Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Jeruk merupakan salah satu komoditas pertanian yang penting saat ini dan
menempati posisi teratas dalam bidang agroindustri, baik sebagai buah segar
maupun dalam bentuk olahan. Para petani jeruk di Indonesia sering menggunakan
batang bawah saat menanam jeruk. Sebagian besar jenis batang bawah yang
digunakan oleh petani memiliki sifat poliembrioni. Poliembrioni merupakan
proses terbentuknya lebih dari satu embrio dalam satu biji. Poliembrioni dapat
terjadi apabila apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi bersamaan. Apomiksis
yaitu proses terbentuknya biji atau benih tidak melalui peleburan sperma-ovum.
Amfimiksis merupakan suatu bentuk reproduksi non-seksual pada tumbuahn
melalui biji. Sifat tanaman yang terbentuk dari perkecambahan biji poliembrioni
ini adalah hanya ada satu yang berbeda dari induknya, tanaman inilah yang
sebenarnya berasal dari peleburan gamet jantan dan betina sehingga tanaman ini
memiliki gen dari kedua induknya, sedangkan tanaman lain yang terbentuk
merupakan tanaman yang tumbuh dari pembiakan vegetatif tanaman tersebut,
sehingga tanaman ini memiliki sifat yang sama dengan induknya, sehingga dapat
dimanfaatkan untuk pemuliaan tanaman.
Benih yang bersifat poliembrioni jika dikecambahkan akan tumbuh lebih
dari satu tanaman karena embrio yang terbentuk juga lebih dari satu. Embrio yang
merupakan hasil peleburan gamet jantan dan betina akan tumbuh tanaman yang
mewarisi sifat dari kedua induknya. Sedangkan embrio yang terbentuk bukan
karena adanya peleburan gamet jantan dan betina (vegetatif) akan memiliki sifat
yang sama dengan induknya atau tetuanya. Karakter-karakter yang banyak
dipergunakan dalam mempelajari morfologi perkecambahan atau membandingkan
semai pada jenis- jenis tumbuhan berkayu adalah kemunculan, letak dan
perkembangan kotiledonnya. Kotiledon dapat berfungsi untuk asimilasi,
bentuknya seringkali menyerupai daun dewasa yang berwarna hijau.
Pada praktikum ini akan dilakukan pengamatan mengenai poliembrioni
benih. Benih yang diamati adalah benih jeruk dikarenakan jeruk merupakan salah

satu tanaman yang memiliki sifat poliembrioni. Selain pada tanaman jeruk.
tanaman lain yang bersifat poliembrioni banyak ditemukan pada ace, nangka,
mangga dan duku. Diharapkan melalui

praktikum ini, dengan mengetahui

banyaknya embrio yang tumbuh dari poliembrioni dan dapat membedakan benih
yang berkecambah dengan baik pada biji tersebut kita dapat mengetahui biji yang
baik untuk ditanam.
1.2. Tujuan Praktikum
Tujuan dari praktikum Poliembrioni pada tanaman jeruk ini adalah untuk
mengetahui perkecambahan biji jeruk dan pertumbuhan bibit jeruk asal biji yang
normol dan biji yang bersifat poliembrioni.
1.3. Tinjauan Pustaka
Poliembrioni pada spesies Jeruk (Citrus sp.) sering terjadi dalam satu biji
terdapat embrio zigotik (muncul dari penyatuan satu sel telur dan satu sel gamet
jantan) dan sejumlah embrio yang dibentuk secara vegetatif (sehingga dikatakan
embrio adventif). Embrio adventif ini beregenerasi dari sel sel dalam jaringan
nusellus dan integumen. Sel sel somatik tersebut mengalami pembelahan dan
membentuk embrio tambahan. Embrio tambahan tersebut akan menghasilkan
anakan secara genetik identik dengan tanaman induknya (Wiladsen, 2010).
Poliembrioni adalah dalam satu biji terdapat lebih dari satu endosperm (23 endosperm). Masing-masing endosperm tidak mempunyai endocarp (kulit
tanduk) sendiri-sendiri. Gamet betina dibentuk di dalam bakal biji (ovule) atau
kantung lembaga. Pada bagian ini terdapat sel induk megaspora (sel induk kantug
lembaga) yang diploid. Sel ini akan membelah secara meiosis dan dari satu sel
induk kantung lembaga membentuk 4 sel yang haploid. Tiga sel akan mereduksi
dan lenyap tinggal satu yang berkembang. Selanjutnya, sel ini membelah secara
mitosis 3 kali dan terbentuklah 8 sel. Dari sel yang berjumlah 8 ini, 3 sel akan
bergerak menuju arah yang berlawanan dengan mikropil, 2 sel lainnya menjadi
kandung tembaga sekunder, dan 3 sel terakhir menuju ke dekat mikropil. Dari 3
sel (yang menuju dekat mikropil) yang terakhir ini dua menjadi sinergid dan satu
sel lagi menjadi sel telur. Dalam keadaan seperti ini kandung lembaga sudah
masak dan siap untuk dibuahi. Putik yang sudah masak biasanya mengeluarkan

cairan lengket pada ujungnya yang berfungsi sebagai tempat melekatnya serbuk
sari (Pichot et al, 2000).
Embrio tumbuhan umumnya berasal dari sinergit. Embrio sinergit dapat
bersifat haploid dan diploid, tergantung pada ada tidaknya sperma yang membuahi
sinergit. Pada tumbuhan, dalam setiap ovulum dapat dijumpai lebih dari satu
kandung lembaga. Hal ini dapat menyebabkan terjadinya poliembrioni.
Terdapatnya kandung lembaga dalam satu ovulum karena kandung
lembaga :
1. Berasal dari sel induk megaspora yang sama
2. Merupakan derivat 2 atau lebih sel induk megaspora
3. Berasal dari sel sel nuselus
(Eriyani, 2009)
Penggunaan teknik pemuliaan cara biasa (konvensional) sulit dilakukan
berhubung mangga Indonesia, misalnya Arumanis bersifat poliembrionik yaitu
satu biji mangga mempunyai lembaga (embrio) lebih dari satu. Dari semua embrio
tersebut hanya satu yang merupakan hasil silangan, sedangkan lainnya bukan hasil
silangan. Apabila biji tadi dikecambahkan maka yang tumbuh hanya embrio
nucellus yang sama dengan induknya sedangkan embrio zigotik atau hasil
silangan tidak tumbuh (Shalahuddin, 2009).
Selain secara alami, poliembrioni dapat diinduksi dengan menggunakan
senyawa kimia. Pada Eranthis hiemalis, biji mempunyai embrio berbentuk seperti
pir dengan suspensor yang panjang. Setelah dewasa embrio diperlakukan dengan
bufer asam (pH 4). Setelah perlakuan, badan embrional mati, sedangkan
suspensor dapat hidup dan berkembang menjadi embrio adventif yang baru.
Perlakuan serupa diulangi lagi dan embrio yang berasal dari suspensor mati dan
terbentuk embrio adventif kedua dari sel - sel suspensor (Kamil, 1979).
Pada biji poliembrioni terdapat embrio seksual (embrio zigotik) dan
embrio aseksual (embrio nucellar). Embrio zigotik berasal dari peleburan pollen
dan ovum, sedangkan embrio nucellar merupakan hasil perkembangan dari sel
nuselus tanaman induk. Embrio zigotik dapat tumbuh dan menghasilkan tanaman
baru (Hibrid) yang mempunyai sifat berlainan dengan pohon induknya sedangkan
embrio nucellar akan tumbuh sebagai semai vegetatif yang mempunyai sifat sama
dengan induknya. Umumnya tanaman zigotik lebih kecil daripada nucellar, tetapi

tidak semua dapat dibedakan berdasarkan penampakan visualnya. Pengenalan


secara visual menjadi metode yang paling mudah dan efektif apabila tetua jantan
dan betina berbeda secara signifikan. Dalam usaha perbaikan tanaman (pemuliaan
tanaman) embrio zigotik merupakan sumber variasi genetik yang diperlukan,
sedangkan embrio nucellar diperlukan untuk penyediaan bibit batang bawah
karena sifatnya yang seragam. Embrio nucellar ini dapat dihambat dengan melalui
kultur embrio, karena buah hasil persilangan antara beberapa varietas jeruk Siam
(Siam Banjar, Siam Madu, Siam Mamuju, Siam Pontianak) dengan jeruk Satsuma
sudah dapat dipanen pada umur 10-14 minggu, pada umur tersebut jaringan
nuselus masih belum membentuk embrio (Sutanto dan Purnomo, 2004).
Poliembrioni dimanfaatkan untuk mencari bibit tanaman yang akan
ditanam yang merupakan perpaduan dari peleburan sel gamet jantan dan betina.
Poliembrioni sangat bermanfaat bagi petani yang memperbanyak embrio pada
jeruk yang langkahnya mudah dan praktis. Sebelum biji jeruk dikecambahkan
harus diyakini dulu tentang kebenaran varietasnya. Biji diambil dari buah-buah
yang baik, tidak cacat, sudah tua/masak di pohon. Buah yang sudah jatuh
sebaiknya tidak digunakan sebagai sumber benih batang bawah karena biasanya
telah tertular oleh penyakit tular tanah atau buah tersebut kurang sehat. Secara
umum dapat dinyatakan bahwa buah yang keadaan baik dan belum jatuh dari
pohon, kemungkinan adanya virus yang ditularkan melalui biji hanya 1%-3%
(Soelarso, 2006).

BAB II
METODE PERCOBAAN
1. Waktu dan Tempat Praktikum
Praktikum Poliembrioni dilaksanakan selama 3 bulan yaitu mulai tanggal
sampai tanggal. bertempat di komplek acisa permai no.

2. Alat dan Bahan


a. Alat
1) Pisau
2) Nampan berlubang
3) Tisu
4) Plastik
5) Kertas
6) Pensil
7) Penggaris / Mistar
b. Bahan
1) Benih/Biji jeruk (Citrus sp.) (100 Butir)
2) Pasir
3.
a.
b.
c.
d.

Cara Kerja
Menyiapkan benih rekalsitran jeruk.
Merendam benih di dalam aquades selama 2 jam atau lebih.
Menghilangkan selaput pada biji dengan pinset.
Mengkecambahkan benih pada petridish dengan media kertas buram yang telah

dibasahi baik bibit yang utuh maupun dipisah.


e. Mengamati embrio yang ada, tinggi atau panjang biji (setelah berkecambah),
jumlah bibit yang normal dan abnormal.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. HASIL PENGAMATAN
1. Hasil Pengamatan
Tabel 6.1 Jumlah Embrio Benih Jeruk (Citrus sp.)
Ulangan

Embrio

Embrio

Bibit normal

Bibit abnormal

7
1

14
1

7
-

14
-

berkecambah
1

5
Total
Rata-rata

2
16
3,2

1
9
1,8

1
8
1,6

1
7
1,4

2
2

Tabel 6.2 Hasil Pengamatan Poliembrioni BenihJeruk (Rekapan 1 shift)


Ulangan
(Kel)
7
8
9
10
11
12
Total
Rata-rata

Embrio
20
19
10
21
16
16
102
17

Total Kecambah

Bibit Normal

20
17
10
21
9
10
87
14,5

10
9
10
12
7
10
58
9,7

2. Analisis Hasil Pengamatan


a. % Embrio berkecambah

b
x100%
a

87
x100%
102

c
x100%
a

58
x100%
102

ac
x100%
a

102 87
x100%
102

= 85,29 %
b. % Embrio normal

= 56,86 %
c. % Embriomati

= 14,71 %

Bibit
Abnormal
10
8
9
2
29
4,8

Gambar 6.1 Embrio

Gambar 6.2 Bibit

Gambar 6.3 Bibit

dalam Biji

Tumbuh Normal

Tumbuh Abnormal

4.1. Pembahasan
Poliembrioni merupakan proses terbentuknya lebih dari satu embrio
dalam satu biji. Poliembrioni dapat terjadi apabila apomiksis dan amfimiksis
dapat terjadi bersamaan. Apomiksis yaitu proses terbentuknya biji atau benih tidak
melalui peleburan sperma-ovum. Apomiksis merupakan suatu bentuk reproduksi
non-seksual pada tumbuhan melalui biji. Apomiksis sendiri dapat dibedakan
menjadi:
a. Apogami : embrio yang terbentuk berasal dari kandung lembaga. Misalnya dari
sel sinergid dan antipoda
b. Partenogenesis: embrio terbentuk dari sel telur yang tidak dibuahi.
c. Embrio adventif : merupakan embrio yang terbentuk dari nusellus, yaitu bagian
selain kandung lembaga.
Amfimiksis sendiri adalah proses terbentuknya biji atau benih melalui peleburan
sperma-ovum, amfimiksis merupakan reproduksi secara seksual atau generatif.
Menurut Nani Hidayati (2009), poliembrioni disebabkan oleh adanya embrio
akibat peleburan gamet dan juga yang tanpa peleburan gamet. Embrio pada

tumbuhan berbiji tertentu dapat terbentuk karena beberapa sebab yaitu melalui
peleburan sperma dan ovum (amfimiksis) dan tidak melalui peleburan sperma dan
ovum (apomiksis). Apomiksis dan amfimiksis dapat terjadi bersamaan, maka akan
terbentuk lebih dari satu embrio dalam satu biji, disebut poliembrioni. Peristiwa
ini sering dijumpai pada nangka, jeruk dan mangga.
Tujuan

dari

pengujian

poliembrioni

secara

umum

yaitu

untuk

menghasilkan jumlah tanaman baru yang lebih banyak dalam satu biji daripada
biji yang tidak mengalami poliembrioni karena dalam satu biji hanya
menghasilkan satu tanaman saja. Tanaman yang tumbuh akan lebih dari satu
tanaman karena jumlah embrio dalam biji poliembrioni ini juga lebih dari satu.
Hasil poliembrioni sifatnya hanya satu yang berbeda dari induk, sedangkan yang
lain sifatnya sama dengan induk. Hal tersebut dapat bermanfaat dalam pemuliaan
tanaman untuk mendapatkan tanaman yang unggul dan sifat sama dengan induk.
Pada praktikum ini pengujian untuk mengetahui sifat poliembrioni yaitu
menggunakan jeruk (Citrus sp.). Jeruk (Citrus sp.) merupakan salah satu genus
dari famili Rutaceae yang mempunyai nilai ekonomi paling tinggi. Keragaman
genetik jeruk sangat tinggi, yang ditunjukkan oleh tingginya jumlah unit
taksonomi (spesies dan hibrida).
Berdasarkan hasil pengamatan poliembrioni kelompok 11 yang dilakukan
sebanyak 5 kali ulangan diperoleh jumlah embrio pada ulangan pertama yaitu 2,
ulangan kedua terdapat 6 embrio, ulangan ketiga dan keempat terdapat 3 embrio,
dan ulangan kelima terdapat 2 embrio. Dalam 5 kali ulangan, masing-masing
embrio mengalami perkecambahan dimana pada ulangan pertama terdapat 1
embrio yang berkecambah dan tumbuh bibit normal. Pada ulangan kedua terdapat
3 embrio yang berkecambah dengan jumlah bibit normal pada hari ke 14 yaitu 1
dan jumlah bibit abnormal sebanyak 2. Pada ulangan ketiga terdapat 2 embrio
yang berkecambah dengan jumlah bibit normal pada hari ke 14 yaitu 2. Pada
ulangan keempat terdapat 2 embrio yang berkecambah dengan jumlah bibit
normal pada hari ke 14 yaitu 2. Pada ulangan yang terakhir terdapat 1 embrio
yang berkecambah dan 1 bibit normal pada hari ke-14
Dalam hasil rekapan satu shift diperoleh hasil total kelompok 11 yaitu
jumlah embrio sebanyak 16, jumlah embrio berkecambah sebanyak 9, jumlah

bibit normal sebanyak 7, dan jumlah bibit abnormal sebanyak 2. Sementara pada
hasil pengamatan kelompok lain, jumlah embrio tertinggi terdapat pada kelompok
10 dengan jumlah 21, dimana secara keseluruhan telah berkecambah dengan 12
tumbuh menjadi bibit normal dan 9 tumbuh menjadi bibit abnormal. Sedangkan
jumlah embrio terendah terdapat pada kelompok 9 dengan jumlah 10, namun dari
kesepuluh embrio tersebut mampu berkecambah dan seluruhnya tumbuh menjadi
bibit normal. Sehingga berdasarkan hasil pengamatan satu shift, jumlah embrio
kelompok kami masih di bawah rata-rata kelompok lain.
Dalam poliembrioni, perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar. Masing-masing faktor tersebut
diantaranya:
a. Faktor dalam
1) Tingkat kemasakan benih
Benih yang dipanen sebelum tingkat kemasakan fisiologisnya tercapai tidak
mempunyai viabilitas yang tinggi karena belum memiliki cadangan makanan yang
cukup serta pembentukan embrio belum sempurna (Sutopo, 2002). Pada
umumnya sewaktu kadar air biji menurun dengan cepat sekitar 20 persen, maka
benih tersebut juga telah mencapai masak fisiologos atau masak fungsional dan
pada saat itu benih mencapat berat kering maksimum, daya tumbuh maksimum
(vigor) dan daya kecambah maksimum (viabilitas) atau dengan kata lain benih
mempunyai mutu tertinggi.
2) Ukuran benih
Benih yang berukuran besar dan berat mengandung cadangan makanan yang lebih
banyak dibandingkan dengan yang kecil pada jenis yang sama. Cadangan
makanan yang terkandung dalam jaringan penyimpan digunakan sebagai sumber
energi bagi embrio pada saat perkecambahan (Sutopo, 2002). Berat benih
berpengaruh terhadap kecepatan pertumbuhan dan produksi karena berat benih
menentukan besarnya kecambah pada saat permulaan dan berat tanaman pada saat
dipanen (Blackman, dalam Sutopo, 2002).
3) Dormansi Benih
Benih dikatakan dormansi apabila benih tersebut sebenarnya hidup tetapi tidak
berkecambah walaupun diletakkan pada keadaan yang secara umum dianggap

telah memenuhi persyaratan bagi suatu perkecambahan atau juga dapat dikatakan
dormansi benih menunjukkan suatu keadaan dimana benih-benih sehat (viabel)
namun gagal berkecambah ketika berada dalam kondisi yang secara normal baik
untuk berkecambah, seperti kelembaban yang cukup, suhu dan cahaya yang
sesuai.
4) Penghambat perkecambahan
Penghambat perkecambahan benih dapat berupa kehadiran inhibitor baik dalam
benih maupun di permukaan benih, adanya larutan dengan nilai osmotik yang
tinggi serta bahan yang menghambat lintasan metabolik atau menghambat laju
respirasi.
b. Faktor Luar

1) Air
Penyerapan air oleh benih dipengaruhi oleh sifat benih itu sendiri terutama kulit
pelindungnya dan jumlah air yang tersedia pada media di sekitarnya, sedangkan
jumlah air yang diperlukan bervariasi tergantung kepada jenis benihnya, dan
tingkat pengambilan air turut dipengaruhi oleh suhu (Sutopo, 2002). Kira-kira 70
% berat protoplasma sel hidup terdiri dari air dan fungsi air antara lain:
a) Untuk melembabkan kulit biji sehingga menjadi pecah atau robek agar terjadi

pengembangan embrio dan endosperm.


b) Untuk memberikan fasilitas masuknya oksigen kedalam biji.
c) Untuk mengencerkan protoplasma sehingga dapat mengaktifkan berbagai

fungsinya.
d) Sebagai alat transport larutan makanan dari endosperm atau kotiledon ke titik
tumbuh, dimana akan terbentuk protoplasma baru.
2) Suhu
Suhu optimal adalah yang paling menguntungkan berlangsungnya perkecambahan
benih dimana presentase perkembangan tertinggi dapat dicapai yaitu pada kisaran
suhu antara 26.5C -35C (Sutopo, 2002). Suhu juga mempengaruhi kecepatan
proses permulaan perkecambahan dan ditentukan oleh berbagai sifat lain yaitu
sifat dormansi benih, cahaya dan zat tumbuh giberelin.
3) Oksigen

Saat berlangsungnya perkecambahan, proses respirasi akan meningkat disertai


dengan meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan CO2, air dan energi
panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan menghambat proses
perkecambahan benih (Sutopo, 2002). Kebutuhan oksigen dapat dikatakan
sebanding dengan laju respirasi dan dipengaruhi oleh suhu, mikro-organisme yang
terdapat dalam benih
4) Cahaya
Kebutuhan benih akan cahaya untuk perkecambahannya bervariasi tergantung
pada jenis tanaman (Sutopo, 2002). Adapun besar pengaruh cahanya terhadap
perkecambahan tergantung pada intensitas cahaya, kualitas cahaya, lamanya
penyinaran Menurut Adriance and Brison dalam Sutopo (2002) pengaruh cahaya
terhadap perkecambahan benih dapat dibagi atas 4 golongan yaitu golongan yang
memerlukan cahaya mutlak, golongan yang memerlukan cahaya untuk
mempercepat perkecambahan, golongan dimana cahaya dapat menghambat
perkecambahan, serta golongan dimana benih dapat berkecambah baik pada
tempat gelap maupun ada cahaya.
5) Medium
Medium yang baik untuk perkecambahan haruslah memiliki sifat fisik yang baik,
gembur, mempunyai kemampuan menyerap air dan bebas dari organisme
penyebab penyakit terutama cendawan (Sutopo, 2002). Pengujian viabilitas benih
dapat digunakan media antara lain substrat kertas, pasir dan tanah.
Benih rekalsitran adalah benih yang tidak mempunyai masa istirahat. Hal
ini bertolak belakang dengan benih ortodoks sebagai benih yang memiiliki masa
dormansi. Pada benih rekalsitran cepatnya proses perkecambahan benih sering
menjadi masalah atau kendala untuk mengirim benih ketempat produksi dalam
kurun waktu tertentu. Benih rekalsitran dapat juga didefinisikan sebagai benih
yang tidak mengalami proses pengeringan pada saat benih masak di pohon
induknya, cepat mengalami kemunduran, daya simpannya singkat dan mati
apabila kadar air turun menjadi 15-20% atau setara dengan keseimbangan kadar
air benih pada kelembaban (RH) 70 %, suhu 20oC. Kriteria benih jeruk yang baik
sebenarnya sama dengan kriteria benih yang baik pada umumnya. Kriteria-kriteria
tersebut diantaranya

a. Benih utuh artinya tidak luka atau tidak cacat.


b. Benih harus bebas hama dan penyakit.
c. Benih harus murni artinya tidak tercampur dengan biji-biji atau benih lain serta
bersih dari kotoran.
d. Benih diambil dari jenis yang unggul atau stek yang sehat.
e. Mempunyai daya kecambah 80%.
f. Benih yang baik akan tenggelam bila direndam dalam air.
Bibit yang tumbuh baik merupakan bibit yang berkecambah secara
normal. Bibit normal adalah bibit dimana unsur-unsur utamanya menunjang
kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal apabila ditanam pada
lingkungan yang sesuai bagi benih yang bersangkutan. Bibit yang berkecambah
secara normal memilki perakaran yang baik, plumula sudah tumbuh menjadi
batang dan daun sehingga dapat dilihat dengan jelas antara batang dan daun. Ciriciri lain yaitu akarnya tumbuh tegak lurus ke bawah, hipokotil dan plumula
tumbuh secara sempurna. Selain itu, benih yang berkecambah baik juga terlihat
dari daun yang sudah tampak hijau berklorofil sementara batang muda tumbuh
tegak ke atas (tidak miring ataupun bengkok). Sedangkan ciri dari tanaman yang
perkecambahannya tidak baik adalah tidak terbentuknya bagian tanaman dengan
sempurna atau dapat dikatakan abnormal. Bibit Abnormal adalah bibit yang tidak
memenuhi persyaratan sebagai bibit normal. Adanya bibit abnormal karena dalam
poliembrioni mengandung banyak embrio yang tidak seragam. Ada yang sama
dengan induknya dan ada pula hasil peleburan. Pada bibit yang tumbuh abnormal,
plumulenya masih belum jelas pertumbuhannya karena hanya terlihat seperti tunas
dan tidak membentuk daun selain itu warnanya juga pucat. Akarnya pun tumbuh
ke samping dan mengeriting.
Embrio merupakan calon terbentuknya tumbuhan baru. Faktor-faktor
yang mempengaruhi pertumbuhan embrio terbagi menjadi faktor dalam dan faktor
luar. Faktor dalam yang cukup berpengaruh yaitu kecukupan cadanagan makanan
bagi embrio, kemasakan dari benih itu sendiri serta adanya zat penghambat dari
dalam benih seperti ditemukan pada banyak kasus. Sementara faktor luar yang
mempengaruhi pertumbuhan embrio diantaranya air, oksigen, dan temperatur.
a. Air yang dibutuhkan untuk perkecambahan

Benih yang masak sering kekeringan dan membutuhkan jumlah air tertentu, hal
ini berhubungan dengan berat kering biji, sebelum metabolisme dan pertumbuhan
dapat berlanjut. Kebanyakan benih membutuhkan cukup air untuk melembabkan
benih tapi tidak sampai menggenangi. Saat biji mengimbibisi air, enzim hidrolitik
diaktifkan yang akan menghancurkan sumber cadangan makanan menjadi bahanbahan kimia yang berguna dalam proses metabolisme.
b. Oksigen
Pada proses respirasi akan berlangsung selama benih masih hidup. Pada saat
perkecambahan berlangsung proses respirasi akan meningkat disertai pula dengan
meningkatnya pengambilan oksigen dan pelepasan karbondioksida, air dan energi
yang berupa panas. Terbatasnya oksigen yang dapat dipakai akan mengakibatkan
terhambatnya proses perkecambahan benih. Hubungan antara pengaruh cahaya
dan perkecambahan benih dikontrol oleh suatu sistem pigmen yang dikenal
sebagai phytochrome yang tersusun dari chromophore dan protein.
c. Temperatur
Temperatur merupakan syarat penting kedua bagi perkecambahan benih.
Temperatur optimum adalah temperatur yang paling menguntungkan bagi
berlangsungnya perkecambahan. Temperatur optimum bagi kebanyakan benih
tanaman benih antara 26,5-35oC. Di bawah itu pada temperatur minimum terendah
0-5oC kebanyakan jenis benih akan gagal untuk berkecambah atau terjadi
kerusakan yang mengakibatkan terbentuknya kecambah abnormal.

BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1. Kesimpulan
Kesimpulan dari praktikum Poliembrioni tanaman jeruk ini diantaranya:
a. Poliembrioni merupakan proses terbentuknya lebih dari satu embrio
dalam satu biji dimana apomiksis dan amfimiksis terjadi bersamaan.
b. Tujuan dari pengujian poliembrioni secara umum yaitu untuk
menghasilkan jumlah tanaman baru yang lebih banyak dalam satu biji
dan dalam praktikum ini digunakan rekalsitran jeruk (Citrus sp.)
c. Dalam hasil rekapan satu shift diperoleh hasil total kelompok 11 yaitu
jumlah embrio sebanyak 16, jumlah embrio berkecambah sebanyak 9,
jumlah bibit normal sebanyak 7, dan jumlah bibit abnormal sebanyak 2.
d. Dalam poliembrioni, perkecambahan suatu benih dipengaruhi oleh 2
faktor yaitu faktor dalam dan faktor luar.

e. Bibit normal adalah bibit dimana unsur-unsur utamanya menunjang


kemampuan untuk berkembang menjadi tanaman normal. Sedangkan
bibit abnormal merupakan bibit yang tidak memenuhi persyaratan
sebagai bibit normal
f. Pertumbuhan embrio dipengaruhi oleh ketersediaan cadangan makanan,
air, oksigen, dan temperatur.
5.2. Saran
Saran untuk praktikum ini yaitu dalam suatu praktikum kondisi yang
kondusif sangat diperlukan agar dapat memahami tahap-tahap praktikum, selain
itu untuk praktikum selanjutnya bahan yang digunakan dapat diganti atau
ditambah sehingga menambah pengetahuan mahasiswa.

DAFTAR PUSTAKA

Hidayati, N. 2009. Klasifikasi Tumbuhan. Bumi Aksara. Jakarta


Pichot, C., Fady, B., & Hochu, I. 2000. Lack of Mother Tree Alleles in Zymograms
of Cupressus Dupreziana. Camus embryos. Ann. For. Sci.57: 17-22.
Raven, P. H., R. F. Evert and S. E. Eichhorn. 2005. J. Biology of Plants, 7th Edition. W.H.
Freeman and Company Publishers. New York.
Soelarso, B. 1996. Budidaya Jeruk Bebas Penyakit dan Penyimpanan Benih serta
Pembibitan. http://www.foundation.org. Diakses pada tanggal 30 Mei 2012 pukul
23.00 WIB.

Sutopo. 2002. Viabilitas dan Faktor-Faktor yang mempengaruhi perkecambahan pada


Poliemrioni.

http://digilib.biologi.lipi.go.id/view.html?idm=12172.

Diakses

tanggal 27 Mei 2012 pukul. 17.00 WIB.


Willadsen, S.M. 1979. A method for culture of micromanipulated sheep embryos andits use
to produce monozygotic twins. J. Nature, 277:298-300

Anda mungkin juga menyukai