Anda di halaman 1dari 27

SOSIOLOGI BUDAYA

Sosiologi Budaya

OLEH :
A1N118146

JURUSAN/PRODI PENDIDIKAN SEJARAH


PEMINATAN PENDIDIKAN SOSIOLOGI
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS HALU OLEO
KENDARI
2020
MATERI KULIAH 3-5

KEBUDAYAAN
Kebudayaan (mengacu dari konsep Profesor Parsudi Suparlan, 2004b : 58-61) dilihat sebagai :
(1) pedoman bagi kehidupan masyarakat, yang secara bersama-sama berlaku, tetapi
penggunaannya sebagai acuan adalah berbeda-beda menurut konteks lingkungan kegiatannya;
(2) Perangkat-perangkat pengetahuan dan kenyakinan yang merupakan hasil interpretasi atau
pedoman bagi kehidupan tersebut. Dan kehidupan masyarakat kota-kota di Indonesia terdapat
tiga kebudayaan yaitu : kebudayaan nasional, kebudayaan sukubangsa, dan kebudayaan umum.
Kebudayaan nasional yang operasional dalam kehidupan sehari-hari warga kota melalui berbagai
pranata yang tercakup dalam sistem nasional.

Kebudayaan kedua, adalah kebudayaan-kebudayaan sukubangsa. Kebudayaan sukubangsa


fungsional dan operasional dalam kehidupan sehari-hari di dalam suasana- suasana sukubangsa,
terutama dalam hubungan-hubungan kekerabatan dan keluarga, dan dalam berbagai hubungan
sosial dan pribadi yang suasananya adalah suasana sukubangsa.

Kebudayaan yang ketiga yang ada dalam kehidupan warga masyarakat kota adalah kebudayaan
umum, yang berlaku di tempat-tempat umum atau pasar. Kebudayaan umum muncul di dalam
dan melalui interaksi-interaksi sosial yang berlangsung dari waktu ke waktu secara spontan
untuk kepentingan-kepentingan pribadi para pelakunya, kepentingan ekonomi, kepentingan
politik, ataupun kepentingan-kepentingan sosial.

Kebudayan umum ini menekankan pada prinsip tawar-menawar dari para pelakuya, baik tawar-
menawar secara sosial maupun secara ekonomi, yang dibakukan sebagai konvensi-konvensi
sosial, yang menjadi pedoman bagi para pelaku dalam bertindak di tempat-tempat umum dalam
kehidupan kota.Diperlukan kriteria-kriteria tertentu yang dapat dipakai sebagai suatu ukuran
sejauh mana kebudayaan perlu atau tidak dicagari. Setidaknya ada 3(tiga) kriteria yang dapat
dijadikan ukuran yakni 1) keadiluhungan, 2) kemapanan dan 3) kesejarahan.

1. Konsep-Konsep Dinamika Kebudayaan

Menurut Koentjaraningrat (1996: 142) semua konsep yang kita perlukan untuk
menganalisa proses-proses pergeseran masyarakat dan kebudayaan disebut sebagai
dinamika social. Beberapa konsep tersebut antara lain sebagai berikut.

1. Proses belajar kebudayaan sendiri, yang terdiri dari internalisasi, sosialisasi, dan
enkulturasi;
2. Evolusi kebudayaan dan difusi;
3. Proses pengenalan unsur-unsur kebudayaan asing, yang meliputi akulturasi dan
asimilasi;
4. Proses pembauran atau inovasi atau penemuan baru.

2. Proses Belajar Kebudayaan Sendiri

a. Proses Internalisasi

Menurut Koentjaraningrat (1996: 142-143) proses internalisasi adalah proses yang


berlangsung sepanjang hidup individu, yaitu mulai dari ia dilahirkan sampai akhir
hayatnya.

b. Proses Sosialisasi

Talcott Parson (dalam Koentjaraningrat, 1996: 143-145) menggambarkan proses


mengenai kebudayaan sebagai bagian dari proses sosialisasi individu. Semua pola
tindakan individu-individu yang menempati berbagai kedudukan dalam msyarakatnya
yang dijumpai sesorang dalam kehidupannya sehari-hari semenjak ia dilahirkan,
dicerna olehnya sehingga individu tersebut pun akan menjadikan pola-pola tindakan
tersebut sebagai bagian dari kepribadiannya.

c. Proses Enkulturasi
Menurut Koentjaraningrat (1996: 145-147) proses enkulturasi adalah proses belajar
dan menyesuaikan alam pikiran serta sikap terhadap adapt, sistem norma, dan semua
peraturan yang terdapat dalam kebudayaan seseorang. Proses ini telah dimulai sejak
awal kehidupan, yaitu dalam lingkungan keluarga, dan kemudian dalam lingkungan
yang semakin lama semakin meluas.
EVOLUSI KEBUDAYAAN DAN DIFUSI

1. Evolusi Kebudayaan

Evolusi kebudayaan menurut Koentjaraningrat (1996: 142) adalah proses


perkembangan kebudayaan umat manusia mulai dari bentuk-bentuk kebudayaan yang
sederhana sampai yang semakin lama semakin kompleks, yang dilanjutkan dengan
proses difusi, yaitu penebaran kebudayaan-kebudayaan yang terjadi bersamaan
perpindahan bangsa-bangsa di muka bumi ini.

a. Proses Pengenalan Unsur-Unsur Kebudayaan Asing


 Akulturasi
Menurut Koentjaraningrat (1996: 155) adalah istilah dalam sosiologi yang
memiliki berbagai makna, yang kesemuanya itu mencakup konsep mengenai
proses sosial yang timbul apabila sekelompok manusia dengan kebudayaan
tertentu dihadapkan kepada unsur-unsur dari suatu kebudayaan asing sehingga
unsur-unsur asing tersebut lambat laun diterima dan diolah ke dalam kebudayaan
sendiri, tanpa menyebabkan hilangnya kepribadian kebudayaan tersebut. Unsur
kebudayaan tidak pernah didifusikan secara terpisah, melainkan senantiasa
dalam suatu gabungan atau kompleks yang terpadu.

Proses Akulturasi
Proses akulturasi, Koentjaraningrat lebih lanjut menjelaskan bahwa proses
akulturasi memang sudah terjadi sejak zaman dulu kala, akan tetapi akulturasi
dengan sifat yang khusus baru terjadi ketika kebudayaan- kebudayaan bangsa
Eropa Barat mulai menyebar ke daerah-daerah lain di muka bumi pada awal
abad ke-15 dan mulai mempengaruhi masyarakat- masyarakat suku bangsa di
Afrika, Asia, Oseania, Amerika Utara, dan Amerika Latin.

 Kontra Akulturasi
Kontra akulturasi, menurut Koentjaraningrat (1990a: 112) dalam suatu
masyarakat yang terkena proses akulturasi dan berada dalam transisi dari
kebudayaan tradisional ke kebudayaan masa kini, berikut segala ketegangan,
konflik, dan kekacauan sosialnya, tentu banyak individu atau golongan sosial
yang tidak dapat menyesuaikan diri dengan keadaan krisis seperti itu. Mereka
adalah orang-orang yang tidak tahan hidup dalam suasana tegang yang terus
menerus. Namun, mereka juga tidak suka dengan pembaharuan, mereka itu adalah
orang-orang "kolot". Golongan kolot dalam masyarakat yang sedang mengalami
transisi yang cukup kuat, mampu menyusun kekuatan untuk menentang unsur-
unsur baru dan menghentikan proses akulturasi untuk sementara waktu.

 Permasalahan Psikologi Dalam Proses Akulturasi


Koen tjaraningrat (1990a: 105-107) menerangkan bahwa kita dapat mengerti
bahwa perbedaan proses akulturasi dalam sutu kebudayaan (yaitu akulturasi
diferensial) juga dapat disebabkan karena perbedaan kepribadian individu-
individu dengan watak kolot, tetapi ada juga yang berwatak progresif masalah
sebab musabab yang telah mendalam mengenai adanya individu yang lebih
progresif dari yang lain, dan masalah bagaimana cara merangsang agar individu-
individu yang progresif dalam suatu masyarakat menjadi lebih menonjol telah
menjadi perhatian beberapa ahli sosiologi psikologi dari Amerika.
 Proses Pembauran atau Inovasi atau Penemuan Baru
Inovasi adalah suatu proses pembauran dari penggunaan sumber-sumber
alam, energi, dan modal serta penataan kembali dari tenaga kerja dan
penggunaan teknologi baru, sehingga terbentuk suatu sistem produksi baru
dari produk-produk baru. Dengan demikian, inovasi adalah pembauran unsur
teknologi dan ekonomi dari kebudayaan (Koentjaraningrat, 1996: 161).

Selanjutnya dikatakan Koentjaraningrat, bahwa suatu proses inovasi tentu


berkaitan dengan penemuan baru dalam teknologi yang biasanya merupakan
suatu proses sosial yang bertahap dari discovery (penemuan dari suatu unsur
kebudayaan yang baru, baik suatu alat atau gagasan baru dari seorang atau
sejumlah individu) menuju invention. Discovery baru dapat menjadi invention
apabila suatu penemuan baru telah diakui, diterima, dan diterapkan oleh
suatu masyarakat.

Koentjaraningrat (1990: 109) menambahkan bahwa untuk mendorong


kreativitas diperlukan pula oleh tumbuhnya, yaitu.

1. Kesadaran para individu akan adanya kekurangan-kekurangan dalam


kebudayaan mereka;
2. Mutu dari keahlian para individu yang bersangkutan;
3. Adanya sistem perangsang dalam masyarakat yang mendorong mutu;
4. Adanya krisis dalam masyarakat.

Haviland (1993a: 253) membagi penemuan baru (discovery) menjadi dua,


yaitu penemuan primer dan penemuan sekunder. Penemuan primer adalah
penemuan secara tidak sengaja (kebetulan) suatu prinsip baru, sedangkan
penemuan sekunder perbaikan-perbaikan yang diadakan dengan
menetapkan prinsip-prinsip yang sudah diketahu.

MATERI KULIAH 6-8


A. Pengertian Sosial dan Budaya
1. Sosial
Pengertian sosial adalah segala perilaku manusia yang menggambarkan hubungan non
individualis. Istilah tersebut sering disandingkan dengan cabang-cabang kehidupan manusia
dan masyarakat di manapun. Sehingga munculah ungkapan bahwa “manusia adalah
makhluk sosial”. Ungkapan ini berarti manusia harus hidup berkelompok atau
bermasyarakat. Mereka tidak dapat hidup dengan baik kalau tidak berada dalam kelompok
atau masyarakat.

Berikut ini adalah pengertian dan definisi sosial menurut beberapa ahli:
 LEWIS
Sosial adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari
antara warga negara dan pemerintahannya

 KEITH JACOBS

Sosial adalah sesuatu yang dibangun dan terjadi dalam sebuah situs komunitas

 RUTH AYLETT
Sosial adalah sesuatu yang dipahami sebagai sebuah perbedaan namun tetap inheren dan
terintegrasi

 PAUL ERNEST

Sosial lebih dari sekedar jumlah manusia secara individu karena mereka terlibat dalam
berbagai kegiatan bersama

 PHILIP WEXLER

Sosial adalah sifat dasar dari setiap individu manusia

 ENDA M. C
Sosial adalah cara tentang bagaimana para individu saling berhubungan
a. . Pengertian Sosial Budaya Dasar

Ilmu Sosial Dasar (ISD) adalah pengetahuan yg menelaah masalah2 sosial,


khususnya masalah2 yg diwujudkan oleh masyarakat Indonesia, dengan menggunakan
Teori2 (fakta, konsep, teori) yg berasal dari berbagai bidang pengetahuan keahlian dalam
lapangan ilmu2 sosial (seperti Geografi Sosial, Sosiologi, Antropologi Sosial, Ilmu
Politik, Ekonomi, Psikologi Sosial dan Sejarah) MK. 7Menurut Lewis, Ilmu Sosial
Dasar adalah sesuatu yang dicapai, dihasilkan dan ditetapkan dalam interaksi sehari-hari
antara warga negara dan pemerintahannya.

b. Manusia Sebagai Makhluk Budaya

Manusia merupakan makhluk ciptaan tuhan yang tertinggi dan paling beradab
dibandingkan dengan ciptaan tuhan lainnya. Manusia mempunyai tingkatan lebih tinggi
lagi dalam berpikir, dan mempunyai akal yang dapat memperhitungkan tindakannya
melalui proses belajar terus- menerus. Sehingga manusia adalah mahluk budaya artinya
mahluk yang berkemampuan menciptakan kebaikan, kebenaran, keadilan dan bertanggung
jawab. Sebagai mahluk berbudaya, manusia mendayagunakan akal budinya untuk
menciptakan kebahagiaan baik bagi dirinya maupun bagi masyarakat demi kesempurnaan
hidupnya.

c. Manusia Sebagai Makhluk Individu

Individu artinya tidak terbagi, atau satu kesatuan. Dalam bahasa latin
individu berasal dari kata individium yang berarti yang tak terbagi, jadi merupakan
suatu sebutan yang dapat dipakai untuk menyatakan suatu kesatuan yang paling kecil
dan tak terbatas. Manusia sebagai makhluk individu memiliki unsur jasmani dan
rohani, unsur fisik dan psikis, unsur raga dan jiwa. Seseorang dikatakan sebagai
manusia individu manakala unsur-unsur tersebut menyatu dalam dirinya. Jika unsur
tersebut sudah tidak menyatu lagi maka seseorang tidak disebut sebagai individu.

d. Manusia Sebagai Makhluk Sosial


Menurut kodratnya manusia adalah makhluk sosial atau makhluk
bermasyarakat, selain itu juga diberikan yang berupa akal pikiran yang berkembang
serta dapat dikembangkan. Dalam hubungannya dengan manusia sebagai makhluk
sosial, manusia selalu hidup bersama dengan manusia lainnya. Dorongan masyarakat
yang dibina sejak lahir akan selalu menampakan dirinya dalam berbagai bentuk,
karena itu dengan sendirinya manusia akan selalu bermasyarakat dalam
kehidupannya.

2. Teori-Teori Sosial

Menurut ilmunya masing-masing cultural studies membahas tentang manusia, budaya,


norma-norma dan nilai-nilai yang terdapat dalam masyarakat. Dan juga adanya teori-teori
sosial sebagai berikut :

a. Unilinear Theories of Evolution


Mengalami perkembangan sesuai dengan tahapan-tahapan tertentu dari
bentuk yang sederhana ke bentuk yang kompleks dan akhirnya sempurna. Pelopor
teori ini antara lain Auguste Comte dan Herbert Spencer.

b. Universal Theories of Evolution

Teori ini menyatakan bahwa perkembangan masyarakat tidak perlu melalui


tahap-tahap tertentu yang tetap. Menurut Herbert Spencer, prinsip teori ini adalah
bahwa masyarakat merupakan hasil perkembangan dari kelompok homogen menjadi
kelompok yang heterogen.

3. Multilined Theories of Evolution

Teori ini lebih menekankan pada penelitian terhadap tahap-tahap perkembangan


tertentu dalam evolusi masyarakat.

Menurut Paul B. Horton dan Chester L. Hunt, ada beberapa kelemahan dari Teori
Evolusi yang perlu mendapat perhatian, di antaranya adalah sebagai berikut.
a. Data yang menunjang penentuan tahapan-tahapan dalam masyarakat menjadi sebuah
rangkaian tahapan seringkali tidak cermat.

b. Urut-urutan dalam tahap-tahap perkembangan tidak sepenuhnya tegas, karena ada


beberapa kelompok masyarakat yang mampu melampaui tahapan tertentu dan langsung
menuju pada tahap berikutnya, dengan kata lain melompati suatu tahapan. Dan sebaliknya

c. Pandangan yang menyatakan bahwa perubahan sosial akan berakhir pada puncaknya,
ketika masyarakat telah mencapai kesejahteraan dalam arti yang seluas-luasnya.

2. Teori Konflik (Conflict Theory)

Teori ini menilai bahwa sesuatu yang konstan atau tetap adalah konflik sosial, bukan
perubahan sosial. Karena perubahan hanyalah merupakan akibat dari adanya konflik tersebut.
Dua tokoh yang pemikirannya menjadi pedoman dalam Teori Konflik ini adalah Karl Marx dan
Ralf Dahrendorf.

Secara lebih rinci, pandangan Teori Konflik lebih menitikberatkan pada hal berikut ini.

a. Setiap masyarakat terus-menerus berubah.


b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang perubahan masyarakat.
c. Setiap masyarakat biasanya berada dalam ketegangan dan konflik.
d. Kestabilan sosial akan tergantung pada tekanan terhadap golongan yang satu oleh golongan
yang lainnya.

3. Teori Fungsionalis (Functionalist Theory)

Konsep yang berkembang dari teori ini adalah cultural lag (kesenjangan budaya).
Konsep ini mendukung Teori Fungsionalis untuk menjelaskan bahwa perubahan sosial tidak
lepas dari hubungan antara unsur-unsur kebudayaan dalam masyarakat. Menurut teori ini,
beberapa unsur kebudayaan bisa saja berubah dengan sangat cepat sementara unsur yang
lainnya tidak dapat mengikuti kecepatan perubahan unsur tersebut.

Secara lebih ringkas, pandangan Teori Fungsionalis adalah sebagai berikut.


a. Setiap masyarakat relatif bersifat stabil.
b. Setiap komponen masyarakat biasanya menunjang kestabilan masyarakat.

c. Setiap masyarakat biasanya relatif terintegrasi.


d. Kestabilan sosial sangat tergantung pada kesepakatan bersama (konsensus) di kalangan
anggota kelompok masyarakat.

4. Teori Siklis (Cyclical Theory)

Teori ini mencoba melihat bahwa suatu perubahan sosial itu tidak dapat dikendalikan
sepenuhnya oleh siapapun dan oleh apapun. Menurut teori ini kebangkitan dan kemunduran
suatu kebudayaan atau kehidupan social merupakan hal yang wajar dan tidak dapat dihindari.
Sementara itu, beberapa bentuk Teori Siklis adalah sebagai berikut :

a. Teori Oswald Spengler (1880–1936)

Menurut teori ini, pertumbuhan manusia mengalami empat tahapan, yaitu anak-anak,
remaja, dewasa, dan tua. Pentahapan tersebut oleh Spengler digunakan untuk menjelaskan
perkembangan masyarakat, bahwa setiap peradaban besar mengalami proses kelahiran,
pertumbuhan, dan keruntuhan. Proses siklus ini memakan waktu sekitar seribu tahun.

b. Teori Pitirim A. Sorokin (1889–1968)


Sorokin berpandangan bahwa semua peradaban besar berada dalam siklus tiga sistem
kebudayaan yang berputar tanpa akhir. Siklus tiga sistem kebudayaan ini adalah kebudayaan
ideasional, idealistis, dan sensasi.

1) Kebudayaan ideasional,

2) Kebudayaan idealistis,

3) Kebudayaan sensasi
5. Teori Pertukaran Sosial
Seperti yang diungkapkan dalam teori ekonomi klasik abad ke-18 dan 19, para ahli
ekonomi seperti Adam Smith sudah menganalisis pasar ekonomi sebagai hasil dari kumpulan
yang menyeluruh dari sejumlah transaksi ekonomi individual.

4. Teori-teori Budaya

Teori adalah perangkat analisis yang terdiri atas sejumlah penyataan tentang mengapa dan
bagaimana suatu fakta berhubungan antara satu dengan lainnya. Terdapat 2 konsep
yang terlebih dahulu perlu dibedakan:

a. Pertama konsep sistem sosial


b. Kedua konsep sistem budaya.

Sistem adalah kesatuan dari struktur yang punya fungsi berbeda, satu sama lain saling
bergantung, dan bekerja ke arah tujuan yang sama. Dalam sosiologi, sekurang-kurangnya
dikenal 3 paradigma berbeda yang biasa digunakan dalam mendekati permasalahan sistem
sosial ini, yaitu :

1. Teori Fungsional Struktural


Fungsionalisme struktural sering menggunakan konsep sistem ketika membahas struktur
atau lembaga sosia, fungsionalisme struktural telah berkuasa sebagai suatu paradigma atau
atau model teoritis yang dominan didalam sosiologi Amerika kontemporer. (Margaret M.
Poloma). Macam –macam pengertian Teori Fungsionalisme Struktural menurut para ahli:

a. Teori Durkheim Menurut Emile Durkheim tentang Fungsional Struktural ialah bila mana
suatu Sistem mengalamai Fluktuasi yang keras, maka hal itu akan berimbas pada seluruh
sistem yang ada.

b. Teori Talcott Persons Menurut teori ini masyarakat merupakan suatu sistem sosial yang
terdiri atas bagian-bagian atau elemen yang saling berkaitan dan saling menyatu dalam
keseimbangan.

c. Teori Radcliffe Brown Fungsionalisme struktural merupakan dasar bagi analisa fungsional
kontemporer. Fungsi dari setiap kegiatan yang selalu berulang

d. Kingsley Davis dan Wilbert Moore Menurut mereka, dalam masyarakat pasti ada
stratifikasi atau kelas, Stratifikasi adalah keharusan fungsional,semua masyarakat memerlukan
sistem, yang mengacu pada sistem posisi (kedudukan).

2. Teori Konflik
Konflik Sosial merupakan paradigma “besar” lain di dalam kajian sosiologi. Fokusnya
pada kompetisi (persaingan) antar kelompok di dalam suatu sistem sosial. Menurut teoretisi
konflik, kelompok-kelompok di dalam masyarakat saling bersaing guna memperoleh sumber
daya yang langka seperti kesejahteraan dan kekuasaan. Dan ini beberapa pandangan dari para
ahli :

a. Karl Marx

Karya Karl Marx (1818-1883) kerap dirujuk sebagai akar perspektif konflik dalam
sosiologi. Marx mengamati ketimpangan yang ada di masyarakat kapitalis. Baginya,
masyarakat berada dalam pertarungan antar kelas: Yang Punya (diwakili pemilik pabrik)
dan Yang Tak Punya (buruh).

b. Ralf Dahrendorf

Ralf Dahrendorf melanjutkan tradisi konflik Marxian dengan sejumlah modifikasi.

Dahrendorf juga dikenal menerapkan Marxism Positivistik. Ia menerapkan konsep-konsep Marx


seperti proletarian ataupun borjuis agar dapat diterapkan di setiap pola organisasi sosial.
Penerapan pola tersebut dikaitkan dengan masalah otoritas sistem. Pola ini dikenal dengan nama
Imperative Coordinated Association (ICA). ICA merupakan lembaga tempat pengaturan
kelompok-kelompok yang ada di suatu masyarakat. Ia semacam lembaga ‘peredam’ konflik.

c. Eric Olin Wright

Eric Olin Wright adalah teoretisi Amerika Serikat yang mempertahankan evaluasi Marx
atas sistem stratifikasi sosial. Wright mengembangkan sejenis Marxisme analitik. Jadi ia
berbeda dengan Marx oleh sebab Marx mengkaji masyarakat industrial. Beberapa pernyataan
Wright yang punya perbedaan dengan Marx adalah :

1. jumlah kelas menengah akan meningkat (sementara bagi Marx, kelas menengah akan
menghilang akibat konsentrasi kelas hanya pada borjuis dan proletar saja)
2. tersebarnya kepemilikan alat produksi dengan sistem saham,
3. meningkatnya jumlah orang yang dipekerjakan oleh pemerintah (perusahaan nonprofit)
. Sistem Budaya
Indonesia terdiri atas aneka suku bangsa. Masing-masing punya budaya khas yang
saling berbeda satu dengan lainnya. Budaya Indonesia, sesungguhnya merupakan suatu yang
abstrak. Sebab, hingga kini belum ada satu budaya final yang secara komprehensif merupakan
kesatuan (atau percampuran) dari seluruh budaya lokal yang tumbuh di Indonesia.15

a) Pengertian Budaya

Menurut Kathy S. Stolley, budaya merupakan sebuah konsep yang luas. Bagi kalangan
sosiolog, budaya terbangun dari seluruh gagasan (ide), keyakinan, perilaku, dan produk-
produk yang dihasilkan secara bersama, dan menentukan cara hidup suatu kelompok. Budaya
meliputi semua yang dikreasi dan dimiliki manusia tatkala mereka saling berinteraksi.
Keterasingan yang ia alami tatkala mengalami itu dapat disebut sebagai cultural shock.

b) Jenis-jenis Budaya

Budaya yang sifatnya material seperti teknologi mungkin saja punya dampak pengubahan atas
manusia secara lebih cepat. Ini yang kerap disebut cultural lag. Cultural lag adalah ‘jurang
yang muncul tatkala sejumlah aspek budaya mengalami perubahan tanpa disertai aspek.
Namun, terkadang pemakaian kata “budaya” kerap mengacu pada apa yang dinamakan “high
culture” (budaya tinggi).

c) Masyarakat

Masyarakat terdiri atas orang yang saling berinteraksi dan berbagi budaya bersama.
Masyarakat mutlak harus ada bagi tiap individu oleh sebab ia merupakan “pusaran” tempat
nilai nilai, barang-barang, ataupun peralatan untuk hidup diperoleh. Juga, individu mutlak
harus ada bagi tiap masyarakat oleh sebab lewat aktivitas dan kreasi individu-lah seluruh nilai
material suatu peradaban diperoleh.

d) Aspek-aspek Budaya

Kajian seputar budaya biasanya lebih fokus pada beberapa aspek budaya nonmateri
seperti nilai-nilai, norma-norma, simbol, dan bahasa suatu budaya. Sebab itu, tinjauan atas tiap
aspek ini akan lebih membuat kita lebih paham soal apa itu budaya

e) Nilai (Values)

Nilai, secara budaya didefinisikan sebaga gagasan seputar apa yang hal yang penting.
Nilai menggambarkan bagaimana budaya itu seharusnya. Ini terjadi antara “budaya ideal”
yaitu nilai dan norma yang diklaim oleh suatu masyarakat dengan “budaya real” yaitu nilai dan
norma yang benar-benar mereka praktekkan.

f) Norma-norma

Norma diturunkan dari nilai. Norma terdiri atas aturan dan apa yang diharapkan untuk
dilakukan satu individu tatkala menghadapi situasi tertentu. Norma dibutuhkan untuk menjamin
keteraturan sosial

g) Mores

Mores adalah norma yang ditegakkan secara keras. Biasanya mores mewakili standar
baku seputar apa yang benar dan salah. Larangan-larangan membunuh, merampok.

h) Simbol

Simbol adalah sesuatu yang melambangkan, mewakili atau menyatakan hal yang lain
dalam suatu budaya. Simbol dapat mewakili gagasan, emosi, nilai, keyakinan, sikap, atau
peristiwa. Simbol dapat berupa apa saja. Gerakan tubuh, kata-kata, obyek atau bahkan
peristiwa.

i) Bahasa

Bahasa adalah sistem simbol yang memungkinkan proses komunikasi antar anggota
penganut suatu budaya. Simbol ini dapat berupa lisan maupun tulisan. Bahasa merupakan
aspek sentral seputar cara kita memahami dunia. Bahasa juga merefleksikan persepsi
(pengertian) suatu budaya. Teori ini dikembangkan dua orang ahli antropologi bahasa bernama
Edward Sapir (1884-1936) dan Benjamin Lee Whorf (1897-1941)
DAFTAR PUSTAKA

http://jalius12.wordpress.com/2010/06/17/pengertian-sosialisasi/
http://www.anneahira.com/pengertian-sosial.htm
http://carapedia.com/pengertian_definisi_sosial_menurut_para_ahli_info516.htm
l
Suharso dan Ana Retnoningsih, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Semarang: Widya Karya,
2005). Kusumohamidjojo, Filsafat Kebudayaan; Proses Realisasi Manusia, (Yogyakarta:
Jalasutra, 2010).
Kluckhohn C, dalam Soerjono Soekanto, Sosiologi suatu pengantar, edisi ke-4, Rajawali Pers,
1990.
http://blog.uin-malang.ac.id/muchad/2010/07/17/teori-ilmu-sosial-hakikat-tujuan-ilmu-sosial-
dasar/
Ahmadi, Abu. 1991. Ilmu Sosial Dasar. Jakarta: Rineka Cipta.
http://ssbelajar.blogspot.com/2013/05/teori-perubahan-sosial.html
George C. Homans, The Human Group (New York: Harcourt, Brace and Company, 1950), hlm.
38 http://www.slideshare.net/Hennov/teori-kebudayaan
Kathy S. Stolley, The Basics of Sociology, (Connecticut: Greenwood Press, 2005).
www.scribd.com/doc/81905467/52/Teori-Fungsional-Struktural kangdarma.wordpress.com
George Ritzer, ed., Encyclopedia of Sociology, Vol.1&2, (New York : SAGE Publications,
2005
2

Anda mungkin juga menyukai