Anda di halaman 1dari 74

PATOFISIOLOGIRESPIRASI2

Dr. Suparyanto, M.Kes


PATOFISIOLOGI RESPIRASI 2
EMBOLI PARU (PE)

Emboli paru: terjadi bila sebuah embolus, biasanya


bekuan darah, terlepas dari tempatnya, masuk sirkulasi
ke jantung bagian kanan, dan tersangkut pada arteri
pulmonalis atau salah satu percabanganya

Infark paru (nekrosis) jarang menyertai PE karena


paru dilindungi oleh aliran darah ganda

PE bisanya terjadi setelah trombosis vena profunda


(DVT) pada vena tungkai
PE yang masif adalah salah satu penyebab
kematian mendadak yang paling sering dan penyebab
kedua terhadap trombosis koronaria

Trombosis pada vena dicetuskan oleh tiga


penyebab (Trias Virchow):

Venostatis

Hiperkoagulabilitas

Peradangan dinding pembuluh darah

Predisposisi trombosis: gagal jantung kongestif,


keganasan, postpartum, post operasi (terutama ortopedi
dan pelvis)

Trias klasik pada PE ukuran sedang (dispnae, nyeri


dada, hemoptisis) tidak spesifik dan tidak sensitif
onset mendadak dispnae, takipnea, takikardi
biasanya tidak hemoptisis dan nyeri pleura, kecuali ada
infark

PE pada pembuluh darah perifer kecil


asimptomatik

PE berulang dapat menyebabkan: obliterasi


pembuluh darah, hipertensi pulmonal, kor pulmonale

Oklusi emboli masif pada a.pulmonalis ditandai:


syok, hipotensi, takikardi, sianosis, stupor, sinkop
mati mendadak

Profilaksis PE: heparin, stocking penekan anti


emboli

Pengobatan PE: fibrinolisis dengan aktivator


plasminogen jaringan untuk menghancurkan bekuan

Pengobatan skunder PE: antikoagulasi dengan


heparin atau warfarin

EDEMA PARU

Edema paru adalah gerakan cairan berlebih dari


sistem vaskuler paru ke interstitium paru dan bahkan ke
rongga alveolar

Penyebab: kongesti kapiler paru akibat: gagal


ventrikel kiri

Gagal ventrikel kiri akibat: PJK, penyakit katub


jantung, hipertensi, kardiomiopati
Pengobatan darurat edema paru: mengurangi
tekanan hidrostatik paru, pemberian diuretik, O2 dan
digitalis untuk memperbaiki kontraktilitas miokardial

KOR PULMONALE

Kor pumonale: adanya hipertropi atau gagal


ventrikel kanan yang disebabkan oleh gangguan pada
paru, pembuluh darah paru atau dinding dada

COPD adalah penyebab kor pulmonale paling


sering

Prekusor kor pulmonale yang sering adalah


peningkatan resistensi vaskuler paru dan hipertensi
a.pulmonalis

ETIOLOGI DAN PATOGENESIS

Etiologi (gangguan restriktif paru, gangguan


obstruktif paru, gangguan vaskuler primer)
menyebabkan:

(1) Perubahan pembuluh darah paru


berkurangnya jaringan vaskuler paru meningkatnya
resistensi vaskuler paru hipertensi pulmonal
hipertropi ventrikel kanan kor pulmonale
Etiologi (gangguan restriktif paru, gangguan
obstruktif paru, gangguan vaskuler primer)
menyebabkan:

(2) Perubahan fungsional pada paru


(hipoksemia, hiperkapnae, asidosis) vasontriksi
arteriole paru meningkatnya resistensi vaskuler paru
hipertensi pulmonal hipertropi ventrikel kanan
kor pulmonale

Manifestasi klinis:

Adanya penyakit pernafasan


hipertensi pulmonal

Adanya hipertropi ventrikel kanan

yang

disertai

Pengobatan: terapi O2 memperbaiki hipoksia


dan vasokontriksi memperlambat kor pulmonale dan
memperpanjang masa hidup pasien dengan COPD

GAGAL NAFAS

Gagal nafas: paru tidak dapat melakukan fungsi


primernya yaitu oksigenasi darah arteri dan eliminasi
karbon dioksida

Gagal nafas akut (ARF): gas darah arteri (PaO2


50 mm Hg dan PaCO2 50 mm Hg)

Penyebab:

Gangguan ekstrinsik paru ( penekanan pusat nafas,


gangguan neuromuskuler, gangguan pleura dan dinding
dada)
Penyebab:

Gangguan instrinsik paru (gangguan obstruksi


difus, gangguan restriktif paru, gangguan pembuluh
darah paru)
Faktor pencetus:
1. Infeksi trakeobronkial, pneumonia
2. Sekret meningkat dan mengental
3. Bronkospasme
4. Gangguan pembersihan sekret
5. Sedatif, narkotik, anestesi
6. Terapi oksigen (FlO2 tinggi)
7. Trauma
8. Kelainan kardiovaskuler
9. Pneumotoraks
Gambaran klinis:

1. Hipoksia
2. Hiperkapnae
3. Sakit kepala
4. Kekacauan mental
5. Gangguan penilaian
6. Bicara kacau, gangguan fungsi motorik, agitasi,
gelisah, delirium, tidak sadar
PENGOBATAN GAGAL NAFAS

Sekret yang tertahan: hidrasi yang memadai,


ekspektoran, aspirasi kateter, trakeostomi

Hipoksemia: terapi O2 bertahap

Hiperkapnae: perangsang respiratorik, hindari


sedasi, ventilasi buatan (trakeostomi)

Infeksi: antibiotik

Bronkospasme; bronkodilator

Gagal jantung: diuretik, digoksin


ARDS

Sindrom gawat nafas akut (ARDS): bentuk khusus


gagal nafas yang ditandai dengan hipoksemia yang
jelas dan tidak dapat diatasi dengan penanganan
konvensional

Penyebab: syok, sepsis, trauma berat, cedera


aspirasi/inhalasi

Gambaran klinis: dispnae, takipnae, ronki basah,


penurunan PaO2, penurunan PaCO2, atelektasis difus
(rontgen)
Pengobatan: memperbaiki syok, asidosis, dan
hipoksemia yang menyertai

Perlu ventilasi mekanis dan O2 dosis tinggi


Pembatasan cairan dan terapi diuretik
Antibiotik untuk infeksi

KANKER PARU

Kanker paru penyebab kematian utama kematian di


USA

Faktor risiko: merokok, inhalasi karsinogen, urban,


diet kurang vit.A, infeksi nafas kronik, hereditas

70% letak kanker di bronkus prinsipalis, dan jenis


tersering karsinoma sel skuamosa

Gejala: batuk persisten, dispnae, hemoptisis, nyeri


pleura, jari tabuh, anoreksia penurunan BB, kelelahan

Diagnosis: radiologi, bronkoskopi dan sitologi

Stadium kanker berdasarkan TNM

Pengobatan: kombinasi operatif, radiasi dan


kemoterapi
STADIUM TUMOR PRIMER

T0 tidak terbukti adanya tumor primer

Tx kanker terbukti dengan sitologi, tetapi negatif


radiologi dan bronkoskopi

Tis karsinoma in situ

T1 tumor 3 cm

T2 tumor > 3 cm

T3 sdh menyebar (dinding dada, diafragma,


pleura, mediastinum, perikardium) tapi belum ke
jantung, vaskuler besar, trakea

T4 sdh menyerang jantung, vaskuler besar,


trakea, efusi pleura maligna

KELENJAR LIMFE REGIONAL (N)

N0 tidak ada metastase limfe regional

N1 metastase peribronkial, hilus ipsilateral

N2 metastase mediastinaal ipsilateral

N3 metastase mediastinal dan hilus kontralateral


METASTASE JAUH (M)

M0 tidak diketahui adanya metastase jauh

M1 metastase jauh (otak)


TB PARU

TB; penyakit infeksi menular yang disebabkan M.


Tuberkulosis

Jalan masuk TB: nafas, cerna dan luka kulit

Basil TB yang mencapai alveoli menimbulkan reaksi


radang

Nekrosis lesi menimbulkan gambaran keju


(nekrosis kaseosa)
Lesi primer pada TB disebut: fokus Ghon, dan
kombinasi antara kel limfe yang terlibat dengan lesi
primer disebut kompleks Ghon

Insiden TB meningkat karena adanya: HIV/AIDS,


alkohol, tunawisma

Gejala: batuk lama produktif >3mgg, nyeri dada,


hemoptisis

Gejala sistemik: demam, menggigil, keringat


malam, lemas, anoreksia, penurunan BB

Reaksi positif Tuberkulin test (test mantoux)


mengindikasikan adanya infeksi tetapi tidak berarti ada
penyakit secara klinis

Prinsip pengobatan TB:


Multifarmasi
Rutinitas
Jangka panjang

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06:17 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGIRESPIRASI1
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI RESPIRASI 1
ANATOMI FISIOLOGI

Fungsi utama saluran nafas atas: menyaring,


menghangatkan dan melembabkan udara nafas

Saluran nafas dilapisi mukosa bersilia mukus


dihasilkan oleh sel goblet

Asinus: unit respirasi (tempat pertukaran gas)


bronkiolus respiratorius, duktus alveolus, sakus alveolus
dan alveolus

Pusat nafas ada di medulla oblongata, reseptor O2


ada di aorta (glomus aorticus) dan a. karotis (glomus
karoticus)

Rangsangan
parasimpatis
(kolinergik)

menyebabkan bronkokontriksi dan peningkatan sekresi


mukus

Rangsangan
simpatis
(adrenergik)

menyebabkan bronkodilatasi dan penurunan sekresi


mukus

Sistem pertahanan sitem respiratorius:


1. Filtrasi udara oleh hidung
2. Reflek batuk
3. Reflek menelan atau muntah
4. Gerakan mukosiliaris
5. Bronkokonstriksi reflek
6. Makrofag alveolar dan IgA
7. Ventilasi kolateral (antar alveolus) melalui pori
Kohn

PROSEDUR DIAGNOSIS

Prosedur morfologis: radiologi, biopsi, bronkoskopi,


uji sputum, CT scan, MRI (magnetic resonance imager),
angiografi

Uji fungsi paru: Pulmo Function Test (PFT) dengan


alat spirometer

Pola obstruktif yang ditandai dengan obstruksi


aliran udara

Pola restriktif ada penurunan volume paru tetapi


tidak ada obstruksi aliran paru

Pola obstruktif ventilasi: bronkitis kronis, emfisema,


asma ada penurunan FEV (force expires volume),
MMFR (maximum medium force respires) serta

tingginya RV (residue volume) dan FRC (force residue


capacities)

Pola restriktif ventilasi: gangguan parenkim, pleura,


neuromuskular, dinding dada

Pola restriktif ditandai: penurunan VC (vital


capacities), TLC (total lung capacities), FRC (force
residue capacities) dan RV (residue volume)
mencerminkan hilangnya elastisitas dinding dada atau
paru

Penyebab hipoksia:

Ventilasi/perfusi tidak seimbang

Hipoventilasi alveolar

Gangguan difusi

Anastomose arterivenosa intra pulmonar


GANGG ASAM BASA pH HCO3 PaCO2
Asidosis respiratorik
Alkalosis respiratorik
Asidosis metabolik
Alkalosis metabolik
TANDA DAN GEJALA

Batuk: reflek protektif yang disebabkan iritasi


tracheobronkial oleh mekanik, kimia, peradangan

Sputum berlebihan terjadi pada peradangan akut


dan kronik cabang tracheobronkial

Sputum kuning atau hijau: mencerminkan adanya


leukosit dan proses supuratif yang menyerang saluran
nafas atau parenkim

Sputum bau menandakan abses atau bronkiektasis

Hemoptisis: batuk darah atau sputum dengan


sedikit darah

Sputum berdarah bronkitis, pneumonia,


karsinoma bronkogenik, fibrosis kistik, TB, bronkiektasis
dan emboli paru

Dispnae: perasaan sulit bernafas subyektif, tanda


obyektif jika bernafas dengan otot nafas tambahan
(sternokleidomastoideus, skalenus, trapesius, cuping
hidung, tachipnae, hiperventilasi)

Ortopnae: dispnae pd posisi berbaring


disebabkan penumpukan darah di dada saat berbaring
(kl berdiri di kaki)

Dispnae paroksismal nokturna: terbangun dari tidur


akibat dispnae tanda gagal jantung kongestif
penyebab peningkatan volume intravaskular sentral
yang berhubungan dengan posisi berbaring (darah
pindah dari perifer ke sentral)

Penyebab dispnae: penyakit kardiovaskuler, emboli


paru, penyakit paru interstitial atau alveolar, paru
obstruktif, gangguan dinding dada, otot nafas dan
kecemasan

Nyeri dada: dinding dada, pleura, saluran nafas dan


struktur mediastinum

Nyeri pleuritik: nyeri menusuk, nyeri terlokalisir yang


diperberat dengan inspirasi dalam dan batuk serta
berkurang saat menahan nafas

Jari tabuh: perubahan bentuk normal falang distal


dan kuku (tangan dan kaki) yang ditandai: kehilangan

sudut kuku, rasa halus berongga pada dasar kuku,


ujung jari menjadi besar

Jari tabuh berhubungan dengan: penyakit paru (TB,


abses paru, kanker paru), penyakit kardiovaskuler
(tetralogi Fallot, endokarditis), penyakit hati kronik,
penyakit saluran cerna
Sianosis: berubahnya warna kulit menjadi kebiruan
(terutama dibawah kuku) dan membran mukosa akibat
meningkatnya jumlah Hb tereduksi (deoksigenasi)
dalam kapiler

Sianosis sentral akibat PaO2 rendah, sianosis


perifer akibat vasokontriksi perifer (lingkungan dingin),
obstruksi aliran darah, curah jantung rendah

PENYAKIT OBSTRUKTIF PARU

Penyakit obstruktif: gangguan jalan nafas atau


asinus yang ditandai dengan menurunya kemampuan
menghembuskan udara

Penyebab: bronkitis kronik, emfisema, asma kronik,


bronkiektasis, fibrosis kistik

CPOD (chronic pulmo obstructive disease) adalah


gabungan bronkitis kronik dan emfisema
Bronkitis kronis: batuk kronis dengan pengeluaran
sputum minimum 3 bulan setiap tahunya, sekurangkuranganya selama 2 tahun

Emfisema: anatomi patologik, dilatasi dan destruksi


rongga udara sebelah distal bronkiolus terminalis,
ductus alveolaris, dan dinding alveolar

Asma bronkial: penyakit episode yang ditandai


dengan hipersensitivitas cabang trakeobronkial terhadap
berbagai rangsangan yang bermanifestasi sebagai
penyempitan saluran nafas reversibel yang disebabkan
oleh bronkospasme

CPOD dibagi 2: emfisema predominan dan bronkitis


predominan

CPOD emfisema predominan: diafragma menjadi


tipis, datar dan berbentuk seperti tong karena udara
terperangkap dan peningkatan TLC (total lung
capacities) dan RV (residue volume), dispnae, batuk
dan sputum minimal

CPOD bronkitis predominan: pasien gemuk,


diameter anteroposterior dada normal, batuk, sputum,
hipoksia, hiperkapnia, polisitemia kompensatoris,
sianotik, hipertensi

Bronkiektasis: dilatasi abnormal bronkus dan


bronkiolus ukuran sedang yang permanen dan disertai
peradangan dan infeksi

Merupakan komplikasi: campak, pertusis, influenza,


bronkitis, pneumonia

Gejala: batuk kronik, sputum mukoporulen, sputum


busuk, malnutrisi dan jari tabuh

PENYAKIT RESTRIKTIF PARU

Penyakit restriktif paru ditandai: peningkatan


kekakuan paru atau thorax, yang menyebabkan
penurunan peregangan, penurunan VT, VC, dan TLC

Disfungsi inspirasi, kerja nafas meningkat, pola


nafas cepat dan dangkal

Penyebab:
ekstrapulmonal
(gangguan
SSP,
neuromuskuler, deformitas rongga thorax, trauma
rongga thorax), intrapulmonar (gangguan pleura dan
parenkim)

Efusi pleura: pengumpulan cairan di cavum pleura

Cairan dapat berupa: transudat (kadar protein


rendah) disebut: Hidrotorax akibat tekanan hidrostatik
yang tinggi pada gagal jantung atau penurunan tekanan
osmotik koloid (nefrotik sindrom dan sirosis hepatis)

Efusi pleura: pengumpulan cairan di cavum pleura

Cairan dapat berupa: transudat (kadar protein


rendah) disebut: Hidrotorax akibat tekanan hidrostatik
yang tinggi pada gagal jantung atau penurunan tekanan
osmotik koloid (nefrotik sindrom dan sirosis hepatis)

Cairan pleura dapat berupa eksudat (cairan tinggi


protein) disebut fibrothorax banyak mengandung
fibrinogen atau fibrin karena peradangan dan
keganasan

Cairan pleura berupa nanah disebut: empiema


karena pneumonia, abses paru, neoplasma yang
meluas sampai pleura

Pneumotorax: adanya udara dalam cavum pleura

Pneumotoraks spontan: primer/idiopatik akibat


ruptur pleura kongenital, sekunder akibat penyakit paru
(emfisema, pneumonia, keganasan)

atelektasisPneumotoraks traumatik: cedera pada


dada, tusukan, fraktur iga, komplikasi biopsi paru

Atekektasis: kolap pada alveoli

Atelektasis kompresi: akibat tekanan eksternal pada


paru akibat: pneumotoraks, efusi pleura, distensi
abdomen

Atelektasis
absorpsi:
timbul
bila
mukus
menghalangi masuknya udara ke saluran nafas distal,
absorbsi gas dalam alveoli akan menyebabkan alveoli
kolap

Pneumonia: radang atau infeksi parenkim paru

Penyebab: bakteri, virus, fungus, protozoa

Faktor risiko: usia (sangat muda/tua), infeksi virus


saluran nafas atas, merokok, alkohol, COPD, kanker
paru,
penyakit
kronis,
pembedahan,
bedrest,
endotrakeal/trakeostomi,
fraktur
iga,
terapi
imunosupresif, AIDS

Infeksi oportunistik menyerang pasien dengan


penekanan imun, organismenya adalah:

Protozoa Pneumocystis carinii

Fungus candida, aspergilus

Virus herpes simpleks, sitomegalovirus

Bakteri patogen

Gejala pneumoni: demam, menggigil, batuk


produktif, dispnae, nyeri dada

Pneumokoniosis:
kelompok
penyakit
yang
disebabkan inhalasi debu anorganik atau organik yang
dapat menyebabkan fibrosis interstitialis yang luas

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06:13 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGIENDOKRIN2
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI ENDOKRIN 2
GLANDULA ADRENAL SUPRARENAL

Letak: diujung/kutub superior renal

Bagian luar: Cortex adrenal

Bagian dalam: Medulla adrenal


HORMON GLANDULA ADRENAL

Cortex Adrenal:
1. H. Glukokorticoid kortisol - hidrokortison
2. H. Mineralokorticoid aldosteron
3. H. Androgen mirip testosteron

Medulla Adrenal
1. H. Adrenalin
2. H. Noradrenalin

EFEK METABOLIK KORTISOL

Metabolisme protein: efek katabolik menyebabkan


hilangnya protein dari kulit, otot dan tulang,
menyebabkan striae, atropi otot, osteoporosis

Metabolisme KH: merangsang glukoneogenesis


dan melawan efek insulin yang menyebabkan terjadinya
hiperglikemia

Metabolisme Lemak: mobilisasi asam lemak dan


mendistribusi ulang lemak ke wajah dan batang tubuh

Menghambat respon imun humoral, selular dan


peradangan yang menurunkan pertahanan imun dan
memperlambat proses penyembuhan

Merangsang aktivitas sekresi lambung (pepsin dan


HCl), meningkatkan risiko ulkus peptikum

Fungsi otak berlebihan, yang berkaitan dengan


kelabilan emosi

PEMERIKSAAN

Tumor atau hiperplasia kortek dan medulla kel.


Adrenal sering tidak dapat ditemukan pada pemeriksaan
fisik sebab letaknya tersembunyi

Kelainan kel. Adrenal yang memerlukan tindakan


bedah sebagian besar disebabkan hipersekresi

Pemeriksaan khusus: pemeriksaan kadar hormon,


CT Scan menentukan letak tumor, dan pemeriksaan
radioaktif dng jodium 131
PENYEBAB HIPERKORTISISME
1. Adenoma basofil hipofisis
2. Hiperplasia kelenjar adrenal
3. Adenoma atau karsinoma kel adrenal
4. Penggunaan kortikosteroid yang lama
SINDROM CUSHING

Disebabkan sekresi kortisol atau kortikosteron yang


berlebihan

Kelebihan stimulasi ACTH hiperplasia korteks


arenal

Adenoma korteks adrenal, hiperaktifitas hipofisis


atau tumor laian yang mengeluarkan ACTH

GAMBARAN KLINIK SINDROM CUSHING


1. Obesitas
2. Gundukan lemak pada punggung
3. Muka bulat (moon face)
4. Striae
5. Berkurangnya massa otot
6. Kelemahan otot
7. Hirsutisme (kelebihan bulu pada wanita)
8. Amenorhoe/impotensi
DIAGNOSIS SINDROM CUSHING
1. Pemeriksaan kadar hormon dalam darah
2. Penentuan letak tumor dengan: CT Scan, sidik
radioaktif, angiografi
3. Komplikasi
4. Gangguan ginjal atau strok hipertensi
5. Hiperglikemia, infeksi DM
6. Lumpuh kelemahan otot
PENANGANAN SINDROM CUSHING

Mitotan (lisodren) menghambat biosintesis


steroid pada tumor ganas korteks suprarenal

Hipofisektomi tumor hipofisis

Adrenalektomi tumor adrenal

Ablasio hipofisis dengan radiasi atau bedah


mikro

Pasca bedah terapi substitusi kortikosteroid


seumur hidup

HIPERALDOSTERONISME (MORBUS CONN)

85% disebabkan adenoma

15% disebabkan hiperplasia nodular bilateral

Gejala:
1. Hipertensi
2. Poliuria
3. Polidipsia
4. Kelemahan otot
5. Tetani

Laboratorium:
1. Hipokalemia
2. Alkalosis
3. Kadar aldosteron tinggi di urine dan plasma
4. Letak tumor:
5. Roentgen negatif jika tumor kecil
6. CT Scan

ADDISON DISEASE (HIPOADRENALISME)

Akibat atropi primer kortek adrenal korteks


adrenal tidak lagi mensekresi aldosteron cadangan
garam tubuh menjadi sangat berkurang akibat
reabsorbsi Na menurun Na, Cl dan air hilang
kedalam urine

Penyebab: autoimune pada korteks adrenal, TB


pada korteks adrenal, kanker koteks adrenal

Akibat banyak hilangnya CES volume plasma


berkurang, konsentrasi eritrosit meningkat, curah
jantung turun penderita mengalami syok mati

Defisiensi Glukokortikoid tidak mampu


mempertahankan glukose darah normal antara makan
karena tidak dapat mensintesa glukose dalam jumlah
bermakna dengan glukoneogenesis

Hipoglukokortikoid juga menyebabkan mudah


stres dan infeksi saluran nafas

Pengobatan:

Penyakit Addison yang tidak diobati akan mati


dalam beberapa hari karena kelemahan otot dan syok

Bila diberikan mineralokortikoid dan glukokortikoid


serta asupan garam yg tinggi dapat hidup ber tahuntahun

VIRILISASI

Sekresi androgen yang berlebihan pada wanita


menyebabkan virilisasi

Gejala: jerawat, suara memberat, pembesaran


klitoris, kebotakan, oligomenorea, amenorea, hirsutisme:
pertumbuhan rambut kasar yang berwarna gelap
berlebihan dengan distribusi maskulin pada wajah,
putting susu dan daerah pubis
PANKREAS

Letak: membentang secara transversal pd dinding


abdomen posterior. Kepala pada curva duodenum ekor
samapi limpa

Dibagi 2 bagian: Asinus dan Pulau Langerhans

Acinus kel. Eksokrin getah pankreas (enzim)

Pulau Langerhans kel. Endokrin ada 3 macam


sel , , hormon

HORMON PANKREAS
1. Sel H.glukagon
2. Sel H.Insulin
3. Sel H.Somatostatin (belum jelas)
DIABETES MELLITUS

Batasan penyakit metabolik akibat menurunya


hormon insulin, yang ditandai dengan hiperglikemia dan
glukosuria

Penyakit DM primer gangguan metabolisme KH,


sekunder gangguan metabolisme lemak dan protein

DM tipe 1: tergantung insulin

Kekurangan insulin endogen akibat destruksi


autoimune pd sel beta pancreas

Idiopatik

DM tipe 2: tidak tergantung insulin

Resistensi insulin perifer (reseptor)

Gangguan sekresi insulin

Produksi glukose hati yang berlebihan

Tidak ada bukti detruksi sel beta pancreas

Obesitas berhubungan dengan tipe ini


FUNGSI INSULIN

Glukose tidak dapat langsung diffusi ke sel

Glukose harus berikatan dulu dengan carrier: G + C


GC GC dapat berdiffusi kedalam sel

Didalam sel GC G + C

C keluar sel lagi untuk mengikat G yang lain


sampai semua G masuk sel

Proses ini dipercepat oleh H. Insulin

Jika H. Insulin kurang proses masuknya G


kedalam sel lambat G menumpuk didalam darah
DM

KRITERIA DIAGNOSIS

Menurut WHO:
1. Random 200 mg%
2. Puasa 140 mg%
3. 2 jam PP 200 mg% (75 gr glukose)

Darah (normal)

SDP < 110 mg%

2 jam PP , 140 mg%

Urine (normal)

Reduksi negatif
GEJALA KLINIS

Mula-mula 3P (Poliuria = banyak kencing, Polidipsia


= banyak minum dan Poliphagia = banyak makan)

BB naik sel beta masih dalam keadaan


kompensasi hiperinsulinemia lipogenesis BB
naik

Nafsu makan menurun tinggal 2P (poliuria dan


polidipsia) BB turun (sindroma Diabetes akut)
mual menuju Ketoasidosis Diabetik

Lemah, capai komplikasi gangguan metabolisme


KH

Kesemutan, rasa panas di tungkai, rasa tebal di


telapak kaki, kram, nyeri otot, gangguan seksual
komplikasi saraf

Pandangan kabur, sering ganti kaca mata


komplikasi retina

KOMPLIKASI DM

Retinopati diabetik akibat mikroangiopati


perdarahan jaringat parut kebutaan

Glumerulosklerotik diabetik penyebab GGK


stadium akhir (ESRD, End Stadium Renal Disease)
hipertropi ginjal, penebalan membran basal kapiler
glomerulus, peningkatan GFR, mikroalbuminuria,
hipertensi, nefropati denga proteinuria, penurunan cepat
GFR ESDR

Neuropati perifer penyebab ulcerasi yang sulit


dikontrol pada kaki penderita DM

Gangguan
atau
hilangnya
sensasi
nyeri
menyebabkan hilangnya rasa nyeri akibat penekanan
sepatu atau trauma

Bertambah
parah
jika
disertai
gengguan
vaskularisasi

Penyakit makrovaskuler mengacu pada


aterosklerosis PJK, Stroke, IMA

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06:08 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook

Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGISISTEMENDOKRIN
Dr. Suparyanto, M.Kes
GANGGUAN SISTEM ENDOKRIN
SISTEM KOMUNIKASI

Sistem saraf dan endokrin merupakan sistem


komunikasi yang mengatur aktivitas metabolisme

Sistem saraf menyampaikan pesan melalui impuls


listrik

Sistem endokrin menyampaikan pesan melalui


impuls zat kimia yang disebut hormon
APA ITU HORMON

Hormon adalah derivat protein (glikoprotein,


polipeptide atau asam amino) atau derivat kolesterol
(steroid)

Hormon adalah suatu zat kimia yang dihasilkan


oleh kelenjar endokrin dan diedarkan ke seluruh tubuh
melalui darah

Macam hormon:
1. Steroid dan tironin (larut lemak)
2. Polipeptide dan katekolamin (larut air)
MACAM HORMON

Contoh Hormon steroid:


kolekalsiferol (Vit. D)

Contoh Hormon tironin:


trijodotironin (T3)

kortisol,

aldosteron,

tiroksin

(T4)

dan

Contoh Hormon polipeptide: Hormon hipotalamus,


hormon hipofisis, parathormon, kalsitonin, insulin dan
glukagon

Contoh hormon katekolamin: epineprin dan


norepineprin

CARA KERJA HORMON

Hormon steroid dan tironin (larut lemak) berdifusi


melalui membran sel bergabung dengan reseptor
dalam sitoplasma mengirim mRNA untuk sintesa
protein

Hormon polipeptide dan katekolamin (larut air)


bergabung dengan reseptor dalam membran sel
mengaktifkan adenil siklase untuk mengubah ATP
siklik AMP respon fisiologi
FUNGSI SISTEM HORMON
1. Respon thd stres dan cedera
2. Pertumbuhan dan perkembangan
3. Reproduksi
4. Metabolisme energi
5. Metabolisme cairan dan elektrolit
6. Respon kekebalan tubuh
KARAKTERISTIK HORMON
1. Disekresi dalam jumlah kecil
2. Pelepasan pulsatif dalam irama sirkadian (pagi
tinggi siang rendah sore tinggi malam
rendah)
3. Bekerja sesuai respon fisiologi

4. Sebagian besar dinonaktifkan dalam hati dan


diekskresi dalam urine
PENYAKIT ENDOKRIN

Defisiensi Hormon: infeksi, infark, kematian


jaringan, tumor, pengangkatan, autoimune, defisiensi
makanan, herediter terapi dengan penggantian

Kelebihan Hormon: kegagalan umpan balik negatif,


produksi berlebih, iatrogenik terapi dengan supresi
hormon dengan obat atau pembedahan

Resistensi reseptor sel target: defek reseptor (DM


tipe2), cedera atau destruksi autoantibodi, herediter,
tidak ada sel target terapi dengan meningkatkan
interaksi hormon reseptor (contoh sulfoniluria untuk DM
tipe2)
GLANDULA PITUITARIA

Terletak di sella Tursika

Terdiri adenohipofisis (anterior) dan neurohipofisis


(posterior)

Kelainanya biasanya akibat tumor adenohipofisis


adenoma

Gejala dan tanda tumor hipofisis tergantung hormon


yang diproduksi (hiperfungsi atau hipofungsi)
KLASIFIKASI ADENOHIPOFISIS
AKTIVITAS ENDOKRIN HORMON SINDROM KLINIK

Somatotropik GH Akromegali

Gigantisme

Kortikotropik ACTH Morbus Cushing

Prolaktin

(Prolaktinoma) PRL Amenorhoe


Galaktore
Impotensi
Tirotropik TSH Hipertiroidi
Gonadotropik FSH Jarang

KELAINAN HIPOFISIS

Hiperprolaktinemia disebabkan adenoma mikro


di hipofisis mengakibatkan amenore, galaktore

Adenoma Hormonal aktif menyebabkan


sindrome Hiperpituitarisme morbus Cushing
(hiperadrenokortisme), akromegali dan amonore

Hipopituitarisme defisiensi hormon hipofisis

GH, LH, FSH mudah tertekan sindrom


kekurangan hormon

TSH dan ACTH bertahan lebih kuat

Hemianopia buta separo lapangan pandang


akibat tumor di sella tursika menekan kiasma optikum
HIPERPITUTARIA

Kelebihan produksi hormon di lobus anterior


glandula pituitaria manifestasi pada tulang berbeda,
tergantung kematangan pertumbuhan rangka dan jenis
sel abnormal pada glandula pituitaria

Adenoma sel eosinofil pada masa pertumbuhan


Gigantisme (pada anak), jika pertumbuhan tulang telah
berhenti Akromegali (pada dewasa)

Adenoma sel basofil Sindrom Cushing, pada


semua umur
GIGANTISME

Dalam masa pertumbuhan anak

Kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel eosinofil


merangsang pertumbuhan tulang tumbuh luar
biasa tinggi berlebihan

Keadaan ini seringkali disertai pertumbuhan


kelamin yang terbelakang

AKROMEGALI

Terjadi pada masa dewasa

Kelebihan hormon tidak dapat merangsang


pertumbuhan panjang tulang lagi (epifisis tulang telah
habis), tetapi merangsang pertumbuhan tulang melebar
akibat rangsangan proses penulangan intramembran
oleh periosteum
Gambaran Klinik:
1. Rahang membesar
2. Hidung dan dahi menonjol
3. Tulang tangan dan kaki membesar
4. Jika terjadi pada vertebra dapat terjadi kifosis
HIPOPITUITARISME

Kelainan akibat kekurangan hormon pertumbuhan

Penyakitnya disebut: Dwarfisme (cebol)

Ciri: perkembangan badan seperti anak-anak, tidak


pernah mengalami pubertas
SINDROMA CHUSING

Akibat kelebihan hormon yang dihasilkan oleh sel


basofil adenohipofise

Gejala klinik:

1. Osteoporosis
2. Obesitas dengan Moon Face
3. Pertumbuhan rambut berlebihan
4. Hipertensi
Komplikasi: patologik fraktur akibat osteoporosis

DIABETES INSIPIDUS

Kerusakan nukleus supraoptikus ke kelenjar


hipofisis posterior sekresi ADH menurun urine
encer, volume meningkat (5 15 L/hari) sering
kencing (poliuria)

Volume tubuh normal asal reflek haus normal


GLANDULA THYROIDEA

Letak Gl.Tiroid di Larynk menempel pada cartilago


thyroidea

Terdiri 2 lobus dextra & sinistra dan isthmus

Hormon gl.Thiroid
1. H. Tiroksin (T4)
2. H. Tri-iodotironin (T3)
3. H. Calsitonin

KELAINAN GLANDULA TIROIDEA

Gangguan fungsi tirotoksikosis

Perubahan susunan kelenjar dan morfologi


penyakit tiroid noduler

Pembesaran tiroid struma


PEMERIKSAAN GLANDULA THYROIDEA

Morfologi:

1. Besar, bentuk, batasnya


2. Konsistensi,
hubungan
dengan
struktur
sekitarnya
3. USG nodul tunggal atau multiple, foto
Roentgen
Fungsi:
1. Uji metabolisme
2. Uji fungsi tiroid, kadar hormon
3. Antibodi tiroid

Lokasi dan fungsi:

Sidik radioaktif/ tes yodium radioaktif


menggunakan Teknetium (Tc-99m) atau Yodium (I-131)
untuk menentukan apakah nodul bersifat hiperfungsi,
hipofungsi atau normal, yang umumnya disebut: nodul
panas, nodul dingin dan nodul normal

Diagnostik patologik:

Pungsi jarum halus untuk pemeriksaan sitologi

Biopsi insisi/eksisi untuk pemeriksaan histologi


PENYAKIT GRAVES

Disebut juga Penyakit Basedow penyakit


Hipertiroidea

Hipertiroid merangsang metabolisme BB turun


(kalori tidak mencukupi)

Metabolisme
pd
sistem
cardivaskuler

peningkatan sirkulasi curah jantung meningkat 2-3x


takikardi, palpitasi dan fibrilasi atrium

Metabolisme saluran cerna diare

Hipermetabolisme saraf tremor, bangun malam,


mimpi buruk, ketidakstabilan emosi, kegelisahan,
kekacauan pikiran, ketakutan yang tidak beralasan

Hipermetabolisme nafas dispnea, takipnea

Kelainan mata akibat reaksi autoimun pd jaringan


ikat didalam rongga mata jaringan ikat hiperplastik
mendorong mata keluar eksoftalmus

Eksoftalmus rusaknya bola mata akibat keratitis

Gangguan faal otot bola mata strabismus

PENYEBAB HIPERTIROIDISME
1. Stroma toksik difus (penyakit Graves)
2. Stroma nodus toksik
3. Pengobatan berlebihan dengan tiroksin
4. Tiroiditis
5. Metastasis karsinoma tiroid
GEJALA HIPERTIROID

Metabolik:
1. Tidak tahan terhadap suhu tinggi
2. Nafsu makan meningkat
3. Berat badan menurun
4. Diare
5. Menoragia

Kardivaskuler:
1. Palpitasi
2. Tekanan denyut besar/ pulses seler
3. Takikardi juga sewaktu tidur atau istirahat
4. Fibrilasi atrium

Neuropsikiatrik;
1. Hiperkinesia
2. Insomnia
3. Kurang stabil emosi
4. Tremor
5. Kelemahan otot
Mata
1. Eksoftalmus karena proptosis
2. Retraksi kelopak mata
3. Oftalmoplegi (kelumpuhan otot mata)
4. Juling/ strabismus (otot mata terjepit)
Kulit
1. Miksedema
2. Udema pretibia

PENANGANAN GRAVES

Pengendalian tirotoksikosis pemberian antitiroid:


PTU (Profil Tio Urasil) atau Karbimasol

Ablasio dengan yodium radioaktif

Tiroidektomi subtotal bilateral


HIPOTIROIDISME

Berkurangnya produksi hormon tiroksin

Manifestasi Klinis tergantung: derajat kekurangan;


mula terjadi; dan lama kelainan berlangsung

Bentuk berat Kretinisme: bentuk tubuh sangat


pendek disertai retardasi mental

Pada tulang panjang akan terjadi: disgenesia


epifisis fragmentasi pusat pertumbuhan tulang dan
tulang rawan yang persisten

Kepala menjadi lebih besar dibanding ukuran tubuh

Tulang belakang kifosis

Hipotiroid yang diobati dini hasil akan baik

Penyebab:
1. Penyakit Hipotalamus
2. Kerusakan kelenjar Hipofisis
3. Defisiensi Jodium
4. Obat antitiroid
5. Tiroiditis
6. Struma Hasimoto gangguan autoimune
7. Hipotiroidisme ianogenik hipotiroid setelah
tiroidektomi atau terapi yodium radioaktif (ablasio
radioaktif)

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 06:02 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
Kamis, 04 November 2010

PATOFISIOLOGIIMUNOLOGI2
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 2
REAKSI MERUGIKAN OBAT

>10% Pasien yang minum obat, mengalami efek


merugikan yang tidak terduga dari pengobatannya

Hal ini merupakan masalah kesehatan masyarakat


yang mendasar dan menyebabkan pemborosan bahan
material yang serius dan merugikan manusia

Respon merugikan berkaitan dengan obat


mencerminkan toksisitas yang disebabkan oleh dosis
pemakaian atau kecepatan pemberianya

Reaksi idiosinkratik pada beberapa individu


merupakan respon personal yang tidak dapat
diperkirakan mencerminkan pola unik metabolisme
obat

Reaksi-reaksi
yang
menyerupai
peristiwa
imunologis dijumpai pada obat-obat (morfin, tiamin,
polimiksin, tubokurarin) yang menyebabkan pelepasan
histamin langsung dari sel mast dan basofil manusia
menyebabkan biduran dan urtikaria ditempat suntikan

Contoh reaksi hipersensitivitas tipe 1 adalah


alergi penicillin.

Reaksi yang merugikan terhadap pinisillin


merupakan contoh hapten yang berikatan dengan
protein tubuh

Agen yang mensensitisasi dapat menyebabkan:


anafilaktik, urtikaria, reaksi IH, serum sikness dan
dermatitis kontak

Respon IgE terhadap antigen yang disuntikan


(mis:penisilin) mungkin terjadi pada sebagian individu,
risiko reaksi urtikaria dan sistemik cepat, tidak terbatas
pada populasi atopik

Uji kulit (skin test) menggunakan produk penisiloil


polilisin (PPL) sekarang digunakan secara luas untuk
menilai adanya hipersensitivitas terhadap penisilin

Hati tempat metabolisme obat yang utama dan


menunjang reaksi merugikan yang paling berat pada
terapi

Jumlah terbanyak dari reaksi obat yang merugikan


pada kulit terdiri dari makula (bintik merah datar) atau
papula (bintik merah meninggi) yang terasa gatal dan
cenderung bersatu menjadi suatu erupsi morbiliformis
(mirip rubela)

Pengawasan ketat adanya tanda-tanda dini reaksi


obat yang merugikan memudahkan penghentian obat
pencetus membatasi morbiditas

Tindakan terbaik adalah menemukan adanya


riwayat penyakit alergi sebelumnya yang memberi
petunjuk adanya risiko tinggi

DEFISIENSI IMUN

Defisit kekebalan humoral (antibodi) mengganggu


pertahanan melawan bakteri virulen, banyak bakteri
seperti ini yang berkapsul dan merangsang
pembentukan nanah

Host yang mengalami gangguan fungsi antibodi


mudah menderita infeksi berulang di gusi, telinga bagian
tengah, selaput otak, sinus paranasal dan struktur
bronkopulmonal

Pemeriksaan imunoglobulin serum dengan alat


nefelometri, sekarang telah banyak digunakan untuk
mengukur kadar IgG, IgA, IgM dan IgD pada serum
manusia

Imunodefisiensi humoral mencolok pada beberapa


penyakit keganasan: mieloma multiple, leukemia
limfositik kronik, dan perlu mendapat perhatian bila sel
tumor menginfiltrasi struktur limforetikuler

Fungsi sel T yang tidak sempurna, pada banyak


penyakit, juga sebagai defek primer atau disebabkan
oleh beberapa gangguan seperti: AIDS, sarkoidosis,
penyakit Hodgkins, neoplasma non-Hodgkins dan
uremia

Fungsi sel T yang gagal terjadi bila timus gagal


berkembang (sindrom DiGeorge) diperbaiki dengan
transplantasi jaringan timus fetus

Perhatian yang serius terhadap setiap orang yang


menderita defisiensi sel T yang jelas adalah pd
ketidakmampuanya untuk membersihkan sel-sel asing
termasuk leukosit viabel dari darah lengkap yang
ditransfusikan

AIDS

AIDS (acquired immunodeficiency syndrome):


adalah penyakit retrovirus yang ditandai oleh
imunosupresi berat yang menyebabkan infeksi
oportunistik, neoplasma skunder dan kelainan
neurologik

AIDS disebabkan retrovirus RNA HIV-1, juga HIV-2


di Afrika Barat

Target utama HIV-1 adalah reseptor CD4+ yang


terdapat di membran sel T helper, makrofag, sel
dendritik (saraf) dan limfoid

Virus HIV masuk ke sel T helper melalui perlekatan


gp 120 (epitop virus HIV) ke reseptor sel CD4+
mengambil alih metabolisme sel T, untuk mensintese
virus baru

Penularan HIV: melalui seks (homoseks atau


heteroseks), transfusi darah, penyalah gunaan obat
terlarang IV, plasenta

Uji penapisan standart adalah ELISA (enzymelinked immuno sorbent assay) dan uji konfirmasi yang
tersering adalah Western blot

Tanda utama infeksi HIV adalah deplesi progresif


sel-sel T CD4+, termasuk sel T helper dan makrofag

Pada sistem imun yang masih utuh, jumlah normal


sel T CD4+ berkisar dari 600 sampai 1200/mm3

Pada infeksi HIV, respon imun seluler maupun


humoral ikut terlibat

FASE KLINIS HIV/AIDS


1. Fase infeksi akut primer (serokonversi)
2. Fase asimptomatik
3. Fase simptomatik dini
4. Fase simptomatik lanjut

Setelah fase awal infeksi HIV, individu mungkin


tetap seronegatif selama beberapa bulan (masa jendela/
window period) saat ia mungkin menularkan virus
kepada orang lain

Infeksi akut terjadi pada tahap serokonversi dari


status antibodi negatif menjadi positif

Pada tahap post serokonversi: banyak pasien


mengalami penyakit mirip-influenza, ruam atau
limfadenopati yang berkaitan dengan penurunan limfosit
T CD4+

Fase asimptomatik infeksi HIV merupakan suatu


periode laten klinis (tahunan) dengan sistem imun relatif
utuh, namun replikasi virus HIV terus berlangsung
terutama di jaringan limfoid

Fase
simptomatik
dini:
ditandai
dengan
limfadenopati generalisata persisten (PGL) dengan
gejala: demam menetap, keringat malam, diare,
penurunan BB fase awal penyakit AIDS

Fase simptomatik lanjut: imunodefisiensi bertambah


parah disertai penyulit infeksi oportunistik, infeksi HIV ke
SSP dan timbulnya neoplastik

Pasien HIV dengan hitung sel T CD4+ < 200/mm3,


baik asimptomatik atau simptomatik diklasifikasikan
sebagai pengidap AIDS

Pasien AIDS rentan infeksi protozoa, bakteri, jamur


dan virus karena menurunya surveilans dan fungsi
sistem imun

Pneumonia Pneumocystic carinii (PPC) adalah


infeksi oportunitik serius yang paling sering didiagnosis
pada pasien dengan AIDS, yaitu fase akhir infeksi HIV

Timbulnya keganasan merupakan gambaran yang


sering dijumpai pada pasien AIDS, termasuk sarkoma
kaposi (SK), limfoma tipe sel B derajat tinggi, dan
karsinoma serviks invasif

Sarkoma Kaposi; merupakan tumor berwarna ungu


di semua organ, tetapi paling khas di kulit

Infeksi SSP oleh HIV menimbulkan ensefalitis yang


menyebabkan sindrom demensia (complex dementia

AIDS), neuropati perifer, dan mielopati pada sebagian


besar pasien dalam fase lanjut penyakit.

Waktu median dari serokonversi sampai kematian


akibat AIDS adalah sekitar 11 tahun

Bayi yang lahir dari ibu positif HIV


memperlihatkan antibodi positif hingga umur 10 18
bulan, karena itu status HIV anak tidak dipakai uji ELISA
atau Western blot, tetapi menggunakan: uji antigen p24
atau RNA HIV

Antibodi HIV bayi mengindikasikan ibu bayi tersebut


positif HIV

Angka penularan HIV dari ibu ke bayi dpt dikurangi


dengan obat antiretrovirus (zidovudin oral) selama
kehamilan, zidovudin IV sewaktu persalinan termasuk
SC, dan sirup zidovudin untuk bayi dan pemberian susu
formula pada bayi, bukan ASI

Anak dengan AIDS perkembangan penyakitnya


lebih cepat dan parah dibanding dewasa
REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 05:20 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGIIMUNOLOGI1

Dr. Suparyanto, M.Kes


PATOFISIOLOGI IMUNOLOGI 1
IMUNOLOGI

Imunologi: ilmu tentang sistem kekebalan tubuh


Fungsi sitem imun (3):
1. Pertahanan (destruksi zat asing seperti virus
atau bakteri, untuk mencegah infeksi dari patogen)
2. Homeostasis (membersihkan sel yang rusak,
mencegah sisa sel berkembang jadi ancaman)
3. Surveilans (mengenali dan menghancurkan sel
yang bermutasi misal Kanker)

Antigen atau imunogen: molekul atau sel yang


mampu merangsang respon imune

Antibodi (imunoglobulin): glikoprotein plasma yang


dihasilkan limfosit B (sel plasma) yang bereaksi
melawan antigen

Sistem limfoid mempertahankan tubuh dari agen


penginvasi, melalui imunitas seluler dan humoral

Organ limfoid primer: sumsum tulang tempat


perkembangan sel T, dan timus tempat perkembangan
sel B

Organ limfoid skunder: kelenjar getah bening, tonsil,


limpa, jaringan terkait mukosa di kulit, saluran nafas,
cerna, urine

Respon
imun
seluler
bersifat
langsung
dilaksanakan oleh limfosit T

Respon imun humoral bersifat tidak langsung,


dilaksanakan oleh imunoglobulin spesifik (antibodi) yang
dihasilkan sel plasma (sel B)

Peran sel T: pengendali dan pelaksana

Pengendali dilaksanakan oleh sel T helper (CD4)


mengendalikan produksi imunoglobulin

Pelaksana dilaksanakan oleh Sel T sitotoksik (CD8)


memusnahkan virus, tumor, jaringan transplantasi

Imunoglobulin: IgG, IgA, IgM, IgE dan IgD


1. IgG paling banyak, dpt menembus plasenta
2. IgM paling besar, bertanggung jawab dalam
respon imun primer
3. IgA ada di air mata, kolostrum, air liur
4. IgE paling sedikit, terlibat hipersensitif tipe 1
5. IgD berfungsi sebagai reseptor imunogen

Komplemen: sekelompok protein (terdiri >9) yang


dalam keadaan normal beredar dalam darah dalam
bentuk inaktif, bentuk aktifnya berperan menimbulkan
respon peradangan

Imunitas didapat alami: aktif setelah sakit atau


terpapar antigen. Pasif didapat dari ibu lewat
plasenta, kolostrom

Imunitas didapat artifisial: aktif vaksinasi. Pasif


serum (antibodi)
Penyakit imunologik:
1. Penyakit imunodefisiensi: AIDS
2. Penyakit hipersensitivitas: alergi
3. Penyakit autoimune: Lupus eritematus sitemik
Penyakit hipersensitif (4)
1. Reaksi tipe 1: anafilaktik (IgE)
2. Reaksi tipe 2: sitotoksik (Ig M dan IgG)
3. Reaksi tipe 3: komplek imun (Ig M,IgG)

4.

Reaksi tipe 4: sel T

GANGGUAN IMUNOLOGI

Contoh hipersensitivitas tipe 1 (IgE), adalah: rinitis


alergika, asma alergi (ekstrinsik), dermatitis atopik

Hipersensitivitas tipe 1 ditandai dengan produksi


IgE yang meningkat akibat terpapar dengan antigen
merupakan ciri khas atopi

Rinitis alergi merupakan kondisi atopik yang paling


sering ditemukan

Obat antihistamin (CTM) yang paling sering


digunakan. Pengobatan utama seharusnya adalah
menghindari alergen

Asma adalah keadaan klinis yang ditandai dengan


episode berulang penyempitan bronkus yang reversibel,
diantara episode adalah nafas normal

Dermatitis atopik adalah suatu gangguan kulit


kronik, yang sering ditemukan pada penderita rinitis
alergika dan asma serta diantara anggota keluarga
mereka

Dermatitis atopik seringkali timbul akibat garukan


pada bayi usia 1 tahun (eksema infantilis) dengan kulit
yang merah, gatal, meninggi dan mengelupas

Eksema infantilis umumnya hilang setelah 5


tahun

Peyebab ketidak nyamanan dermatitis atopik


adalah gatal yang membandel disertai retakan kulit yang
nyeri

Pengobatan dermatitis bersifat simptomatis:


antipruritus dephenhidramin, kortikosteroid, antiinflamasi
non steroid

Biduran (urtikaria): lesi kulit yang mencerminkan


adanya proses imunologis yang melibatkan IgE

Sebagaian besar urtikaria cepat sembuh dan


swasirna, pada anak sering disebabkan oleh virus

Urtikaria sering disebabkan oleh udara dingin

Pruritus pada urticaria tambah parah jika mandi air


panas, stress, gerak, lingkungan fisik yang tidak
mendukung

Sebagaian besar respons antibodi memerlukan


antigen yang pertama kali diproses untuk menghasilkan
antibodi (imunoglobulin)

Gangguan autoimun yang bergantung antibodi


manusia terutama mempengaruhi elemen darah
(trombosit dan eritrosit)

Semakin banyak bukti bahwa ITP (idiopatik


trombositopenik purpura) berhubungan dengan IgG
dalam darah reaktif dengan trombosit penjamu (Host)

Transfusi hemolitik reaksi yang merupakan suatu


bentuk proses imunohemolitik (IH) yang khusus

Biasanya terjadi bila seseorang resipien telah


disensitisasi terhadap antigen eritrosit manusia asing
melalui kehamilan atau riwayat transfusi yang menerima
darah yang mengandung antigen ini

Reaksi
hemolitik
terhadap
darah
yang
ditransfusikan menimbulkan fenomena IH yang sangat
berbahaya dan dramatis yang dijumpai secara klinis

Dengan
mempertimbangkan
akibat
yang
mengerikan ini, maka harus dipertimbangkan setiap
tindakan yang layak dilakukan untuk mencegah atau
mengurangi timbulnya reaksi transfusi hemolitik

Uji Coombs memberikan informasi dasar


mengenai deskripsi gangguan IH

Reaksi positif (menggumpal) menunjukan


terdapat sel-sel darah dengan jumlah bermakna yang
terikat molekul imunoreaktif

Sindrom Goodpasture: suatu gangguan yang


menunjukan autoimun manusia yang diperantarai
antibodi sehingga menyebabkan kerusakan organ
dalam (paru dan ginjal)

Serum sickness penyakit yang diinduksi oleh


kompleks imun (antigen antibodi) prototipik dan
memerlukan pemajanan bahan antigenik (serum, obat)
yang akan tetap berada dalam sirkulasi hingga terjadi
respons antibodi spesifik

Penimbunan kompleks yang terbentuk didalam


jaringan memicu terjadinya inflamasi

Pada mulanya ditimbulkan setelah pemberian


serum kuda untuk mencegah difteri dan tetanus

Hipersensitivitas
tipe
lambat (DTH):
yang
diperantarai oleh limfosit yang tersensitisasi secara
spesifik, memberikan pertahanan major terhadap virus,
fungi dan bakteri yang menyesuaikan terhadap
pertumbuhan
intrasel
dan
juga
menghalangi
pertumbuhan sel ganas

DTH juga mengalami respon yang kurang pada


setiap fungsi protektif yang berlangsung;

Contoh DTH yang paling lazim adalah dermatitis


kontak eksema alergika (AECD)

REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 05:14 0


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
Selasa, 19 Oktober 2010
PATOFISIOLOGIGAGALGINJAL
Dr. Suparyanto, M.Kes

PATOFISIOLOGI GAGAL GINJAL


MACAM GAGAL GINJAL
Gagal Ginjal Akut (GGA):

Sering berkaitan dengan penyakit kritis

Berjalan cepat dalam hitungan hari minggu

Biasanya reversibel bila penderita dapat bertahan


dengan penyakit kritisnya
Gagal Ginjal Kronik (GGK):

Dimulai dengan kerusakan yang progresif pada


nefron dalam waktu lama dan ireversibel
GAGAL GINJAL AKUT (GGA)

GGA = ARF (Acute Renal Failure) dengan gejala:

Penurunan GFR yang cepat (dalam beberapa hari),

Azotemia dan

Gangguan homeostasis elektrolit, cairan dan asam


basa
Penyebab GGA:
1. Prarenal
2. Intrinsik
3. Pascarenal
GGA PRARENAL (PENURUNAN PERFUSI GINJAL)

Deplesi CES absolut (perdarahan, diuresis berat,


diare berat, luka bakar)

Penurunan volume sirkulasi yang efektif

Penurunan curah jantung (infark, aritmia, decom)

Vasodilatasi perifer (sepsis, anafilaksis, anestesi)

Hipoalbumin (sirosis, sindrom nefrotik)

Perubahan hemodinamik ginjal primer (aspirin,


kaptopril, alfa adrenergik)

Obstruksi vaskuler ginjal bilateral (stenosis,


trombosis, emboli)
GGA PASCA RENAL (OBSTRUKSI SALURAN KEMIH)

Obstruksi uretra

Obstruksi saluran kemih (hipertropi prostat,


karsinoma)

Obstruksi ureter (batu)

Kandung kemih neurogenik


GGA INTRINSIK

Nekrosis Tubular Akut (ATN)

Pasca iskemik: syok, sepsis, bedah jantung terbuka

Nefrotoksik endogen: hemoglobin, mioglobin,


multiple mieloma, asam urat

Nefrotoksik eksogen: antibiotik (aminoglikoside,


amfoterisin B), logam berat (merkuri, arsen), pelarut
(metanol, etilen glikol, karbon tetraklorida)

Penyakit vaskular/glomerular: infeksi, alergi,


maligna

GEJALA KLINIS GAGAL GINJAL


1. Stadium oligurik
2. Stadium diuretik
3. Stadium penyembuhan
STADIUM OLIGURIK GGA

Lamanya 7 10 hari

Oliguria terus menerus (akibat syok, penurunan vol


plasma)

Hipervolemia

Hiperkalemia

Asidosis metabolik ( [HCO3-] )

Sindrom uremik
STADIUM DIURETIK GGA

Selama 2 3 minggu

Diuresis, tetapi fungsi tubular tetap terganggu

Efek hipokalemia, hiponatremia, dehidrasi


STADIUM PENYEMBUHAN GGA

Dapat terjadi selama 1 tahun

Kadar BUN dan kreatine kembali normal

SINDROMA UREMIA

Sindrom uremia adalah kumpulan tanda dan gejala


pada insufisiensi ginjal progresif dan GFR menurun
hingga < 10 ml/menit (<10% dari normal) dan
puncaknya pada ESRD (end stage renal disease)

Pada titik ini nefron yang masih utuh, tetapi tidak


mampu lagi mengkompensasi dan mempertahankan
fungsi ginjal normal
MANIFESTASI KLINIS SINDROM UREMIA

Pengaturan fungsi regulasi dan ekskresi yang


kacau: ketidakseimbangan volume cairan dan elektrolit,
asam basa, retensi nitrogen, metabolisme lain,
gangguan hormonal

Abnormalitas sistem tubuh multiple


AZETOMIA

Azetomia: adanya zat nitrogen dalam darah,


diindikasikan dengan tingginya kadar kreatini serum dan
BUN diatas nilai normal

Merupakan tanda awal ESRD atau sindrome


uremia
EFEK SINDROMA UREMIA

Asidosis
metabolik:
ginjal
tidak
mampu
mengsekresi asam (H+)

Hiperkalemia: kegagalan mengsekresi K, dan


kegagalan pertukaran cairan CIS ke CES akibat
asidosis

Gangguan ekskresi Na hipertensi

Hiperuresimia artritis gout

Anemia akibat penurunan eritropoitin

Gangguan perdarahan akibat gangguan


agregasi trombosit

Perikarditis uremia akibat toksin uremia

Pneumonitis uremik akibat peningkatan


permeabilitas membran kapiler alveolar

Kulit: seperti lilin, akibat uremia dan anemia,


pruritus akibat deposit Ca

Saluran cerna: mual, muntah, anoreksia, penurunan


BB

GAGAL GINJAL KRONIK (GGK)

Stadium
1:
menurunya
cadangan
ginjal,
asimtomatik, GFR menurun hingga 25%N

Stadium 2: insufisiensi ginjal: poliuria dan nokturia,


GFR 10% - 25% N, kadar kreatin dan BUN meningkat
diatas N

Stadium 3: ESRD atau sindrom uremik, GFR <5


10ml/mnt, kadar kreatinin dan BUN meningkat tajam,
terjadi kelainan biokimia dan gejala kompleks
PENYEBAB UTAMA ESRD (END STAGE RENAL
DISEASES)

Diabetes

Hipertensi

Glomerulonefritis (GN)

Penyakit Ginjal Polikistik (PKD)


PENATALAKSANAAN GGK
Konservatif:

Penentuan dan pengobatan penyebab

Pengoptimalan dan maintanance keseimbangan


garam dan air

Koreksi obstruksi saluran kemih

Deteksi awal dan pengobatan infeksi

Pengendalian hipertensi

Diet rendah protein, tinggi kalori

Deteksi dan pengobatan komplikasi

Terapi penggantian Ginjal

Hemodialisis (membran semipermiabel ada pada


mesin)

Dialisis peritoneal (membran semipermiabel


menggunakan peritoneum)

Transplantasi ginjal
PH URINE

Urine asam asidosis metabolik, respiratorik dan


pireksia (demam) serta diet banyak protein hewani

Urine basa infeksi saluran kemih (pengurai


urea), diet banyak sayur

Batu dalam urine asam: kalsium oksalat, asam urat,


sistin

Batu dalam urine basa: kalsium fosfat, MgAmonium fosfat (batu triple fosfat/ struvit)

REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 21:07 5


komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGIGINJAL
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI GINJAL
FUNGSI GINJAL

Organ vital yang mempertahankan kestabilan


lingkungan interna tubuh (ECF)

Ginjal mengatur keseimbangan: cairan tubuh,


elektrolit, asam basa dengan cara filtrasi darah

Reabsorpsi selektif air, elektrolit dan non elektrolit

Mengekresikan kelebihan air, elektrolit, asam basa


sebagai urine

Ginjal
juga
berfungsi
mengekskresi
sisa
metabolisme (urea, kreatinine dan asam urat), metabolit
(hormon) dan zat kimia asing (obat)
Ginjal mensekresi (fungsi endokrin):
1. Renin (penting untuk pengaturan tekanan
darah)
2. 1,25 dihidroksi vit D3 (penting untuk mengatur
kalsium)
3. Eritropoietin (penting untuk sintesis eritrosit)

MEKANISME
RENIN

ANGIOTENSIN

ALDOSTERON

Mekanisme yang bertanggung jawab dalam


mempertahankan tekanan darah dan perfusi jaringan
dengan mengatur homeostasis ion Na

Hipotensi dan hipovolemia hipoperfusi ginjal


tekanan perfusi dalam arteriole aferen dan hantaran
NaCl ke makula densa keduanya menyebabkan
sekresi renin dari sel JG (Juksta Glomerulus atau sel
Granular) pada dinding arteriole aferen
Renin di sirkulasi menyebabkan pecahnya
Angiotensinogen substrat (dihasilkan hati) Angiotensin
1

Angiotensin 1 diubah menjadi Angiotensin 2 oleh


ACE (Angiotensin Converted Enzim) yang dihasilkan
Paru dan Ginjal

Angiotensin 2 punya 2 efek:


1. Vasokontriksi arteriole dan
2. Pe reabsorbsi air dan ion Na tekanan
darah naik

BAGAN
MEKANISME
ALDOSTERON

RENIN

ANGIOTENSIN

MEKANISME ADH

Mekanisme ADH berperan penting dalam regulasi


metabolisme air dan mempertahankan osmolalitas
darah normal dengan merangsang rasa haus dan
mengatur ekskresi air melalui ginjal dan osmolalitas
urine

Volume ECF dan pe osmoraritas ECF


merangsang sekresi ADH (hipofisis posterior)
ADH aliran darah ke medulla ginjal
hipertonisitas interstitial medulla kemampuan
memekatkan urine urine

ADH permeabilitas duktus koligen thd air


konsentrasi urine urine

RENAL BLOOD FLOW

RBF atau aliran darah ginjal adalah 1000 1200


ml/menit atau 20 25% dari curah jantung

RPF atau aliran plasma ginjal sekitar 660 ml/menit

GFR (Glomerulus Filtration Rate) indek fungsi


ginjal = 125 ml/menit pada pria dan 115 ml/menit
(wanita)

GFR akan menurun 1ml/menit/tahun setelah umur


30 tahun

PROSEDUR DIAGNOSTIK PENYAKIT GINJAL


Metode Biokimia:

Pemeriksaan Kimia Urine

Laju Filtrasi glomerulus

Tes Fungsi Tubulus


Metode Morfologik:

Pemeriksaan Mikroskopik Urine

Pemeriksaan Bakteriologik Urine

Pemeriksaan radiologi

Biopsi Ginjal
PROTEINURIA

Ekskresi protein normal dalam urine kurang dari


150 mg/hari jika lebih Patologis
Penyebab Proteinuria:

Fungsional

Aliran keluar (prarenal)

Glomerulus

Tubulus
Proteinuria fungsional (sementara) terdapat pada
kasus ginjal normal, akibat ekskresi protein berlebihan

pd kasus: demam, latihan berat, akibat posisi berdiri


(proteinuria ortostatik)

Proteinuria prarenal: akibat ekskresi protein BM


rendah (produksi protein berlebih) pada kasus
Multiple Mieloma dimana jumlah protein yg difiltrasi
melebihi kemampuan reabsorbsi tubulus
Proteinuria menetap terdapat pada penyakit
sistemik dan ginjal

Proteinuria
glomelural
adalah
peningkatan
permeabilitas glomelural akibat hilangnya jumlah atau
ukuran sawar glomerulus (lapisan glomerulus: endotel,
membran basal dan epitel) yang dapat lolos protein
dgn BM rendah

Penyakit tubulointerstisial dapat mengganggu


absorpsi protein tubular yang mengakibatkan proteinuria
(pielonefritis kronik, asidosis tubulus ginjal, sindrom
Fanconi, Nekrosis Tubulus Akut (ATN))

Sindrom neprotik hilangnya protein sebanyak 3,5


g/hr atau lebih dalam urine

HEMATURIA

Hematuria adanya darah dalam urine

Hematuria sering merupakan tanda adanya


penyakit ginjal (glumerulonefritis) atau penyakit saluran
kemih bagian bawah (infeksi, batu, trauma dan
neoplasma)
BATU GINJAL

Jenis batu ginjal tersering: kalsium oksalat, kalsium


fosfat atau campuran

Yang merangsang pembentukan batu: statis urine,


infeksi atau pemakaian kateter menetap

Batu asam urat terbentuk dalam urine asam dan


uropati obstruktif akibat kristalisasi asam urat

Pencegahan pembentukan batu: minum air yang


banyak

BERAT JENIS URINE

Pengukuran berat jenis urine dipergunakan


untuk memperkirakan osmolalitas urine

BJ 1,010 berhub dengan osmolilitas darah


normal

BJ urine min yang diencerkan: 1,001

BJ urine max yg pekat: 1,040

Pada gagal ginjal progresif pertama, ginjal


kehilangan kemampuan untuk memekatkan urine lalu
kehilangan kemampuan mengencerkan urine BJ
urine bertahan 1,010 pd saat gagal ginjal stadium akhir
GFR

GFR indeks fungsi ginjal yang terpenting dan


diukur secara klinis dengan uji bersihan creatinin

Kadar kreatinin serum (normal: 0,7 1,5 mg/dl) dan


BUN (normal: 10 20 mg/dl) berbanding terbalik
dengan GFR dan dapat digunakan untuk penilaian krisis
gagal dan insufisiensi ginjal

BUN (Blood Urea Nitrogen) kurang akurat


dibanding kreatinin karena asupan protein dalam diet
dan keadaan katabolisme dapat mempengaruhi BUN
TEST FUNGSI TUBULUS

Fungsi tubulus adalah: reabsorbsi selektif dari


cairan tubulus dan sekresi kedalam lumen tubulus
Test fungsi tubulus proksimal:

Tes ekskresi fenolsulfonftalein

Para Amino Hipurat (PAH)


Tes fungsi tubulus distal:

Tes pemekatan, pengenceran, pengasaman dan


konservasi Na

SEDIMEN URINE

Unsur abnormal urine: eritrosit, leukosit, bakteri,


silinder (protein yang terbentuk dalam tubulus dan
duktus koligen)

Silinder diberi nama berdasarkan elemen seluler yg


melekat (eritrosit, leukosit, bakteri, sel tubulus)

Silinder punya nilai diagnostik yg tinggi karena


berasal dari ginjal

Silinder granular yg lebar gagal ginjal

Bakteriuria >105 CFU/ml (Coloni Form Unit)


USG

USG memberikan info tentang ukuran dan


anatomi ginjal, termasuk kista dan dilatasi kalix

USG Doppler menilai aliran dalam arteri dan


vena ginjal

CT scan dan MRI (Magnetic Resonance Image)


menggambarkan sistem ginjal
RADIOGRAFI

Radiografi
radioopak

polos

ukuran

ginjal

dan

batu

Kontras IV (IVP) garis bentuk ginjal dan saluran


kemih

Sistouretrogram tanpa kontras dx reflux


vesikuloureteral

Angiografi ginjal kontras radioopak lewat kateter


a. Femoralis

BIOPSI

Diagnosis histologi membutuhkan biopsi ginjal

Biopsi perkutaneus dilakukan dengan jarum


pemotong melalui punggung dengan bantuan ultrasonik
REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6
Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 20:59 0
komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI
Reaksi:
PATOFISIOLOGIDARAH2
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI DARAH 2
LEUKOSIT
Fungsi utama leukosit pertahanan melawan infeksi

Macam leukosit: granulosit (neutrofil, eosinofil dan


basofil), agranulosit (limfosit dan monosit)

Leukositosis: jumlah lekosit lebih dari normal


(>10.000/mm3)

Leukopenia: jumlah leukosit kurang dari normal


(<5.000/mm3)

GANGGUAN LEUKOSIT
LEUKEMIA
Leukemia penyakit neoplastik sumsum tulang
(proliferasi lekopetik)

Tanda: diferensiasi dan proliferasi sel induk


hematopoitik (sel limfoblast) di sumsum tulang
Klasifikasi berdasarkan FAB (French-American-British)

Leukemia Limfoblastik akut (banyak pada anak)


Leukemia Mieloblastik akut (banyak pada dewasa)

ETIOLOGI LEUKEMIA
Penyebab dasar tidak diketahui

Jarang familial (meningkat pada saudara kandung)

Radiasi

Zat kimia (benzen, arsen, pestisida, kloramfenikol,


fenilbutazon, agen antineoplastik)

LEUKEMIA AKUT

Proliferasi sistem lekopetik


Mendesak sistem eritropetik anemia
Mendesak trombopetik trombopeni

Gejala:lemah, demam, anoreksia, nyeri pada sendi

Tanda: pucat, purpura, splenomegali, hepatomegali,


limfadenopati
Gejala klinis:

Penurunan sel hematopoitik (granulosit dan


trombosit) Infeksi (selulitis, pneumonia, infeksi oral,
abses perirektal, septikemia) dan perdarahan

Menggigil, demam, takikardi, takipnea Pengobatan:


kemoterapi, transplantasi sumsum tulang

Leukemia Granulositik Kronik (LGK) atau Leukemia


Mielositik Kronik (LMK) 15% pada dewasa Gangguan
mieloproliferatif (mieloblast) sumsum tulang

Kromosom Philadelphia (Ph) merupakan contoh


perubahan sitogenetik pada 85% pasien leukemia
mieloid kronik, leukemia limfoid atau mielositik akut

LEUKEMIA KRONIK
Gejala: hipermetabolik: kelelahan, penurunan BB,
tidak tahan panas, splenomegali, anemia, takikardia,
pucat, nafas pendek

Pengobatan: kemoterapi, transplatasi sumsum


tulang

LIMFOMA
Limfoma keganasan sistem limfatik

Penyebab: tidak diketahui, imunodefisiensi,


terpapar herbisida, pestisida, pelarut organik (benzen)

Berdasarkan histopatologi mikroskopik dan kelenjar


limfe yang terserang dibedakan: limfoma Hodgkin dan
non-Hodgkin

STADIUM LIMFOMA HODGKIN


1. Stadium 1: mengenai satu regio kelenjar limfe
2. Stadium 2: mengenai dua atau lebih kelenjar
limfe berdekatan atau 2 kel limfe berjauhan
3. Stadium 3: mengenai diatas dan dibawah
diafragma, tetapi masih terbatas pada kel limfe
4. Stadium 4: keterlibatan difus organ
ekstralimfatik (sumsum tulang, hati)
LIMFOMA HODGKIN
Penyebab: belum diketahui

Gambaran histologis: sel Reed Sternberg yang


merupakan sel berinti dua atau lebih nukleoli besar (ciri
khas limfoma Hodgkin)

Gejala: pembesaran kel limfe (servikal dan


supraclavikular) teraba seperti karet, tidak nyeri tekan,
batuk kering, nafas pendek, demam, keringat malam,
anoreksia, kakeksia, kelelahan Pengobatan: kemoterapi

LIMFOMA NON HODGKIN


70% berasal dari sel B

Gejala: demam, penurunan BB, keringat malam,


limfadenopati difus tanpa sakit, efusi pleura, anoreksi,
mual, hematemesis

Pengobatan: kemoterapi

MULTIPLE MIELOMA
Multiple mieloma: neoplastik sel plasma

Manifestasinya adalah proliferasi sel plasma imatur


dan matur dalam sumsum tulang

Penyebab: tidak diketahui

Gambaran diagnosa: >10% sel plasma di sumsum


tulang

Sel plasma dalam tulang atau biopsi jaringan lunak

Adanya protein mieloma pada imunoelektroforesis


urine atau plasma

Adanya lesi tulang pada radiogram rangka

Hapusan perifer ditemukan sel mieloma


Gejala:

Tumor atau asimtomatis, anemia, hiperkalsemia

Peningkatan globulin abnormal gangguan


penglihatan, sakit kepala, mengantuk, mudah marah,
kebingungan

Perdarahan, nyeri tulang (destruksi dan faktur


patologis)

Pengobatan: kemoterapi

HEMOSTASIS
Hemostasis dan koagulasi adalah serangkaian
komplek reaksi yang menyebabkan pengendalian
perdarahan melalui pembentukan trombosit dan bekuan
fibrin pada tempat cidera

Bekuan diikuti oleh resolusi (lisis bekuan) dan


regenerasi endotel

FAKTOR PEMBEKUAN

I Fibrinogen
II protrombin
III Tromboplastin
IV kalsium
V Akselerator plasma globulin
VII Akselerator konversi proteombin serum
VIII Globulin anti hemolitik
IX Faktor Christmas
X Faktor Stuart Prower
XI Pendahulu Tromboplastin Plasma
XII Faktor Hageman
XIII Faktor Penstabil Fibrin

Faktor pembekuan, kecuali faktor III (tromboplastin


jaringan) dan faktor IV (Calsium) merupakan protein
plasma yang berada dalam sirkulasi

Tromboplastin jaringan (Faktor III) dilepas oleh


pembuluh darah yang cedera disebut Faktor
Ekstrinsik

Faktor Instrinsik faktor pembekuan yang ada


dalam plasma darah

HEMOSTASIS
Hemostasis dan koagulasi melindungi individu dari
perdarahan masif akibat trauma

Pada keadaan abnormal, dapat terjadi perdarahan


yang mengancam jiwa atau trombosis yang menyumbat
cabang pembuluh darah

Pada saat cedera, tiga proses utama yang


menyebabkan hemostasis adalah:

Vasokonstriksi sementara

Reaksi trombosit yang terdiri atas adhesi, reaksi


pelepasan, dan agregasi trombosit

Aktivasi faktor pembekuan

Koagulasi dimulai dalam keadaan homeostatik oleh


cedera vaskuler

Vasokontriksi merupakan respon segera terhadap


cedera, diikuti dengan adhesi trombosit pada kolagen
didalam dinding pembuluh darah yang cedera

ADP (agregasi adenosin difosfat) dilepas oleh


trombosit yang menyebabkan agregasi

Trombin merangsang agregasi trombosit

Faktor III trombosit juga mempercepat pembekuan


plasma

BAGAN FASE KOAGULASI

HEMOSTASIS
Setelah pembentukan bekuan, penghentian
pembekuan darah lebih lanjut penting untuk
menghindari keadaan trombotik yang tidak diinginkan
yang disebabkan oleh pembentukan bekuan sistemik
yang berlebihan

Antikoagulan yang terdapat secara alami adalah


antitrombin III (ko-faktor heparin), protein C dan S

Sistem fibrinolitik diaktivasi oleh trombin yang ada


didalam sirkulasi, yang memecah fibrinogen menjadi
monomer fibrin

Aktivasi trombin yang berlebihan mengakibatkan


berkurangnya fibrinogen, trombositopenia,
berkurangnya faktor koagulasi, dan fibrinolisis

HEMOFILIA

Hemofilia gangguan koagulasi herediter


berepisode sebagai perdarahan intermiten

Hemofilia akibat mutasi gen faktor VIII (Hemofili


A) atau faktor IX (Hemofili B) kedua gen terletak di
kromosom X gangguan resesif terkait X

Pengobatan: meningkatkan faktor VIII atau IX dan


mencegah komplikasi

PENYAKIT VON WILLEBRAND


Penyakit Von Willebrand gangguan koagulasi
herediter (autosomal resesif)

Terjadi penurunan Faktor VIII

Pengobatan: meningkatkan faktor VIII

DIC (DISEMINATA INTRAVASKULER COAGULATION)


DIC merupakan sindrom kompleks, dimana
plasma darah yang harusnya cair berubah jadi bekuan
akibat terbentuknya trombi fibrin difus, yang menyumbat
mikrovaskuler tubuh

DIC disebabkan masuknya aktivator koagulasi


(tromboplastin) kedalam sirkulasi: solusio plasenta,
tumor, luka bakar, cedera remuk

Pengobatan: Heparin (antikoagolan)

REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6
Diposkan oleh dr. Suparyanto, M.Kes di 20:49 1
komentar Link ke posting ini
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke
TwitterBerbagi ke Facebook
Label: PATOFISIOLOGI

Reaksi:
PATOFISIOLOGIDARAH1
Dr. Suparyanto, M.Kes
PATOFISIOLOGI DARAH 1
DARAH

Darah merupakan CES, sebagai medium


pertukaran zat antar sel didalam tubuh dan lingkungan
interna

Darah terdiri komponen sel dan cairan

Cairan darah disebut plasma terdiri 91% air dan 9%


zat padat

Fungsi plasma sebagai medium transport


KOMPONEN PLASMA DARAH

Protein: albumin, globulin,

Faktor pembekuan: fibrinogen, trombin

Enzim, hormon

Unsur organik: lemak netral, fosfolipid, kolesterol,


glukosa

Unsur anorganik: mineral


KOMPONEN SEL DARAH

1.
2.
3.

Eritrosit: transport O2 dan CO2


Leukosit: imunitas (fagositosis)
Trombosit: hemostasis (pembekuan)

HEMATOPOIESIS

Hematopoiesis:
proses
pembentukan
dan
pematangan sel darah

Induk sel darah: sel pluripoten

Proeritroblas calon eritosit

Megakarioblast calon trombosit

Monoblas calon monosit

Meiloblas calon lekosit bergranula (neutrofil,


basofil, eosinofil)

Limfoblas calon leukosit B dan T

Sel pluripoten proeritroblas normoblas


basofilik normoblas polikromatofilik normoblas
ortokromatik retikulosit eritrosit

Sel pluripoten megakarioblas promegakariosit


megakariosit trombosit

Sel pluripoten promonosit monosit

Sel pluripoten meioblas promeilosit pecah


jadi 3 macam sel

Promeilosit meilosit eosinofilik eosinofil

Promeilosit meilosit neutrofilik metameilosit


neutrofilik neutrofil batang neutrofil segmen

Promeilosit meilosit basofilik basofil

Sel pluripoten limfoblas prolimfosit pecah


jadi 2 macam sel

Prolimfosit bursa ekuivalen limfosit B sel


plasma

Prolimfosit timus limfosit T

PEMERIKSAAN DARAH
Hitung sel darah

Eritrosit: 3,6 5,4 juta /mm3. (polisitemia diatas


normal, anemia dibawah normal)

Leukosit: 5.000 10.000 /mm3, (lekositosis


diatas normal, lekositopenia dibawah normal)

Trombosit: 150.000 350.000 /mm3 (trombositosis


diatas normal, trombositopenia dibawah normal)
MORFOLOGI SEL DARAH

Anisositosis menyatakan variasi ukuran sel yang


abnormal

Poikilositosis variasi bentuk sel yang abnormal

Polikromasia eritrosit yang memiliki distribusi


warna yang berbeda

Normokromia warna normal, mencerminkan


kadar Hb yang normal dalam eritrosit

Hipokromia warna pucat, anemia


HEMOGLOBIN

Zat warna darah (dalam eritrosit)

Jumlah normal laki-laki : 13,5 17,5 g/dl, sedang


pada wanita : 12 16 g/dl

Jumlah kurang dari normal: anemia


Macam hemoglobin:
1. HbA: hemoglobin dewasa normal
2. HbF: hemoglobin fetal
3. HbS: hemoglobin sel sabit
4. Hb: hemoglobin Memphis

PEMERIKSAAN DARAH

Hematokrit / volume packed sel: volume darah


lengkap yang terdiri dari eritrosit

Normositik: ukuran sel normal

Mikrositik: ukuran sel kecil

Makrositik: ukuran sel besar

Hitung retikulosit: mencerminkan aktifitas sumsum


tulang

Retikulosit: eritrosit imatur

Pemeriksaan aspirasi sumsum tulang: untuk


memperkirakan dosis kemoterapi dan terapi radiasi
pada penderita keganasan hematologik

Analisis sitogenetik perlu untuk diagnosis,


pengobatan, respon pengobatan dan potensi remisi
(penyembuhan)
ERITROSIT

Bentuk lempeng bikonkaf, tidak berinti, dilapisi


membran tipis.

Jumlah normal eritrosit : 3,6 5,4 juta /mikro liter.

Produksi eritrosit dirangsang oleh hormon


glikoprotein, eritropoitin (dibuat ginjal)

Umur eritrosit kira-kira 120 hari


GANGGUAN ERITROSIT

Anemia: jumlah kurang dari normal

Polisitemia: jumlah eritrosit yang terlalu banyak

Anemia
bukan
diagnosa,
tetapi
cerminan
perubahan patofisiologik

Gejala anemia: pucat, tachikardi, bising jantung,


angina, iskemia miokard, dispnea, kelelahan

MACAM ANEMIA (KLASIFIKASI MORFOLOGIK)

Anemia normokromik normositik warna normal


(Hb), bentuk normal

Causa: kehilangan darah akut, hemolisis, penyakit


kronis (infeksi, gangguan endokrin, gangguan ginjal,
kegagalan sumsum tulang, metastase pd sumsum
tulang)

Anemia normokromik makrositik warna normal


(Hb), bentuk besar

Penyebab : defisiensi vit B12, asam folat,


kemoterapi kanker

Anemia hipokromik mikrositik: warna kurang (Hb),


bentuk kecil

Causa: defisiensi besi, sideroblastik (siderosit:


eritosit muda pada sumsum tulang), kehilangan darah
banyak, thalasemia (gangguan sintesa globin)

Peningkatan hilangnya eritrosit


1. Perdarahan

trauma,
ulkus,
polip,
keganasan, hemoroid, menstruasi
2. Penghancuran eritrosit (hemolisis) anemia
sel sabit, thalasemia (gangguan sintesis globin),
sferositosis
(gangguan
membran
eritrosit),
defisiensi enzim (G6PD, piruvatkinase), transfusi,
malaria, hipersplenisme, luka bakar, katup jantung
buatan

Gangguan produksi eritrosit (diseritropoiesis)


1. Keganasan: metatastik, leukemia, limfoma,
meiloma multiple, reaksi obat, zat kimia toksik,
radiasi

2. Penyakit kronis: ginjal, hati, infeksi, defisiensi


endokrin, defisiensi vit B12, asam folat, vit C, besi
ANEMIA APLASTIK

Anemia aplastik gangguan pada sel induk di


sumsum tulang, produksi sel-nya tidak mencukupi

Mengancam jiwa

Causa: kongenital, idiopatik, virus

Pansitopenia

Eritrosit normokromik normositik


Gejala:

Anemia: lelah, lemah, nafas pendek

Trombositopenia: ekimosis dan petekie (perdarahan


dibawah kulit), epistaksis (mimisan), perdarahan saluran
cerna, kemih dan kelamin, sistem saraf

Lekopenia: kerentanan dan keparahan infeksi


(bakteri, virus dan jamur)
Pengobatan:

Transplantasi sumsum tulang


ANEMIA DEFISIENSI BESI

Morfologis: mikrositik hipokromik

Causa: menstruasi, hamil, asupan besi kurang,


vegetarian,
gangguan
absorbsi
(gastrektomi),
perdarahan (polip, neoplasma, gastritis, varises
esofagus, hemoroid)

Gejala: anemi, rambut halus dan rapuh, kuku tipis,


rata, mudah patah dan berbentuk seperti sendok
(koilonikia), atropi papila lidah, stomatitis

Pengobatan: asupan besi, menghilangkan causa

ANEMIA MEGALOBLASTIK

Morfologis: makrositik normokromik

Causa: defisiensi vitamin B12, asam folat,


malnutrisi, malabsorbsi, infeksi parasit (cacing), penyakit
usus, keganasan

Sumber asam folat: daging, hati, sayuran hijau

Gejala: anemia, glositis (lidah meradang dan nyeri),


diare, anoreksia

Pengobatan: asupan asam folat


ANEMIA SEL SABIT

Causa: hemoglobinopati (kelainan struktur)


penyakit genetik autosom resesif

Anemia hemolitik kongenital

Gejala: anemia, infark (penyumbatan),daktilitis


(radang tangan, kaki), takikardi, bising, kardiomegali,
dekom kordis, stroke, icterus, kolelitiasis

Pengobatan: pencegahan dan simtomatis


POLISITEMIA

Polisitemia kelebihan eritrosit

Polisitemia primer atau vera adalah gangguan


meiloproliferatif yaitu sel induk pluripoten abnormal

Polisitemia skunder terjadi jika volume plasma di


dalam
sirkulasi
berkurang
(mengalami
hemokonsentrasi) tetapi volume total eritrosit didalam
sirkulasi normal
REFERENSI

Price, Wilson (2005), Patofisiologi, Konsep Klinis


Proses-Proses Penyakit, Jakarta: EGC, edisi 6

Anda mungkin juga menyukai