Sistem imun adalah sistem pertahanan yang ada pada tubuh manusia yang berfungsi untuk
menjaga manusia dari benda-benda yang asing bagi tubuh manusia. Pada sistem imun ada
istilah yang disebut Imunitas. Imunitas sendiri adalah ketahanan tubuh kita atau resistensi
tubuh kita terhadap suatu penyakit. Jadi sistem imun pada tubuh kita mempunyai imunitas
terhadap berbagai macam penyakit yang dapat membahayakan tubuh kita.
b. Pertahanan Biokimia
Pertahanan biokimia ini adalah pertahanan yang berupa zat-zat kimia yang akan menangani
mikroba yang lolos dari pertahanan fisik. Pertahanan ini dapat berupa pH asam yang
dikeluarkan oleh kelenjar keringat, asam lambung yang diproduksi oleh lambung, air susu,
dan saliva.
c. Pertahanan Humoral
Pertahanan ini disebut humoral karena melibatkan molekul-molekul yang larut unutk
melawan mikroba. Biasanya molekul yang bekerja adalah molekul yang berada di sekitar
daerah yang dilalui oleh mikroba. Contoh molekul larut yang bekerja pada pertahanan ini
adalah Interferon (IFN), Defensin, Kateisidin, dan Sistem Komplemen.
d. Pertahanan Selular
Pertahanan ini melibatkan sel-sel sistem imun dalam melawan mikroba. Sel-sel tersebut ada
yang ditemukan pada sirkulasi darah dan ada juga yang di jaringan. Neutrofil, Basofil,
Eusinofil, Monosit, dan sel NK adalah sel sistem imun non-spesifik yang biasa ditemukan
pada sirkulasi darah. Sedangkan sel yang biasa ditemukan pada jaringan adalah sel Mast,
Makrofag dan sel NK.
1 1.
Pertahanan Non-Spesifik
Memberikan perlindungan umum terhadap berbagai jenis agens. Oleh beberapa ahli, pertahanan ini
dimasukkan dalam pertahanan non-imun. Ahli lain menyebutnya sebagai pertahanan imun melawan
bawaan lahir atau imunitas alami.
a. Pertahanan nonspesifik terdiri dari semua barier fisik, mekanik, dan kimia sejak lahir yang melawan
benda asing.
b. Barier tersebut meliputi kulit, membran mukosa, sel-sel fasogitik, an zat yang dilepas leukosit.
2. Imunitas Didapat
Adalah pertahanan spesifik yang diinduksi melalui pajanan terhadap agens infeksius spesifik.
Jaringan limpatik dan organ tubuh membentuk sistem imun.
a. Komponen sistem imun meliputi organ-organ limfoid primer (sumsum tulang dan kelenjar timus),
jaringan limfoid sekunder (nodus limfe, limpa, adenoid, amandel, bercak Peyer pada usus halus, dan
apendiks), juga beberapa sel lain dan produk sel.
b. Ada dua jenis respon imun, yakni ;
1. Imunitas humoral dengan perantara antibodi, diproduksi limfosit yang berasal dari sumsum tulang
(sel-sel B) dan ditemukan dalam plasma darah.
2. Imunitas selular diperantarai limfosit yang berasal dari timus (sel-sel T).
SISTEM IMUN
Definisi :
Sistem imun adalah suatu sistem yang menberikan respon imun (humoral dan selular) untuk
menghadapi agens asing spesifik seperti bakteri, virus, toksin, atau zat lain yang oleh tubuh dianggap
bukan bagian diri.
Karakteristik :
1. Spesifisitas
Sistem imun dapat membedakan berbagai zat asing dan responnya terutama jika dibutuhkan.
Komponen :
1. Antigen
Adalah suatu zat yang menyebabkan respon spesifik yang biasanya berupa zat yang berat molekul
besar dan juga kompleks zat kima seperti protein dan polisakarida.
a. Struktur
1. Sebuah molekul antibodi terdiri dari empat rantai polipeptida ; dua rantai berat identik dan dua
rantai ringan identik. Istilah berat dan ringan mengacu pada berat molekul relatifnya.
2. Rantai-rantai dihubungkan dengan ikatan disulifida (-S-S-) dan ikatan lain untuk membentuk molekul
berbentuk Y yang memiliki area hinge (engsel) fleksibel. Ini untuk memungkinkan terjadinya
perubahan bentuk saat bereaksi denga jumlah antigen maksimum.
3. Regia variabel pada rantai berat dan ringan terletak dibagian ujung lengan Y. Regia ini membentuk
dua sisi pengikat antigen. Suatu antibodi memiliki sedikitnya dua sisi pengikat yang disebut bivalen.
a. Regia variabel pada antibodi yang berbeda memiliki rangkaian asam amino yang berbeda.
b. Spesifisitas suatu antibodi terhadap antigen tertentu bergantung pada struktur regia variabelnya.
4. Regia konstan terdiri dari lengan Y dan batang molekul, selalu identik pada semua antibodi dari kelas
yang sama.
b. Kelas Antibodi
Antibodi adalah sekelompok protein plasma yang disebut imunoglobulin (Ig). Ada lima kelas (isotipe)
imunoglobulin ;
1. Molekul IgA mencapai 15% dari semua antibodi dalam semua antibodi dalam serum darah dan
ditemukan dalam seksresi tubuh seperti keringat, saliva, air mata, pernafasan, genitourinari, dan
2.
3.
4.
5.
sekresi usus, serta ASI. Fungsi utama IgA adalah untuk melawan mikroorganisme pada setiap titik
masuk potensial ke dalam tubuh.
Molekul IgD dalam serum darah dan limfe relatif sedikit, tetapi banyak ditemukan dalam limfosit B.
Hanya sedikit yang diketahui mengenai fungsinya, molekul ini membantu memicu respons imun.
Molekul IgE biasanya ditemukan dalam konsentrasi darah yang sangat rendah. Kadarnya meningkat
selama reaksi alergi dan pada penyakit parasitik tertentu. Molekul ini terikat pada reseptor sel mast
dan basofil serta menyebabkan pelepasan histamin dan mediator kimia lainnya.
Molekul IgG mencapai 80% dari keseluruhan antibodi yang bersirkulasi dan merupakan satu-satunya
antibodi yang dapat menembus plasenta dan memberikan imunitas pada bayi baru lahir. Molekul ini
akan diproduksi secara besar-besaran saat terjadi pajanan kedua yang berikutnya terhadap suatu
antigen spesifik. Molekul ini berfungsi sebagai pelindung terhadap mikroorganisme dan toksin yang
bersirkulasi, mengaktivasi sistem komplemen, dan mengingkatkan keefektifan sel fagositik.
Molekul IgM merupakan antibodi pertama yang tiba di sisi infeksi pada pajanan awal terhadap
antigen. Pajanan kedua mengakibatkan peningkatan produksi IgG. Antibodi IgM mengaktifasi
komplemen dan memperbanyak fagositosis, tetapi umur molekul ini relatif pendek. Karena
ukurannya, maka molekul ini menetap dalam pembuluh darah dan tidak memasuki jaringan sekitar.
3. Interaksi Antibodi-Antigen
Sisi pengikat antigen pada regio variabel antibodi akan berikatan dengan sisi penghubung
determinan antigenik pada antigen untuk membentuk kompleks antigen-antibodi (imun).
Pengikatan ini memungkinkan inaktivasi antigen melalui proses fiksasi, netralisasi, aglutinasi, atau
presipitasi.
a. Fiksasi komplemen terjadi jika bagian molekul antibodi mengikat komplemen. Ikatan molekul
komplemen diaktivasi melalui jalur klasik yang memicu efek cascade untuk mencegah terjadinya
kerusakan akibat organisme atau toksin penyusup. Efek yang paling penting meliputi;
1. Opsonisasi.
Partikel antigen diselubungi antibodi atau komplemen-komplemen yang memfasilitasi proses
fagositosis pertikel, selain itu suatu produk protein berlekuk dari cascade komplemen, C3b, juga
berinteraksi dengan reseptor khusus pada neutrofil dan makrofag, dan meningkatkan fagositosis.
2. Sitolisis.
Kombinasi dari faktor-faktor komplemen multiple mengakibatkan rupturnya membran plasma
bakteri atau penyusup lain dan menyebabkan isi selular keluar.
3. Inflamasi.
Produk komplemen berkontribusi dalam inflamasi akut melalui aktivasi sel mast, basofil, dan
trombosit darah.
b. Netralisasi terjadi saat antibodi menutup sisi toksik antigen dan menjadikannya tidak berbahaya.
c. Aglutinasi (penggumpalan) terjadi jika antigen adalah materi partikulat, seperti bakteri atau sel-sel
merah.
d. Presipitasi terjadi jika antigen dapat larut. Kompleks imun menjadi besar akibat hubungan silang
molekul antigen sehingga tidak dapat larut dab berpresipitasi. Reaksi presipitasi antara antigen dan
antibodi dapat dipakai secara klinis untuk mendeteksi dan mengukur salah satu komponen berikut;
1. Imuno Elektroforesis adalah suatu metode untuk menganalisis campuran antigen (protein) dan
antibodinya. Protein digerakkan pada bidang listrik (elektroforesis) untuk dipisahkan dan kemudian
dibiarkan berdifusi dalam jeli agar tempat setiap protein membentuk garis presipitin dengan
antibodinya.
2. Radio Imuno Assai (RIA) didasarkan pada pengikatan kompetitif secara radio aktif antara antigen
berlabel dan antigen tidak berlabel untuk sejumlah kecil antibodi. Metode ini memungkinkan
dilakukannya analisis terhadap antigen, antibodi, atau kompleks dalam jumlah yang sangat kecil
melalui pengukuran radioaktivitasnya bukan melalui cara kimia.
Jenis Imunitas :
1. Imunitas Aktif didapat akibat kontak langsung dengan mikroorganisme atau toksin, sehinnga
tubuh memproduksi antibodinya sendiri.
a. Imunitas Aktif Alami
Terjadi jika seseorang terpapar suatu penyakit dan sistem imun memproduksi antibodi serta limfosit
khusus. Imunitas dapat bersifat seumur hidup (campak, cacar) atau sementara (pneumonia
pnemokokal, gonore).
b. Imunitas Aktif Buatan
Merupakan hasil vaksinasi. Vaksin dibuat dari patogen yang mati atau dilemahkan atau toksin yang
telah diubah. Vaksin ini dapat merangsang respons imun, tetapi tidak menyebabkan penyakit.
2. Imunitas Pasif terjadi jika antibodi dipindah dari satu individu ke individu lain.
a. Imunitas pasif alami
Terjadi pada janin saat antibodi IgG ibu masuk menembus plasenta. Antibodi IgG memberi
perlindungan sementara (mingguan-bulanan) pada sistem imun yang imatur.
b. Imunitas Pasif Buatan
Imunitas yang diberikan melalui injeksi antibodi yang diproduksi orang atau hewan yang kebal
karena pernah terpapar suatu antigen. Misalnya antibodi dari kuda yang sudah kebal terhadap racun
ular tertentu pada diinjeksikan pada individu yang dipatuk ular sejenis.
Fungsi :
1. Sel B adalah antigen spesifik yang berproliferasi untuk merespons antigen tertentu. Sel B
berdiferensiasi menjadi sel plasma non ploriferasi yang mensisitesis dan mensekresi antibodi.
2. Sel T juga menunjukkan spesifisitas antigen dan akan berproliferasi jika ada antigen, tetapi sel ini
tidak memproduksi antibodi.
a. Sel T mengenali dan berinteraksi melalui reseptor sel T, yaitu protein permukaan sel yang terikat
membran dan analog dengan antibodi.
b. Sel T memproduksi zat aktif secara imunologis yang disebut limfokin. Subtipe limfosit T berfungsi
untuk membantu limfosit B merespons antigen, membunuh sel-sel asing tertentu, dan mengatur
respons imun.
3. Makrofag secara fagositik menelan zat asing dan melalui kerja enzimatik menguraikan materi yang
tertelan untuk diekskresi dan untuk pemakaian ulang.
a. Makrofag memproses antigen terfagositosis melalui denaturasi atau mencerna sebagian antigen
untuk menghasilkan fragmen yang mengandung determinan antigenik.
b. Makrofag akan meletakkan fragmen antigen pada permukaan selnya sehingga terpapar untuk
limfosit T tertentu. Ini merupakan langkah penting dalam aktivasi sel T.
Respons Sel B :
1. Sel B merupakan nama bursa Fabrisius, yaitu jaringan limfoid yang ditemukan pada ayam. Jaringan
sejenis yang ada pada mamalia yaitu sumsum tulang, jaringan limfe usus, dan limpa.
2. Setelah berdiferensiasi dari sel-sel batang prekursor, sel B matur bermigrasi ke organ-organ limfe
perifer seperti limpa, nodus limfe, bercak Peyer pada saluran pencernaan dan amandel.
3. Sel B matur membawa molekul imunoglobulin permukaan yang terikat dengan membran selnya.
Saat diaktivasi oleh antigen tertentu dan dengan bantuan limfosit T, sel B akan berdiferensiasi
melalui dua cara, yakni;
a. Sel Plasma
Sel B yang telah terdiferensiasi penuh. Sel ini mampu mensistesis dan mensekresi antibodi untuk
menghancurkan antigen tertentu.
b. Sel Memori B
Sel ini tidak membelah dan berasal dari pecahan limfosit B antigen teraktivasi. Sel memori menetap
dalam jaringan limfoid dan siap merespons antigen perangsang yang muncul dalam pajanan
selanjutnya dengan merespons imun sekunder yang lebih cepat dan lebih besar.
4. Selection Clonal Theory mengenal pembentukan antibodi, diajukan dan dikembangkan oleh Jenre,
Burnet, Talmadge, dan Lederberg adalah hipotesis kerja yang menjelaskan kompleksitas fungsi
sistem imun. Pokok pikiran pada teori ini adalah sebagai berikut ;
a. Sel B secara genetik diprogram untuk merespon spesifik sebelum mengadakan hubungan dengan
antigen tersebut. Sebelum berdiferensiasi menjadi sel plasma yang mensekresi antibodi sebagai
reseptor permukaan yang terikat membran. Antibodi ini adalah molekul Ig dari spesifisitas yang
sama dengan antibodi yang akan diproduksi setelah sel B teraktivasi dan terdiferensiasi.
b. Setiap orang memiliki jutaan sel B. Masing-masing sel B membawa sebuah antibodi terikat-membran
yang berbeda yang mampu bereaksi dengan sebuah determinan antigenik tunggal.
c. Jika suatu antigen atau determinan antigenik bertemu dengan resptorantibodi yang sesuai di sel B
imatur, antigen akan berikatan dengan reseptor dan memicu proliferasi serta maturasi sel B tertentu
menjadi sel plasma dan sel memori.
d. Hasilnya adalah tiruan, atau kelompok sel yang secara genetik identik dan diturunkan dari satu sel B
tunggal. Antibodi yang diproduksi bereaksi khususnya dengan antigen yang menyebabkan respons.
e. Setiap sel plasma akan memproduksi satu jenis antibodi asalkan antigennya tersedia.
f.
g.
h.
1.
2.
Setiap limfosit yang membawa antibodi berlawanan dengan antigen diri akan hancur selama
kehidupan janin. Semua sel B pada individu yang sistem imunnya kompeten akan mentolerir bagian
diri dan biasanya tidak akan memproduksi respons imun lanjutan untuk mengadapi antigen diri.
Clonal selection theory dapat juga diterapkan pada sel T. Antigen yang terikat pada reseptor sel T
memicu ploriferasi pada tiruan sel matur yang diturunkan dari sel T matur tunggal.
Clonal Selection Theory menjelaskan memori imunologis.
Respons Imun Primer berlangsung lambat karena pada awalnya hanya ada sedikit sel yang memiliki
molekul antibodi permukaan atau reseptor sel T untuk merespons antigen.
Respons Sekunder pada pajanan terhadap antigen yang berikutnya berlangsung lebih cepat dan
lebih kuat karena tiruan tambahan dari sel B memori berkembang dan sel T dapat meresponsnya.
Respon Sel T
a. Sel T, seperti sel B berasal dari sel batang prekursor dalam sumsum tulang. Pada periode akhir
perkembangan janin atau segera setelah lahir , sel prekursor bermigrasi menuju kelenjar
timus,tempatnya berpoliferasi,berdiferensiasi, dan mendapatkan kemampuan untuk mengenali diri.
(1). Setiap individu memiliki suatu susunan khas tanda protein permukaan sel(antigen) yang
dikodekan oleh gen yang disebut sebagai kompleks histokompatibilitas mayor(major histocompat
ibility complex[MHC]). Protein yang dikodekan oleh MHC kelas 1 dan kelas II penting dalam aktifitas
sel T.
(a). Antigen dikodekan MHC kelas I di produksi pada permukaan semua sel bernukleus
dalam tubuh
(b). Antigen dikodekan MHC kelas II hanya ditemukan pada permukaan sel B dan makrofag
(2). Selama masa kehidupan awal, antigen yang dikodekan MHC sudah tertanam dalam sel T pada
kelenjar timus. Dengan demikian, sel T akan mengenali setiap MHC pangkode antigen lain sebagai
benda asing. Ini merupakan dasar untuk rejeksi imun terhadap organ yang dicangkok atau
ditransplantasi.
b. setelah mengalami diferensiasi dan maturasi. Sel T bermigrasi menuju organ limfoid seperti limpa
atau nodus limfe. Sel ini dikhususkan untuk melawan sel yang mengandung organisme intraseluler.
(1). Setiap sel T memiliki satu jenis molekul reseptor permukaan sel (reseptor sel T) yang merupakan
antigen khusus. Ada jutaan jenis reseptor sel T, tetapi setiap jenis dapat mengenali suatu antigen
asing spesifik hanya jika reseptor tersebut berhubungan dengan antigen yang dikodekan MHC. Ini
untuk memberi tahu sel bahwa reseptor telah mengadakan kontak dengan sel lain.
(2). Saat pengenalan antigen asing, sel T berdiferensiasi menjadi sel memori yang menetap setelah
inaktifasi antigen dan tiga jenis sel T efektor.
c. sel T efektor
(1). Sel T sitotoksik (sel T pembunuh) mengenali dan menghancurkan sel yang memperlihatkan
antigen asing pada permukaanya, seperti sel kanker,sel jaringan transplantasi, dan virus serta
beberapa jenis bakteri yang bereproduksi dalam sel hospes.
(a). Sel T sitotoksik meninggalkan jaringan limfoid dan bermigrasi menuju lokasi sel
Di sini mengikat sel terget dan menghancurkannya
targetnya.
(b). Karena reseptor sel T pada sel T sitoksik mengenali antigen asing sel target hanya jika sel T juga
mengenali antigen yang dikodekan MHC permukaan sel normalnya (antigen diri kelas I), maka fungsi
sel T sitoksik disebut sebagai MHC terestriksi.
(2). Sel T pembantu tidak berperan langsung dalam pembunuhan sel. Sel ini mengenali antigen MHC
kela s II, yang ada dalam sel B dan makrofag, dan harus melihat antigen tersebut teraktivasi.
Setelah aktivasi oleh makrofag pembawa antigen, sel T pembantu memiliki beberapa fungsi.
(a). Sel ini diperlukan untuk sintesis antibodi normal.
(i). Sel T pembantu teraktivasi akan berinteraksi dengan sel B yang antibodinya mengenali antigen yang
sama dengan antigen yang menstimulasi sel T pembantu.
(ii). Sel B terpicu untuk membelah dan berdiferensiasi menjadi tiruan sel-sel plasma yang memproduksi
antibodi
(b). Saat pengenalan antigen asing, sel T dan sel T pembantu melepas interleukin-2 yang menginduksi
proliferasi sel T sitoksik.(sekresi interleukin-2 distimulasi oleh interleukin-I yang dilepas makrofag).
(c). Beberapa sel T pembantu akan menolong sel T lain untuk merespons antigen
(d). Sel T hipersensitivitas penghambat adalah satu jenis sel T pembantu yang memproduksi zat (limfokin)
yang penting dalam reaksi alergi (hipersensitivitas) dan rejeksi transplan.
(3). Sel T supresor, setelah diaktivasi sel T pembantu akan menekan respons sel B dan T. Dalam
sirkuit umpan balik regulator mandiri, sel T pembantu akan dihambat oleh sel T supresor.
(4). Limfokin adalah suatu jenis zat yang diproduksi sel T yang berfungsi untuk memodifikasi respon
imun. Pelepasannya memobilisasi sel-sel perantara imunitas untuk melawan benda asing. Efeknya
diperlihatkan dalam Tabel 12-1.
Fungsi
Interleukin-1
Interleukin-2
Interferon
Limfotoksin
Faktor transfer
4. sel pembunuh alami adalah suatu jenis populasi limfosit non-T dan non-B yang memiliki sifat
sitoksik.
a. sel pembunuh alami tidak perlu berinteraksi dengan antigen atau limfosit untuk
mengahancurkan sel tertentu. Sel ini dapat secara spontan melisiskan sel target tanpa meristriksi
MHC, antibodi, komplemen, atau limfokin.
b. sel pembunuh alami dipercaya sebagai komponen penting dalam sistem surveilens alami tubuh
terhadap sel-sel kanker yang muncul pada lokasi primer atau metastatis. Sel ini juga berpastisipasi
dalam perlindungan terhadap virus, jamur, dan parasit.
a. Antigen yang mendorong terjadinya respons hipersensitivitas disebut alergen. Pajanan terhadap
alergen akan mengebalkan atau mensensitifkan individu sehingga pajanan berikutnya
mengakibatkan reaksi alergik.
b. Hipersensitivitas langsung adalah reaksi alergik yang terjadi dalam satuan waktu menit atau jam
setelah pajanan ulang terhadap antigen. Ada tiga subdivisi reaksi hipersensitivitas langsung.
(1). Reaksi tipe 1 (anafilaksis) terjadi dalam beberapa menit setelah pajanan tulang pada orang yang
sensitif dan akibat pengikatan IgE hospes dengan sel mast dan basofil.
(a). Alergen berikatan dengan sel terselubung IgE yang memicu pelepasan zat vasoaktif (meditor
anafilaksis) seperti histamin,serotonin,dan leukrotin secara eksplosif.
(b). Mediator secara bersama-sama menyebabkan peningkatan permeabilitas kapilar,kontraksi otot
polos,dan sekresi mukus.
(c). Karena sel mast dan basofil terletak diberbagai area dalam tubuh maka reaksi anafilaksis dapat juga
melibatkan reaksi lokal seperti urtikaria,eksim,mata merah,kongesti nasal,gatal ,kesulitan
bernafas,distres saluran gastrointestinal, atau kram yang berlebihan.
(d). Anafilaksis akut (syok anafilaksis) adalah reaksi yang mengancam kelangsungan hidup yang berkaitan
dengan ketidakmampuan untuk bernapas akibat konstriksi bronkiolus dan kegagalan kardiovaskular.
Kondisi ini harus segera ditangani dengan menginjeksi epinefrin atau antihistamin.
(2). Reaksi jenis II(sitoksis) biasanya diperantarai oleh komplemen. Reaksi ini melibatkan
penggabungan antibodi (IgG atau IgM) dengan antigen pada sel darah atau sel jaringan. Contoh
reaksi jenis II adalah reaksi tranfusi atau ketidakcocokan Rh(eritoblastosis fetalis).
(3). Reaksi jenis III (kompleks imun) diperantarai oleh agregat (kompleks) antibodi dan antigen yang
mengakumulasi dan mengaktifasi komplemen,trombosit,dan sel fagosit pada area jaringan yang
rusak. Contoh reaksi jenis III meliputi artritis rematoid,systemic lupus erythematosus dan serum
sickness.
c. Reaksi hipersensitifitas penghambat(reaksi jenis IV) terjadi setelah 24jam atau lebih dan
diperantarai oleh sel T dan makrofag, bukan oleh sel B dan antibodi. Contoh reaksi jenis IV meliputi
reaksi pemeriksaan kulit tuberkulin,rejeksi jaringan transplan dan alergi yang berhubungan dengan
dermatitis.
2. penyakit autoimun terjadi akibat kegagalan toleransi-diri imunologis yang menyebabkan respons
sistem imun melawan sel tubuh sendiri. Contoh beberapa penyakit yang dipercaya disebabkan oleh
mekanisme autoimun meliputi penyakit addsion kelenjar adrenal,tiroiditis,artritis,rematoid,sklerosis
3. imunodefisiensi adalah kondisi yang menurunkan keefektifan sistem imun atau suatu kondisi yang
tidak mampu merespon antigen.
a. defisiensi imun kongenital ini adalah kasus yang langka, yaitu seseorang lahir tanpa memiliki sel B
maupun sel T. Orang seperti ini tidak memiliki perlindungan terhadap infeksi dan harus hidup dalam
lingkungan yang sejati.
b. acquired immune deficiency syndrome (AIDS) adalah penyakit virus yang menyebabkan oleh human
inmunodeficiency virus (HIV). Pada orang yang terinfeksi HIV jumlah sel T pembantu berkurang dan
sistem imun melemah. Orang yang terjangkit menjadi rentan terhadap mikroorganisme yang dalam
keadaan normal tidak akan menjadi masalah bagi orang yang sehat(infeksi oportunistik) dan
terhadap perkembangan kanker seperti kaposis sarcoma.
Respon Imun
Jika pathogen memasuki tubuh, ada 2 cara yang dilakukan oleh tubuh dalam memberikan
respon terhadap masuknya pathogen tersebut yaitu respon imun non-spesifik dan respon imun
spesifik.
Respon Imun Non-spesifik
Dikatakan respon imun non-spesifik dikarenakan respon imun yang timbul terjadi pada
jaringan tubuh yang rusak/luka bukan terhadap penyebab kerusakan itu sendiri. Respon imun
non-spesifik berupa inflamasi dan fagositosis.
Inflamasi
Pembengkakan jaringan (inflamasi) merupakan reaksi cepat terhadap kerusakan jaringan.
Terjadinya inflamasi ditandai dengan:
Timbulnya warna kemerahan
Timbulnya rasa panas
Terjadinya pembengkakan
Timbulnya rasa sakit
Perhatikan penggambaran respon peradangan yang disederhanakan berikut ini:
Keterangan: 1. Respon yang terlokalisasi dipicu ketika sel-sel jaringan yang rusak oleh
bakteri atau kerusakan fisik membebaskan sinyal kimiawi seperti histamin dan
prostaglandin. 2. Sinyal tersebut merangsang pembesaran kapiler (yang mengakibatkan
permukaan sel pathogen. Antibody akan menyerang pathogen sebelum pathogen tersebut
menyerang sel-sel tubuh. Terdapat 3 jenis sel B yaitu:
Sel B plasma. Mensekresikan antibody ke sirkulasi tubuh. Setiap antibody bersifat
spesifik terhadap satu jenis antigen. Masa hidup selama 4-5 hari.
Sel B memori. Masa hidup lama dalam darah. Sel ini akan mengingat suatu antigen dan
akan merespon dengan cepat ketika terjadi infeksi kedua
Sel B pembelah. Berfungsi untuk menghasilkan sel B dalam jumlah banyak.
Gambar. Sel B dan sel T bersama mengenali antigen dengan jumlah yang tidak
terbatas, tetapi masing-masing individu hanya mengenali satu antigen (perhatikan
adanya perbedaan bentuk reseptor antigen antara keenam sel B diatas). Ketika suatu
antigen berikatan dengan sel B atau sel T, sel tersebut akan memperbanyak diri dan
membentuk klon sel yang sama. proliferasi sel-sel ini akan membentuk sel-sel plasma
dan sel-sel memori.
pengikatan antigen yang spesifik. Perhatikan struktur antibody dibawah ini dan cara
pelekatannya terhadap antigen.
Gambar. antibodi akan berikatan dengan epitop pada permukaan antigen. pada
gambar ini, tiga molekul antobodi yang berbeda bereaksi dengan epitop yang berbeda
pada molekul antigen besar yang sama.
Berfungsi menurunkan dan menghentikan respon imun ketika mekanisme imun tidak
diperlukan lagi. Mekanime ini sangat penting, karena jika tidak, produksi antibody dan
pembelahan sel B dan sel T terus menerus akan merusak jaringan tubuh yang normal.
Gambar. Pada gambar ini diperlihatkan respon imun primer dari respon imun yang
diperantarai antibodi dan yang diperantarai sel.
KIPI
Reaksi simpang yang dikenal sebagai kejadian ikutan pasca imunisasi (KIPI) atau adverse events
following immunization (AEFI) adalah kejadian medik yang berhubungan dengan imunisasi, baik
berupa efek vaksin ataupun efek samping, toksisitas, reaksi sensitivitas, efek farmakologis, atau
kesalahan program, koinsidensi, reaksi suntikan, atau hubungan kausal tidak dapat ditentukan.
Klasifikasi KIPI sesuai dengan manfaatnya di lapangan menurut WHO Western Pacific
antara lain:
1. Kesalahan program/teknik pelaksanaan (programmatic errors)
Sebagian besar kasus KIPI berhubungan dengan masalah program dan teknik pelaksanaan
imunisasi yang meliputi kesalahan program penyimpanan, pengelolaan dan tata laksana
pemberian vaksin. Kesalahan tersebut dapat terjadi pada berbagai tingkatan prosedur
imunisasi, misalnya:
Kecurigaan terjadi kesalahan dalam tata laksana perlu diperhatikan apabila terdapat
kecenderungan kasus KIPI berulang pada petugas yang sama.
2. Reaksi suntikan
Semua gejala klinis yang terjadi akibat trauma tusuk jarum suntik baik secara langsung
maupun tidak langsung harus dicatat sebagai reaksi KIPI. Reaksi suntikan langsung
misalnya rasa sakit, bengkak dan kemeraan pada tempat suntikan. Sedangkan reaksi suntikan
tidak langsung misalnya rasa takut, pusing, mual bahkan hingga pingsan karena begitu takut
disuntik.
3. Induksi vaksin (reaksi vaksin)
Gejala KIPI yang disebabkan induksi vaksin umumnya sudah dapat diprediksi terlebih dahulu
karena merupakan reaksi simpang vaksin dan secara klinis biasanya ringan. Walau demikian,
dapat saja terjadi gejala klinis hebat seperti reaksi anafilaksis yang berbahaya. Reaksi
simpang ini sudah teridentifikasi dengan baik dan tercantum dalam petunjuk pemakaian
tertulis oleh produsen sebagai indikasi kontra, indikasi khusus, perhatian khusus, atau
berbagai tindakan dan perhatian spesifik lainnya termasuk kemungkinan interaksi dengan
obat atau vaksin lain. Petunjuk ini harus diperhatikan dan ditanggapi dengan baik oleh
pelaksana imunisasi.
4. Faktor kebetulan (koinsidens)
Kejadian ini terjadi secara kebetulan saja setelah diimunisasi. Salah satu faktor kebetulan ini
ditandai dengan ditemukannya kejadian yang sama di saat bersamaan pada populasi setempat
dengan kharakteristik serupa padahal tidak mendapat imunisasi.
5. Penyebab tidak diketahui
Bila kejadian atau masalah yang dilaporkan belum dapat dikelompokkan ke dalam salah satu
penyebab maka untuk sementara dimasukkan ke dalam kelompok ini sambil menunggu
informasi lebih lanjut. Biasanya dengan kelengkapan informasi tersebut akan dapat
ditentukan keompok penyebab KIPI.
Sedangkan gejala klinis berdasarkan jenis dan saat timbulnya KIPI, antara lain sebagai
berikut :
Jenis Vaksin
Toksoid Tetanus
(DTP, DT, TT)
Pertusis whole-cell
(DPwT)
Gejala Klinis
1. Syok anafilaksis
2. Neuritis brakhial
3. Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
Saat Timbul
4 jam228
hariTidak tercatat
1. Syok anafilaksis
2. Ensefalopati
1. Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
4 jam72 jamTidak
tercatat
Hepatitis B
1. Polio paralisis
1. Polio
paralisis
pada resipien
imunokompromais
2. Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
30 hari 6 bulan
1. Syok anafilaksis
1. Komplikasi akut termasuk
kecacatan dan kematian
4 jamTidak tercatat
Reaksi simpang Imunisasi. Anak yang mendapat reaksi simpang pada imunisasi
terdahulu.
Bayi berat lahir rendah. Pada dasarnya jadwal imunisasi bayi kurang bulan sama
dengan bayi cukup bulan. Hal-hal yang perlu diperhatikan pada bayi kurang bulan
adalah: Titer imunitas pasif melalui transmisi maternal lebih rendah dar pada bayi
cukup bulan Apabila berat badan bayi sangat kecil (<1000 gram) imunisasi ditunda
dan diberikan setelah bayi mencapai berat 2000 gram atau berumur 2 bulan
imunisasi hepatitis B diberikan pada umur 2 bulan atau lebih kecuali bila ibu
mengandung HbsAg Apabila bayi masih dirawat setelah umur 2 bulan, maka vaksin
polio yang diberikan adalah suntikan IPV bila vaksin tersedia, sehingga tidak
menyebabkan penyebaaran virus polio melaui tinja
Pasien imunokompromais. Keadaan imunokompromais dapat terjadi sebagai akibat
penyakit dasar atau sebagai akibat pengobatan imunosupresan (kemoterapi,
kortikosteroid jangka panjang). Jenis vaksin hidup merupakan indikasi kontra untuk
pasien imunokompromais dapat diberikan IVP bila vaksin tersedia. Imunisasi tetap
diberikan pada pengobatan kortikosteroid dosis kecil dan pemberian dalam waktu
pendek. Tetapi imunisasi harus ditunda pada anak dengan pengobatan kortikosteroid
sistemik dosis 2 mg/kg berat badan/hari atau prednison 20 mg/ kg berat badan/hari
selama 14 hari. Imunisasi dapat diberikan setelah 1 bulan pengobatan kortikosteroid
dihentikan atau 3 bulan setelah pemberian kemoterapi selesai. Pada resipien yang
mendapatkan human immunoglobulin Imunisasi virus hidup diberikan setelah 3 bulan
pengobatan utnuk menghindarkan hambatan pembentukan respons imun.
Indikasi Kontra dan Perhatian Khusus Untuk Imunisasi Pada umumnya tidak
terdapat indikasi kontra imunisasi untuk individu sehat kecuali untuk kelompok
resiko. Pada setiap sediaan vaksin selalu terdapat petunjuk dari produsen yang
mencantumkan indikasi kontra serta perhatian khusus terhadap vaksin. Petunjuk ini
harus dibaca oleh setiap pelaksana vaksinasi.
1. Vaksin
a.Reaksi lokal ringan Nyeri, kemerahan, bengkak di daerah bekas suntikan berukuran < 1 cm.
Timbul < 48 jam setelah imunisasi.
Tindakan:
Kompres hangat.
Jika nyeri mengganggu dapat diberikan parasetamol 10 mg/kgBB/kali pemberian.
< 6 bulan: 60 mg/kali pemberian
6 12 bulan: 90 mg/kali pemberian
1 3 tahun: 120 mg/kali pemberian
Pengobatan dapat dilakukan oleh orang tua atau guru UKS
Hal ini dapat sembuh sendiri walaupun tanpa obat
b. Reaksi lokal berat (jarang terjadi) Kemerahan/indurasi > 8 cm
Nyeri, bengkak dan gejala manifestasi sistemik
Tindakan:
Kompres hangat
Parasetamol
Jika tidak ada perubahan hubungi puskesmas setempat
c. Reaksi arthrus Nyeri, bengkak, indurasi dan edematerjadi akibat reimunisasi pada pasien
dengan kadar antibodi yang masih tinggi (jarak imunisasi terlalu dekat)
Timbul dalam beberapa jam setelah imunisasi, puncaknya 12 36 jam setelah imunisasi
Tindakan:
Kompres
Parasetamol
Dirujuk dan dirawat di RS
d. Reaksi umum (gejala sistemik)
Tindakan:
Berikan minum hangat dan selimut
Parasetamol
a.Kolaps/keadaan seperti syok
Episode hipotonik hiporesponsif
Anak tetap sadar tetapi tidak bereaksi terhadap rangsangan
Pada pemeriksaan frekuensi, amplitude nadi serta tekanan darah dalam batas normal
Tindakan:
Rangsang dengan wangian atau bauan yang merangsang
Bila belum dapat diatasi dalam waktu 30 menit segera rujuk ke puskesmas terdekat
b.Reaksi khusus 1) Sindrom Guillain-Barre (jarang terjadi)
Tindakan:
Rujuk segera ke RS untuk perawatan dan pemeriksaan lebih lanjut
Perlu untuk penyelidikan AFP
2) Neuritis brakial (neuropati pleksus brakialis)
Nyeri di dalam terus-menerus pada daerah bahu dan lengan atas
Terjadi 7 jam sampai dengan 3 minggu pasca imunisasi
Tindakan:
Parasetamol
Bila gejala menetap rujuk ke RS untuk fisioterapi
3) Syok anafilaksis
Terjadi mendadak
Gejala klasik: kemerahan merata, edema
Urtikaria, sembab pada kelopak mata, sesak, nafas berbunyi
Tindakan:
Suntikan adrenalin 1:1.000 dosis 1 0,3 mL subkutan/intramuskuler
Jika pasien telah membaik dan stabil, dilanjutkan dengan suntikan deksametason (1 ampul) secara
intravena/intramuskuler
4) Gejala lain
Jantung berdebar kencang
Tekanan darah menurun
Anak pingsan/tidak sadar
Dapat pula terjadi langsung berupa tekanan darah menurun dan pingsan tanpa didahului oleh
gejala lain
Tindakan:
Segera pasang infus NaCl 0,9%
Rujuk ke RS terdekat
INFLAMASI
Radang mempunyai tiga peran penting dalam perlawanan terhadap infeksi:
efektor ke
PERADANGAN / INFLAMASI
Stadium seluler peradangan dimulai setelah peningkatan aliran darah kedaerah radang /
jaringan yang cedera
Adalah suatu proses yang terjadi akibat reaksi jaringan terhadap kerusakkan yang mungkin
antara lain disebabkan oleh adanya infeksi mikroorganisme.
Merupakan respon fisiologis lokal terhadap cedera jaringan, radang bukan suatu penyakit
tetapi manifstasi penyakit
Kronologis peradangan adalah sbb:
Sistem komplemen
Pada kondisi radang terjadi pula reaksi system complemen dimana akan diaktifkan protein
plasma . Misal Protein plasma C1 C5 ( Complemen 1 5) merangsang degranulasi sel
mast, kemudian kemotaksis sel darah putih ke radang dan opsonisasi bakteri
Complemen C1 dan C 3 setelah pengikatan antigen
Complemen C1 jalur klasik dan atau C 3 ( jalur alternatif ) . Protein complemen C1
diaktifkan setelah bagian Fc dari antibodi IgG atau IgM setelah pengikatan antigen oleh bag.
Fab
Protein complemen 6 10( C 6 C 10 ) menyebabkan lisis sel bakteri dengan membuat
kerusakan dinding sel bakteri
Imunologi Tumor
Mekanisme Pertahanan Tubuh Terhadap Infeksi Tumor
1.Antigen Tumor
Transformasi maligna suatu sel dapat disertai dengan perubahan fenotipik sel
normal dan hilangnya komponen antigen permukaan atau timbulnya neoantigen yang
tidak ditemukan pada sel normal atau perubahan lain pada membrane sel.Perubahanperubahan tersebut dapat menimbulkan respon system imun.
Ada tumor yang tidak banyak menimbulkan perubahan pada antigen sel
sehingga pejamu tidak memberikan respon imun yang diharapkan.Ada pula tumor yang
tidak menimbulkan respon imun sama sekali yang disebut dengan Imunological
escape.Antigen spesifik tumor kadang-kadang sulit untuk diketahui karena antigen
tersebut tidak ditemukan pada sel asalnya,tetapi dibentuk oleh sel yang lain.
Antigen kelas 1 adalah antigen yang hanya ditemukan pada tumor yang bersangkutan
dan tidak pada sel normal atau keganasan lain.
Antigen kelas 2 adalah antigen yang juga ditemukan pada tumor lain.Antigen ini juga
ditemukan dibeberapa sel normal dan oleh karena itu antigen tersebut disebut
diferensiasi autoantigen.
Antigen kelas 3 adalah antigen yang ditemukan pada berbagai sel normal dan
ganas.Antigen kelas 3 lebih sering ditemukan dibanding dengan antigen kelas 1 dan 2.
II.
Berdasarkan penyebabnya
Antigen tumor yang timbul akibat bahan kimia atau fisik yang karsinogen.
Antigen tumor yang ditimbulkan bahan kimia,mempunyai spesifisitas antigen masingmasing.Jadi tumor-tumor yang timbul dari sel tunggal yang ditransformir memiliki
antigen sama,sedangkan berbagai tumor yang ditimbulkan oleh bahan karsinogen yang
sama,mempunyai antigen yang berbeda satu dari yang lain.Demikian pula dengan
tumor yang ditimbulkan akibat radiasi.Oleh karena antigen tumor yang ditimbulkan
bahan kimia dan fisik tidak menunjukkan reaksi silang,maka cara-cara yang
berdasarkan respon imun dalam diagnosis dan pengobatan tumor tersebut sulit
diterapkan atau tidak mungkin.
Antigen onkofetal
Banyak tumor mengekspresikan dirinya melalui permukaannya atau produknya yang
dilepas kedalam darah yang mungkin ada dalam kadar rendah sekali yang tidak ada
pada jaringan/orang normal.Produk tersebut dapat ditunjukkan dengan antisera
spesifik yang dibuat dalam binatang yang allogeneic atau xenogeneic.
Fungsi sistem imun adalah fungsi perlindungan, kaitannya dalam tumor ada 3 peran utama
yaitu :
1. melindungi tubuh dari perkembangan tumor yang diinduksi virus dengan mengeliminasi atau menekan virus
2. mengeliminasi patogen dan meredakan inflamasi secepatnya sehingga dapat
mencegah terbentuknya inflamasi yang kondusif untuk perkembangan tumor
3. mengidentifikasi secara spesifik dan mengeliminasi sel tumor berdasarkan ekspresi
antigen atau molekul spesifik tumor yang terbentuk akibat perubahan sel yang
menjadi ganas.
Peran sistem imun ini disebut immune surveilance.
Beberapa bukti keterlibatan sistem imun dalam eliminasi sel tumor:
1. banyak tumor mengandung sel-sel infiltrasi mononuklear terdiri atas sel T, sel NK,
dan makrofag
2. tumor dapat mengalami regreasi secara spontan
3. tumor lebih sering berkembang pada individu yang imunodefisien atau fungsi sistem
imun tidak efektif
4. tumor menyebabkan imunosupresi pada penderita
Penelitian-penelitian tentang peran sisem imun dalam onkologi akhir-akhir ini demikian luas,
sehingga ruang lingkup imunologi tumor saat ini mencakup secara umum interaksi antar
sistem imun dengan sel kanker, dan secara khusus mencakup:
1.
2.
3.
4.
Gambar. Tiga cara self-antigen bisa menjadi tumor antigen. Peptida dari protein self
normal (kuning, biru, hijau) dipresentasikan pada permukaan sel normal sebagai peptida self
(kuning, biru, hijau) pada molekul MHC. Pada suatu kasus mutasi (panel A), kegagalan sel
tumor untuk repair DNA damage dapat menghasilkan mutasi (merah) pada protein normal,
selanjutnya presentasi peptida mutant (merah) pada permukaan sel tumor. Karena mutasi atau
faktor yang meregulasi ekspresinya, suatu protein normal (hijau) dapat mengalami overekspresi pada sel tumor dan peptidanya dipresentasikan pada permukaan sel pada level yang
tinggi (panel B). Pada kasus modifikasi post-translasi (panel C), protein normal bisa menjadi
abnormal ketika proses splicing, glikosilasi, fosforilasi atau pemberian lipid (strip hijau),
menghasilkan peptida abnormal pada permukann sel tumor.
Mekanisme efektor untuk melawan tumor
1. Limfosit T
Peptida dari produk gen yang termutasi atau terekspresi abnormal akan dihancurkan oleh
proteasom menjadi potongan peptida, dan dengan molekul major histocompatibility complex
(MHC) kelas I, potongan protein disajikan untuk sel limfosit T CD8+ (CTL) (Gambar . CTL
merespon tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan
dipresentasikan kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik) (Gambar).
Gambar. Induksi respon sel T terhadap tumor. Sel limfosit T CD8+ (CTL) merespon
tumor dengan induksi cross-priming. Sel tumor atau antigen tumor diolah dan dipresentasikan
kepada sel T oleh profesional APC (misal sel dendritik). Pada beberapa kasus, kostimulator
B7 diekspresikan oleh APC sehingga menyediakan sinyal kedua untuk diferensiasi sel T
CD8+. APC juga menstimulasi sel T helper CD4+ yang memberikan sinyal kedua untuk
perkembangan sel T. CTL yang telah berdiferensiasi akan membunuh sel tumor tidak
memerlukan lagi kostimulator atau sel Th.
2. Sel dendritik
Sel dendritik adalah sel dengan spesialisasi menangkap antigen tumor, memproses, dan
mempresentasikannya kepada sel T untuk menghasilkan respons imun anti-tumor. Sel DC
memegang pearanan penting pada immune surveilance karena bisa mengaktifkan respons
anti-tumor. Namun, ternyata sel DC pada penderita kanker secara fungsional mengalami
kerusakan.
Gambar. Cara kerja dendritic cells (DC) dalam merespon antigen tumor. DC akan
menyajikan peptida dengan MHC I dan II dan menginduksi aktivasi CTL dan Th.
3. Sel NK
Sitotoksisitas alami yang diperankan oleh sel NK merupakan mekanisme efektor yang sangat
penting dalam melawan tumor. Sel NK adalah sel efektor dengan sitotoksisitas spontan
terhadap berbagai jenis sel target. Sel-sel efektor ini tidak memiliki sifat-sifat klasik dari
makrofag, granulosit maupun CTL, dan sifat sitotoksisitasnya tidak bergantung pada MHC.
Sel NK dapat berperan baik dalam sistem imun nonspesifik maupun spesifik terhadap tumor,
dapat diaktivasi langsung melalui pengenalan antigen tumor atau sebagai akibat aktivitas
sitokin yang diproduksi oleh limfosit T spesifik tumor. Mekanisme lisis yang sama dengan
mekanisme yang digunakan sel sel T CD8+ untuk membunuh sel, tetapi sel NK tidak
mengekspresikan TCR dan mempunyai rentang spesifitas yang lebar.
Sel NK dapat membunuh sel terinfeksi virus dan sel-sel tumor tertentu, khususnya tumor
hemopoetik in vitro. Sel NK tidak dapat melisiskan sel yang mengekspresikan MHC, tetapi
sebaliknya sel tumor yang tidak mengekspresikan MHC yang biasanya lolos dari CTL,
menjadi sasaran empuk sel NK. Sel NK dapat diarahkan untuk melisiskan sel yang dilapisi
imunoglobulin karena sel NK mempunyai reseptor Fc (FcgIII atau CD16) untuk molekul
IgG.
Di antara reseptor penting yang dimiliki oleh sel NK adalah reseptor NKG2D yang
merupakan glikoprotein transmembran. Ligan NKG2D sering diekspresikan pada permukaan
sel tumor yang menyebabkan sel tumor sensiitif untuk pembunuhan oleh sel NK. Hal ini
membuktikan bahwa pengenalan sel tumor oleh sel-sel imun tidak selalu harus melibatkan
MHC, tetapi dapat juga melalui ligan yang diekspresikan oleh sel tumor.
Kemampuan membunuh sel tumor ditingkatkan oleh sitokin termasuk IFN, TNF, IL-2 dan
IL-12. Karena itu peran NK dalam aktivitas anti-tumor juga bergantung pada rangsangan
yang terjadi secara bersamaan pada sel T dan makrofag yang memproduksi sitokin tersebut.
4. Sel iNKT (karaktristik lengkap baca di sini)
Sel iNKT adalah subset limfosit T yang menjembatani imunitas bawaan dan imunitas
adaptif. Sel iNKT dapat memproduksi berbagai sitokin Th1 dan Th2, dan sitokin ini dapat
mengaktivasi sel efektor baik sistem imun bawaan maupun adaptif. Interaksi antara sel iNKT
dengan sel DC immature mengakibatkan sel DC mampu mempresentasikan antigen, yang
memfasilitasi respons sel CD4+, CD8+, dan sel B. Selain itu produksi sitokin oleh iNKT
dapat dirangsang tanpa bergantung pada pengikatan TCR. Karena sifat-sifat di atas, iNKT
dianggap merupakan sel poten dalam respons imun terhadap kanker dan immune surveilance.
Suatu penelitian pada menceit membuktikan bahwa sel iNKT dapat mengendalikan
pertumbuhan tumor dengan cara membatasi atau menghambat fungsi tumor associated
macrophage (TAM) yang berperan dalam menunjang neo-angiogenesis dan pertumbuhan
tumor.
5. Makrofag
Makrofag merupakan mediator seluler yang potensial dalam imunitas antitumor. Beberapa
bukti yang mendukung hipotesis itu adalah:
makrofag dapat melisiskan sel tumor, tidak pada sel normal (in vitro)
makrofag mengekspresikan reseptor Fc-gamma dan aktivitasnya dapat diarahkan
kepada tumor yang dilapisi antibodi (ADCC , prosesnya mirip pada sel NK)
mekanisme pembunuhan bisa diasosikan pada pembunuhan mikroba yaitu melepas
enzim lisosom, ROI, dan RNI.
makrofag teraktivasi, juga memproduksi TNF. TNF merusak sel tumor dengan efek
toksik langsung atau secara tidak langsung dengan merusak pembuluh darah tumor
(nekrosis). Sedangkan efek toksik langsung terjadi melalui pengikatan TNF pada
reseptornya pada permukaan sel tumor dan menginduksi apoptosis.
Namun demikian, akhir-akhir in terbukti bahwa dalam interaksinya dengan sel-sel tuor,
makrofag bermuka dua. Makrofag dapat menunjukkan fenotip yang bersifat anti-tumor yang
diperankan oleh fenotip M1. Makrofag tipe M1 mampu menghasilkan sitokin pro-inflamasi
(TNF-a, IL-1, IL-6, IL-12 atau IL-23 dalam jumlah banyak), mengekspresikan molekul MHC
dalam kadar tinggi, memproduksi iNOS dan terlibat dalam pembunuhan sel tumor.
Tetapi fenotip lain yaitu M2, menekan respon inflamasi dengan memproduksi sitokin IL-4,
IL-10, dan IL-13, menekan ekspresi MHC II, dan mempromosikan proliferasi sel tumor
dengan memproduksi faktor pertumbuhan dan meningkatkan angiogenesis. Sebagain besar
tumor asociated macrophage(TAM) merupkan fenotip M2.
6. Antibodi
Penderita kanker dapat memproduksi antibodi terhadap berbagai antigen tumor, misal
antibodi terhadap EBV tumor yang disebabkan oleh EBV. Mekanisme kerja antibodi dalam
eliminasi tumor melalui proses ADCC, di mana makrofag dan sel NK yang mengekspresikan
reseptor Fc-gamma memperantarai pembunuhan atau melalui aktivasi komplemen.
Walaupun diyakini bahwa sistem imun dapat memberikan respons terhadap pertumbuhan
tumor ganas, pada kenyataannya banyak tumor ganas tetap bisa tumbuh pada individu
imunokompeten karena immune surveilance terhadap tumor ganas ini relatif tidak efektif.
Penjelasan sederhana adalah mungkin kecepatan pertumbuhan dan penyebaran tumor ganas
melebihi kemampuan sel efektor respons imun untuk mencegah pertumbuhan itu. Jadi
kegagalan immune surveilance merupakan kegagalan mekanisme efektor sistem imun host.
Respon imun sering gagal dalam mendeteksi adanya sel tumor. Kegagalan ini bisa karena
sistem imun yang inaktif atau sel tumor berkembang untuk menghindari respon imun. Sel
tumor menghindari diri dari respon imun dengan beberapa cara, di antaranya adalah:
1. Tumor dapat memiliki imunogenitas yang rendah, beberapa tumor tidak memiliki
peptida atau protein lain yang dapat ditampilkan oleh molekul MHC. Oleh karena itu
sistem imun tidak melihat ada sesuatu yang abnormal.
2. Sel tumor lain tidak memiliki molekul MHC dan kebanyakan tidak mengekspresikan
protein ko-stimulator (molekul B7 atau CD80 dan CD86) yang dibutuhkan untuk
dapat mengaktivasi sel T.
3. Sel tumor dan stroma sekitar dapat memproduksi sitokin imunosupresive yang kuat
dan faktor pertumbuhan (growth factor). Di antara sitokin tersebut yang sudah
dikarakterisasi dengan baik adalah transforming growth factor- (TGF-) yang dapat
menghambat aktivasi sel T, diferensiasi, dan proliferasi. TGF- mendorong tumor
untuk menghindar dari sistem imun, dan tingginya level plasma TGF- menunjukkan
prognosis yang buruk.
4. Tumor mengekspresikan FasL yang menginduksi apoptosis limfosit yang
menginfiltrasi jaringan.
Pencegahan
Imunisasi terhadap virus onkogenik diharapkan dapat mencegah tumor yang
diiinduksi virus tersebut.Hal ini telah berhasil dilakukan pada kucing untuk mencegah
leukemia dan sarcoma.Pada manusia telah banyak pula dilaporkan percobaanpercobaan imunisasi dengan dosis subletal sel tumor yang replikasinya sudah
dihambat,sel tumor yang sudah diubah dengan enzim,ekstrak antigen dari permukaan
sel tumor.Hasilnya masih memerlukan evaluasi lebih lanjut.
Imunoterapi
Dalam 20 tahun terakhir berbagai usaha telah dilakukan untuk mengobati tumor
dengan cara imunologik.Sampai sekarang cara itu belum menunjukkan hasil efektif,baik
yang diberikan sendiri maupun yang diberikan bersamaan dengan
kemoterapi,radioterapi atau operasi.
Usaha ini ditujukan untuk memperoleh imunitas terhadap tumor secara spesifik
dengan menggunakan berbagai preparat antigen tumor atau secara nonspesifik untuk
membantu respon imun terutama makrofag dengan berbagai limfokin seperti
interferon,IL-2,dan tumor necrosis factor(TNF),yang ditujukan terhadap regresi
tumor.Akhir-akhir ini digunakan lymfokine activated killer cell(LAK) yang diproduksi
invitro dengan jalan membiakkan sel limfosit dari penderita dengan IL-2. Selanjutkan
limfosit teresbut diinfuskan kembali kepada penderita.