KATA PENGANTAR
Puji
syukur
saya
panjatkan
kehadirat
Allah
SWT
yang
telah
memberikan rahmat dan hidayahNya sehingga saya dapat men yelesaika
n makalah ini yang berjudul Pergeseran Kebudayaan Masyarakat di Indonesia,
y a n g m a n a makalah ini diajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah
Ilmu Sosialdan Budaya Dasar.
Saya menyadari
bahwa dalam pembuatan makalah ini masih
banyak kekurangan-kekurangannya, hal ini disebabkan keterbatasan pengetahuan, waktu,serta
sumber yang saya miliki. Oleh karena itu kritik dan saran yang
sifatnyamembangun sangat saya harapkan untuk perbaikan penyusunan selanjutnya.
Akhirn ya saya berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat ba
g i saya dan semua mahasiswa-mahasiswi Universitas Gunadarma khususnya dan bagi para
pembaca pada umumnya.
BAB I
PENDAHULUAN
Perubahan Sosial Budaya Masyarakat
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan sebuah negara yang terletak di bagian timur dunia, negara
yangbagian pulau-pulaunya termasuk dalam garis khatulistiwa berbatasan dengan dua benua
danjuga dua samudra dikatakan oleh dunia sebagai tempat yang strategis untuk
melakukankegiatan agraris dan maritim sehingga tumbuhan-tumbuhan yang dapat
memakmurkan dapattumbuh subur disana. Karena terletak di garis khatulistiwa, Indonesia
memiliki beragamcorak kebudayaan yang dimiliki oleh para penduduknya mulai dari bagia timur
sampaidengan bagian barat. Beragam kebudayaan tersebut semakin bercorak lagi dengan
kedatangan para pedagang-pedagang asing yang datang dari Asia dan Eropa,
adanyakemungkinan perubahan sosial dapat terjadi di Indonesia, baik secara paksa ataupun
kebudayaan tersebut dapat diterima oleh masyarakat.
Untuk menganalisa secara ilmiah tentang gejala-gejala dan kejadian sosila budaya di
masyarakat sebagai proses-proses yang sedang berjalan atau bergeser kita memrlukan beberapa
konsep. Konsep-konsep tersebut sangat perlu untuk menganalisa proses pergeseran masyarakat
dan kebudayaan serta dalam sebuah penelitian antropologi dan sosiologi yang disebut dinamik
sosial (social dynamic).
2.1
2.2
1.2. Permasalahan
Proses Perubahan Sosial Budaya
Perubahan dan Fenomena Sosial
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Proses Perubahan Sosial Budaya
Konsep-konsep penting tersebut antara lain internalisasi (internalization) , sosialisasi
(socialization), dan enkulturasi (enculturation). Kemudian ada juga evolusi kebudayaan (cultural
evolution) yang mengamati perkembangan kebudayaan manusia dari bentuk yang sederhana
hingga bentuk yang semakin lama semakin kompleks. Serta juga ada difusi (diffusion) yaiu
penyebaran kebudayaan secara geografi, terbawa oleh perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi.
Proses lain adalah proses belajar unsur-unsur kebudayaan asing oleh warga suatu masyarakat,
yaitu proses akulturasi (acculturation) dan asimilasi (assimilation). Akhirnya ada proses
pemabahruan atau inovasi (innovation), yang berhubungan erat dengan penemuan baru
(discovery dan invention).
Masalah tentang metode-metode untuk mengobservasi, mencatat, dan melukiskan suatu proses
akulturasi dalam suatu masyarakat.
Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan asing yang mudah dan tidak mudah diterima oleh
suatu masyarakat.
Masalah tentang unsur-unsur kebudayaan yang mudah dan tidak mudah diganti atau diubah oleh
unsur-unsur kebudayaan asing.
Masalah mengenai jenis-jenis individu yang tidak menemui kesukaran dan cepat diterima unsur
kebudayaan asing, dan jenis-jenis individu yang sukar dan lamban dalam menerimanya.
Masalah mengenai ketegangan-ketegangan serta krisis-krisis sosial yang muncul akibat
akulturasi.
Dalam meneliti jalannya suatu proses akulturasi, seorang peneliti sebaiknya
memperhatikan beberapa hal, yaitu :
Dengan demikian proses inovasi itu merupakan suatu proses evolulusi juga. Bedanya
ialah bahwa dalam proses inovasi para individu berperan secara aktif, sedangkan dalam proses
evolusi para individu itu pasif, bahkan seringkali negatif.
2.2 Perubahan Dan Fenomena Sosial
Logis sekali kalau contoh-contoh penerimaan per-ubahan paling besar bila
unsurperubahan itu merupakan akibat dari kebutuhan di dalam masyarakat itu sendiri.Ini
dapatmerupakan usaha suatu masyarakat, untuk beradaptasi secara ekonomis dengan
revolusiteknologi yang melanda seluruh dunia, meskipun dampak perubahan itu mungkin
terasadalam masyarakat seluruhnya.Perubahan peranan wanita di Afrika, atau sebenamya juga
diAmerika Serikat, dapat dianggap sebagai contoh perubahan seperti itu.Akan tetapi,perubahan
sering dipaksakan dari luar kebudayaan, biasanya oleh kolonialisme melaluipenaklukan.
Perubahan kebudayaan selain terjadi karena adanya mekanisme perubahan sepertiyang
telah dijelaskan di atas, bisa juga terjadi karena adanya perubahan secara paksa. Bentuk-bentuk
perubahan kebudayaan secara paksa adalah kolonialisme. Penaklukan, pemberontakandan
revolusi. Kolonilasme dan penaklukan biasanya ditandai oleh kemenangan militer
negarapenjajah/penakluk dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke
tangankolonial/penakluk. Penduduk asli yang ditaklukkan tidak mampu menolak perubahan
yangdipaksakan. Kegiatan-kegiatan tradisional di bidang ekonomi, politik, agama, sosial dibatasi
dan dipaksa untuk melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung mengisolasikanindividu
dan merusak integrasi sosialnya. Perubahan kebudayaan secara paksa melaluikolonialisme dan
penaklukan terjadi pada abad ke-19 sampai awal abad ke-20. Politikkolonilalisme dikembangkan
oleh negara-negara, seperti Belanda, Portugal, Inggris, Perancis,Spanyol dan Amerika
serikat.Tidak mengherankan jika unsur-unsur budaya negara penjajahsampai sekarang masih
ditemukan dan diterapkan di negara-negara bekas jajahan. Unsur-unsur bahasa, agama, system
politik negara kolonial dapat ditemukan di negara bekasjajahannya.
Apabila kolonialisme dan penaklukan merupakan bentuk perubahan kebudayaansecara
paksa yang berasal dari luar, maka pemberontakan dan revolusi dapat timbul daridalam
masyarakat itu sendiri.Pemberontakan dan revolusi muncul karena kondisi-kondisiyang dianggap
kurang menguntungkan bagi sebagian besar masyarakat. Kondisi yang dimaksud bisa berupa
ketidakadilan dalam distribusi (kekayaan/material dan kekuasaan),munculnya perasaan benci
pada kelompok yang dianggap sebagai penindas dan hilangnyakepercayaan penguasa. Menurut
Haviland (1988: 268) terdapat lima kondisi sebagai pencetustimbulnya pemberontakan dan
revolusi, yaitu: (1) hilangnya kewibawaan pejabat-pejabatyang kedudukan-nya mantap, sering
sebagai kegagalan politik luar negeri, kesulitankeuangan, pemecatan menteri yang popular, atau
perubahan kebijakan yang popular, (2)Bahaya terhadap kemajuan ekonomi yang baru dicapai.Di
Perancis dan Rusia, golonganpenduduk (golongan profesi dan pekerja di kota-kota) yang nasib
ekonominya mengalamiperbaikan sebelumnya, tertimpa oleh kesulitan-kesulitan yang tidak
terduga-duga, sepertitajamnya kenaikan pangan dan pengangguran, (3) Ketidaktegasan
pemerintah, sepertikebijaksanaan yang tidak konsisten. Pemerintah yang demikian itu
kelihatannya sepertidikendalikan dan tidak mengendalikan peristiwa, (4) Hilangnya dukungan
dari kelascendekiawan. Kehilangan seperti itu oleh pemerintah-pemerintah prarevolusi di
Perencis danRusia menyebab-kan pemerintah kehilangan dukungan falsafahnya, yang
besaran, kesengsaraan yang memilukan, dan keruntuhankomunitas atau yang lebih dikenal
sebagai "kerusakan kebudayaan" (culture crash).Keruntuhan tradisi komunitas seperti di atas
yang ditandai dengan terjadinya khaos atauketidakstabilan sosial dan kecemasan setiap individu,
sering diikuti dengan terjadinyapendudukan kolonial.Ini samasekali tidak berarti, bahwa
masyarakat tradisional itu tidakmengenal bentrokan sebelum berhubungan dengan peradaban
lain, tetapi berarti bahwapertentangan-pertentangan tersebut dapat diatasi melalui lembagalembaga kebudayaanya.
Kebudayaan asli pada awal-awal terjadinya pendudu-kan umumnya berantakan,karena
lembaga-lembaga tradisional yang diciptakan untuk mengatasi ketegangan ataupertentangan
diantara masyarakat pendukung sebuah kebudayaan tidak diperbolehkan olehpara penguasa
kolonial untuk menangani perubahan baru yang cepat dan tidak padatempatnya dalam konteks
sistem tradisional itu.Perubahan yang terlalu cepat dalam sistemnilai, misalnya, menyebabkan
bagian-bagian lain dari kebudayaan menjadi ketinggalan.
Kadang-kadang penduduk pribumi memperlihatkan kekuatan dan daya tahan yangbesar
dalam menghadapi dominasi Eropa, dimana mereka menemukan dan melakukan cara-cara yang
kreatif dan cerdik untuk mengkounternya.Penduduk yang dimaksud orang-orangTrobriand yang
berada di bawah pemerintahan kolonial Inggris. Para misionaris suatu ketikamemperkenalkan
sebuah permainan tradisional Inggris bernama cricket kepada masyarakatTrobriand yang
menjadi daerah jajahan negaranya. Akan tetapi, semua penduduk berusahadan sepakat untuk
membendung masuknya permainan Inggris secara utuh denganmenjadikannya sebagai suatu
pertandingan yang benar-benar bersifat Trobriand.Tidak"primitif" dan juga tidak terlalu sesuai
dengan bentuk aslinya di Inggris.Cr icket ala Trobriand
yang kreatif ini disejajarkan dengan kegiatan-kegiatan yang khas, yang tetap
mempertahankanpentingnya pandangan-pandangan pokok dalam kebudayaan pribumi itu.Semua
orang yangberkepentingan dengan permainan itu kelihatan gembira dan bangga, dan para
pemainnyasama semangatnya untuk memamerkan siapakah diantara mereka itu mampu
mencetak nilai.Mulai dari mengecat mukanya sebagai tanda persiapan untuk bermain, nyanyian
tim yangmembawakan lagu-lagu yang bernada "kasar", tari-tarian rombongan yang saling
memberisemangat, tidak dapat diragukan lagi, bahwa setiap pemain bermain demi
kepentingannyasendiri, demi kemasyhuran timnya, dan demi ratusan gadis-gadis cantik yang
biasanyamenonton pertandingan itu.
Kasus-kasus akulturasi yang paling ekstrim biasanya terjadi sebagai akibat dari
kemenangan militer dan pemindahtanganan kekuasaan politik tradisional ke tangan
parapenakluk, yang tidak mengetahui apa-apa tentang kebudayaan yang mereka
kuasai.Rakyatpribumi, yang tidak mampu menolak perubahan-perubahan yang dipaksakan,
karena kegiatan-kegiatan tradisional mereka di bidan sosial, agama dan ekonomi juga turut
dibatasi, sehinggamereka dengan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan baru yang cenderung
mengisolasikanindividu dan mengoyak-koyak integrasi sosialnya.Sistem perbudakan di Amerika
Serikatpada masa kolonialnya, merupakan contoh yang paling terkenal, yang memberi
penjelasantentang masalah hubungan antar-ras yang dahulu dikemas dalam istilah "inferioritas
rasial."Perlu juga saya kemukakan di sini, bahwa sistem perbudakan yang terjadi di Amerika
padaawalnya tidak hanya terjadi di Amerika Serikat saja, tetapi juga hingga ke negara-
negarabagian, seperti di daerah-daerah perkebunan di Kepulauan Karibia dan di daerahdaerahpantai Amerika Selatan hingga ke bagian tenggara Amerika Serikat.Masaah-masalah
rasialyang diwarisi Amerika Serikat dari zaman perbudakan itu juga terdapat di daerahdaerahAmerika yang pernah menjalankan praktek-praktek perbudakan.
3.1 Kesimpulan
Masyarakat manusia di manapun tempatnya pasti mendambakan kemajuan
danpeningkatan kesejahteraan yang optimal. Kondisi masyarakat secara obyektif merupakan
hasiltali temali antara lingkungan alam, lingkungan sosial serta karakteristik individu..
Perjalanan panjang dalam rentangan periode kesejarahan telah mengajak masyarakat manusia
menelusuri hakikatkehidupan dan tata cara kehidupan yang berkembang pesat hidup. Ruang
gerak perubahan itupun juga berlapis-lapis, dimulai dari kelompok terkecil seperti keluarga
sampai pada kejadian yang paling lengkap mencakup tarikan kekuatan kelembagaan dalam
masyarakat.
Perubahan sosial adalah suatu proses yang luas,lengkap yang mencakup suatu tatanan kehidupan
manusia. Perubahan sosial akan mempengaruhi segala aktivitas maupun orientasi pendidikan
yang berlangsung. Sebagai bagian dari pranata sosial, tentunya pendidikan akan ikut terjaring
dalam hukum-hukum perubahan sosial yang terjadi di dalam masyarakat. Sebaliknya,
pendidikansebagai wadah pengembangan kualitas manusia dan segala pengetahuan tentunya
menjadiagen penting yang ikut menentukan perubahan sosial masyarakat ke depan.