Menurut Robert E. Park dan Ernest Burgess dalam penelitiannya di Chicago membagi suatu wilayah ke
dalam 5 (lima) zona yaitu : Zona I (Loop), Zona II (Transitional zone), Zona III (Workingmens homes),
Zona IV (Residential zone) dan Zona V (commuters). Adapun aplikasi dari teori tersebut di kota
Surabaya, dengan asumsi jarak lingkaran masing-masing zona + 3 km, adalah sebagai berikut :
1.
Zona I (Loop).
Zona ini yang menurut Park dan Ernest adalah merupakan concentric business districtterletak di jantung
kota Surabaya, dimana pada lokasi tersebut terdapat pusat perekonomian dan perdagangan Surabaya yaitu
Plaza Tunjungan, World Trade Center Surabaya, Surabaya Plaza, Bursa Efek Surabaya, Pasar Turi dan
Siola. Pusat hiburan malam seperti Diskotek, Pub, Night Club, Panti Pijat, Karaoke, juga terdapat pada
zona ini sepanjang Jl. Embong Malang dan Kedungdoro. Selain itu perkantoran dan perbankan di
sepanjang Jl. Basuki Rahmat dan Jl. Pemuda, Hotel-hotel berbintang seperti Hyatt, JW Marriot dan
Simpang, pemukiman penduduk, kos-kosan mahasiswa/pelajar dan pekerja serta perumahan pejabat
terdapat pula pada zona ini yaitu terletak di sekitar Plaza Tunjungan. Lain daripada itu pemukiman kumuh
juga ada pada zona ini yaitu di sepanjang bantaran Sungai Genteng Kali.
Zona pertama ini dibatasi oleh sistem transportasi Kereta Api yang melalui Stasiun Wonokromo, Gubeng,
Pasar Turi dan Stasiun Kota Semut.
Adapun kerawanan yang terkait dengan tindak pidana dan kenakalan remaja (Juvenile Deliquency) yang
sangat sering terjadi pada wilayah ini adalah : Penyalahgunaan Narkoba dan Minuman Keras (Mabokmabokan), Prostitusi jalanan di sepanjang Jl. Panglima Sudirman, Pelacuran anak sekolah (drive thru)
disepanjang Jl. Pemuda, Pemerasan/pemalakan, Perkelahian pelajar, Pencurian barang-barang di Mal
yang dilakukan oleh remaja dan pergaulan bebas yang terjadi di kos-kosan serta tempat hiburan malam
(diskotek/karaoke/pub) dan hotel-hotel di sepanjang jalan .
2.
Park dan Ernest dalam penelitiannya mengemukakan bahwa zona ini adalah merupakan zona transisi
yang dihuni oleh orang-orang miskin, tidak berpendidikan dan tidak beruntung, yang hidup di rumahrumah petak reot dekat pabrik tua. Park dan Ernest menyatakan bahwa zona ini adalah merupakan area
yang paling tidak diinginkan yang terbuka untuk masuknya gelombang imigran.
Pada Zona kedua ini di Surabaya terdapat pemukiman untuk golongan menengah ke atas di
daerah Darmo Satelit, Dharmahusada, Gubeng Kertajaya dan sepanjang Jl. Raya Darmo. Rumah-rumah
petak terdapat di daerah utara Surabaya (kota lama) dekat dengan pabrik-pabrik tua yang dibangun masa
penjajahan Belanda, di sepanjang Kembang Jepun, Sidotopo, Wonokromo dan Bratang. Daerah kumuh
terdapat di sepanjang bantaran Sungai Wonokromo dan Sungai Darmo Kali. Selain itu pada zona ini
terdapat terminal Wonokromo dan Bratang. Pada zona ini terdapat juga hotel-hotel kecil dan lokalisasi
Dolly.
Kerawanan yang terkait dengan kenakalan remaja pada wilayah ini adalah : penyalah-gunaan narkoba dan
minuman keras, pergaulan bebas, prostitusi di sepanjang bantaran kali dan di sekitar terminal, serta
perjudian (adu merpati dan sabung ayam) di sepanjang rel yang membatasi zona I dan II.
3.
Menurut Park dan Ernest, zone ketiga ini dihuni oleh kelas pekerja,yaitu orang-orang yang karena
pekerjaannya memungkinkan mereka menikmati kemudahan yang ditawarkan kota mereka di
pinggirannya.
Pada zona ini di Surabaya terdapat pusat industri yaitu di Rungkut (SIER) dan Margomulyo Tandes.
Disekitar pusat industri tersebut terdapat pemukiman untuk kalangan menengah ke bawah, termasuk
terdapat rumah susun. Untuk daerah Surabaya bagian Utara, terdapat pelabuhan Tanjung Perak dengan
Pusat Pergudangan. Kawasan kumuh terdapat pada daerah sekitar pelabuhan dan Pethekan.
Kerawanan yang terjadi terkait dengan tindak pidana dan kenakalan remaja pada zona ini adalah : mabokmabokan, kebut-kebutan, prostitusi dan penyalahgunaan narkoba di sekitar Pantai Kenjeran.
4.
Pada zona ini yaitu daerah pemukiman untuk tinggal bagi kalangan menengah ke atas di Kota Surabaya
terdapat pada daerah Kota Mandiri Citraland dan Menanggal. Selain itu terdapat daerah industri di
sepanjang Jl. Mastrip Karangpilang sampai dengan perbatasan dengan wilayah Gresik. Pada zona ini juga
terdapat pemukiman-pemukiman bagi golongan menengah ke bawah serta kos-kosan bagi para pekerja
pabrik. Selain itu juga terdapat kawasan kumuh di sepanjang bantaran kali Brantas.
Kerawanan yang terjadi terkait dengan tindak pidana dan kenakalan remaja pada zona ini adalah :
penyalahgunaan narkoba dan prostitusi terselubung pada rumah-rumah dan kos-kosan.
5.
Zona V (Commuters).
Zona ini di Surabaya adalah merupakan daerah pinggir kota yang terdapat pemukiman untuk golongan
menengah ke bawah. Kerawanan yang terjadi pada zona ini terkait dengan tindak pidana dan kenakalan
remaja adalah : penyalahgunaan narkoba dan merupakan daerah safe house bagi para pelaku kejahatan
lainnya.
Untuk lebih jelasnya penerapan teori Concentric Zone (Park dan Ernest) di kota Surabaya dapat dilihat
dari gambar di bawah ini :
a.
Teori Konsentris
Menurut E.W. Burgess penggunaan lahan yang konsentris dianalogikan sebagai konsepnatural
areas tumbuhan merupakan wilayah alami yang didominasi oleh spesies tertentu yang tercipta sebagai
akibat persaingan dalam pengembangan kehidupannya). Suatu kota akan terdiri dari zona-zona yang
konsentris dan masing-masing zone ini sekaligus mencerminkan tipe penggunaan lahan yang berbeda .
Zona ini paling banyak ditempati oleh perumahan pekerja-pekerja baik pekerja pabrik, industry dan
lain sebagainya. Diantaranya adalah pendatang-pendatang baru dari zona 2, namun masih
menginginkan tempat tinggal yang dekat dengan tempat kerjanya. Belum terjadi invasi dari fungsi
industry dan perdagangan ke daerah ini karena letaknya masih dihalangi oleh zona peralihan. Kondisi
permukimannya lebih baik dibandingkan dengan zona 2 walaupun sebagian besar penduduknya masih
masuk dalam kategori low-medium status.
4. Zona Permukiman yang Lebih Baik (ZPB) atau zone of better Residences (ZBR)
Zona ini dihuni oleh penduduk yang berstatus ekonomi menengah-tinggi, walaupun tidak
berstatus ekonomi sangat baik, namun mereka kebanyakan mengusahakan sendiribusiness kecilkecilan, para professional, para pegawai dan lain sebagainya. Kondisi ekonomi umumnya stabil
sehingga lingkungan permukimannya menunjukkan derajad keteraturan yang cukup tinggi.
Fasilitas permukiman terencana dengan baik sehingga kenyamanan tempat tinggal dapat
dirasakan pada zona ini (Hadi Sabari Yunus , 2010).
b.
c.
Apabila dalam teori konsentris, zona dua berada pada lingkaran konsentris, berbatasan
langsung dengan zona 1, maka pada teori sektor zona kedua membentuk pulsa seperti taji
(wedge) dan menjari kearah luar menembus lingkaran-lingkaran konsentris sehingga gambaran
konsentris mengabur adanya. Jelas sekali terlihat peranan jalur transfortasi dan komunikasi yang
menghubungkan CBD dengan daerah luarnya mengontrol persebaran zona 2 ini. Hal ini wajar
sekali karena, kelangsungan kegiatan pada whole salingini sangat ditentukan oleh derajad
aksesibilitas zona yang bersangkutan.
3. Zona Permukiman Klas Rendah
Zona 3 adalah suatu zona yang dihuni oleh penduduk yang mempunyai kemampuan ekonomi
lemah. Dengan hanya melihat persebaran keruangan zona ini saja seolah-olah adanya kontradiksi
antara teori dan kenyataan. Sebagian zona 3 ini membentuk persebaran yang memanjang radial
centrifugal dimana biasanya bentuk seperti ini sangat dipengaruhi oleh adanya rute transfortasi
dan komunikasi, atau dengan kata lain menunjukkan derajad aksesibilitas yang tinggi. Daerah
daerah dengan derajad aksesibilitas yang tinggi pada kota akan selalu identik dengan daerah
yang bernilai ekonomi tinggi, namun dalam model sektor ini, zona 3 dimana penghuninya
berstatus ekonomi rendah justru mempunyai pola persebaran seperti ini, atau menempati daerahdaerah bernilai ekonomi tinggi. Dalam ketidak mampuan ekonomi dengan sendirinya tipe zona
ini tidak akan mampu bersaing dengan zona 4 dan 5 dan sementara itu zona 4 sendiri tidak
menunjukkan fenomena zona 3.
4. Zona Permukiman Klas Menengah
Zona 4 ini rumahnya relatif lebih besar dibandingkan dengan zona 3 dengan kondisi
lingkungan yang lebih baik. Golongan ini dalam taraf kondisi kemampuan ekonomi yang
menanjak dan semakin mapan. Akibatnya memang kemudian nampak adanya perasaan tidak
puas terhadap lingkungan sebelumnya dan mencari tempat-tempat baru yang memberikan
kenyamanan kehidupan yang lebih baik. Kelompok permukiman baru akan membentuk sektorsektor tersendiri sebagai mana memenuhi salah satu, atau beberapa variabel penarik.
5. Zona Pemukiman Klas Tinggi
Daerah ini menjanjikan kepuasan, kenyamanan bertempat tinggal. Penduduk dengan
penghasilan yang tinggi mampu membangun tempat hunian yang sangat mahal
sampai Luxurious. Kelompok ini disebut sebagai status seekers, yaitu orang-orang yang sangat
kuat status ekonominya dan berusaha mencari pengakuan orang lain dalam hal ketinggian status
sosialnya (Hadi Sabari Yunus , 2010).