Anda di halaman 1dari 32

BUDAYA JAWA

SEBAGAI FALSAFAH HIDUP


GENERASI MILENIAL
Sutrisna Wibawa
UNSUR UNIVERSAL
BUDAYA
Dalam sebuah
kebudayaan, terdapat
unsur-unsur kebudayaan
yang membentuk budaya
dalam sebuah kelompok
masyarakat, yaitu bahasa,
pengetahuan, organisasi
sosial, peralatan hidup
dan teknologi, ekonomi,
religi, dan kesenian
Kebudayaan adalah keseluruhan
sistem gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka
kehidupan masyarakat yang
dijadikan milik diri manusia.
Kebudayaan itu ada tiga wujud, yaitu
(1) kebudayaan sebagai suatu
kompleks dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya. (2) kebudayaan sebagai
suatu kompleks aktivitas serta tindakan
berpola dari manusia dalam
masyarakat. (3) kebudayaan sebagai
benda-benda hasil karya manusia
(Koentjaraningrat, 1979:193).
KEBUDAYAAN
Kebudayaan artinya buah budi manusia.
Di dalam bahasa asing kebudayaan itu
dinamakan kultur. Kebudayaan atau
kultur, di dalamnya tidak saja terkandung
arti buah budi, tetapi juga arti memelihara
dan memajukan. Dari sifat kodrati ke arah
sifat kebudayaan. Itulah tujuan dari segala
usaha kultural. Acapkali suatu bangsa itu
hanya mementingkan sifat keindahan atau
kemegahan yang terdapat pada suatu
benda kebudayaan hingga lupa akan
hubungan kebudayaan dengan
masyarakat yang hidup pada suatu zaman
(Majelis Lihur Tamansiswa, 2011:72).
Tahapan Kebudayaan

Kebudayaan itu tergambar dalam tiga tahap, yaitu


tahap mitis, ontologis, dan fungsional. Tahap mitis
adalah sikap manusia yang merasakan dirinya
terkepung oleh kekuatan-kekuatan gaib di
sekitarnya. Tahap ontologis yaitu sikap manusia
yang secara bebas ingin meneliti segala hal ikhwal.
Manusia mulai menyusun suatu ajaran atau teori
mengenai dasar hakikat segala sesuatu (ontologi).
Tahap fungsional ialah sikap dan alam pikiran yang
makin nampak dalam manusia modern, Manusia
ingin mengadakan relasi-relasi baru terhadap dunia
sekitarnya.
JIWA JAWA DALAM BUDAYA JAWA
Filsafat (Nilai Luhur) Jawa Ngudi kasampurnan
(mencari
kesempurnaan
hidup)

Sangkan paraning
dumadi (ilmu asal-
usul dan tujuan
akhir kehidupan)
Kesempurnaan hidup merupakan sarana untuk
mencapai kesempurnaan, ngudi kasampurnan.
Manusia mencurahkan seluruh eksistensinya, baik
jasmani maupun rohani, untuk mencapai
kesempurnaan hidup. Manusia selalu berada dalam
hubungan dengan lingkungannya, yaitu Tuhan dan
alam semesta serta meyakini kesatuannya. Manusia
menurut filsafat Jawa adalah: manusia-dalam-
hubungan. Hubungan Tuhan, manusia, dan alam
semesta digambarkan juga oleh Ciptoprawiro
(1986:23) bahwa Tuhan tidak dibayangkan seperti
apa pun, dekat tiada bersentuhan, jauh tidak ada
perbatasan: dat kang tan kena kinayangapa,
cedhak tanpa singgolan, adoh tanpa wangenan.
Manusia terdiri dari unsur-unsur yang menjadi
sarana kembali, jasmani dan rohani. Manusia
dalam mempergunakan kodrat kemampuannya
selalu diusahakan kesatuan cipta-rasa-karsa.
Sangkan paraning dumadi (ilmu asal-usul dan
tujuan akhir kehidupan). Koesnoe (1996:55-60)
dengan mengaitkan ngelmu kasampurnan (ilmu
kesempurnaan hidup), menyatakan bahwa
filsafat Jawa merupakan filsafat sangkan
paraning dumadi (filsafat asal-usul dan tujuan
akhir kehidupan) atau yang juga dikenal dengan
nama ajaran “manunggaling kawula Gusti”.
Dalam konsep sangkan paraning dumadi atau
manunggaling kawula Gusti, harus diperhatikan
pandangan manusia dalam upaya mengetahui,
mengerti, memahami, dan menilai segala
kejadian yang merupakan ulah daya hidup
manusia.
Ajaran Moral
Ajaran moral Jawa telah diteliti oleh Magnis-Suseno
(1983:108-110), antara lain disimpulkan etika norma-
norma Jawa berlaku secara relatif, norma-norma itu
memang berlaku, tetapi tidak mutlak. Tidak satu pun
norma-norma moral Jawa boleh dipegang secara mati-
matian, tidak satu norma pun dapat memberi orang hak
untuk melibatkan diri secara seratus persen. Masyarakat
Jawa mengembangkan daya ikat norma-norma moral
agar menemukan batasnya pada prinsip kerukunan.
Norma moral Jawa berada dalam relativitas, seperti
ketelitian, keberanian moral, kecondongan untuk
berfikir dengan jelas dengan independensi moral. Ajaran
moral Jawa mengandung keutamaan-keutamaan moral
yang tercermin pada sikap sepi ing pamrih, rame ing
gawe, yaitu kesediaan untuk melepaskan diri.
Filsafat moral, dinyatakan oleh Ciptoprawiro
(1986:26), baik buruk dianggap tidak terlepas
dari eksistensi manusia yang terjelma di dalam
pelbagai keinginan dan dikaitkan dengan empat
nafsu: mutmainah, amarah, lauwamah, dan
supiah. Keinginan baik (mutmainah) akan
selalu berhadapan dengan keinginan buruk
(amarah-lauwamah-supiah) untuk
menjelmakan perilaku manusia. Asumsi tujuan
hidup manusia adalah kasampurnan, akan
terjelma sifat Illahi dengan tercapainya
manunggaling kawula Gusti, maka
pertentangan baik buruk akan diatasi dengan
peningkatan kesadaran, yang juga disebut
kadewasan jiwa. Tingkat kedewasaan manusia
akan membentuk watak yang menentukan laku
susilanya.
MENUJU BUDAYA JAWA BARU
SINKRITISME
BUDAYA JAWA

Kebudayaan Jawa merupakan pancaran


atau pangejawantahan budi manusia Jawa,
yang merangkum kemauan, cita-cita, ide,
maupun semangatnya dalam mencapai
kesejahteraan, keselamatan, dan
kebahagiaan lahir batin. Kebudayaan Jawa
telah ada sejak zaman prahistori.
Datangnya bangsa Hindu-Jawa dan dengan
masuknya agama Islam dengan
kebudayaannya, maka kebudayaan Jawa
menjadi filsafat sinkretis yang menyatukan
unsur-unsur pra-Hindu, Hindu-Jawa, dan
Islam.
CONTOH SINKRITISME

Kebudayaan Jawa yang sinkretis menyatukan unsur-unsur pra-


Hindu, Hindu-Jawa, dan Islam membuktikan bahwa budaya Jawa
telah memiliki kesejarahan yang hidup dan berkembang.
Sinkretisme menunjukkan adanya perkembangan dalam
kebudayaan Jawa, sebagaimana dinyatakan oleh Ki Hadjar
Dewantara, bahwa kebudayaan dapat kawin (berkumpul dengan
sengaja) dengan kebudayaan lain, dan oleh karenanya dapat
beranak dan berketurunan, kawin secara asosiasi, bercampur
tetapi tidak bersatu), yang turunannya seringkali bersifat blaster,
tiruan, tidak murni, dan kadang-kadang berakibat kemunduran
(dekadensi); kawin secara asimilasi (bersatu), kebudayaan yang
asing diolah sempurna oleh kebudayaan yang asli, dengan
demikian anak-anak dan turunannya tidak merupakan copy,
tetapi mewujudkan turunan baru seperti kebudayaan Jawa
dengan kebudayan Hindu dan Islam.
• Kebudayaan merupakan hasil perjuangan manusia, yaitu
perjuangan terhadap segala kekuatan alam yang
PERUBAHAN BUDAYA mengelilinginya, dan segala pengaruh zaman atau
masyarakatnya, yang keduanya -- alam dan zaman
tersebut—tidak pernah berhenti atau beku, dan itulah yang
menyebabkan terus berganti-gantinya segala bentuk dan isi
kebudayaan.
• Kebudayaan yang dalam zaman lampau menggampangkan
dan menguntungkan hidup, boleh jadi zaman sekarang
menyukarkan atau sebaliknya.. Itulah sebabnya harus
senantiasa menyesuaikan kebudayaan kita dengan tuntutan
alam dan zaman baru.
• Perubahan kebudayaan akibat penetrasi ilmu pengetahuan
dan teknologi untuk memenuhi kebutuhan manusia
merupakan dampak dari revolusi industri. Kebudayaan
semua perubahan yang terjadi pada lembaga
kemasyarakatan yang dapat mempengaruhi suatu sistem
sosial, sikap, nilai-nilai, maupun pola yang ada di antara
kelompok dalam masyarakat.
• Tata nilai akan berubah seiring dengan perkembangan
zaman dan kebudayaan. Kita punya Pancasila, sebagai
sumber tata nilai. Kita punya Trikon: kontinus, konvergen,
konsentris.
Tantangan Zaman Baru
Tantangan yang dihadapi sekarang adalah munculnya zaman
baru, zaman yang telah mengubah sendi-sendi kehidupan
masyarakat, yuang disebut sebagai era Revolusi Industri 4.0,
Masyarakat 5.0, dan Pandemi covid-19. Revolusi industri
4.0 dan masyarakat 5.0 tidak memiliki perbedaan yang
signifikans, revolusi industri 4.0 menggunakan kecerdasan
buatan (artificial intellegent) sedangkan
masyarakat 5.0 memfokuskan kepada komponen
manusianya. Konsep revolusi yang dicetuskan di Jepang
lebih mendorong terhadap peranan manusia dalam
mengatasi paradigma dari kemajuan revolusi industri 4.0.
Dalam masyarakat 5.0 ini manusia dituntut untuk dapat
lebih memiliki kemampuan memecahkan masalah yang
kompleks, berpikir kritis, dan kreativitas.
Revolusi industri 4.0 dan masyarakat 5.0
yang diikuti pandemi covid-19, mendorong
masyarakat untuk beradaptasi secara cepat
terhadap kebiasaan dan budaya baru saat
ini. Wujud kebudayaan sebagai suatu
kompleksitas dari ide-ide, gagasan, nilai-
nilai, norma-norma, peraturan dan
sebagainya; sebagai suatu kompleks aktivitas
serta tindakan berpola dari manusia dalam
masyarakat; serta sebagai benda-benda
hasil karya manusia; jelas akan dipengaruhi
oleh peradaban baru ini. Kebudayaan dalam
hubungannya dengan pemeliharaan hidup
manausia, berarti tumbuhnya kebudayaan
baru karena pengaruh peradaban baru. Dan
inilah sifat kodrati kebudayaan.
Dampak revolusi industri ke-4, membutuhkan
kompetensi-kompetensi baru, yang melahirkan
berbagai pekerjaan baru dengan kompetensi
baru yang sebelumnya tidak ada, dan pekerjaan
lama dengan kompetensi lama mulai hilang,
berbagai pekerjaan diambil alih oleh mesin
pintar yang menjadikan masyarakat menjadi
lebih cerdas dengan adanya teknologi digital,
artificial intellegent serta berbagai macam
teknologi serta sains lainnya, yang dulu hanya
ada di dalam film fiksi dan gagasan, sekarang
ada di tengah-tengah kita dan mengubah
seluruh kehidupan kita. Seluruh aspek
kehidupan berubah menjadi kehidupan yang
cerdas, seperti smart phone, smart building,
smart office, smart transportation, dan smart-
smart lainnya yang terus berkembang.
Hidup berinternet:
beberapa aktivitas
mulai dari lowongan
pekerjaan, pribadi,
perjalanan, seni,
perpustakaan, gaya
hidup, belanja, musik,
olahraga, games dan
lainnya, apapun saat
ini bisa diakses melalui
internet
PERNYATAAN PRESIDEN JOKOWI

“Digitilalisasi, computing power


dan data analytic telah melahirkan
terobosan-terobosan yang
mengejutkan di berbagai bidang,
yang men-disrupsi kehidupan kita.
Bahkan men-disrupsi peradaban
kita, yang mengubah lanskap
ekonomi global, nasional, dan
daerah serta laskap politik global,
nasional dan daerah. Lanskap
interaksi global, nasional, dan
daerah. Semuanya akan berubah,"
Generasi Y
(1981-1994)
Di era ini, selain
komputer sudah
menjamur, ditambah lagi
dengan berkembangnya
video games, gadget,
smart-phones dan setiap
kemudahan akan fasilitas
berbasis computerized
yang ditawarkan dengan
kecanggihan internet.
Generasi Y mudah
mendapat-kan informasi
secara cepat.
Generasi Z peralihan dari Generasi Y, teknologi sedang
Generasi Z berkembang. Pola pikirnya cenderung serba instan. Kehidupan
mereka cenderung bergantung pada teknologi, mementingkan
(1995-2010) medsos.
Generasi ini adalah lanjutan dari
generasi Z dimana mereka sudah
terlahir dengan teknologi yang
semakin berkembang pesat. Di usia
mereka yang sangat dini, mereka
sudah mengenal dan sudah
berpengalaman dengan gadget,
smartphone dan kecanggihan
teknologi yang ada.
Nilai Lokal dalam Tantangan Global
• Upaya menggali kearifan lokal bukan berarti
penyeragaman budaya namun sebagai hasil kreatifitas
budaya dalam menggali dan mengoptimalkan potensi
budaya.
• Nilai-nilai budaya yang dimaksud bukan hanya berupa
prinsip-prinsip hidup yang bermanfaat mengasah akal
budi, tetapi juga berupa nilai-nilai kehidupan untuk
peradaban masa depan.
• Nilai-nilai tersebut merupakan prinsip hidup yang
mengandung orientasi budaya positif, berupa prinsip
disiplin, kerja keras, kejujuran, ketangguhan,
meningkatkan kompetensi diri, serta mampu
beradaptasi dengan tuntutan zaman yang kompetitif.
• Globalisasi merupakan kenyataan sejarah yang tidak
terbantahkan oleh siapapun. Globalisasi menerpa setiap
bangsa bahkan manusia sebagai anggota masyarakat
tidak dapat menghindarkan diri dari pengaruh-pengaruh
global.
• Penguatan akar budaya akan membentengi bangsa
Indonesia dari pengaruh negatif yang berasal dari luar.
ARTEFAK MEMBAWA
PESAN NILAI

Anda mungkin juga menyukai