yang salah bukanlah Antroposentrisme itu sendiri,melainkan Antroposentrisme yang
berlebihan.Kedua, Antroposentrisme menawarkan etika lingkungan hidup daya tarik yang kuat
untuk mendorong manusia menjaga lingkungan hidup.























DAFTAR PUSTAKA









Buku etika lingkungan hidup
Pengarang : Sony Keraf

Anda mungkin juga menyukai