Anda di halaman 1dari 24

PEMBAHASAN

RETENSIO URINE e/c BPH


A. RETENSI URINE
DEFINISI
Retensi urin adalah ketidakmampuan seseorang untuk mengeluarkan urin yang
terkumpul di dalam buli-buli hingga kapasitas maksimal buli-buli terlampaui.
ETIOLOGI
Penyebab retensi urin :
1. Kelemahan otot detrusor :
a) Kelainan medulla spinalis
b) Kelainan saraf perifer
2. Hambatan / obstruksi uretra :
a) Batu uretra

g) Parafimosis

b) Klep uretra

h) Gumpalan darah

c) Striktura uretra

i) Hiperplasia prostat

d) Stenosis meatus uretra

j) Karsinoma prostat

e) Tumor uretra

k) Sklerosis leher buli-buli

f) Fimosis
3. Inkoordinasi antara Detrusor-Uretra :
Cedera kauda ekuina
KLASIFIKASI
Klasifikasi retensi urin berdasarkan waktu terjadinya:
a) Retensi urin akut
Ketidakmampuan berkemih yang tiba-tiba dan disertai rasa sakit meskipun bulibuli terisi penuh. Kondisi yang terkait adalah tidak dapat berkemih sama sekali,
kandung kemih penuh, terjadi tiba-tiba, disertai rasa nyeri, dan keadaan ini
termasuk kedaruratan dalam urologi.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 6

b) Retensi urin kronik


Retensi urin tanpa rasa nyeri yang disebabkan oleh peningkatan volume residu
urin yang bertahap. Kondisi yang terkait adalah masih dapat berkemih, namun
tidak lancar, sulit memulai berkemih (hesitancy), tidak dapat mengosongkan
kandung kemih dengan sempurna. Retensi urin kronik tidak mengancam nyawa,
namun dapat menyebabkan permasalahan medis yang serius di kemudian hari.
Selain itu retensi urin dapat terjadi sebagian, yaitu penderita masih bisa
mengeluarkan urin, tetapi terdapat sisa kencing yang cukup banyak di kandung
kemih, sedangkan pada retensi urin total, penderita sama sekali tidak dapat
mengeluarkan urin.
PENATALAKSANAAN
Penanganan pada retensi urin akut berupa : kateterisasi bila gagal dilakukan
Sistostomi.
PROGNOSIS
Prognosis pada penderita dengan retensi urin akut akan bonam jika retensi urin
ditangani secara cepat.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 7

B. BENIGN PROSTATE HYPERPLASIA (BPH)


DEFINISI
Beberapa pengertian penyakit Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) menurut
beberapa ahli adalah :
1.

Benigna Prostate Hiperplasia (BPH) merupakan perbesaran kelenjar


prostat, memanjang ke atas kedalam kandung kemih dan menyumbat aliran
urin dengan menutupi orifisium uretra akibatnya terjadi dilatasi ureter
(hidroureter) dan ginjal (hidronefrosis) secara bertahap (Smeltzer dan Bare,
2002).

2.

BPH merupakakan pertumbuhan nodul-nodul fibroadenomatosa majemuk


dalam prostat, pertumbuhan tersebut dimulai dari bagian periuretral sebagai
proliferasi yang terbatas dan tumbuh dengan menekan kelenjar normal yang
tersisa, prostat tersebut mengelilingi uretra dan, dan pembesaran bagian
periuretral menyebabkan obstruksi leher kandung kemih dan uretra
parsprostatika yang menyebabkan aliran kemih dari kandung kemih (Price
dan Wilson, 2006).

3.

BPH merupakan suatu keadaan yang sering terjadi pada pria umur 50 tahun
atau lebih yang ditandai dengan terjadinya perubahan pada prostat yaitu
prostat mengalami atrofi dan menjadi nodular, pembesaran dari beberapa
bagian kelenjar ini dapat mengakibatkan obstruksi urine ( Baradero, Dayrit,
dkk, 2007).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa Benigna Prostat


Hiperplasi (BPH) merupakan penyakit pembesaran prostat yang disebabkan oleh
proses penuaan, yang biasa dialami oleh pria berusia 50 tahun keatas, yang
mengakibatkan obstruksi leher kandung kemih, dapat menghambat pengosongan
kandung kemih dan menyebabkan gangguan perkemihan.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 8

ANATOMI
Menurut Wibowo dan Paryana (2009). Kelenjar prostat terletak dibawah kandung
kemih, mengelilingi uretra posterior dan disebelah proksimalnya berhubungan
dengan buli-buli, sedangkan bagian distalnya kelenjar prostat ini menempel pada
diafragma urogenital yang sering disebut sebagai otot dasar panggul.
Kelenjar ini pada laki-laki dewasa kurang lebih sebesar buah walnut atau buah
kenari besar. Ukuran, panjangnya sekitar 4 - 6 cm, lebar 3 - 4 cm, dan tebalnya
kurang lebih 2 - 3 cm dengan berat sekitar 20 gram. Bagian- bagian prostat terdiri
dari 50 70 % jaringan kelenjar, 30 50 % adalah jaringan stroma (penyangga) dan
kapsul/muskuler.

Letak anatomi prostat (Hidayat, 2009 )


Prostat terdiri atas kelenjar majemuk, saluran-saluran, dan otot polos. Prostat
dibentuk oleh jaringan kelenjar dan jaringan fibromuskular. Prostat dibungkus oleh
capsula fibrosa dan bagian lebih luar oleh fascia prostatica yang tebal. Diantara
fascia prostatica dan capsula fibrosa terdapat bagian yang berisi anyaman vena yang
disebut plexus prostaticus. Fascia prostatica berasal dari fascia pelvic yang
melanjutkan diri ke fascia superior diaphragmatic urogenital, dan melekat pada os
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 9

pubis dengan diperkuat oleh ligamentum puboprostaticum. Bagian posterior fascia


prostatica membentuk lapisan lebar dan tebal yang disebut fascia Denonvilliers.
Fascia ini sudah dilepas dari fascia rectalis dibelakangnya. Hal ini penting bagi
tindakan operasi prostat ( Purnomo, 2011).
Kelenjar prostat merupakan suatu kelenjar yang terdiri dari 30-50 kelenjar yang
terbagi atas empat lobus, lobus posterior, lobus lateral, lobus anterior, dan lobus
medial. Lobus posterior yang terletak di belakang uretra dan dibawah duktus
ejakulatorius, lobus lateral yang terletak di kanan uretra, lobus anterior atau isthmus
yang terletak di depan uretra dan menghubungkan lobus dekstra dan lobus sinistra,
bagian ini tidak mengandung kelenjar dan hanya berisi otot polos, selanjutnya lobus
medial yang terletak diantara uretra dan duktus ejakulatorius, banyak mengandung
kelenjar dan merupakan bagian yang menyebabkan terbentuknya uvula vesicae yang
menonjol kedalam vesica urinaria bila lobus medial ini membesar. Sebagai akibatnya
dapat terjadi bendungan aliran urin pada waktu berkemih (Wibowo dan Paryana,
2009).
BPH sering terjadi pada lobus lateralis dan lobus medialis karena mengandung
banyak jaringan kelenjar, tetapi tidak mengalami pembesaran pada bagian posterior
daripada lobus medius (lobus posterior) yang merupakan bagian tersering terjadinya
perkembangan suatu keganasan prostat. Sedangkan lobus anterior kurang mengalami
hiperplasi karena sedikit mengandung jaringan kelenjar.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 10

Gambar 2.2 : Bagian prostat (Hidayat, 2009)


Prostat merupakan inervasi otonomik simpatik dan parasimpatik dari pleksus
prostatikus atau pleksus pelvikus yang menerima masukan serabut parasimpatik dari
korda spinalis dan simpatik dari nervus hipogastrikus. Rangsangan parasimpatik
meningkatkan sekresi kelenjar pada epitel prostat, sedangkan rangsangan simpatik
menyebabkan pengeluaran cairan prostat kedalam uretra posterior, seperti pada saat
ejakulasi. System simpatik memberikan inervasi pada otot polos prostat, kapsula
prostat, dan leher buli-buli. Ditempat itu terdapat banyak reseptor adrenergic.
Rangsangan simpatik menyebabkan dipertahankan tonus otot tersebut. Pada usia
lanjut sebagian pria akan mengalami pembesaran kelenjar prostat akibat hiperplasi
jinak sehingga dapat menyumbat uretra posterior dan mengakibatkan terjadinya
obstruksi saluran kemih (Purnomo, 2011).
Vaskularisasi
Vaskularisasi kelenjar prostat yanng utama berasal dari a. vesikalis inferior
(cabang dari a. iliaca interna), a. hemoroidalis media (cabang dari a. mesenterium
inferior), dan a. pudenda interna (cabang dari a. iliaca interna). Cabang-cabang dari
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 11

arteri tersebut masuk lewat basis prostat di Vesico Prostatic Junction. Penyebaran
arteri di dalam prostat dibagi menjadi 2 kelompok , yaitu:
1. Kelompok arteri urethra, menembus kapsul di postero lateral dari vesico prostatic
junction dan memberi perdarahan pada leher buli-buli dan kelompok kelenjar
periurethral.
2. Kelompok arteri kapsule, menembus sebelah lateral dan memberi beberapa
cabang yang memvaskularisasi kelenjar bagian perifer (kelompok kelenjar
paraurethral).
Persarafan
Sekresi dan motor yang mensarafi prostat berasal dari plexus simpatikus dari
Hipogastricus dan medula sakral III-IV dari plexus sakralis.
FISIOLOGI
Menurut Purnomo (2011) fisiologi prostat adalah suatu alat tubuh yang tergantung
kepada pengaruh endokrin. Pengetahuan mengenai sifat endokrin ini masih belum
pasti. Bagian yang peka terhadap estrogen adalah bagian tengah, sedangkan bagian
tepi peka terhadap androgen. Oleh karena itu pada orang tua bagian tengahlah yang
mengalami hiperplasi karena sekresi androgen berkurang sehingga kadar estrogen
relatif bertambah. Sel-sel kelenjar prostat dapat membentuk enzim asam fosfatase
yang paling aktif bekerja pada pH 5.
Kelenjar prostat mensekresi sedikit cairan yang berwarna putih susu dan bersifat
alkalis. Cairan ini mengandung asam sitrat, asam fosfatase, kalsium dan koagulase
serta fibrinolisis. Selama pengeluaran cairan prostat, kapsul kelenjar prostat akan
berkontraksi bersamaan dengan kontraksi vas deferen dan cairan prostat keluar
bercampur dengan semen yang lainnya. Cairan prostat merupakan 70% volume
cairan ejakulat dan berfungsi memberikan makanan spermatozon dan menjaga agar
spermatozon tidak cepat mati di dalam tubuh wanita, dimana sekret vagina sangat
asam (pH: 3,5-4). Cairan ini dialirkan melalui duktus sekretorius dan bermuara di
uretra posterior untuk kemudian dikeluarkan bersama cairan semen yang lain pada
saat ejakulasi. Volume cairan prostat kurang lebih 25% dari seluruh volume ejakulat.
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 12

Dengan demikian sperma dapat hidup lebih lama dan dapat melanjutkan perjalanan
menuju tuba uterina dan melakukan pembuahan, sperma tidak dapat bergerak
optimal sampai pH cairan sekitarnya meningkat 6 sampai 6,5 akibatnya mungkin
bahwa cairan prostat menetralkan keasaman cairan dan lain tersebut setelah ejakulasi
dan sangat meningkatkan pergerakan dan fertilitas sperma (Wibowo dan Paryana,
2009).
ETIOLOGI
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya
hiperplasia prostat, tetapi beberapa hipotesis menyebutkan bahwa hiperplasia prostat
erat kaitannya dengan peningkatan kadar dihirotestosteron (DHT) dan proses aging.
Beberapa hipotesis yang diduga sebagai penyebab timbulnya hiperplasia prostat sbb:
1. Teori dihidrotestosteron
Dehidrotestosteron/ DHT adalah metabolit androgen yang sangat penting pada
pertumbuhan sel-sel kelenjar prostat. Aksis hipofisis testis dan reduksi testosteron
menjadi dehidrotestosteron (DHT) dalam sel prostat merupakan factor terjadinya
penetrasi DHT kedalam inti sel yang dapat menyebabkan inskripsi pada RNA,
sehingga dapat menyebabkan terjadinya sintesis protein yang menstimulasi
pertumbuhan sel prostat. Pada berbagai penelitian dikatakan bahwa kadar DHT pada
BPH tidak jauh berbeda dengan kadarnya pada prostat normal, hanya saja pada BPH,
aktivitas enzim 5alfa reduktase dan jumlah reseptor androgen lebih banyak pada
BPH. Hal ini menyebabkan sel-sel prostat pada BPH lebih sensitive terhadap DHT
sehingga replikasi sel lebih banyak terjadi dibandingkan dengan prostat normal.
2. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Pada usia semakin tua kadar testosteron menurun, sedangkan kadar estrogen
relatif tetap sehingga perbandingan estrogen : testosteron meningkat. Telah diketahui
bahwa estrogen di dalam prostat berperan dalam terjadinya proliferasi sel-sel kelenjar
prostat dengan cara meningkatkan sensitifitas sel-sel prostat terhadap rangsangan

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 13

hormon androgen, meningkatkan jumlah reseptor androgen, dan menurunkan jumlah


kematian sel-sel prostat (apoptosis).
3. Ketidakseimbangan antara estrogen-testosteron
Cunha (1973) membuktikan bahwa diferensiasi dan pertumbuhan epitel-epitel
prostat secara tidak langsung dikontrol oleh sel-sel stroma melalui suatu mediator
(growth factor) tertentu. Faktor pertumbuhan ini dibuat oleh sel-sel stroma di bawah
pengaruh androgen. Adanya ekspresi berlebihan dari epidermis growth factor (EGF)
dan atau fibroblast growth factor (FGF) dan atau adanya penurunan ekspresi
transforming

growth

factor-b

(TGF-b),

akan

menyebabkan

terjadinya

ketidakseimbangan pertumbuhan prostat dan menghasilkan pembesaran prostat.


4. Berkurangnya kematian sel (apoptosis)
Berkurangnya jumlah sel prostat yang yang mengalami apoptosis menyebabkan
jumlah sel-sel prostat secara keseluruhan menjadi meningkat sehingga menyebabkan
pertambahan massa prostat. Sampai sekarang belum dapat diterangkan secara pasti
faktor-faktor yang menghambat proses apoptosis.
5. Teori stem cell
Untuk mengganti sel-sel yang telah mengalami apoptosis selalu dibentuk sel-sel
baru. Di dalam kelenjar prostat dikenal suatu sel stem, yaitu sel yang mempunyai
kemampuan berproliferasi secara ekstensif. Terjadinya proliferasi se-sel pada BPH
dipostulasikan sebagai ketidaktepatnya aktivitas sel stem sehingga terjadi produksi
yang berlebihan sel stroma maupun sel epitel.
6. Teori Reawakening
Mc Neal tahun 1978 menulis bahwa lesi pertama bukan pembesaran stroma pada
kelenjar periuretral (zone transisi) melainkan suatu mekanisme glandular budding
kemudian bercabang yang menyebabkan timbulnya alveoli pada zona preprostatik.
Persamaan epiteleal budding dan glandular morphogenesis yang terjadi pada
embrio dengan perkembangan prostat ini, menimbulkan perkiraan adanya
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 14

reawakening yaitu jaringan kembali seperti perkembangan pada masa tingkat


embriologik, sehingga jaringan periuretral dapat tumbuh lebih cepat dari jaringan
sekitarnya, sehingga teori ini terkenal dengan nama teori reawakening of embryonic
induction potential of prostatic stroma during adult hood.
FAKTOR RISIKO
Faktor resiko yang dominan untuk terjadinya BPH adalah bertambahnya usia
pada pria dan adanya androgen (hormon testosteron).
PATOFISIOLOGI
Pembesaran prostat menyebabkan penyempitan lumen uretra pars prostatika dan
akan menghambat aliran urine. Keadaan ini menyebabkan peningkatan tekanan
intravesikal. Untuk dapat mengeluarkan urin, buli-buli harus berkontraksi lebih kuat
guna melawan tahanan itu. Kontraksi yang terus-menerus ini menyebabkan
perubahan anatomik dari buli-buli berupa hipertrofi otot detrusor, trabekulasi,
terbentuknya selula, sakula, dan divertikel buli-buli. Fase penebalan otot detrusor ini
disebut fase kompensasi.
Perubahan struktur pada buli-buli dirasakan oleh pasien sebagai keluhan pada
saluran kemih sebelah bawah atau lower urinary tract symptom (LUTS) yang dahulu
dikenal dengan gejala-gejala prostatismus.
Dengan semakin meningkatnya resistensi uretra, otot detrusor masuk ke dalam
fase dekompensasi dan akhirnya tidak mampu lagi untuk berkontraksi sehingga
terjadi retensi urin. Tekanan intravesikal yang semakin tinggi akan diteruskan ke
seluruh bagian buli-buli tidak terkecuali pada kedua muara ureter. Tekanan pada
kedua muara ureter ini dapat menimbulkan aliran balik urin dari buli-buli ke ureter
atau terjadi refluks vesico-ureter. Keadaan ini jika berlangsung terus akan
mengakibatkan hidroureter, hidronefrosis, bahkan akhirnya dapat jatuh ke dalam
gagal ginjal.
Pada BPH terdapat dua komponen yang berpengaruh untuk terjadinya gejala
yaitu komponen mekanik dan komponen dinamik. Komponen mekanik ini
berhubungan dengan adanya pembesaran kelenjar periuretra yang akan mendesak
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 15

uretra pars prostatika sehingga terjadi gangguan aliran urine (obstruksi infra vesikal)
sedangkan komponen dinamik meliputi tonus otot polos prostat dan kapsulnya, yang
merupakan alpha adrenergik reseptor. Stimulasi pada alpha adrenergik reseptor akan
menghasilkan kontraksi otot polos prostat ataupun kenaikan tonus. Komponen
dinamik ini tergantung dari stimulasi syaraf simpatis, yang juga tergantung dari
beratnya obstruksi oleh komponen mekanik.
MANIFESTASI KLINIS
Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun
keluhan diluar saluran kemih. Menurut Purnomo (2011) dan tanda dan gejala dari
BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah, gejala pada saluran kemih
bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.
1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah
a) Gejala obstruksi meliputi : retensi urin (urin tertahan dikandung kemih
sehingga urin tidak bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran
miksi lemah, intermiten (kencing terputus-putus), dan miksi tidak puas
(menetes setelah miksi)
b) Gejala iritasi meliputi : frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi
yang sangat mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).
2. Gejala pada saluran kemih bagian atas
Keluhan akibat hiperplasi prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya
gejala obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan di pinggang (merupakan tanda
dari hidronefrosis), atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.
3. Gejala diluar saluran kemih
Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid.
Timbulnya penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saan miksi sehingga
mengakibatkan tekanan intraabdominal. Adapun gejala dan tanda lain yang
tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat didapati membesar,
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 16

kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah, rasa
tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis
dan volume residual yang besar.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 17

Berdasarkan perkembangan penyakitnya menurut Sjamsuhidajat dan De jong


(2005) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4 gradiasi :
Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dan sisa urin kurang dari 50 ml
Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atas prostat tidak
dapat diraba dan sisa volum urin lebih dari 100ml.
Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik apabila sudah terjadi kelainan pada traktus urinaria
bagian atas kadang-kadang ginjal dapat teraba dan apabila

sudah terjadi

pielonefritis akan disertai sakit pinggang dan nyeri ketok pada pinggang. Vesica
urinaria dapat teraba apabila sudah terjadi retensi total, daerah inguinal harus
mulai diperhatikan untuk mengetahui adanya hernia. Genitalia eksterna harus pula
diperiksa untuk melihat adanya kemungkinan sebab yang lain yang dapat
menyebabkan gangguan miksi seperti batu di fossa navikularis atau uretra
anterior, fibrosis daerah uretra, fimosis, condiloma di daerah meatus.
Pada pemeriksaan abdomen ditemukan kandung kencing yang terisi penuh
dan teraba masa kistus di daerah supra simfisis akibat retensio urin dan kadang
terdapat nyeri tekan supra simfisis.
2. Pemeriksaan Colok Dubur
Pemeriksaan colok dubur atau Digital Rectal Examination (DRE) sangat
penting. Pemeriksaan colok dubur dapat memberikan gambaran tentang keadaan
tonus spingter ani, reflek bulbo cavernosus, mukosa rektum, adanya kelainan lain
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 18

seperti benjolan pada di dalam rektum dan tentu saja teraba prostat. Pada
perabaan prostat harus diperhatikan :
a. Konsistensi prostat (pada hiperplasia prostat konsistensinya kenyal)
b. Adakah asimetris
c. Adakah nodul pada prostate
d. Apakah batas atas dapat diraba
e. Sulcus medianus prostate
f. Adakah krepitasi
3. Pemeriksaan Laboratorium
a. Analisis urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting untuk melihat adanya
sel lekosit, bakteri, dan infeksi. Bila terdapat hematuria, harus diperhitungkan
etiologi lain seperti keganasan pada saluran kemih, batu, infeksi saluran
kemih, walaupun BPH sendiri dapat menyebabkan hematuria. Elektrolit,
kadar ureum dan kreatinin darah merupakan informasi dasar dari fungsi ginjal
dan status metabolik.
b. Pemeriksaan Prostate Spesific Antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar
penentuan perlunya biopsi atau ebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA
<4 ng/ml tidak perlu biopsi. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah
Prostate Specific Antigen Density (PSAD) yaitu PSA serum dibagi dengan
volume prostat. Bila PSAD 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsi prostat,
demikin pula bila nilai PSA >10 ng/ml.
4. Pemeriksaan radiologi :
a. Foto polos abdomen
Foto polos otot perut untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di
saluran kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan bulibuli yang penuh dengan urine sebagai tanda retensi urine.
b. BNO-IVP
-

Pembesaran prostat dapat dilihat sebagai lesi defek isian kontras


(filling defect/indentasi prostat) pada dasar kandung kemih atau ujung
distal ureter membelok keatas berbentuk seperti mata kail (hooked
fish).
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 19

Mengetahui adanya kelainan pada ginjal maupun ureter berupa


hidroureter ataupun hidronefrosis serta penyulit yang terjadi pada bulibuli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi buli-buli.

Foto setelah miksi dapat dilihat adanya residu urin

c. Systocopy dan Cystografi


d. MRI atau CT jarang dilakukan
Digunakan untuk melihat pembesaran prostat dan dengan bermacammacam potongan.
e. Transrektal Ultrasonografi (TRUS)
-

Deteksi pembesaran prostat

Mengukur volume residu urin

5. Pemeriksaan Uroflowmetri
Salah satu gejala dari BPH adalah melemahnya pancaran urin. Secara obyektif
pancaran urin dapat diperiksa dengan uroflowmeter dengan penilaian :
a. Flow rate maksimal 15 ml / dtk
= non obstruktif
b. Flow rate maksimal 10 15 ml / dtk = border line
c. Flow rate maksimal 10 ml / dtk
= obstruktif
6. Pemeriksaan Tekanan Pancaran (Pressure Flow Studies)
Pancaran urin melemah yang diperoleh atas dasar pemeriksaan uroflowmetri tidak
dapat membedakan apakah penyebabnya adalah obstruksi atau daya kontraksi otot
detrusor yang melemah. Untuk membedakan kedua hal tersebut dilakukan
pemeriksaan

tekanan

pancaran

dengan

menggunakan

Abrams-Griffiths

Nomogram. Dengan cara ini maka sekaligus tekanan intravesica dan laju
pancaran urin dapat diukur.

7. Pemeriksaan Volume Residu Urin


Volume residu urin setelah miksi spontan dapat ditentukan dengan cara sangat
sederhana dengan memasang kateter uretra dan mengukur berapa volume urin

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 20

yang masih tinggal. Pemeriksaan sisa urin dapat juga diperiksa (meskipun kurang
akurat) dengan membuat foto post voiding atau USG.
DERAJAT BENIGN PROSTAT HIPERPLASIA (BPH)
Ada 3 (tiga) cara untuk mengukur besarnya BPH, yaitu :
1. Rectal Grading
Rectal grading atau rectal toucher dilakukan dalam keadaan buli-buli
kosong. Sebab bila buli-buli penuh dapat terjadi kesalahan dalam penilaian.
Dengan rectal toucher diperkirakan dengan beberapa cm prostat menonjol ke
dalam lumen dan rectum. Menonjolnya prostat dapat ditentukan dalam grade.
Pembagian grade sebagai berikut :
0 - 1 cm

: Grade 0

3 - 4 cm

: Grade 3

1 - 2 cm

: Grade 1

Lebih 4 cm

: Grade 4

2 - 3 cm

: Grade 2

Biasanya pada grade 3 dan 4 batas dari prostat tidak dapat diraba karena
benjolan masuk ke dalam cavum rectum. Dengan menentukan rectal grading
maka didapatkan kesan besar dan beratnya prostat dan juga penting untuk
menentukan macam tindakan operasi yang akan dilakukan. Bila kecil (grade 1),
maka terapi yang baik adalah T.U.R (Trans Urethral Resection) Bila prostat besar
sekali (grade 3-4) dapat dilakukan prostatektomy terbuka secara trans vesical.
2. Clinical grading
Pada pengukuran ini yang menjadi patokan adalah banyaknya sisa urine.
Pengukuran ini dilakukan dengan cara, pagi hari pasien bangun tidur disuruh
kencing sampai selesai, kemudian dimasukkan kateter ke dalam kandung kemih
untuk mengukur sisa urine.

Sisa urine 0 cc

: Normal

Sisa urine 0 - 50 cc

: Grade 1

Sisa urine 50 - 150 cc

: Grade 2
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 21

Sisa urine >150 cc

: Grade 3

Sama sekali tidak bisa kencing

: Grade 4

3. Intra Urethra Grading


Untuk melihat seberapa jauh penonjolan lobus lateral ke dalam lumen
urethra. Pengukuran ini harus dapat dilihat dengan penendoskopy dan sudah
menjadi bidang dari urology yang spesifik. Efek yang dapat terjadi akibat BPH :
a) Terhadap urethra
Bila lobus medius membesar, biasanya arah ke atas mengakibatkan urethra
pars prostatika bertambah panjang, dan oleh karena fiksasi ductus
ejaculatorius maka perpanjangan akan berputar dan mengakibatkan sumbatan.
b) Terhadap vesica urinaria
Pada vesica urinaria akan didapatkan hypertropi otot sebagai akibat dari
proses kompensasi, dimana muscle fibro menebal ini didapatkan bagian yang
mengalami depresi (lekukan) yang disebut potensial divertikula.
Pada proses yang lebih lama akan terjadi dekompensasi dari pada otot-otot
yang hypertropi dan akibatnya terjadi atonia (tidak ada kekuatan) dari pada
otot-otot tersebut.
Kalau pembesaran terjadi pada medial lobus, ini akan membentuk suatu
post prostatika pouch, ini adalah kantong yang terdapat pada kandung kencing
dibelakang medial lobe.
Post prostatika adalah sebagai sumber dari terbentuknya residual urine
(urine yang tersisa) dan pada post prostatika pouch ini juga selalu didapati
adanya batu-batu di kandung kemih.
c) Terhadap ureter dan ginjal
Kalau keadaan urethra vesica valve baik, maka tekanan ke ekstra vesikel
tidak diteruskan ke atas, tetapi bila valve ini rusak maka tekanan diteruskan ke
atas, akibatnya otot-otot calyces, pelvis, ureter sendiri mengalami hipertropy
dan akan mengakibatkan hidronefrosis dan akibat lanjut uremia.
d) Terhadap sex organ

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 22

Mula-mula libido meningkat, tapi akhirnya libido menurun.

DIAGNOSIS BANDING
1. Kelemahan detrusor kandung kemih
a) kelainan medula spinalis
b) neuropatia diabetes mellitus
c) pasca bedah radikal di pelvis
d) farmakologik
2. Kandung kemih neuropati, disebabkan oleh :
a) kelainan neurologik
b) neuropati perifer
c) diabetes mellitus
d) alkoholisme
e) farmakologik (obat penenang, penghambat alfa dan parasimpatolitik)
3. Obstruksi fungsional :
a) dis-sinergi detrusor-sfingter terganggunya koordinasi antara kontraksi
detrusor dengan relaksasi sfingter
b) ketidakstabilan detrusor
4. Kekakuan leher kandung kemih :
Fibrosis
5. Resistensi uretra yang meningkat disebabkan oleh :
a) hiperplasia prostat jinak atau ganas
b) kelainan yang menyumbatkan uretra
c) uretralitiasis
d) uretritis akut atau kronik
e) striktur uretra
6. Prostatitis akut atau kronis
KOMPLIKASI
1. Apabila buli-buli menjadi dekompensasi akan terjadi retensi urin. Karena
produksi urin terus berlanjut maka pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi
menampung urin sehingga tekanan intra vesika meningkat, dapat timbul
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 23

hidroureter, hidroefrosis, dan gagal ginjal. Proses kerusakan ginjal dipercepat


jika terjadi infeksi.
2. Karena selalu terdapat sisa urin dapat terbentuk batu endapan dalam buli-buli.
Batu ini dapat menambah keluhan iritasi dan menimbulkan hematuria. Batu
tersebut dapat pula menimbulkan sistitis dan bila terjadi refluks dapat terjadi
pielonefritis.
3. Pada waktu miksi pasien harus mengedan sehingga lama kelamaan dapat
menyebabkan hernia atau hemoroid.
PENATALAKSANAAN
Tidak semua pasien hiperplasia prostat perlu menjalani tindakan medik. Kadangkadang mereka yang mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa
mendaatkan terapi apapun atau hanya nasehat dankonsultasi saja. Namun diantara
mereka akhirnya ada yang membutuhkan terapi medikamentosa atau tindakan
medik yang lain karena keluhannya makin parah.
Tujuan terapi adalah (1) memperbaiki keluhan miksi, (2) meningkatkan kualitas
hidup, (3) mengurangi obstruksi ifravesika, (4) mengembalikan fungsi ginjal jika
terjadi gagal ginjal, (5) mengurangi volume residu urin setelah miksi, (6) mencegah
progresifitas penyakit.
1. Watchfull waiting
Pasien tidak mendapatkan terapi apapun dan hanya diberi penjelasan
mengenai sesuatu hal yang mungkin dapat memperburuk keluhannya, misalnya
(1) jangan mengkonsumsi kopi atau alkohol setelah makan malam, (2) kurangi
konsumsi makanan atau minuman yang dapat mengiritasi buli-buli (kopi atau
cokelat), (3) batasi penggunaan obat-obat influenza yang mengandung
fenilpropanolamin, (4) kurangi makanan pedas dan asin, (5) jangan menahan
kencing terlalu lama.
Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya
keluhannya apakah menjadi lebih baik, selain itu juga dilakukan pemeriksaan

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 24

laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertamba jelek
daripada sebelumnya, mungkin perlu dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.
2. Medikamentosa
Tujuan terapi medikamentosa adalah (1) mengurangi resistensi otot polos
prostat sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi infravesika dengan obatobatan penghambat adrenergik alfa, dan (2) mengurangi volume prostat sebagai
komponen

statik

dengan

cara

menurunkan

kadar

hormon

testosteron/

dihirotestosteron (DHT) melalui penghambat 5 reduktase.


a. Penghambat adrenergik alfa
Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin, doxazosin, terazosin,
afluzosin, atau yang lebih selektif 1 tamsulosin. Dosis dimulai 1 mg/ hari
sedangkan dosis tamsulosin 0,2-0,4 mg/ hari. Penggunaan antagonis 1
adrenergik karena secara selektif mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa
merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini menghambat reseptor-reseptor yang
banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher vesika, prostat dan
kapsul prostat sehingga terjadi relaksasi di daerah prostat. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran
urin dan gejala-gejala berkurang. Efek samping yang mungkin timbul adalah
pusing-pusing, capek, sumbatan hidung, dan rasa lemah.
b. Penghambat 5 reduktase
Obat yang dipakai adalah finasteride (Proscar) dengan dosis 1 x 5 mg/
hari. Obat golongan ini dapat menghambat pementukan DHT sehingga prostat
yang membesar akan mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat daripada
golongan penghambat dan manfaatnya hanya jelas pada prostat yang sangat
besar. Efek samping obat adalah libido menurun, ginekomastia, dan dapat
menurunkan nilai PSA (masking effect).
c. Fitoterapi
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 25

Yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya misalnya


Pygeum africanum, Saw palmetto, Serenoa repeus. Efek diharapkan terjadi
setelah pemberian 1-2 bulan.
3. Terapi bedah
Jenis pengobatan ini paling tinggi efektivitasnya. Intervensi bedah yang
dapat dilakukan meliputi Transurethral Resection of the Prostate (TURP),
Transurethral Insision of the Prostate (TUIP), prostatektomi terbuka, dan
prostatektomi dengan laser.
TURP (Transurethral Prostatic Resection)
TURP masih merupakan standar emas. Indikasi TURP adalah gejala-gejala
sedang sampai berat, volume prostat <90 g dan pasien cukup sehat untuk
menjalani operasi. Komplikasi TURP jangka pendek adalah perdarahan, infeksi,
hiponatremia, atau retensi karena bekuan darah. Sedangkan komplikasi jangka
panjang adalah striktur uretra, ejakulasi retrogarad, atau impotensi.
TUIP (Transurethral Incision of the Prostate)
Bila volume prostat tidak teralu besar ( 30 gram/kurang ) atau ditemukan
kontraktur leher vesika atau prostat fibrotik dapat dilakukan TUIP. Indikasi TUIP
adalah keluhan sedang atau berat, dengan volume prostat normal/ kecil.
Komplikasinya ejakulasi retrograd.

Prostatektomi
a. Prostatektomi Suprapubis

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 26

adalah salah satu metode mengangkat kelenjar melalui insisi abdomen. Yaitu
suatu insisi yang dibuat kedalam kandung kemih dan kelenjar prostat diangkat
dari atas.
b. Prostatektomi Perineal
adalah mengangkat kelenjar melalui suatu insisi dalam perineum. Cara ini
lebih praktis dibanding cara yang lain, dan sangat berguna untuk biopsi
terbuka. Keuntungan yang lain memberikan pendekatan anatomis langsung,
drainage oleh bantuan gravitasi, efektif untuk terapi kanker radikal,
hemostatik di bawah penglihatan langsung,angka mortalitas rendah, insiden
syok lebih rendah, serta ideal bagi pasien dengan prostat yang besar, resiko
bedah buruk bagi pasien sangat tua dan ringkih. Pada pasca operasi luka
bedah mudah terkontaminasi karena insisi dilakukan dekat dengan rektal.
Lebih jauh lagi inkontinensia, impotensi, atau cedera rectal dapat mungkin
terjadi dari cara ini. Kerugian lain adalah kemungkinan kerusakan pada
rectum dan spingter eksternal serta bidang operatif terbatas.
c. Prostatektomi retropubik
adalah suatu teknik yang lebih umum dibanding pendekatan suprapubik
dimana insisi abdomen lebih rendah mendekati kelenjar prostat, yaitu antara
arkus pubis dan kandung kemih tanpa tanpa memasuki kandung kemih.
Prosedur ini cocok untuk kelenjar besar yang terletak tinggi dalam pubis.
Meskipun darah yang keluar dapat dikontrol dengan baik dan letak bedah
labih mudah untuk dilihat, infeksi dapat cepat terjadi dalam ruang retropubis.
Kelemahan lainnya adalah tidak dapat mengobati penyakit kandung kemih
yang berkaitan serta insiden hemorargi akibat pleksus venosa prostat
meningkat juga osteitis pubis. Keuntungan yang lain adalah periode
pemulihan lebih singkat serta kerusakan spingter kandung kemih lebih
sedikit.
4. Terapi invasif minimal

Transurethral Microwave Thermotherapy (TUMT)


Case Report Retensio Urin e/c BPH | 27

Dilatasi Balon Transuretral (TUBD)

High-intensity Focused Ultrasound

Ablasi Jarum Transuretra (TUNA)

Stent Prostat

DAFTAR PUSTAKA
1. Purnomo, Basuki B. 2003. Hiperplasia Prostat dalam Dasardasar Urologi Edisi
2. Jakarta: Sagung Seto.
2.

De Jong W, Sjamsuhidajat R. 1997. Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi Revisi. Jakarta:
EGC.

3. Kozar Rosemary A, Moore Frederick A. 2005. Schwartz Principles of surgery. 8th


Edition. Singapore : The McGraw-hill Companies.Inc.
Case Report Retensio Urin e/c BPH | 28

4. Ramon P, Setiono, Rona. 2002. Buku Ilmu Bedah Fakultas Kedokteran


Universitas Padjajaran. Bandung: FK Unpad.
5. Sabiston, David. 1994. Sabiston : Buku Ajar Bedah. Jakarta: EGC.
6. Sapardan Subroto. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Jakarta : Bagian Bedah Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
7. Hugh. A.F. Dudley. 1992. Hamilton Baileys Emergency Surgery 11th edition.
Gadjah Mada University Press.
8. McConnel JD. 1998. Epidemiology, etiology, pathophysiology and diagnosis of
benign prostatic hyperplasia. In :Wals PC, Retik AB, Vaughan ED, Wein AJ.
Campbells urology. 7th ed. Philadelphia: WB Saunders Company.
9. Mansjoer A. 2000. Kapita Selekta Kedokeran, Edisi 3. Jakarta : Media Aesculapius.

Case Report Retensio Urin e/c BPH | 29

Anda mungkin juga menyukai