Anda di halaman 1dari 8

Nama

Much Ikbal Hidayatullah Amir

Kelas

DK-17

NPM

1306376364

Bakteri
Bakteri merupakan salah satu mikroorganisme yang cukup banyak menyebabkan penyakit pada
tubuh manusia. Pada materi kali ini kita akan membahas 3 jenis bakteri yaitu Clostridium sp,
Mycobacterium leparae dan Mycobacterium tuberculosis.
Closditrium sp
Salah satu jenis bakteri yang umum pada tubuh manusia dan diantara 90 spesies Closditrium yang
telah dikenali, 30 diantaranya dapat menimbulkan penyakit pada manusia.1 Clostridia mempunyai
ukuran panjang 3-8 um, tebal, termasuk jenis bakteri gram positif dan membentuk spora yang dapat
dikulturkan secara anaerob (bakteri anaerob).2 Lingkungan alami mereka adalah tanah dan mereka
cukup berbahaya pada tubuh manusia karena memproduksi exotoksin dan / atau exoenzim. Spesies
Clostridium yang paling popular adalah Closditrium perfringens yang dapat menyebabkan anaerob
selulitis dan gas gangrene.1,2 Selanjutnya terdapat juga C. tetani yang merupakan penyebab dari
penyakit tetanus. C. tetani memproduksi exotoksin tetanospamin yang mana akan memblokade
transmisi CNS pada motor neuron.2 Spesies Clostridium yang lain juga menyebabkan penyakit seperti
botulisme oleh neuroksin dari C. botulinum, Pseudomembranous colitis yang disebabkan oleh C. difficile
(memproduksi enterotolsin dan sitotoksin).2 semua jenis Cloditrium sensitive terhadap penicillin G.
antotoksin yang biasa digunakan sebagai obat terapi pada penyakit tetanus dan botulisme serta obat
heperbarik O2 yang digunakan dalam menyembuhkan gas gangrene.2 Semua clostridia umumnya besar,
gram positif berbentuk batang dengan ketebalan sekita 1 um dan panjang 3-8 um. Walaupun
merupakan jenis gram positif, banyak spesies dari genus ini menunjukkan hasil reaksi berupa gram
negative ( kecuali C. perifringens, clostridia yang memilik flagella dan berspora).2

A. Bakteri penyebab Gas Gangrene (Clostridial Myonecrosis)


Jenis penyakit yang paling umum disebabkan akibat infeksi dari genus Clostridium. Spesies utama
penyababnya adalah C. perfringens namun dapat juga disebabkan oleh C. novyi, C. septicum, dan C.
histolyticum. Invasi dari clostridia akan menyebabkan nekrosis, hemolitik dan kematian pada sel
manusia. Hal ini disebabkan karena mereka memproduksi kolagenase, proteinase, DNases,
lecithinases dan hyaluronidase, yang mana semuanya akan menghancurkan struktu jaringan dan
menghasilkan kumpulan akumulasi gejala dari berbagai jenis toxin tersebut.2,3

Sumber : Mandell GL, Douglas RG, Bennet JE. Principles and Practice of Infectious Disease : 7th ed. Philadelphia: Elsievier Inc; 2010.

Patogenesis
Perfringens memproduksi a-toxin atau lecithinase yang mengakibatkan kerusakan pada
sel membran. Hal ini akan menyebabkan sepsis yang akan berakibat terjadinya hemolitik
anemia karena sel darah di hemolysis oleh a-toxin. selain itu a-toxin juga akan memproduksi
berbagai toxin lain yang mengakibatkan hemolysins, protease, collagenasie, hyaluronidase,
Dnase and neurominidase.3 Semuanya toxin tersebut akan mengakibatkan kerusakan jaringan
berupa trauma pada bagian yang terluka atau terinfeksi. Pada sebuah studi kasus berbagai
jaringan luka yang diakibatkan ketika berperang, umumnya pada luka tersebut terdapat
clostridial spora namun hanya sebagian kecil yang akan berakibat pada clostridial myonecrosis.
Clostridial myonecrosis juga dapat terjadi pasca operasi jika menggunakan peralatan yang tidak
higenis. Infeksi paling sering terjadi pada saluran pencernaan. Kerusakan pada jaringan yang
terjangkau lingkungan luar seperti ulcer yang terjadi pada kaki penderita diabetes juga dapat
mengakibatkan terjadinya penyakit ini jika terinfeksi C. perfringens. C. perfringens dapat
menginfeksi CNS namun sangat jarang terjadi.
Diagnosis dan treatment
Secara klinis clostridial myonecrosis dimulai sekitar 24-72 jam setelah bakteri penyebab
menginfeksi jaringan yang terluka. Gejala awal berupa rasa sakit yang cukup parah namun tidak
dapat menemukan penyebab sakit tersebut. Jika terjadi pada permukaan kulit (infeksi pada luka
luar) akan ditemukan kemerahan disekitar luka yang akan diikuti perubahan warna berupa
warna coklat kemudian ungu yang cepat serta terdapat juga edema dan gas pada lapisan
dibawah kulit. Untuk mendeteksi gejala-gejala ini biasa menggunakan metode pemeriksaan fisik,
ultrasound atau metode radiografi.3 Gejala klinis lainnya adalah mncul hemorraghiac bula
bersamaan dengan adanya serosanguineous. Pertumbuhan bakteri cukup cepat pada darah dan
koloninya dapat di deteksi dalam 12 16 jam pada masa okulasi. Koloninya akan tampak
berwarna kuning keabu-abuan dan buram, berdiameter 4-8 mm, dengan pinggiran yang tidak
teratur. A-toxin atau lechitinase dapat dideteksi dengan menggunakan agar kuning telur sebagai
medianya karena mengandung banyak triglycerides. Metode PCR juga dapat digunakan untuk
mengindentifikasi C. perfringens.3

Penyembuahn penyakit ini adalah dengan melakukan operasi pembedahan pada jaringan yang
terinfeksi . jika terjadi pada organ dalam seperti saluran pencernaan, pengangkatan jaringan
yang terluka atau terinfeksi wajib dilakukan sebelum menginfeksi jaringan yang lain. Jika terjadi
pada bagian ekstremitas, amputasi adalah metode yang sangat dianjurkan untuk dilakukan.
Antiobik awal yang umum digunakan adalah penicillin.

B. Bakteri penyebab Botulisme ( C. botulinum)

Botulisme merupakan penyakit yang diakibatkan intoxication dari protein neurotoxin


yang dihasilakn oleh Clostridium botulinum. Bakteri memiliki kemiripan dengan C. tetani
penyebab penyakit tetanus namun manifestasi klinis mereka berbeda karena menyerang sistem
saraf yang berbeda.3
Epidemiologi
Bakteri C. botulinum disebarkan melalui makanan yang tidak higenis dan telah terjadi
beberapa kali wabah besar seperti pada tahun 1820 di jerman yang dimana bakteri tersebut
menginfeksi saus dan di rusia (menginfeksi ikan).3 Pada united states, telah terjadi 263 kasus
yang pada tahun 1990-2000. Infeksi pada bayi juga sering terjadi dan dahulu infeksinya
diakibatkan komsumsi pada madu. Dari tahun 1992 hingga 2006 telah ditemukan 2416 kasus
botulisme pada bayi di united states.3 Penyakit botulisme sendiri terbagi atas beberapa tipe
seperti tipe A tipe B, atau pun tipe F. C. baratii juga dapat menyebabkan botulisme yaitu
bolutisme tipe F.3
Patogenesis
Clostridium Botulinum akan menginfeksi makanan, ketika makan dikomsumsi dan
diserap pada duodenum dan jejunum, bakteri tersebut akan masuk kedalam pembuluh kapiler.
Kemudian akan menuju saraf peripheral melalui sinaps yang tersambung disekitar saluran
pencernaan. Pada jaringan yang telah terluka, C. botulinum akan membentuk spora dan
menghasilkan toxin mereka yang merupakan rantai single polypetida; yang memiliki berat
molecular 150 hingga 165 kDa, tergantung pada tipe toxinyang dikeluarkan. Toxin yang paling
terkenal dari botulinum adalah tetanospamin. Ketika C. botulinum berada di sel saraf, toxin
mereka akan mencegah pelepasan Ach dengan mengikat presynaptic reseptor kemudian
memasuki sel melalui proses endositosis dan menaikan konsentrasi Ca2+ intraseluler. Kenaikan
calcium ini akan memicu interaksi antara synaptotagmin dan syntaxiin. Interaksi ini akan
mengakibatkan kegagalan stimulasi pada presinaptik sel dalam pelepasan transmitter.
Diagnosis dan treatmen
Pendiagnosisan penyakit ini biasa dialkukan dengan pemerikasaan fisik pada pasien
terjangkit dengan mengecek tanda-tanda umum yang biasa terjadi yaitu kelemahan otot
(paralisis), kelopak mata terkulai dan lemah suara.4 Jika pada bayi, dapat bertanya pada orang
tua apakah ia pernah memakan madu. Pemeriksaan selanjutnya dengan pemeriksaan
laboratorium berupa pengecekan darah, tinja atau muntahan.

Untuk treatmen penyakit botulism ini dapat dialkuakn dengan pembedahahan pengangkatan
jaringan yang rusak (terinfeksi) jika telah cukup parah. Penggunaan antitoxin (equine antitoxin)
dapat digunakan untuk mencegah kerusakan yang lebih lanjut.3,4 Sedangkan pada bayi,
antitoksin berupa Human botulinum immune globulin (BabyBIG) dapat digunakan.3
C. Bakteri penyebab tetanus ( C. tetanii)
Tetanus adalah penyakit sistem saraf yang ditandai dengan kejang tonik persisten,
dengan eksaserbasi singkat kekerasan.3 Kejang biasa terjadi pada leher dan rahang, yang akan
mengakibatkan penutupan rahang. Tetanus disebabkan oleh infeksi Clostridium tetanii.
Clostridium tetanii merupakan bakteri anaerob basilus, gram positif, dan memilik flagella
berlimpah ketika masa partumbuhannya.3 C. tetani menghasilkan dua jenis racun yaitu
tetanospamin dan tetanolysin yang umumnya berada pada masa pertumbuhan. C. tetanii yang
matur akan kehilangan flagelanya, membentuk spora yang menyerupai raket tenis.3
Epidemiology
Penyakit ini cukup sering terjadi terutama pada negara berkmebang. Kematian akibat
tetanus pada negara berkemabng dilaporkan terjadi 28 kasus pada 100.000 populasi.3
perkembangan kasus tetanus dari tahun ke taun dapat dilihat pada tabel dibawah ini.

Patogenesis
Tetanus dimulai saat spora C. tetani telah terbentuk dan memasuki jaringan yang rusak.
Spora tersebu berubah menjadi bakteri berbentuk batang dan menghasilkan toksin yaitu
tetanospamin. 5 Tetanospamin ini memiliki 2 fragmen yaitu fragemen B dan C dimana yang akan
memediasi penempelan pada reseptor di permukaan sel. Sel yang akan diserang oleh racun ini
adalh sel-sel yang berada pada sumsum tulang belakng dan otak yang selanjutnya akan
memblok neurotransmisi otak sehingga menghasilkan kerusakan motor neuron.3,5
Manifestasi klinis
Manifestasi klini pada tetanus terbagi atas 4 tipe yaitu3 :
General
Bentuk paling umum dari tetanus, dimulai dengan adanya gejala berupa risus sardonicus
dan trismus. Kekakuan pada abdominal juga sering terjadi dan munculnya kejang-kejang
pada otot-otot pasien namun kesadaran pasien tetap ada.
Local
Jenis tetanus yang cukup jarang terjadi, dimana pasien mengalami kejang-kejang otot
terus menerus pada daerah yang terinfeksi. Kemudian terjadi disfungsi pada beberapa
saraf motorik.
Sepalik (cephalic)
Jenis tetanus special dari tetanus local dimana efek kejang-kejang tersebut terjadi pada
saraf kranial otot dan diikuti luka pada kepala. Selain itu terdapat juga lesi pada saraf
motoric.

Neonatal tetanus
Terjadi pada bayi yang baru lahir dan terjadi akibat infeksi pada plasenta bayi. Kematian
pada bayi sangat tinggi jika telah terinfeksi C. tetani yaitu sekitar 90%. Kekakuan dan
kekejangan akan terjadi beberapa hari setelah bayi terinfeksi.

Diagnosis
Dalam mediagnosis tetanus, utamanya dengan mengamati pasien (anamnesis) dan
melakukan pemeriksaan fisik untuk mengecek gejala-gejala yang biasa timbul pada tetanus.
Laboratorium tes tidak dapat membantu dalam mengkonfirmasi penyakit tetanus.5 Pengecekan
spora tetanii pada pasien penderita tetanus tidak dapat digunakan sebagai acuan diagnose
dikarenakan 3 hal beriktu ini, yaitu3
1. Walaupun dengan sangat hati-hati, hasil kuluturan bakteri sering negative
2. Jika didapat kulturan positif, tidak mengindikasikan bakteri pada kulturan tersebut
memproduksi toxin
3. Hasil positif kulturan munkin ada pada pasien yang tidak menunjukkan gejala penyakit
tetanus dikarenakan sistem imun yang cukup kuat.
Treatment
Treatment pada penderita tetanus dapat mengikuti protocol dibawah ini yaitu3 :

Sumber : Mandell GL, Douglas RG, Bennet JE. Principles and Practice of Infectious Disease : 7th ed. Philadelphia: Elsievier Inc; 2010.

Myobacterium
Myobacterium merupakan bakteri batang ramping yang dapat menyebabkan penyakit lepra
maupun tuberkolosis (tergantunng jenis bakterinya).2,3 Merupakan gram positif, memerlukan
pewarnaan khusus yaiitu ziehl-Neelsen, tidak dapat diwarnai dengan asam enceran (dilute acid).
Umumnya terdapat 2 spesies mycobacterium yang menyebabkan penyakit pada manusia yaitu
mycobacterium tuberculosis (TB ) yang menyebabkan tuberkolosis dan mycobacterium leprae (LB) yang
menyebabkan penyakit lepra. TB menginfeksi bagian apeks paru-paru dan menyebabkan tuberkolosis.
Menyebabkan nekrosis pada jaringan dan memicu teradinya reaksi alergi. Berbeda dengan TB, LB cukup
sulit didiagnosa menggunakan teknik culturing dengan medium buatan. Penyakit lepra merupakan
manifestasi klinis dari bakteri LB dan biasa terdapat pada kulit, mukosa dan saluran pencernaan. Secara
klinis, terdapat dua tipe yaitu lepra ganas dan lepra yang jinak (tipe tuberkoloid).2 transmisi bakteri ini
biasa melalui kontak dengan kulit atau mukosa.
Tuberculosis Bacteria (TB)
Spesies lain penyebab tuberculosis selain M. tuberculosis adalah M. bovis dan M. africanum. Bakteri ini
pertama kali dikenalkan pada tahun 1982 oleh R. Koch. Karakteristik bakteri ini berupa berbentuk
batang, ramping, acid-fast, lebar 0.4 um dan panjang 3-4 um serta tidak berspora dan nonmotil.
Meruapakan bakteri anaerob dan dideteksi dengan pewarnaan special yaitu dengan pewarnaan ZiehlNeelsen.2

Patogenesis

Pathogenesis pada TB dibagi dua yaitu primer dan sekunder. Gejala yang muncul tergantung
pada reaksi sistem imundan antigen pada TB yaitu 2:
1. Tuberculosis primer
Pada kebanyakan kasus, pathogen akan masuk melalui saluran pernapasan ke
paru-paru, kemudian mereka akan difagosit oleh sel makrofag yang telah berada
disana. Didalam makrofag ini, bakteri TB tidak akan difagosit karena mampu
menghambat enzim fagosit pada makrofag dan selanjutnya TB beroproduksi
didalam makrofag. Sekitar 10-14 hari setelah terinfeksi, TB akan memicu reaksi
inflamasi dan berpindah pada kelenjar getah bening, hal ini akan memicu
datangnya sel T limfosit yang mana akan menambah pembekakan pada daerah
tersebut. Selanjutnya terjadi reaksi ghon ( Ghons complex) di minggu ke 6 hingga
14 setelah infeksi. Pada waktu yang sama terjadi pembentukan granuloma pada
tempat yang terinfeksi dan juga kelenjar getah bening. Makrofag kemudian
diaktifkan kembali oleh sitokin MAF (macrophage activation factor). Yang
terjadinya selnjutnya tergantung pada hasil dari reaksi sistem imun dan bakteri TB.
10% dari penderita yang terkena TB primer akan berlanjut pada TB sekunder

2. Tuberculosis sekunder
Tuberculosis sekunder dimulai dengan pengreaktifan kembali kaseasi nekrosis pada
pertengahan granuloma ( disebut juga sebagai tuberkel) yang memicu terjadinya
proses kavitasi. Kemudian sitokin akan memediasi penghancuran jaringan disertai
kemunculan tumor oleh TNFa. Sitokin ini juga mengakibatkan munculnya cachexia
yang berasosiasi dengan tuberculosis. Bakteri TB akan terus berproduksi kembali
hingga sistem imun tidak mampu melawan dan selanjutnya menginfeksi jaringan
lain yang berada disekitar.

Diagnosis dan treatment


Dalam mendiagnosis TB membutuhkan mikroskop dan identifikasi cultural
(menggunakan metode cultural) untuk mendeteksi keberadaan bakteri TB.
Saat ini telah banyak ditemukan obat-obat yang digunakan pada penyakit TB. Namun
yang perlu diketahu bahwa, 50% dari pasien dimana terkena Tuberkulosis meinggal
dalam kurun waktu 2 tahun dan hanya 25% yang sembuh.3 Pengobatannya biasa
menggunakan metode kemoterapi dan penggunaan obat antituberkel seperti Isoniazid,
rifampin, rifapentine, Pyrazinamide, Ethambutol dan Fluoroquinolones.

Leprosy Bacteria (LB)


Mycobacterium leprae merupakan patogen utama penyebab penyakit lepra. Morfologinya hampir sama
denga TB. Perbedaannya hanyalah LB tidak dapat tumbuh pada medium nutrisi pada proses
pengkulturan (TB dapat tumbuh).

Epidemiologi

Lepra merupakan jenis penyakit yang umum terjadi pada negara berkembang. Penyebaran utama
penyakit ini berasal dari manusia yang terinfeksi. Detail dari penyebarannya masih belum diketahui,
namun diduga adanya kontk dengan penderita dapat mengakibatkan infeksi penyakit lepra. Masa
inkubasi 2-5 tahun.2

Patogenesis.

Patogenesisnya pada LB juga hampir sama dengan TB namun, LB menginfeksi jaringan kulit dan mukosa.
Patogenesisnya dimulai dari penginfeksian oleh mycobacterium leprae pada jaringan kulit yang terluka
atau pada mukosa kemudian berisolasi pada daerah tersebut dan membentuk granuloma. LB banyak
ditemukan pada makrofag yang berada di sekitar granuloma.2 M. leprae dapat menginfeksi sel schwan
dan sel glial sehingga menyebabkan kerusakan pada CNS dan PNS yang dapat berujung pada kematian.3

Diagnosis dan treatment

Pendeteksian patogen ini dengan cara mengambil jaringa kulit atau mukosa yang terinfeksi kemudian
menggunakan pewarnaan Ziehl-Neelsen kemudian melihatnya dibawah mikroskop untuk mencari
molekul DNA spesifik yang menujukkan adanya mycobacterium leprae (LB). 2

Untuk penyembuhan, jika LB masih dalam bentuk paucibacillary (hanya terdiri dari beberapa bacilis)
dapat menggunakan dapson ditambah rifampicin selama 6 bulan. Jika dalam bentuk multibacillary
menggunakan obat yang sama namun ditambahkan dengan clofamine dan waktunya diperpanjang
selama kurang lebih 2 tahun.2

Daftar referensi
1. Brook Itzhak. Clostridium species (Clostridium perfringens, C. butyricum, C. clostridioforme,
C. innocuum, C. ramosum, C. septicum, C. sordellii, C. tertium) [internet]. 2014 [ cited : 2014
Nov 2 ]. Available from : http://www.antimicrobe.org/b90.asp
2. Kayser FH, Bienz K,. Eckert J, Zinkernagel RM. Medical Microbiology. Stuttgart: Georg
Thieme Verlag; 2005. Chapter 4: bacteria as human pathogens. pg : 246-271
3. Mandell GL, Douglas RG, Bennet JE. Principles and Practice of Infectious Disease : 7th ed.
Philadelphia: Elsievier Inc; 2010. Chapter 244, 251 and 251
4. Mayo clinic staff. Disease and Condition Botulism: Test and diagnosis [internet]. 2014 [cited :
2014 Nov 2]. Available from : http://www.mayoclinic.org/diseasesconditions/botulism/basics/tests-diagnosis/con-20025875
5. Tim CDC. Tetanus : Diagnosis and Treatment [internet]. 2013 [cited : 2014 Nov 2]. Available
from : http://www.cdc.gov/tetanus/about/diagnosis-treatment.html

Anda mungkin juga menyukai