Anda di halaman 1dari 10

1

PERBANDINGAN INFUS INSULIN SUBKUTAN DAN INJEKSI INSULIN


HARIAN MULTIPEL PADA PASIEN DI CINA DENGAN
DIABETES MELITUS TIPE 2

ABSTRAK
Tujuan : Untuk menginvasi dosisi insulin pada pasien di Cina dengan diabetes
mellitus tipe 2 yang diterapi menggunakan multiple daily injection (MDI) atau
Continuous subcutaneous insulin infusion (CSII) selama 2 minggu terapi
intervensi.
Metode : pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 secara acak dibagi menjadi
kelompok terapi MDI atau CSII. Efek dari metode kedua perlakuan ditentukan
berdasarkan parameter gula darah total, dosis insulin harian, dan kejadian dari
hipoglikemia.
Hasil : didapatkan 609 pasien yang terdaftar pada penelitian ini. Tujuan glikemik
dicapai setelah rata-rataSD 6,902,10 dan 5,442,22 hari pada terapi kelompok
MDI dan CSII. Rata-rataSD dosis insulin harian 37,1210,19 IU dan 32,588,78
IU untuk kelompok MDI dan CSII. Rata-rataSD total dosis basal dan dosis bolus
insulin harian 19,467,95 IU/hari dan 17,663,53 IU/hari untuk kelompok MDI
dan 22,797,55 IU/hari dan 9,812,64 IU/hari untuk kelompok CSII. Terdapat
perbedaan yyang signifikan pada dosis total, basal, dan bolus insulin diantara
kedua kelompok.
Kesimpulan : terapi CSII mungkin dianggap sebagai metode yang efektif untuk
mencapai control glikemik yang baik pada pasien cina dengan diabetes mellitus
tipe 2.

Diabetes mellitus tipe 2 ditandai dengan kehilangan progresif insulin fungsional
yang diproduksi sel beta dan resistensi insulin menetap. Memburuknya fungsi sel
beta telah diakui sebagai masalah besar pada pasien di cina dengan diabetes
mellitus tipe 2, sehingga pengobatan insulin digunakan sebagai pengobatan utama.
Saat ini, meskipun telah dicapai kemajuan yang berarti dalam penyajian insulin
dan obat-obatan. Insulin yang diberikan melalui injeksi subkutan masih dibawah
dari apa yang dicapai oleh sekresi insulin fisiologis. Selain itu, terapi insulin
2
dapan menyebabkan hipoglikemia, peningkatan berat badan, dan hiperinsulinemia
iatrogenic, yang semua keadaan itu dapat meningkatkan risiko penyakit pembuluh
darah dan resistensi insulin. Oleh karena itu masih perlu diberikan perhatian yang
lebih besar terhadap dosis insulin yang digunakan pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2.

Telah dilaporkan bahwa pasien dengan diabetes mellitus tipe 1 menerima
continuous subcutaneous insulin infusion (CSII) memerlukan dosis insulin yang
lebih rendah, dibandingkan dengan mereka yang menerima multiple daily
injection (MDI). Bukti menunjukkan bahwa CSII juga tampaknya menjadi
alternatif yang baik untuk pengobatan pasien dengan diabetes mellitus tipe 2 yang
tidak merespon rejimen MDI. Di Cina, neutral protamine hagedorn (NPH)
berbasis MDI dan CSII metode untuk kontrol glikemik secara rutin digunakan
untuk pasien rawat inap dengan diabetes mellitus tipe 2. Namun, terdapat
beberapa studi yang relevant mendiskusikan dosis insulin optimal pada pasien
dengan diabetes mellitus tipe 2. Oleh karena itu penelitian ini ingin
menginvestigasi persyaratan dosis insulin pasien rawat inap di Cina dengan
diabetes mellitus tipe 2 yang diterapi menggunakan MDI atau CSII selama 2
minggu.

PASIEN DAN METODE
Pasien
Uji klinis prospektif acak ini mendaftarkan pasien di Cina dengan diabetes
mellitus tipe 2 yang dirawat di Departemen Endokrinologi Linyi Peoples
Hospital, Linyi, Provinsi Shandong, Cina antara Januari 2010 sampai Juli 2012,
semua pasien menandatangani persetujuan untuk berpartisipasi dalam penelitian.
Penelitian ini telah disetujui oleh Medical Ethics Committee of Linyi Peoples
Hospital (nomor referensi: 2010089).

Kriteria Inklusi
Diagnosis Diabetes Melitus tipe 2 didasarkan pada criteria diagnosis dari WHO
(World Health Organization) tahun 1999. Pasien yang dirawat inap di Rumah
3
Sakit untuk terapi insulin karena control glikemik yang buruk. Kriteria inklusi
adalah sebagai berikut :
1. Terdapat gejala diabetes : Poliuria, Polidipsia, dan penurunan berat badan
yang tidak dapat dijelaskan. Ditambah kadar gula darah sewaktu dengan
konsentrasi > 11.1 mmol/l atau glukosa plasma puasa dengan konsentrasi
> 7.0 mmol/l (whole blood > 6.1mmol/l) atau konsentrasi glukosa plasma
2 jam postpandial >11.1 mmol/l pada 2 jam setelah pemberian glukosa
anhidrat dalam tes toleransi glukosa oral (2h-BPG).
2. Tanpa gejala, diagnosis tidak didasarkan pada penentuan glukosa tunggal
tapi dibutuhkan konfirmasi penentuan plasma vena. Setidaknya satu
tambahan hasil tes glukosa pada hari yang lain (puasa, dari sampel acak
atau dari 2 jam pemberian bebean glukosa) dengan kisaran nilai diabetes
yang sangat penting. Jika gula darah puasa dan gula darah sewaktu tidak
terdiagnosis, maka digunakan glukosa 2 jam postpandial.

Kriteria Eksklusi
Kriteria eksklusi adalah sebagai berikut :
1. Pasien yang telah diberikan resep obat hipoglikemik oral. Kecuali untuk
metformin.
2. Pasien dengan komplikasi akut seperti, ketoasidosis diabetic, status
hiperosmolar hiperglikemik dan diabetic asidosis laktat, kelainan hepar,
kelainan ginjal, kehamilan, penyakit keganasan, atau infeksi akut.
3. Onset akhir diabetes tipe 1 yang diindikasikan oleh hasil positif untuk
antibody sel islet, antibody dekarboksilasi asam glutamate, atau antibody
tirosin fosfatase, dan penurunan level serum C-peptida.

Kelompok dan Perlakuan
Pasien secara acak dibagi menjadi kelompok MDI dan CSII berdasarkan jumlah
rawat inap, menggunakan urutan alokasi acak (dihasilkan dengan menggunakan
tabel nomor acak). Angka ganjil ditugaskan untuk kelompok MDI; angka genap
ditugaskan untuk kelompok CSII.

4


Dosis insulin awal untuk semua peserta penelitian adalah 0,3-0,4 IU / kg per hari,
tanpa memandang cara pemberian. Para pasien dalam kelompok MDI disuntikkan
subkutan (sc) dengan short-acting insulin manusia (insulin manusia biosintesis,
Novo Nordisk, Bagsvrd, Denmark) sebelum makan, tiga kali sehari, serta
menerima NPH insulin sc dua kali sehari (Novo Nordisk). Dosis basal NPH
menyumbang 60% dari total dosis harian, dan insulin manusia short-acting
menyumbang 40% sisanya. Pasien dalam kelompok CSII diobati dengan insulin
aspart (Novo Nordisk), menggunakan Medtronic (Northridge, CA, USA) pompa
insulin. Pada kelompok CSII, dosis basal awal menyumbang 60% dari total harian
, dan dibagi menjadi empat periode: pukul 00: 00-04:00, pukul 04: 00-09: 00,
pukul 09: 00-21: 00, dan pukul 21: 00-24: 00. Dosis pre-meal menyumbang 40%
sisanya dan didistribusikan ke tiga dosis pre-meal. Rejimen pengobatan tersebut
dilakukan selama 2 minggu.
Glukosa darah dimonito menggunakan sampel darah fingerstick delapan kali
perhari (sebelum makan 3 kali dan 2 jam postpandial, pukul 22.00 dan pukul
5
03.00) menggunakan perangkat pemantauan glukosa darah dari LifeScan (Johnson
& Johnson, Milpitas, CA, USA). Diet setiap pasien disesuaikan sesuai dengan
Pedoman Cina untuk diabetes mellitus tipe 2 (referensi / sumber tidak tersedia).
Dosis insulin basal lebih cenderung disesuaikan untuk mengontrol kadar glukosa
darah ketika glukosa darah sebelum makan adalah> 9 mmol/l atau glukosa darah
postprandial adalah <6 mmol/l. Setelah mencapai kontrol glikemik selama 3 hari,
dosis insulin harian disesuaikan ketika pre-meal dan kadar glukosa postprandial
adalah <7.00 mmol/l dan 11.10 mmol/l, masing-masing.
Hipoglikemia didefinisikan sebagai glukosa darah 3,9 mmol/l dan gejala
hipoglikemia diselesaikan dengan pemberian karbohidrat oral, atau penurunan
insulin basal atau dosis insulin reguler berdasarkan kadar glukosa sebelum makan
dan postprandial. Hipoglikemia simtomatik tidak terkonfirmasi, episode
hipoglikemia nokturnal dan episode hipoglikemia berat yang tidak dicatat secara
spesifik.

Pengukuran Klinis
Dasar klinis dan data demografik untuk semua peserta penelitian dikumpulkan
dari catatan medis. Indeks massa tubuh (BMI) dihitung sebagai berat badan (kg) /
tinggi badan (m2). Sampel darah vena diperoleh dari semua peserta setelah 8-jam
puasa dan diperlakukan secara terpisah. Semua sampel untuk penentuan
hemoglobin terglikolisasi (HbA1c) dengan 1,8 mg/ml asam etilendiamintetra
acetic dan diuji menggunakan autoanalisis (D-10
TM
Hb-testing System BIO-RAD,
Hercules, CA, USA). Sampel darah tambahan menggumpal pada temperature
ruangan dalam 15-20 menit kemudian serum diperoleh dengan cara di sentifuge
>1000gr selama 15 menit pada suhu 2-8
o
. Sampel serum ini digunakan untuk
penentuan level serum C-peptide, menggunakan ADVIA Centaur CP Imunoessay
system (Siemens Health Care Erlangen, Germany). Sampel gula darah kapiler
dikumpulkan setekah 8 jam puasa digunakan untuk penentuan konsentrasi gula
darah puasa menggunakan Contour Blood Glucosemeter (Bayer, Whippany NJ,
USA).


6
Analisis Statistik
Analisis statistic menggunakan SPSS (perangkat statistic) versi 13.0. data
kuantitatif diungkapkan dengan rata-rata SD. Variabel membandingkan antara
kelompok MDI dan kelompok CSII menggunakan t-test untuk variabel kontinu
dan X
2
-test untuk variabel kategorik. Statistic dianggap signifikan bila P-value
<0,05

Hasil
Total pasien di Cina dengan Diabetes mellitus tipe 2 yang mengikuti
penelitian ini adalah 609 orang. (328 laki-laki; 281 perempuan); 303 pasien secara
random masuk ke kelompok MDI (159 laki-laki; 144 perempuan) 306 masuk ke
kelompok CSII (106 laki-laki; 137 perempuan). 108 responden (35,6%) dari
kelompok MDI dan 110 responden (35,9%) dari kelompok CSII merupakan
pasien yang baru didiagnosa dan tidak mendapat terapi insulin sebelumnya baik
MDI maupun CSII. Tidak terdapat perbedaan yang signifikan dari usia responden,
jenis kelamin, proporsi pasien yang baru terdiagnosis, lamanya menderita
diabetes, BMI, kadar HbA1c, gula darah puasa, gula darah 2 jam postprandial, dan
serum C-peptide puasa, baik pada kelompok MDI maupun kelompok CSII. (Tabel
1)
Pada kelompok MDI, 137 pasien mendapat terapi insulin tunggal dan 166
pasien mendapat terapi insulin yang dikombinasikan dengan metformin. (rata-
rataSD dosis insulin; 0.58 0.18 IU/kg/hari; rata-rataSD total insulin harian
37.12 10.19 IU). Rata-rataSD total basal dan bolus inisulin harian 19,46 7,95
IU dan 17,66 35,3 IU, (50,90 8,32% DAN 49,10 8,32% pada total dosis
harian masing- masing).
Pada kelompok CSII 149 pasien mandapatkan terapi insulin tunggal dan
157 mendapatkan terapi insulin yang dikombinasi dengan metformin (rata-
rataSD dosis insulin; 0,48 0,17 IU/kg/hari; rata-rataSD total insulin harian
32,57 8,78. Rata-rataSD total basal dan bolus insulin harian 22,79 7,55 IU
dan 9,81 2,64 IU (69,03 7,00 % dan 30,97 7,00% untuk total dosis harian,
masing-masing). Terdapat perbedaan yang signifikan pada dosis total, dosis basal,
dan dosis bolus insulin antar kedua kelompok (P<0,01; gambar2, tabel 2). Angka
7
kejadian hipoglikemia adalah sebesar 5,94% (18/303) pada kelompok MDI dan
1,63% (5/306) pada kelompok CSII (P<0,01). Tidak ditemukan kejadian
merugikan yang dicatat.

Diskusi
Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa terapi CSII lebih efektif
dibandingkan terapi MDI pada penatalaksanaan pasien dengan Diabetes mellitus
tipe 1, karena terapi CSII dapat mengurangi dosis insulin yang diperlukan untuk
mencapai control glikemik optimal.dalam penelitian ini hasil menunjukkan bahwa
terapi CSII dapat pula menurunkan dosis total insulin harian secara signifikan
dibandingkan terapi MDI pada pasien Cina dengan diabetes mellitus tipe 2. Angka
kejadian hipoglikemia setelah pemberian terapi CSII lebih rendah dibandingkan
dengan terapi MDI.
Penelitian menunjukkan bahwa analog insulin kerja cepat dapat
meningkatkan control glikemik tanpa meningkatkan dosis insulin pada diabetes
mellitus tipe 2, artinya insuin kerja cepat dapat mengontrol kadar glikemik dengan
insulin dosis rendah. Penelitian difokuskan pada metode pemberian obat. Sebagai
contoh, Phillip et al. menunjukkan dosis insulin awal (IU/kg) pada terapi MDI
dengan diabetes mellitus tipe 1, didapatkan adanya penurunan yang signifikan
8
setelah diganti dengan terapi CSII. Sebaliknya, sebuah meta-analisis pada
pergantian insulin dengan DM tipe 2 ditemukan bahwa, dibandingkan dengan
MDI, tidak terdapat perbedaan dosis insulin harian dengan CSII. Demikian pula,
sebuah penelitian yang dilakukan pada pasien di India dengan diabetes mellitus
tipe 2 tidak menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan pada dosis insulin
total harian antara metode MDI maupun CSII. Pada penelitian ini hasil
menunjukkan bahwa rata-rataSD dosis insuin per kgBB untuk kelompok MDI
(0.58 0.18 IU/kg/hari) secara signifikan lebih tinggi dari dosis pada kelompok
terapi CSII (0,48 0,17 IU/kg/hari); P<0,01. Hal ini menunjukkan bahwa
perbandingan antara terapi CSII dosis rendah dengan terapi MDI tidak optimal.
Oleh karena itu data ini menunjukkan bahwa terapi CSII mungkin lebih efektif
dibandingkan terapi MDI pada pasien Cina dengan diabetes mellitus tipe 2.
Guladarah postprandial dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu : gula darah puasa,
pengeluaran glikogen, dan absorbsi glukosa di usus. Secara umum, peningkatan
gula darah 2 ham postprandial disebabkan oleh peningkatan pengeluaran glikogen
dan absorbsi glukosa di gastrointestinal. Pada seseorang yang sehat dan pasein
dengan diabetes mellitus tipe 2, absorbsi glukosa di gastrointestinal berhubungan
dengan salah satu peran dari terapi insulin basal yaitu untuk menahan pengeluaran
glikogen. Insulin basal tidak hanya untuk menurunkan kadar gula darah puasa dan
gula darah sebelum makan, tetapi juga menahan hiperglikemi postprandial. Ketika
terapi insulin basal digunakan untuk menurunkan kadar gula darah 2 jam
postprandial, dosis rendah insulin sebelum makan diperlukan sebagai supplement
untuk mengontrol gula darah 2 jam postprandial. Namun, terapi insulin sebelum
makan menahan pengeluaran glikogen dan absorbsi terkait peningkatan dari
glukosa. Kurva aktifitas insulin oleh Henry menunjukkan bahwa konsentrasi
tinggi dari insulin sebelum makan, menyebabkan penurunan gula darah non meal
dan yang terkuat pada glukosa sebelum makan. Dosis insulin sebelum makan
dapat menurunkan efek aditif dari dosis basal dan dengan demikian, perlu
dihindari modulasi dari dosis basal. Suzuki et al. menunjukkan peningkatan dosis
basal insulin mungkin berguna untuk mengontrol kadar gula darah puasa dan
HbA1c pada pasien dengan diabetes mellitus tipe 2, dimana insulin basal
digantikan dari NPH insulin menjadi insulin glargin.
9
Pada penelitian ini, total dosis insulin basal harian menunjukkan
peningkatan yang signifikan pada kelompok CSII dibandingkan pada kelompok
MDI, menunjukkan keuntungan dari terapi CSII. Pada penelitian ini setidaknya
selama jangka waktu 2 minggu terapi intervensi pada pasien dengan diabetes
mellitus tipe 2 yang diterapi menggunakan MDI menunjukkan adanya
peningkatan yang signifikan pada total insulin harian, durasi yag lama untuk
mencapai target control glikemik dan insiden tertinggi dari hipoglikemia yang
dibandingkan pada pasien yang diterapi menggunakan CSII. Oleh karena itu terapi
menggunakan CSII mungkin dianggap sebagai metode yang efektif untuk
mencapai control glikemik yang baik dengan dosis total insulin yang rendah,
dilakukan untuk meningkatkan insulin basal dan menurunkan dosis bolus pada
pasien cina dengan diabetes mellitus tipe 2.

10

Anda mungkin juga menyukai