Anda di halaman 1dari 10

AMEBIASIS

EVA MARIS SAHARA


03.009.080
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
6 JUNI 2013

PENDAHULUAN
Amebiasis adalah penyakit infeksi parasit dari jenis protozoa yang menimbulkan gangguan
pada saluran cerna dan organ lain termasuk hepar. Diare masih merupakan penyakit dengan angka
morbiditas dan mortalitas yang tinggi pada anak.
ETIOLOGI
Penyebab amebiasis adalah parasit Entamoeba histolytica yang merupakan anggota kelas
rhizopoda (rhiz=akar, podium=kaki). Amebiasis pertama kali diidentifikasi sebagai penyakit yang
berbahaya oleh Hippocrates (460-377 SM). Ia berhasil mengidentifikasi amebiasis pada pasien yang
mengalami demam dan disentri. Kemudian, dalam Old Testament dan Huang Tis Classic in Internal
Medicine (140-87 SM) sudah terdapat kepustakaan mengenai disentri. Pada tahun 1875, seorang
ahli medis di St Petersburg, Fedor Aleksandrovich Losch berhasil mengisolasi trofozoit amoeba dari
tinja seorang petani yang menderita disentri
Leonard Rogers pada tahun 1912 berhasil mendesain emetine sebagai pengobatan efektif
pertama pada amebiasis. Pada tahun 1912, Walker dan Sellards berhasil mengetahui bahwa
transmisi E. histolytica berlangsung dalam bentuk kista, bukan trofozoit. Mereka juga menemukan
bahwa karier asimtomatik merupakan reservoir yang dapat menyebabkan penularan. Sebagian besar
amebiasis terjadi melalui penularan dari individu yang asimtomatik. Setelah itu, pada tahun 1925,
Dobell menjelaskan tentang siklus hidup E. histolytica. Pada tahun yang sama Brumpt mengajukan
bahwa E. histolytica dan E. dispar bersifat identik secara morfologis, tetapi hanya E. histolytica
yang bersifat patogen terhadap manusia.
Penemuan kultur aksenik E. histolytica pertama oleh Diamond pada tahun 1961 merupakan
titik balik terbesar dalam pemahaman mengenai biologi sel dan biokimia dari E. histolytica. Pada
tahun 1978, Sargeaunt melaporkan bahwa E. histolytica dan E. dispar dapat dibedakan melalui
analisis zimodem.
Entamoeba histolytica merupakan salah satu spesies dari Rhizopoda. Pertama kali
ditemukan oleh Losch pada tahun 1875 dari tinja seorang penderita disentri di Rusia. Schaudinn
berhasil membedakannya dengan Entamoeba coli yan merupakan parasit komersial di dalam usus
besar. Pada tahun 1913, Walker dan Sellards membuktikan bahwa Entamoeba histolytica
merupakan penyebab penyakit koletis amebic .1,4

Hospes parasit ini adalah manusia. Penyakit yang menjadi akibat dari adanya Entamoeba
histolitica disebut amebiasis.
Amebiasis terdapat di seluruh dunia atau bersifat kosmopolit. Parasit ini terutama ada di
daerah tropic dan daerah beriklim sedang.
MORFOLOGI
Entamoeba histolytica mempunyai tiga stadium, yaitu bentuk histolitika, minuta dan kista.
Bentuk histolitika yang bersifat pathogen dan bentuk minuta yang merupakan bentuk esensial
adalah bentuk trofozoit, sedangkan bentuk kista bukan merupakan bentuk pathogen tapi merupakan
bentuk infektif
DAUR HIDUP
Daur hidup E. histolytica sangat sederhana, dimana parasit ini didalam usus besar akan
memperbanyak diri. Dari sebuah kista akan terbentuk 8 tropozoit yang apabila tinja dalam usus
besar konsistensinya padat maka, tropozoit langsung akan terbentuk menjadi kista dan dikeluarkan
bersama tinja, sementara apabila konsistensinya cair maka, pembentukan kista terjadi diluar tubuh.
Amoebiasis terdapat diseluruh dunia (kosmopolit) terutama didaerah tropikdan daerah
beriklim sedang. Dalam daur hidupya Entamoeba histolytica memiliki 3 stadium yaitu:
1. Bentuk histolitika.
2. Bentuk minuta
3. bentuk kista
Bentuk histolitika dan bentuk minuta adalah bentuk rofozoit. Perbedaan antara kedua
bentuk tropozoit tersebut adalah bahwa bentuk histolytika bersifat fatogendan mempunyai ukuran
yang lebih besar dari bentuk minuta. Bentuk histolitika berukuran 20 40 mikron, mempunyai inti
entamoeba yang terdapat di endoplasma. Ektoplasma bening homogen terdapat di bagian tepi sel,
dapat dilihat dengan nyata. Pseudopodium yang dibentuk dari ektoplasma, besar dan lebih seperti
daun, dibentuk dengan mendadak, pergerakannya cepat. Endoplasma berbutir halus, biasanya tidak
mengandung bakteri atau sisa makanan, tetapi mengandung sel darah merah. Bentuk histolytica ini
patogen dan dapat hidup dijaringan usus besar, hati, paru, otak, kulit dan vagina. Bentuk ini
berkembang biak secara belah pasang di jaringan dan dapat merusak jaringan tersebut sesuai
dengan nama spesiesnya Entomoeba histolitica (histo= jaringan, lysis = hancur).

Bentuk minuta adalah bentuk pokok esensial, tanpa bentuk minuta daur hidup tidak dapat
berlangsung, besarnya 10-20 mikron. Inti entamoeba terdapat di endoplasma yang berbutir-butir.
Endoplasma tidak mengandung sel darah merah tetapi mengandung bakteri dan sisa makanan.
Ektoplasma tidak nyata, hanya tampak bila membentuk pseudopodium. Pseudopodium dibentuk
perlahan-lahan sehingga pergerakannya lambat. Bentuk minuta berkembang biak secara belah
pasang dan hidup sebagai komensal di rongga usus besar, tetapi dapat berubah menjadi bentuk
histolitika yang patogen.
Bentuk kista dibentuk di rongga usus besar, besamya 10 -20 mikron, berbentuk bulat
lonjong, mempunyai dinding kista dan ada inti entamoeba. Dalam tinja bentuk ini biasanya berinti 1
atau 2, kadang-kadang terdapat yang berinti 2. Di endoplasma terdapat benda kromatoid yang besar,
menyerupai lisong dan terdapat juga vakuol glikogen. Benda kromatoid dan vakuol glikogen
dianggap sebagai makanan cadangan, karena itu terdapat pada kista muda. Pada kista matang, benda
kromatoid dan vakuol glikogen biasanya tidak ada lagi. Bentuk kista ini tidak patogen, tetapi dapat
merupakan bentuk infektif.
Entamoeba histolytica biasanya hidup sebagai bentuk minuta di rongga usus besar manusia,
berkembang biak secara belah pasang, kemudian dapat membentuk dinding dan berubah menjadi
bentuk kista. Kista dikeluarkan bersama tinja. Dengan adanya dinding kista, bentuk kista dapat
bertahan terhadap pengaruh buruk di luar tubuh manusia.2
KLASIFIKASI
Bentuk klinis yang dikenal ada dua, yaitu amebiasis intestinal dan amebiasis ekstra
intestinal.
Amebiasis kolon intestinal terdiri dari amebasis kolon akut dan amebasis kolon menahun.
Amebasis kolon akut gejalanya berlangsung kurang dari satu bulan, biasa disebut disentri ameba
memiliki gejala yang jelas berupa sindrom disentri. Gejala klinis yang biasa ditemukan adalah nyeri
perut dan diare yang dapat berupa tinja cair, tinja berlendir, atau tinja berdarah. Frekuensi diare
dapat mencapai 10x perhari. Demam dapat ditemukan pada sepertiga penderita. Pasienn terkadang
tidak nafsu makan sehingga berat badan menurun. Pada stadium akut ditinja dapat ditemukannya
darah dengan sedikit leukosit serta stadium trofozoit E.histolytica.
Amebasis kolon menahun gejalanya berlangsung lebih dari satu bulan, disebut juga koletis
ulserosa amebic, gejalanya bersifat ringan dan tidak begitu jelas antara lain rasa tidak enak diperut,
diare yang diselingi obstipasi (sembelit).

Amebasis ekstra intestinal terjadi jika amebasis kolon tidak diobati. Dapat terjadi secara hematogen,
melalui aliran darah atau secara langsung. Hematogen terjadi bila amoeba telah masuk di
submukosa porta ke hati dan menimbulkan abses hati, berisi nanah warna coklat. Cara langsung
terjadi bila abses hati tidak diobati sehingga abses pecah, dan abses yang keluar mengandung ameba
yang dapat menyebar kemana-mana.
PATOFISIOLOGI
Masa inkubasi dapat terjadi dalam beberapa hari hingga beberapa bulan. E. histolytica
terdapat dalam dua bentuk yaitu kista dan trofozoit yang bergerak. Penularan terjadi melalui bentuk
kista yang tahan suasana asam. Di dalam lumen usus halus, dinding kista pecah mengeluarkan
trofozoit yang akan menjadi dewasa dalam lumen kolon. Trofozoit menginvasi dinding usus dengan
cara mengeluarkan enzim proteolitik, penglepasan bahan toksik menyebabkan reaksi inflamasi dan
terjadi destruksi mukosa. Selanjutnya timbul ulkus dengan kedalaman mencapai submukosa atau
lapisan muskularis, tepi ulkus menebal dan sedikit reaksi radang. Akibat invasi amuba ke dinding
usus, timbul reaksi imunitas humoral dan imunitas amebisidal berupa makrofag lymphokineactivated serta limfosit sitotoksik CD8. Invasi yang mencapai lapisan muskularis dinding kolon
dapat menimbulkan jaringan granulasi dan terbentuk massa yang disebut ameboma, sering terjadi di
sekum atau kolon asenden. Semua proses tersebut yang nantinya menimbulkan gejala gejala pada
amebiasis.
GEJALA KLINIS
Amebiasis dapat berlangsung tanpa gejala (asimptomatik). Penderita kronis mungkin
memiliki toleransi terhadap penyakit, sehingga tidak menderita gejala lagi (symptomless carrier).
Gejala dapat bervariasi, mulai rasa tidak enak di perut hingga diare. Gejala yang khas adalah
sindroma disentri, yakni kumpulan gejala gangguan pencernaan yang meliputi diare berlendir dan
berdarah, lunak disertai tenesmus, tinja berbau busuk, demam ringan, kembung dan nyeri perut
ringan, diare dapat mencapai 10X dalam sehari Lesi yang tipikal terjadi di usus besar, yakni adanya
ulkus karena kemampuan amoeba ini menginvasi dinding usus. Pada pemeriksaan fisik didapati
mata cekung , kering, turgor kulit menurun , bising usus meningkat.

DIAGNOSIS/ DIAGNOSIS DIFERENSIAL


Untuk menetapkan diagnosis amebiasis diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan
pemeriksaan laboratorium.

Pada anamnesis dapat dijumpai adanya diare disertai sakit perut bersifat kolik, rejan
(tenesmus), berat badan menurun dan kadang disertai demam. Sifat diare ialah feses berair
bercampur darah. Pada amebiasis ekstraintestinal (amebiasis hati) dengan abses terdapat keluhan
nyeri di perut kanan atas atau di daerah epigastrium disertai dengan nausea, muntah, distensi perut,
dan konstipasi. Keluhan lain bila ada amebiasis serebri ialah kesadaran menurun dan kejang.
Riwayat kebersihan terutama makanan, lingkungan sekitar, dan kesehatan keluarga merupakan
faktor resiko yang perlu diidentifikasi.
Pada pemeriksaan fisis didapatkan berbagai variasi temuan, bisa tidak ada kelainan yaitu
pada yang asimptomatik dan ringan sedangakan pada yang berat dan dengan komplikasi antara lain
dapat dijumpai adanya anak yang nampak sakit, kesadaran menurun, febris, gizi kurang, anemia,
sesak nafas, tanda tanda dehidrasi, anak memegangi perut kanan atas, nyeri tekan perut bagian kiri
bawah, tahanan otot, hati membesar dan nyeri tekan, efusi pleura dan bunyi jantung melemah pada
perikarditis.
Pada pemeriksaaan laboratorium ditujukan terutama untuk menemukan E.histolytica dengan
mikroskop pada sediaan tinja dari usap rektosigmoid, jaringan biopsi, atau cairan aspirasi abses.
Eritrosit di dalam entamuba bentuk vegetatif adalah penting untuk membedakannya dengan
E.dispar. Dari sediaan yang diperiksa dapat juga ditemukannya darah samar.
Dari darah tepi didapatkan leukositosis, LED meningkat, anemia ringan, peningkatan pada
fosfatase alkali dan transaminase, dan penurunan albumin. Pemeriksaa serologi untuk mendeteksi
antibodi E.histolytica adalah positif pada 95% kasus yang memperlihatkan gejala > 7 hari dan kasus
penular (carrier). Pemeriksaan antigen dalam tinja atau serum dapat bersifat diagnostik. Endoskopi
untuk memeriksa adanya lesi sekaligus untuk biopsi. Pemeriksaan USG, CT diperlukan bila
terdapat adanya dugaan abses hati. Foto paru untuk memeriksa efusi pleura, atelaktasis dan abses.
Diagnosis diferensialnya ialah salmonelosis, sigelosis, Escherichia coli enteroinvasif, dan
divertikulitis.3
Cara mendiagnosa gangguan yang ditimbulkan oleh Entamoeba histolitica adalah sesuai
dengan gejala atau gangguan yang terjadi, antara lain sebagai berikut :
1. Amebiasis kolon akut, diagnosis ditegakkan bila terdapat sindrom disentri disertai sakit
perut atau mules. Diare lebih dari 10 kali dalam sehari. Dan diagnosis laboratorium
ditegakkan dengan menemukan species ini dalam bentuk histolitika di dalam tinja.

2. Amebiasis kolon menahun, terdapat gejala ringan diselingi dengan obstipasi. Pada
pemeriksaan tinja segar, stadium trofozoit E.histolytica sulit ditemukan karena sebagian
besar sudah masuk ke jaringan usus. Karena itu dilakukan uji serologi untuk menemukan zat
anti ameba atau antigen E.histolytica. Sensitivitas uji serologi zat anti mencapai 75%
sedangkan deteksi antigen mencapai 90%.
3. Amebiasis hati, secara klinis dapat dibuat jika terdapat gejala berat badan menurun, badan
lemah, demam, tidak nafsu makan disertai pembesaran hati. Pada pemeriksaan radiologi
biasanya didapatkan peninggian diafragma dan pemeriksaan darah ada leukositosis.4,5

PENATALAKSANAAN
Bila pada pemeriksaan tinja ditemukan E.histolytica bentuk kista atau trofozoit, dengan atau
tanpa gejala harus diberikan pengobatan dengan iodoquinol 30 40 mg/kg/hari dalam 3 dosis
( maksimum 650mg/dosis) secara per os selama 20 hari, atau sebagai alternatif adalah paramomycin
25 -35 mg/kg/hari dalam 3 dosis per os selama 7 hari.
Untuk amebiasis invasif pada usus, hati, atau organ lain diberikan pengobatan dengan
metronidazole 30 -50 mg/kg/hari dalam 3 dosis maksimum 500 750 mg/dosis, per os selama 10
hari.
Efek samping dari metronidazole adalah rasa mual, perut tidak enak dan rasa logam pada
mulut. Efek samping ini tidak terlalu mengganggu dan hilang dengan sendirinya. Pada kasus sangat
berat dianjurkan memberikan ddehidroemetine untuk beberapa hari dengan dosis 1mg/kg/hari
secara intramuscular dalam. Pasien harus dirawat di Rumah Sakit dan dipantau bila terjadi
takikardi, aritmia, depresi gelombang T dan proteinuri maka pemberian emetine harus dihentikan.
Chloroquine phosphate 10mg/kg/hari per os dalam 2 dosis untuk 2 -3 minggu dianjrkan
untuk amebiasis hati karena terjadi konsentrasi obat yang tingi di jaringan hati. Abses yang besar
cenderung ruptur, dan kurang respon terhadap pemberian obat selama 4-6 hari dipertimbangkan
ntuk dilakukan aspirasi. Selama pengobatan perlu dilakukan pemeriksaan feses sekali tiap 2 minggu
sampai E.histolytica negatif. 3

KOMPLIKASI
1. Lokal :

Radang kronis

Disentri berat dengan dehidrasi

Perdarahan gastrointestinal

Perforasi usus

Striktura

Fistula

Invaginasi

Amoebic Appendicitis

Perforasi

Amoeboma

2. Ekstraintestinal

Abses hati

Abses Otak

Amebiasis organ genital

Amebiasis kulit

Abses paru 3

PROGNOSIS
Angka kematian pada kasus tanpa komplikasi ialah < 1%, dengan pleuropulmoner sebanyak
15 20 %, perikarditis amoeba 40%, kolitis fulminans 50 % dan pada amebiasis serebral adalah
yang terbanyak yaitu 90%.3
PENCEGAHAN
Cara untuk mencegah agar tidak menderita gangguan yang disebabkan oleh Entamoeba
histolitica antara lain sebagai berikut :
1. Tidak makan makanan mentah (sayuran,daging babi, daging sapi dan daging ikan), buah dan
melon dikonsumsi setelah dicuci bersih dengan air.
2. Minum air yang sudah dimasak mendidih baru aman.
3. Menjaga kebersihan diri, sering gunting kuku, membiasakan cuci tangan menjelang makan
atau sesudah buang air besar.
4. Tidak boleh buang air kecil/besar di sembarang tempat, tidak menjadikan tinja segar sebagai
pupuk; tinja harus dikelola dengan tangki septik, agar tidak mencemari sumber air.

5. Di Taman Kanak Kanak dan Sekolah Dasar harus secara rutin diadakan pemeriksaan parasit,
sedini mungkin menemukan anak yang terinfeksi parasit dan mengobatinya dengan obat
cacing.
6. Bila muncul serupa gejala infeksi parasit usus, segera periksa dan berobat ke rumah sakit.
7. Meski kebanyakan penderita parasit usus ringan tidak ada gejala sama sekali, tetapi mereka
tetap bisa menularkannya kepada orang lain, dan telur cacing akan secara sporadik keluar
dari tubuh bersama tinja, hanya diperiksa sekali mungkin tidak ketahuan, maka sebaiknya
secara teratur memeriksa dan mengobatinya.

DAFTAR PUSTAKA
1. anonim. 2009. Bahan Penyuluhan Pencegahan Penyakit Parasit Usus yang Sering Terjadi.
http://www.cdc.gov.tw/public/Attachment/821314143071.pdf (1-4-2009/17:46)
2. Rasmaliah.

2003.

Epidemiologi

Amoebasis

dan

Upaya

Pencegahannya.

http://library.usu.ac.id/download/fkm/fkm.rasmaliah.pdf (7-4-2009/16:27)
3. Widagdo, Prof.dr. 2011. Masalah dan tatalaksana penyakit infeksi pada anak. Jakarta :
Sagung Seto.
4. Srisasi Gandahusada, dkk. 2006. Parasitologi Kedokteran. Jakarta : Fakultas Kedokteran UI
edisi ketiga.
5. S.M. Salendu dan Warouw. 1996. Evaluasi Klinis Sindrom Disentri Anak di RS Gunung
Wenang Manado. (7-4-2009/16:31)

Anda mungkin juga menyukai