Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN KASUS 1

OTITIS EXTERNA DIFFUSA AURICULA DEXTRA


DAN SERUMEN OBTURANS AURICULA SINISTRA

LANIRA ZARIMA N.
H1A 008 038

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA


BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN
RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM
2012

BAB 1
PENDAHULUAN

Otitis eksterna adalah radang liang telinga akut maupun kronis yang disebabkan oleh
bakteri ataupun jamur, dapat terlokalisir atau difus. Penyakit ini merupakan penyakit telinga
luar yang sering dijumpai, di samping penyakit telinga lainnya. Berdasarkan data pada tahun
2000 di Poliklinik THT RS H. Adam Malik Medan didapatkan 10746 kunjungan baru di
mana dijumpai 867 kasus otitis eksterna, 282 kasus otitis eksterna difus, dan 585 kasus otitis
eksterna sirkumskripta. Penyakit ini sering dijumpai pada daerah-daerah yang panas dan
lembab, tetapi jarang pada iklim-iklim sejuk dan kering (Hadiatma, 2010).
Faktor penyebab timbulnya otitis eksterna diantaranya kelembaban, penyumbatan
liang telinga, trauma lokal dan alergi. Faktor-faktor inilah yang kemudian menyebabkan
berkurangnya lapisan protektif sehingga menyebabkan edema dari epitel skuamosa. Apabila
terjadi trauma lokal akan mengakibatkan bakteri masuk melalui kulit, terjadi inflamasi dan
akhirnya menimbulkan eksudat. Bakteri patogen pada otitis eksterna akut adalah
Pseudomonas (41%), Streptococcus (22%), Staphylococcus aureus (15%) dan Bacteroides
(11%) (Hadiatma, 2010; Hafil, 2010).
Otitis eksterna ini merupakan infeksi liang telinga bagian luar yang dapat menyebar
ke pina, periaurikular, atau ke tulang temporal. Biasanya seluruh liang telinga terlibat, tetapi
pada furunkel liang telinga luar dapat dianggap pembentukan lokal otitis eksterna. Otitis
eksterna difus merupakan tipe infeksi bakteri patogen yang paling umum disebabkan oleh
Pseudomonas (Hadiatma, 2010).
Patogenesis OE sangat kompleks dan sejak tahun 1844 banyak peneliti
mengemukakan faktor pencetus dari penyakit ini. Branca (1953) mengatakan bahwa
berenang merupakan penyebab OE dan dapat menimbulkan kekambuhan. Senturia dkk
(1984) menganggap bahwa keadaan panas, lembab, dan trauma terhadap epitel dari liang
telinga luar merupakan faktor penting untuk terjadinya otitis eksterna. Howke dkk (1984)
mengemukakan pemaparan terhadap air dan penggunaan lidi kapas dapat menyebabkan
terjadinya otitis eksterna, baik akut maupun kronis (Hadiatma, 2010).

BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Anatomi dan Fisiologi Telinga Luar


Telinga luar terdiri dari daun telinga (aurikula) dan liang telinga (meatus akustikus
eksternus) sampai membran timpani (Soetirto, 2010). Aurikula berfungsi menghimpun bunyi
dan meatus akustikus eksternus yang mengantar gelombang bunyi ke membrana timpanika
(Moore, 2002).

a) Aurikula
Pinna (aurikula) berasal dari pinggir-pinggir celah brankial pertama serta arkus
brankialis pertama dan kedua. Aurikula dipersarafi oleh cabang aurikulotemporalis dari
saraf mandibularis serta saraf aurikularis mayor dan oksipitalis minor yang merupakan
cabang dari pleksus servikalis (Liston, 1997).
Aurikula mempunyai kerangka dari tulang rawan elastin yang dilapisi oleh kulit.
Di bagian anterior aurikula, kulit tersebut melekat erat pada perikondrium sedangkan di
bagian posterior kulit melekat secara longgar. Bagian aurikula yang tidak mempunyai
tulang rawan disebut lobulus, yang ada hanya jaringan lemak. Fungsi daun telinga
adalah untuk memantulkan dan mengkonsentrasikan getaran yang datang dari luar
(Moore, 2002).

Gambar 2.1 Bagian Auris Externa

b) Meatus Akustikus Eksterna


Liang telinga merupakan saluran berbentuk huruf S yang menuju ke arah telinga
tengah dan berakhir pada membran timpani. Liang telinga mempunyai diameter 0,5 cm
dan panjang 2,5-3 cm. Liang telinga merupakan saluran yang tidak lurus, tetapi
berbelok dari arah postero-superior di bagian luar ke arah antero-inferior. Selain itu,
terdapat penyempitan di bagian medial yang dinamakan ismus (Soetirto, 2010; Moore,
2002).
Dinding meatus akustikus eksterna 1/3 bagian lateral dibentuk oleh tulang rawan
yang merupakan kelanjutan dari tulang rawan aurikula dan disebut pars kartilagenus.
Bagian ini bersifat elastis dan dilapisi kulit yang melekat erat pada perikondrium. Kulit
pada bagian ini mengandung jaringan subkutan, folikel rambut, kelenjar lemak
(glandula sebacea) dan kelenjar serumen (glandula ceruminosa). Dinding meatus
akustikus eksterna 2/3 bagian medial dibentuk oleh tulang dan disebut pars osseus.
Kulit yang meliputi bagian ini sangat tipis dan melekat erat pada periosteum. Pada
bagian ini tidak terdapat folikel rambut dan hanya dijumpai sedikit kelenjar serumen
(Moore, 2002).
Liang telinga berasal dari celah brankial pertama ektoderm. Sendi temporomandibularis dan kelenjar parotis terletak di depan terhadap liang telinga, sedangkan
prosesus mastoideus terletak di belakangnya (Liston, 1997).

c) Membrana Tympanica
Membran timpani memisahkan kavum timpani dengan meatus akustikus eksterna.
Bentuknya seperti kerucut dengan basis oval dan puncak kerucut cekung ke arah
medial. Tepi membran timpani disebut margo timpani. Membran timpani terpasang
miring dengan melekat pada suatu lekukan tulang yang disebut sulkus timpanikus
dengan perantara jaringan ikat, disebut annulus timpanikus (Moore, 2002).
Membran timpani tersusun oleh suatu lapisan epidermis di bagian luar, lapisan
fibrosa di bagian tengah di mana tangkai maleus dilekatkan, dan lapisan mukosa di
bagian dalam (Liston, 1997).
Bagian atas membran timpani yang berbentuk bulan sabit disebut pars flaksida
atau membrana Shrapnelli. Pars flaksida ini lebih lentur dan lebih tipis, terdiri dari 2
lapisan, yaitu bagian luar yang berupa lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian
dalam yang dilapisi oleh sel kubus bersilia seperti epitel mukosa saluran napas. Di
bagian bawah membran timpani berbentuk oval dengan warna putih mutiara yang
4

disebut pars tensa (membran propria). Pars tensa ini merupakan bagian terbesar dari
membran timpani dan merupakan selaput lebih tebal, dengan tambahan satu lapis lagi di
bagian tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin yang
berjalan secara radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam (Moore, 2002;
Soetirto, 2010).
Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membran timpani disebut
sebagai umbo. Dari umbo inilah bermula suatu refleks cahaya (cone of light) ke arah
bawah, yaitu pada pukul 7 untuk membran timpani kiri dan pukul 5 untuk membran
timpani kanan. Refleks cahaya (cone of light) ialah cahaya dari luar yang dipantulkan
oleh membran timpani. Di membran timpani terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan
radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya refleks cahaya yang berupa kerucut
itu (Soetirto, 2010).

Gambar 2.2 Membran Timpani

2.2. Otitis Eksterna


Otitis eksterna adalah peradangan pada kulit yang melapisi meatus akustikus eksternus,
baik akut maupun kronis, yang disebabkan oleh infeksi bakteri, jamur dan virus. Otitis
eksterna ditandai dengan gejala iritasi, deskuamasi, discharge, dan kemungkinan relaps.
Tatalaksana penyakit ini sederhana, namun keberhasilannya tergantung pada kepedulian
pasien terhadap penyakitnya dan kepatuhan untuk menjaga kebersihan telinga (Bull, 2002).

Faktor yang mempermudah radang telinga luar adalah :


Perubahan pH di liang telinga, yang biasanya normal atau asam. Bila pH menjadi basa,
proteksi terhadap infeksi menurun.
Pada keadaan udara yang hangat dan lembab, bakteri dan jamur mudah tumbuh.
Trauma ringan seringkali karena berenang atau membersihkan telinga secara berlebihan
(mengorek-ngorek telinga).
Pemakaian topikal obat tetes telinga, terutama antibiotik, contohnya neomycin,
framycetyn, gentamicin, polimixin, serta anti histamin.
Alergi terhadap metal dan nikel.
Udara yang lembab dan panas menyebabkan oedema pada stratum korneum kulit MAE,
sehingga menurunkan resistensi kulit terhadap infeksi.
Adanya penyakit kulit yang mendasari, seperti ekzema atau psoriasis, pada kanalis auris
dapat menyebabkan terjadinya otitis eksterna (Bull, 2002; Hafil, 2010).

Secara umum, patofisiologi terjadinya inflammatory external otitis dapat dilihat pada
bagan di bawah ini.
Faktor Predisposisi :
Infeksi bakteri
atau jamur

Perubahan pH di liang telinga


Trauma akibat sering mengorek telinga
Terlalu sering membersihkan telinga
Kelembapan dan suhu udara yang tinggi
Keadaan umum yang buruk

Jaringan lemak sebagai faktor pelindung terbuka


Kepekaan jaringan apopilosebaseus terhadap infeksi

Peradangan pada MAE :

Bengkak
Hiperemis
Sekret encer/purulen
Nyeri telinga (otalgia)

Gambar 2.3 Patofisiologi Inflammatory External Otitis

Saluran telinga dapat membersihkan dirinya sendiri dengan cara membuang sel-sel kulit
yang mati dari gendang telinga melalui saluran telinga. Membersihkan saluran telinga dengan
cotton bud (kapas pembersih) dapat mengganggu mekanisme pembersihan ini dan
mendorong sel-sel kulit yang mati ke arah gendang telinga sehingga kotoran menumpuk di
sana (Dokter Muda THT, 2008).
Penimbunan sel-sel kulit yang mati dan serumen akan menyebabkan penimbunan air
yang masuk ke dalam saluran ketika mandi atau berenang. Kulit yang basah dan lembut pada
saluran telinga lebih mudah terinfeksi oleh bakteri atau jamur (Dokter Muda THT, 2008).
Penegakkan diagnosis pada otitis eksterna dapat dilakukan melalui proses anamnesis
dan pemeriksaan fisik sebagai berikut.
Anamnesis :

Gejala awal dapat berupa gatal

Didapatkan riwayat faktor predisposisi

Rasa gatal berlanjut menjadi nyeri yang sangat dan terkadang tidak sesuai dengan
kondisi penyakitnya. Nyeri terutama dirasakan ketika daun telinga ditarik, nyeri
tekan tragus, dan ketika mengunyah makanan.

Rasa gatal dan nyeri disertai pula keluarnya sekret encer, bening sampai kental
purulen tergantung pada kuman atau jamur yang menginfeksi. Pada jamur biasanya
akan bermanifestasi sebagai sekret kental berwarna putih keabu-abuan dan berbau.

Pendengaran normal atau sedikit berkurang (Dokter Muda THT, 2008).

Pemeriksaan Fisik :

Kulit MAE edema, hiperemi merata sampai ke membran timpani, dengan liang
MAE penuh dengan sekret. Jika edema hebat, membran timpani dapat tidak tampak.

Pada folikulitis akan didapatkan edema dan hiperemi pada pars kartilagenous MAE.

Nyeri tekan tragus (+)

Adenopati reguler dan terkadang didapatkan nyeri tekan (Dokter Muda THT, 2008).

Prinsip penatalaksanaan yang dapat diterapkan pada semua tipe otitis eksterna adalah :
Membersihkan liang telinga dengan pengisap atau kapas secara hati-hati.
Penilaian terhadap sekret, edema dinding kanalis, dan membrana timpani bilamana
mungkin keputusan apakah akan menggunakan sumbu untuk mengoleskan obat.
Pemilihan pengobatan lokal (Boies, 1997).

a) Otitis Eksterna Sirkumskripta (Furunkel)


Pada furunkulosis, kelainan terbatas pada bagian kartilagenosa meatus akustikus
eksternus. Oleh karena kulit di bagian sepertiga luar liang telinga mengandung adneksa
kulit, seperti folikel rambut, kelanjar sabasea dan kelenjar serumen, maka di tempat itu
dapat terjadi infeksi pada pilosebaseus sehingga membentuk furunkel. Kuman penyebab
biasanya adalah Staphylococcus aureus atau Staphylococcus albus (Boies, 1997; Hafil,
2010).
Gejalanya adalah rasa nyeri yang hebat, tidak sesuai dengan besar bisul. Hal ini
disebabkan oleh kulit liang telinga yang tidak mengandung jaringan ikat longgar di
bawahnya sehingga rasa nyeri timbul pada penekanan perikondrium. Rasa nyeri dapat
juga timbul spontan pada waktu membuka mulut (sendi temporomandibula). Selain itu
terdapat juga gangguan pendengaran bila furunkel besar dan menyumbat liang telinga
(Hafil, 2010).
Suatu furunkel dalam liang telinga dapat sangat nyeri karena berkembang pada
suatu daerah membranokartilagenia di mana hanya ada sedikit ruangan untuk ekspansi.
Furunkel pada daerah ini selalu dicurigai bila gerakan aurikula secara pasif
menyebabkan nyeri (Boies, 1997).
Tatalaksana tergantung pada keadaan furunkel. Bila sudah menjadi abses,
diaspirasi secara steril untuk mengeluarkan nanahnya. Lokal diberikan antibiotik dalam
bentuk salep, seperti polymixin B atau bacitracin atau antiseptik (asam asetat 2-5%
dalam alkohol. Kalau dinding furunkel tebal, dilakukan insisi, kemudian dipasang
drainase untuk mengalirkan nanahnya. Biasanya tidak perlu diberikan antibiotik secara
sistemik, hanya diberikan obat simtomatik, seperti analgetik dan obat penenang (Hafil,
2010).

Gambar 2.4 Furunkulosis


8

b) Otitis Eksterna Difus


Infeksi ini dikenal juga dengan nama swimmers ear yang biasanya terjadi pada
cuaca yang panas dan lembab. Umumnya mengenai kulit liang telinga dua pertiga
bagian dalam. Tampak kulit liang telinga hiperemis dan edema dengan batas yang tidak
jelas, serta tidak terdapat furunkel. Kuman penyebabnya biasanya golongan
Pseudomonas. Kuman lain yang dapat menjadi penyebabnya adalah Stapylococcus
albus, Escheria coli dan Enterobacter aerogenes (Boies, 1997; Hafil, 2010).
Gejalanya berupa nyeri tekan tragus atau nyeri di sekitar telinga, pembengkakan
sebagian besar dinding kanalis sehingga liang telinga menjadi sempit, kadang kelenjar
getah bening regional membesar dan nyeri tekan, serta terdapat sekret yang berbau,
pendengaran normal atau sedikit menurun. Sekret ini tidak mengandung lendir (musin)
seperti sekret yang keluar dari kavum timpani pada otitis media (Boies, 1997; Hafil,
2010).
Stroma yang menutupi tulang pada dua pertiga bagian dalam liang telinga sangat
tipis sehingga hanya memungkinkan pembengkakan yang minimal. Oleh karena itu,
gangguan subyektif yang dialami pasien seringkali tidak sebanding dengan beratnya
penyakit yang diamati oleh pemeriksa (Boies, 1997).
Pengobatannya dengan membersihkan liang telinga, memasukkan tampon yang
mengandung antibiotika ke liang telinga supaya terdapat kontak yang baik antara obat
dengan kulit yang meradang. Kadang-kadang diperlukan obat antibiotika sistemik pada
kasus yang berat, misalnya jika dicurigai adanya perikondritis atau kondritis pada
tulang rawan telinga. Dianjurkan pula untuk melakukan pemeriksaan kepekaan bakteri.
(Boies, 1997; Hafil, 2010).

Gambar 2.5 Otitis Eksterna Akut


9

2.3. Serumen Obturans


Serumen ialah hasil produksi kelenjar sebasea, kelenjar seruminosa, epitel kulit yang
terlepas dan partikel debu. Dalam keadaan normal, serumen terdapat pada sepertiga luar liang
telinga di bagian kartilagenosa meatus akustikus eksternus. Konsistensinya biasanya lunak,
tetapi kadang-kadang kering. Hal ini dipengaruhi oleh faktor keturunan, iklim, usia dan
keadaan lingkungan (Hafil, 2010).
Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat migrasi epitel kulit yang bergerak
dari arah membran timpani menuju ke luar, serta dibantu oleh gerakan rahang sewaktu
mengunyah (Hafil, 2010).
Serumen diketahui memiliki fungsi proteksi. Dapat pula berfungsi sebagai sarana
pengangkut debris epitel dan kontaminan untuk dikeluarkan dari membran timpani. Serumen
juga berfungsi sebagai pelumas dan dapat mencegah kekeringan dan pembentukan fisura
pada epidermis. Penelitian in vitro menunjukkan bahwa serumen basah ataupun kering
memiliki efek bakterisidal yang diduga berasal dari komponen asam lemak, lisozim, dan
immunoglobulin dalam serumen (Boies, 1997).
Gumpalan serumen yang menumpuk di liang telinga akan menimbulkan gangguan
pendengaran berupa tuli konduktif. Hal ini terutama terjadi bila telinga kemasukan air
sewaktu mandi atau berenang. Serumen mengembang sehingga menimbulkan rasa tertekan
dan gangguan pendengaran semakin dirasakan sangat mengganggu (Hafil, 2010).
Serumen dapat dibersihkan sesuai dengan konsistensinya. Serumen yang lembek
dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada pelilit kapas. Serumen yang keras dikeluarkan
dengan pengait. Apabila dengan cara ini serumen tidak dapat dikeluarkan, maka serumen
harus dilunakkan terlebih dahulu dengan tetes karbogliserin 10% selama 3 hari. Serumen
yang sudah terdorong terlalu jauh ke dalam liang telinga sehingga dikuatirkan menimbulkan
trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, dapat dikeluarkan dengan
mengalirkan (irigasi) air hangat yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh (Hafil, 2010).

10

BAB 3
LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien


Nama

: Nn. RL

Umur

: 21 tahun

Jenis kelamin

: Perempuan

Alamat

: Karang Taliwang, Cakranegara

No. RM

: 027743

MRS

: 21 Maret 2012

3.2. Anamnesis
Keluhan Utama :
Keluar cairan dari liang telinga kanan
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang ke poliklinik THT RSU Provinsi NTB dengan keluhan keluar cairan
dari liang telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Cairan berupa nanah yang
berwarna kuning kehijauan, bercampur darah. Pasien mengaku mempunyai
kebiasaan sering mengorek telinga karena telinganya terasa gatal. Pasien juga
merasa pendengarannya sedikit berkurang dan telinga kanannya terasa nyeri.
Pasien merasa bahwa telinganya tidak pernah kemasukan air saat mandi. Keluhan
telinga berdenging, batuk, pilek dan demam disangkal.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien pernah mengalami keluhan yang serupa pada telinga kanan juga saat masih
duduk di bangku SD. Pasien kemudian berobat ke Puskesmas, dokter yang
bertugas di sana memberikan obat tetes telinga, dan setelah menggunakan obat
tersebut pasien pun sembuh.
Riwayat Penyakit Keluarga/Sosial :
Pasien tidak memiliki keluarga dengan keluhan yang serupa.
Riwayat Alergi :
Pasien mengaku tidak memiliki riwayat alergi makanan, obat-obatan, serta tidak
pernah meler dan bersin-bersin saat terkena debu atau dingin.
11

3.3. Pemeriksaan Fisik


Status Generalis :

Keadaan umum

: baik

Kesadaran

: compos mentis

Tanda vital

: - TD
- Nadi

: 110/80 mmHg
: 74 x/menit

- Respirasi : 17 x/menit
- Suhu

: 37,1C

Status Lokalis :
Pemeriksaan Telinga
No.

Pemeriksaan Telinga

Auricula Dextra
Nyeri tekan (-), edema (-)

Auricula Sinistra

1.

Tragus

Nyeri tekan (-), edema (-)

2.

Daun telinga : aurikula, Bentuk dan ukuran telinga Bentuk dan ukuran telinga
preaurikuer, retroaurikuler. dalam batas normal, lesi dalam batas normal, lesi
pada kulit (-), hematoma (-), pada kulit (-), hematoma (-),
massa (-), fistula (-), nyeri massa (-), fistula (-), nyeri
tarik aurikula (-).

3.

Liang telinga (MAE)

tarik aurikula (-).

Serumen (-), hiperemis (+), Serumen (+), hiperemis (-),


edema (+) pada MAE 2/3 edema

(-),

furunkel

(-),

bagian dalam, furunkel (-), otorhea (-).


otorhea (-).

serumen
MAE edema dan hiperemis
4.

Membran timpani

Sulit dievaluasi.

Tidak dapat dievaluasi.

Intak, retraksi (-), hiperemi


(-), bulging (-), edema (-),
perforasi (-), cone of light
(+).

12

Pemeriksaan Hidung
Inspeksi
Hidung luar

Nasal Dextra

Nasal Sinistra

Bentuk (N), inflamasi (-), Bentuk

(N),

inflamasi

(-),

deformitas (-), massa (-).

deformitas (-), massa (-).

Vestibulum nasi

N, ulkus (-)

N, ulkus (-)

Cavum nasi

Bentuk (N), mukosa pucat (-), Bentuk (N), mukosa pucat (-),

Rinoskopi Anterior :

hiperemi (-).
Septum nasi

hiperemi (-).

Deviasi (-), benda asing (-), Deviasi (-), benda asing (-),
perdarahan

Konka media & inferior

(-),

ulkus

(-), perdarahan

(-),

ulkus

mukosa normal.

mukosa normal.

Hipertrofi (-), hiperemi (-).

Hipertrofi (-), hiperemi (-).

(-),

Gambar :

Pemeriksaan Sinus Paranasal


Nyeri Tekan

Transiluminasi

Sinus
Maksilaris

Frontalis

Dextra

Sinistra

Dextra

Sinistra

(-)

(-)

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

Tidak

Tidak

dilakukan

dilakukan

(-)

(-)

13

Pemeriksaan Tenggorokan
No.

Pemeriksaan

Keterangan

1.

Bibir

Mukosa bibir basah, berwarna merah muda

2.

Mulut

Mukosa mulut basah, berwarna merah muda

3.

Bucal

Warna merah muda, hiperemi (-)

4.

Gigi

Warna mukosa gusi merah muda, hiperemi (-).

5.

Lidah

Ulkus (-), pseudomembran (-).

6.

Uvula

Bentuk normal, hiperemi (-), edema (-),


pseudomembran (-).

7.

Palatum mole

Ulkus (-), hiperemi (-).

8.

Faring

Mukosa hiperemi (-), edema (-), ulkus (-),


granul (-), sekret (-), reflex muntah (+).

9.

Tonsila Palatina

Hiperemi (-), ukuran T1-T1, kripte melebar (-),


detritus (-).

Gambar :

3.4. Diagnosis
Otitis Externa Diffusa Auricula Dextra dan Serumen Obturans Auricula Sinistra

3.5. Planning
Planning Diagnosis :
Tidak perlu dilakukan pemeriksaan penunjang pada pasien ini.
14

Planning Terapi :

Melakukan spooling pada telinga kiri untuk membersihkan serumen yang ada.

Memberikan obat tetes telinga seperti Otopraf yang mengandung


Fludrokortison Asetat 1 mg, Polimiksin-B Sulfat 10.000 UI, Neomisin Sulfat 5
mg, dan Lidokain HCl 40 mg. Dosis pemberian pada orang dewasa sebanyak
3-5 tetes 3-4 x sehari. Obat ini tersedia dalam kemasan botol 10 ml drops.

Pemberian analgetik-antiinflamasi, seperti golongan NSAID. Pasien dapat


diberikan asam mefenamat dengan dosis 500 mg 3x sehari.

3.6. KIE Pasien


Pasien sebaiknya menjaga kebersihan telinga untuk mencegah terjadinya
kekambuhan.
Pasien diberitahu untuk tidak mengulangi kebiasaannya yang sering mengorek
telinga.
Pasien diberitahu cara menggunakan obat tetes telinga, yaitu :

Kepala dimiringkan ke samping dengan posisi telinga kanan menghadap ke


atas.

Tarik daun telinga sedemikian rupa sehingga lubang telinga terbuka lebar.

Teteskan obat tetes telinga sebanyak 3-5 tetes, diamkan selama 5 menit
sebelum kepala pasien kembali tegak.

Antibiotik harus diminum sampai habis selama 7 hari.

3.7

Prognosis
Dubia ad bonam

15

BAB 4
PEMBAHASAN

Menurut Senturia HB (1980), tanda-tanda klasik dari otitis eksterna diffusa akut
adalah eritema kulit, sekret yang kehijau-hijauan, dan edema kulit liang telinga. Oleh karena
itu pada kasus pasien di atas, diagnosis otitis externa diffusa auricula dextra dapat ditegakkan
berdasarkan anamnesis gejala klinis dan pemeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien.
Dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengeluh keluar cairan nanah berwarna
kuning kehijauan disertai darah dari telinga kanan sejak 3 hari yang lalu. Pasien memiliki
kebiasaan sering mengorek telinga karena telinganya terasa gatal. Pasien juga merasa
pendengarannya sedikit berkurang dan telinganya terasa nyeri.
Hal ini kemungkinan terkait dengan adanya kelembaban yang berlebihan karena
berenang atau mandi sehingga menambah maserasi kulit liang telinga dan menciptakan
kondisi yang cocok untuk pertumbuhan bakteri. Perubahan ini juga dapat menyebabkan rasa
gatal di liang telinga sehingga menambah kemungkinan trauma karena garukan. Selain itu,
ketika terjadi hiperemia dan edema pada kulit liang telinga, timbul rasa gatal hebat yang
kemudian menyebabkan pasien mengorek-ngorek telinganya sehingga akhirnya dapat timbul
perdarahan akibat adanya luka/trauma pada liang telinga.
Proses infeksi menyebabkan peningkatan suhu lalu menimbulkan perubahan rasa
nyaman dalam telinga dan juga nyeri. Selain itu, proses infeksi akan mengeluarkan
cairan/nanah (sekresi cairan serosa). Sementara penyakit makin berlanjut, cairannya berubah
menjadi seropurulen dan terjadi edema yang kemudian menyumbat sebagian atau seluruh
liang telinga dan menutupi gendang telinga. Cairan/nanah yang menumpuk dalam liang
telinga (meatus akustikus eksterna) akan menyebabkan hantaran suara terhalang dan
terjadilah penurunan pendengaran.
Pada pemeriksaan fisik telinga kanan didapatkan nyeri tekan tragus (-) dan nyeri tarik
aurikula (-). Hal ini kemungkinan terjadi karena stroma yang menutupi tulang pada dua
pertiga bagian dalam liang telinga sangat tipis sehingga hanya memungkinkan pembengkakan
yang minimal. Oleh karena itu, gangguan subyektif yang dialami pasien seringkali tidak
sebanding dengan beratnya penyakit yang diamati oleh pemeriksa. Selain itu, hal ini juga
terkait dengan ambang nyeri pada tiap orang yang berbeda-beda.

16

Pada pemeriksaan fisik telinga kanan juga didapatkan adanya hiperemis dan edema
pada meatus akustikus eksternus sehingga terjadi sedikit penyempitan MAE, namun keadaan
membran timpani masih dapat dievaluasi.
Faktor Predisposisi :
Trauma akibat sering mengorek telinga
Terlalu sering membersihkan telinga
Kelembapan yang berlebih pada telinga

Kondisi yang cocok untuk pertumbuhan bakteri


Jaringan lemak sebagai faktor pelindung terbuka
Kepekaan jaringan apopilosebaseus terhadap infeksi

Terjadi proses infeksi dan inflamasi pada MAE

Nyeri telinga (otalgia)

Pelepasan produksi
sel-sel radang

Iritasi pada telinga


(rasa gatal)

Nanah/sekret berwarna
kuning kehijauan

Mendorong pasien untuk


mengorek telinga

Menyumbat liang telinga

Trauma lokal pada MAE

Gangguan hantaran suara


dan pendengaran

Perdarahan MAE

MAE hiperemis dan


bengkak (edema)

Sedangkan pada pemeriksaan fisik telinga kiri pasien didapatkan adanya serumen. Hal
ini terkait dengan kebiasaan pasien yang sering mengorek telinga. Pada dasarnya secara
alami, sel-sel kulit yang mati, termasuk serumen, akan dibersihkan dan dikeluarkan dari
gendang telinga melalui liang telinga. Serumen dapat keluar sendiri dari liang telinga akibat
migrasi epitel kulit yang bergerak dari arah membran timpani menuju ke luar, serta dibantu
oleh gerakan rahang sewaktu mengunyah. Cotton bud (pembersih kapas telinga) dapat
17

mengganggu mekanisme pembersihan tersebut sehingga sel-sel kulit mati dan serumen akan
menumpuk di sekitar gendang telinga.
Karena serumen sudah terdorong terlalu jauh ke dalam liang telinga sehingga
dikuatirkan menimbulkan trauma pada membran timpani sewaktu mengeluarkannya, maka
untuk membersihkannya dapat dikeluarkan dengan mengalirkan (irigasi) air hangat yang
suhunya sesuai dengan suhu tubuh.

18

DAFTAR PUSTAKA

Boies LR. Penyakit Telinga Luar. Dalam : Adams GL, Boies LR, Higler PA. Boies Buku
Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC. 1997 : hlm 76-80.
Bull PD. Conditions of The External Auditory Meatus. In : Lecture Notes on Diseases of
The Ear, Nose and Throat. Ninth Edition. USA : Blackwell Science Ltd. 2002 : p.
27-30.
Dokter Muda THT. Sinopsis Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok. Bangka Belitung
: Penerbit Buku Kedokteran AFJ. 2008. Available at : http://www.THTUB.pdf.co.id
(Accessed : 2012 March 25).
Hadiatma FN. Otitis Eksterna Diffuse. Mataram : Fakultas Kedokteran Universitas Mataram.
2010. Available at : http://www.scribd.com/documentdownloads/direct/61908705/pdf
(Accessed : 2012 March 25).
Hafil AF, Sosialisman, Helmi. Kelainan Telinga Luar. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,
Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI. 2010 : hlm 59-61.
Liston SL, Duvall AJ. Embriologi, Anatomi, dan Fisiologi Telinga. Dalam : Adams GL,
Boies LR, Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga.
Jakarta : EGC. 1997 : hlm 27-31.
Moore KL, Anne MR. Head. In : Essential Clinical Anatomy. USA : Lippincott Williams
and Wilkins. 2002 : p. 401-403.
Soetirto I, Hendarmin H, Bashiruddin J. Gangguan Pendengaran dan Kelainan Telinga.
Dalam : Soepardi EA, Iskandar N, Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu
Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan
Keempat. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2010 : hlm 10-16.

19

Anda mungkin juga menyukai