Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Sejak proklamasi kemerdekaan hingga saat sekarang ini telah
banyak pengalaman yang diperoleh

bangsa kita tentang kehidupan

berbangsa dan bernegara. Dalam negara Republik Indonesia, pedoman


acuan bagi kehidupan berbangsa dan bernegara itu adalah nilai-nilai dan
norma-norma yang termaktub dalam Pancasila dan Undang-Undang
Dasar 1945, sebagai sumber dan disain bagi terbentuknya kebudayaan
nasional.
Namun kita juga telah melihat bahwa, khususnya dalam lima
tahun terakhir, telah terjadi krisis pemerintahan dan tuntutan reformasi
yang menimbulkan berbagai ketidakmenentuan dan kekacauan. Dari
sinilah berawal tindakan-tindakan anarkis, pelanggaran-pelanggaran
moral dan etika, tentu pula tak terkecuali pelanggaran hukum dan
meningkatnya kriminalitas. Kemudian terjadi suatu perpecahan bangsa
yang akan memporakporandakan tujuan persatuan yang dicita-citakan.
Disebutkan di dalam dasar negara Indonesia, yaitu Pancasila sila
ketiga, Persatuan Indonesia merupakan kunci untuk membangun
persatuan di negara kita ini. Persatuan Indonesia adalah salah satu nilai
yang ingin dicapai oleh negara kita ini agar Indonesia menjadi negara
yang madani dan dihormati oleh bangsa lain. Bagaimana cara bangsa
Indonesia mencapai nilai tersebut ? salah satunya yaitu dengan mengenal
dan melestarikan kebudayaan yang ada di Indonesia sendiri. Dengan
mengenal kebudayaan Indonesia yang beraneka ragam, kita akan lebih
memahami arti pluralisme pada akhirnya, sehingga akan menimbulkan
rasa saling menghargai dan menghormati antar-masyarakat di Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas maka permasalahan yang
dibahas dalam makalah ini adalah keanekaragaman kebudayaan yang ada
di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan cara pelestarian keanekaragaan
di Indonesia.
C. Tujuan
Tujuan penulisan makalah ini adalah untuk mengetahui macam
kebudayaan yang ada di Indonesia, khususnya di Pulau Jawa dan cara
melestarikan kebudayaan tersebut di kehidupan sehari-hari.
D. Manfaat
Manfaat yang diharapkan dari penulisan makalah ini adalah
sebagai patokan bagi masyarakat untuk mencintai dan tetap melestarikan
budaya bangsa Indonesia dalam proses globalisasi budaya.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Budaya
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sansekerta yaitu
buddhayah, yang merupakan bentuk jamak dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.

Dalam bahasa Inggris, kebudayaan disebut culture, yang berasal


dari kata Latin Colere, yaitu mengolah atau mengerjakan. Bisa diartikan
juga sebagai mengolah tanah atau bertani. Kata culture juga kadang
diterjemahkan sebagai "kultur" dalam bahasa Indonesia.
Budaya adalah suatu cara hidup yang berkembang dan dimiliki
bersama oleh sebuah kelompok orang dan diwariskan dari generasi ke
generasi. Budaya terbentuk dari banyak unsur yang rumit, termasuk sistem
agama dan politik, adat istiadat, bahasa, perkakas, pakaian, bangunan, dan
karya seni. Bahasa, sebagaimana juga budaya, merupakan bagian tak
terpisahkan dari diri manusia sehingga banyak orang cenderung
menganggapnya diwariskan secara genetis. Ketika seseorang berusaha
berkomunikasi

dengan

orang-orang

yang

berbeda

budaya

dan

menyesuaikan perbedaan-perbedaannya, membuktikan bahwa budaya itu


dipelajari.
B. MACAM KEBUDAYAAN DI INDONESIA
1. Kebudayaan Jawa Tengah
a. Batik
Batik (atau kata Batik) berasal dari bahasa Jawa "amba"
yang berarti menulis dan "nitik". Batik adalah seni melukis
dilakukan diatas kain dengan menggunakan lilin atau malam
sebagai pelindung untuk mendapatkan ragam hias diatas kain
tersebut.
Ciri-ciri batik tradisional :

Ragam hias motif ular, barong, geometris, pagoda.

Coraknya mempunyai arti simbolik.

Warna cenderung gelap ( putih hitam coklat kehitaman ).

Motif ciri khas daerah asal.

Ciri-ciri batik modern :

Ragam hias bebas binatang, tumbuhan, rangkaian bunga dll.

Corak tidak mempunyai arti simbolik tertentu.

Penggunaan warna bebas seperti biru, merah, ungu dsb.


Motif tidak memiliki ciri khas daerah asal.
Motif batik adalah kerangka gambar yang mewujudkan

batik secara keseluruhan. Menurut unsurnya batik dibagi menjadi 2


(dua ),yaitu :
1. ORNAMEN, Motif utama
2. ISEN, Motif pengisi (Titiktitik, Garis, Titik dan Garis, dsb )
Ragam hias adalah susunan pola hias yang menggunakan
motif-motif hias dengan kaidah tertentu pada suatu bidang atau
ruang

sehingga

menghasilkan

bentuk

yang

indah.

Ragam hias dapat dibedakan menjadi 3 motif yaitu sebagai berikut,


a. Motif geometris, meliputi pilin ganda, tumpal, meander,
swastika, dan kawung
b. Motif nongeometris, meliputi manusia, binatang, dan tumbuhan
c. Motif benda mati, meliputi air, api, awan, batu, gunung, dan
matahari.
Dahulu batik dibuat dalam bahan berwarna putih yang
terbuat dari kapas (kain mori) . Sekarang ini semakin berkembang
dengan bahan-bahan semacam sutera, poliester, rayon dan bahan
sintetis

lainnya. Motif batik

sendiri

dibentuk

dengan

cairan lilin yang menggunakan alat bernama canting untuk motif


halus, atau kuas untuk motif berukuran besar, dengan demikian
maka cairan lilin dapat meresap ke dalam serat sebuah kain.
Setelah itu, kain yang sudah berhasil dilukis dengan lilin tadi, lalu
dicelup dengan warna yang diinginkan oleh si pembuat, biasanya
dimulai dengan warna-warna muda. Pencelupan kemudian
dilakukan untuk motif lain dengan warna lebih tua atau gelap.

Kemudian Setelah beberapa kali proses pewarnaan, kain yang telah


dibatik dicelupkan ke dalam bahan kimia dengan tujuan
melarutkan lilin.
Dan berikut adalah beberapa macam batik berdasarkan
motif/corak,
Batik Kraton

Penjelasan : awal mula dari semua jenis batik yang


berkembang di Indonesia. Motifnya mengandung makna filosofi
hidup. Batik-batik ini dibuat oleh para putri kraton dan juga
pembatik-pembatik ahli yang hidup di lingkungan kraton. Pada
dasarnya motifnya terlarang untuk digunakan oleh orang biasa
seperti motif Batik Parang Barong, Batik Parang Rusak termasuk
Batik

Udan

Liris,

dan

beberapa

motif

lainnya.

Batik Sida Luhur

Penjelasan : Motif-motif berawalan sida (dibaca sido)


merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik.
Kata sida sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan
demikian, motif-motif berawalan sida mengandung harapan agar
apa yang diinginkan bias tercapai. Motif Sida Luhur (dibaca Sido

Luhur) bermakna harapan untuk mencapai kedudukan yang tinggi,


dan dapat menjadi panutan masyarakat.
Batik Kawung

Penjelasan : Motif Kawung berpola bulatan mirip buah


Kawung (sejenis kelapa atau kadang juga dianggap sebagai buah
kolang-kaling) yang ditata rapi secara geometris. Kadang, motif ini
juga diinterpretasikan sebagai gambar bunga lotus (teratai) dengan
empat lembar daun bunga yang merekah. Lotus adalah bunga yang
melambangkan umur panjang dan kesucian. Biasanya motif-motif
Kawung diberi nama berdasarkan besar-kecilnya bentuk bulatlonjong yang terdapat dalam suatu motif tertentu. Misalnya :
Kawung Picis adalah motif kawung yang tersusun oleh bentuk
bulatan yang kecil. Picis adalah mata uang senilai sepuluh senyang
bentuknya kecil. Sedangkan Kawung Bribil adalah motif-motif
kawung yang tersusun oleh bentuk yang lebih besar daripada
kawung Picis. Hal ini sesuai dengan nama bribil, mata uang yang
bentuknya lebih besar daripada picis dan bernilai setengah sen.
Sedangkan kawung yang bentuknya bulat-lonjong lebih besar
daripada

Kawung

Bribil

disebut

Kawung

Sen.

Batik Sida Mukti

Penjelasan : Sida Mukti meruapakan motif batik yang biasanya

terbuat dari zat pewarna soga alam. Biasanya digunakan sebagai


kain dalam upacara perkawinan. Unsur motif yang tekandung
didalamnya adalah gurda. Motif-motif berawalan sida (dibaca sido)
merupakan golongan motif yang banyak dibuat para pembatik.
Kata sida sendiri berarti jadi/menjadi/terlaksana. Dengan
demikian, motif-motif berawalan sida mengandung harapan agar
apa yang diinginkan bias tercapai. Salah satunya adalah sida mukti,
yang mengandung harapan untuk mencapai kebahagiaan lahir dan
batin.
b. Pagelaran Wayang Kulit
Wayang kulit adalah kebudayaan yang sudah sejak lama
ada di Nusantara. Wayang kulit adalah budaya turun temurun yang
diwariskan oleh nenek moyang Nusantara. Kebudayaan wayang
kulit telah dimulai sejak manusia mengenal cerita dan bayangan.
Manusia, sejak nenek moyang, Nusantara lalu mengembangkanya
hingga saat ini.
Wayang berasal dari kata Ma Hyang dalam bahasa
Sansekerta. Istilah tersebut dapat diartikan secara bebas sebagai
pesan Sang Hyang, atau pesan Tuhan. Kata wayang sendiri diambil
juga dari kata wewayangan dalam bahasa Jawa yang berarti
bayangan. Bayangan dalam hal ini bukan hanya sebagai arti secara
bayangan yang disajikan dalam pertunjukkannya. Bayangan lebih
merujuk sebagai mirror atau cermin kehidupan dari manusia itu
sendiri.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya wayang telah ada
sejak zaman nenek moyang Nusantara. Sejak manusia mengenal
bercerita kebudayaan dalang pun lahir di Nusantara. Dalang
sendiri merujuk kepada medar piwulang yang berarti memberikan

pengajaran. Kebudayaan bercerita itu ditujukan untuk memberikan


tuntunan.
Setelah manusia mengenal gambar dan bentuk-bentuk
gambar, mulailah kehidupan bercerita tersebut diwakili dengan
bentuk-bentuk gambar dan lukisan, baik itu lukisan gua, diatas
kulit kayu, daun, kulit, dan sebagainya. Bayangan ketika
berkumpul di dekat api pun menjadi salah satu media. Gambarangambaran tersebut dipertahankan dan terus menerus dikembangkan
hingga saat ini kita mengenal kebudayaan wayang kulit.
Wayang kulit dalah salah satu wujud kebudayaan bercerita
dengan media boneka wayang. Adapun boneka wayang yang
digunakan adalah boneka wayang yang terbuat dari kulit. Kulit
yang biasa dipakai adalah kulit hewan, terutama kulit kerbau dan
sapi. Kulit kerbau dipilih karena kekuatannya, sementara sapi
karena seratnya lebih halus. Pemilihan tersebut merupakan free
will dari dalang maupun perupa wayang. Kulit yang telah dipilih
tadi

disamak,

kemudian

digambar

pola

bentuk

karakter

wayangnya. Proses tersebut dikenal sebagai nyorek. Setelah


corekan jadi, kemudian wayang dipahat untuk menghasilkan
bayangan yang baik ketika disorot cahaya, proses ini dikenal
sebagai proses tatah. Tatahan dalam wayang kulit ada banyak
macamnya dan berbeda kegunaannya, beda bagian beda tatahan.
Setelah tatahan selesai dibuat, maka selanjutnya wayang di
sungging atau diwarnai untuk memberikan kesan indah dan
karakter yang tepat. Pewarnaan dalam wayang kulit tidak asal
memakai cat. Namun ada pewarna khusus yang digunakan seperti
prada atau gold leaves, grenjeng atau kertas foil keemasan, dan
brom atau cat keemasan bubuk, yang diwarnakan dengan bantuan
perekat berupa lem organik. Setelah proses tersbut dilaksanakan,
maka wayang akan diberi gapit atau peyangga yang dapat dibuat

dari tanduk, tempurung penyu, fiber, rotan, kayu, ataupun bambu.


Mayoritas yang digunakan adalah tanduk yang berwarna hitam
(cemeng), keabu-abuan (klamus), maupun bening (bule).
Pada mulanya, pertunjukan wayang menggelar cerita asli
yang didongengkan turun-temurun tentang para leluhur dan ilmuilmu hidup. Setelah Hindu masuk ke Nusantara, maka cerita
Ramayana

dan

Mahabharata

menjadi

poin

sentral

dalam

pertunjukkan. Namun tidak serta merta seperti versi aslinya,


leluhur Nusantara membuat gubahan cerita ini lebih membumi
dengan berbagai penyesuaian yang khas dengan Nusantara.
Namun, setelah Islam masuk dan mengakar di Nusantara, bentuk
dan cerita wayang mengalami gubahan. Sunan Kalijaga mendesain
bentuk wayang kulit purwa yang baru agar tidak seperti wujud
manusia. Wujud asli wayang kulit masa lampau masih ada dan
bertahan di Bali. Begitupun dalam cerita, dalam wayang kulit puwa
setelah masuknya Islam, dewa digolongkan sebagai manusia, anak
turun Adam dan Hawa.
Cerita dalam wayang disebut lakon. Lakon berasal dari kata
lelaku yang berarti kisah atau perjalanan. Lakon atau cerita dalam
wayang sendiri terbagi atas dua jenis atau genre. Yanng pertama
adalah lakon pakem. Lakon pakem adalah lakon yang sudah ada
dan tetap, tidak dirubah-rubah, dan memiliki ketentuan. Lakon
pakem sendiri adalah cerita utama dari Ramayana dan Mahabharata
yang tersusun secara sistematik dan jelas, namun dapat diolah
dengan penambahan unsur-unsur dramatik dalam pertunjukkannya.
Genre lakon kedua adalah carangan. Lakon carangan atau
gubahan adalah gubahan dari ceerita yang sudah ada. Lakon
carangan adalah penambahan suatu cerita dari garis lakon pakem
untuk menyampaikan suatu pesan tertentu, namun tidak ada dalam
kitab Mahabharta atau Ramayana. Gubahan tersebut tentunya tidak

lari dari ikatan terhadap cerita utama dalam pakem. Contoh lakon
carangan antara lain Wahyu Triangga, Wahyu Dharma, Dewa
Ruci, Begawan Bima Suci, Bondan Paksa Jandhu, Prasetya
Ganggadata, dan lain sebagainya.
Dalam pakeliran wayang purwa sendiri terdapat banyak
genre khas suatu daerah atau yang dikenal dengan gagrak. Setiap
daerah memiliki ciri khas sendiri dalam bentuk boneka wayang,
cerita, konsep pertunjukan, dan sampai kepada tata nada dalam
pertunjukkan. Bahkan dalam suatu daerah dapat terdapat beberapa
gagrak. Adapun gagrak yang cukup terkenal adalah Sala,
Klatenan, Ngayogjan, Bagelenan (Purworejo dan Kebumen), Kedu,
Jawa Timuran (terutaman Malangan), Banyumasan, Tegalan,
Pesisiran (Pekalongan dan daerah pantura), dan Badra Cerbon
Dermayon (Cirebon dan Indramayu).
Pertunjukan dibagi atas tiga babak yang dikenal sebagai
pathet. Tiga bagian tersebut adalah Pathet Nem, Pathet Sanga,
Pathet Manyura. Setiap pathet menggambarkan jalan hidup
seorang

manusia

sesuai

jangka

umurnya.

Pathet

Nem

menggambarkan manusia dari lahir (digambarkan bedhol kayon)


sampai pada masa remajanya (perang gagal). Pada Pathet Nem
iringannya akan lebih rancak dan gempita karena gambaran
manusia masih dalam tataran muda. Selanjutnya, masa transisi
Pathet Nem ke Sanga digambarkan dengan Gara-Gara. Pathet
Sanga sendiri menggambarkan tentang kehidupan manusia dalam
pencerian kedewasaan sampai tataran menggayuh kedewasaan.
Iringan pada bagian ini lebih syahdu dan sendu serta pilihan
nadanya lebih minor. Selanjutnya adalah Pathet Manyura, bagian
dimana manusia telah sampai pada masa tuanya, penyelesaian
antara baik dan jahat (perang brubuh), manusia menghadapi
kematian (tayungan), sampai pada lepasnya roh dari raga (tancep

kayon). Pada bagian ini iringan kembali fantastis karena bagian ini
adalah penyelesaian dari perjalanan lakon. Selain itu dikenal juga
tarian khas boneka wayang, tayungan, di akhir bagian ini, yang
menggambarkan lepasnya nafas dari tubuh manusia.
Dalam pertunjukkan wayang kulit purwa, dikomandoi oleh
dalang, dengan dibantu para penabuh gamelan dan waranggana.
Dalang bertindak sebagai master dari keseluruhan pertunjukkan itu.
Ia membabar cerita secara naratif dengan antawacana dan
pocapan. Ia juga menggerakkan boneka wayang dengan sabetan.
Dalang pun melagukan jalannya cerita dan emosi lewat suluk.
Selain itu dalang juga bertindak sebagai arranger dari pertunjukan
itu dengan kode kombangan, dhodhogan, dan keprakan.
2. Kebudayaan Jawa Barat
a. Tari Jaipong
Tari Jaipong atau dikenal sebagai Jaipongan adalah tarian
yang diciptakan pada tahun 1961 oleh Gugum Gumbira. Pada masa
itu, ketika Presiden Soekarno melarang musik rock and roll dan
musik barat lainnya diperdengarkan di Indonesia, seniman lokal
tertantang untuk mengimbangi aturan pelarangan tersebut dengan
menghidupkan kembali seni tradisi. Tari Jaipong merupakan
perpaduan gerakan ketuk tilu, tari topeng banjet, dan pencak silat
(bela diri).
Ketuk tilu sangat populer di desa, tetapi pada saat itu
dianggap buruk di kalangan perkotaan, karena gerakannya yang
sensual, bahkan erotis. Tak jarang penari ketuk tilu merangkap juga
sebagai pelacur. Dalam karyanya, Gugum Gumbira pada saat itu
berusaha melestarikan bentuk dasar ketuk tilu, tetapi dengan tempo
musik yang dipercepat. Sehingga membuat penari menjadi lebih
aktif. Ia juga mempertahankan bentuk tradisioanl ketuk tilu, di

mana penari merangkap sebagai penyanyi, tetepi dipadukan dengan


gamelan urban dengan ditambah suara kendang. Nama jaipong
adalah onomatope dari suara kendang yang sering terdengar di
antara tarian ini. Mulut penonton dan pemain musik biasanya
meneriakan aksen tiruan dari suara kendang: ja-i-pong, ja-ki-nem,
atau ja-i-nem. Ada juga yang mengatakan bahwa nama jaipong
mengacu pada bunyi kendang: plak, ping, pong.
Pada awal kemunculannya, jaipong merupakan tarian
modern yang berbeda dari tarian-tarian tradisional Sunda
sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan kehalusan
budi para penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan
menundukkan pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya.
Lain dengan jaipong yang pada saat itu terpengaruh juga oleh
budaya dansa Barat di ball room, penari diharuskan fokus menatap
pasangannya sebagai bentuk komunikasi visual.
Tari jaipong mulai ditampilkan di depan umum

dalam

Hong Kong Arts Festival, melibatkan penyanyi-penari Tatih Saleh,


Gugum Gumbira sebagai koreografer, dan Nandang Barmaya,
seorang musisi sekaligus dalang. Ketika itu pemerintah sempat
berupaya melarang tarian ini karena dirasa cenderung amoral dan
sensual. Tetapi alih-alih meredup, jaipong malah makin populer,
terutama di era 80-an. Bentuk tari jaipong kala itu tidak lagi
disajikan sebagai tarian pergaulan seperti ronggeng, tayub atau
ketuk tilu, di mana posisi penonton sejajar dengan penari, tetapi
sebagai tarian panggung. Jaipong biasa dilakukan oleh penari
perempuan, tetapi bisa juga dilakukan secara berpasangan.
Gerakan Jaipong
Jaipong memiliki dua kategori dalam gerakannya,

1. Ibing Pola (Tarian Berpola)


Tarian

ini

biasanya

dilakukan

secara

rampak

(berkelompok) dikoreografi, disajikan dalam panggung untuk


kebutuhan tontonan saja.
2. Ibing Saka (Tarian Acak)
Penyajian jenis ini populer di kawasan Subang dan
Karawang, disebut juga sebagai Bajidor. Bajidor sendiri sering
diasosiasikan sebagai akronim Barisan Jelama Boraka (Barisan
Orang-orang Durhaka). Tarian ini lebih merakyat karena,
posisi penonton sejajar dengan penari. Dan penonton bisa ikut
menari.
Pola Jaipong
Rangkaian gerak tari jaipong dapat dibedakan menjadi
empat bagian:
1. Bukaan, merupakan gerakan pembuka,
2. Pencugan, merupakan bagian kumpulan gerakan-gerakan,
3. Ngala, bisa juga disebut titik merupakan pemberhentian dari
rangkaian tarian, dan
4. Mincit, merupakan perpindahan atau peralihan.
Gerakan dasar tarian ini sering disebut 3G akronim dari
Geol (gerakan pinggul memutar), Gitek (gerakan pinggul
menghentak dan mengayun), Goyang (gerakan ayunan pinggul
tanpa hentakkan). Dewasa ini tari jaipong boleh disebut sebagai
salah satu identitas Jawa Barat, hal ini nampak pada beberapa
acara-acara penting di Jawa Barat. Tamu dari negara asing yang
datang ke Jawa Barat biasa disambut dengan pertunjukan tari

jaipong. Demikian pula dengan misi-misi kesenian ke manca


negara.
Tari Jaipong juga banyak memengaruhi kesenian-kesenian
lain yang ada di masyarakat Jawa Barat, baik pada seni
pertunjukan wayang, degung, genjring/terbangan, kacapi jaipong,
dan hampir semua pertunjukan rakyat maupun pada musik dangdut
modern yang dikolaborasikan dengan Jaipong.
Kehadiran Jaipongan memberikan kontribusi yang cukup
besar terhadap para penggiat seni tari untuk lebih aktif lagi
menggali jenis tarian rakyat yang sebelumnya kurang perhatian.
Dengan munculnya tari Jaipongan, dimanfaatkan oleh para
penggiat seni tari untuk menyelenggarakan kursus-kursus tari
Jaipongan, dimanfaatkan pula oleh pengusaha pub-pub malam
sebagai pemikat tamu undangan, dimana perkembangan lebih
lanjut peluang usaha semacam ini dibentuk oleh para penggiat tari
sebagai usaha pemberdayaan ekonomi dengan nama Sanggar Tari
atau grup-grup di beberapa daerah wilayah Jawa Barat, misalnya di
Subang dengan Jaipongan gaya "kaleran" (utara).
Ciri khas Jaipongan gaya kaleran, yakni keceriaan, erotis,
humoris, semangat, spontanitas, dan kesederhanaan (alami, apa
adanya). Hal itu tercermin dalam pola penyajian tari pada
pertunjukannya, ada yang diberi pola (Ibing Pola) seperti pada seni
Jaipongan yang ada di Bandung, juga ada pula tarian yang tidak
dipola (Ibing Saka), misalnya pada seni Jaipongan Subang dan
Karawang. Istilah ini dapat kita temui pada Jaipongan gaya
kaleran, terutama di daerah Subang. Dalam penyajiannya,
Jaipongan gaya kaleran ini, sebagai berikut: 1) Tatalu; 2) Kembang
Gadung; 3) Buah Kawung Gopar; 4) Tari Pembukaan (Ibing Pola),
biasanya dibawakan oleh penari tunggal atau Sinden Tatandakan

(serang sinden tapi tidak bisa nyanyi melainkan menarikan lagu


sinden/juru kawih); 5) Jeblokan dan Jabanan, merupakan bagian
pertunjukan ketika para penonton (bajidor) sawer uang (jabanan)
sambil salam tempel. Istilah jeblokan diartikan sebagai pasangan
yang menetap antara sinden dan penonton (bajidor).
3. Kebudayaan Jawa Timur
a. Reog Ponorogo
Reogadalahsebuahkesenianbudayaberbentukteateryang
dilakukan oleh sekelompok pemain drama tari dengan berbagai
karakter dan perwatakan pelaku, kesenian Reog ini berasal dari
daerah Jawa Tawa timur bagian barat laut dan kabupaten
Ponorogo dianggap sebagai kota asal kesenian Reog yang
sebenarnya.
Reog adalah salahsatubudaya daerah diIndonesiayang
masihsangatkentalakanbaumistikdanilmuilmukebatinan.
Pada zaman modern Reog biasanya dimainkan oleh 7
orang pria bertubuh gagah dengan memakai topeng berwarna
merahdenganjambangdankumisyangpanjangdalamkesenian
ReogmerekadisebutWarok,laluada6priayangberpenampilan
sepertiperempuandanmasingmasingmenunggangiseekorkuda
tetapikarenaperubahanzamanakhirnyabeberapapaguyubanseni
tari dan teater Reog mengganti penari mereka menjadi seorang
wanita asli dalam kesenian Reog mereka sering disebut dengan
Jathilan,sepasangpemgawalrajayangdisebutbujanganom,dan
adaseorangrajayangberpenampilanlayaknyasebuahpemimpin
laluadaseekorsingayangbernamasingobarongyangditunggangi
seekormerakyangdisebutSingoBarongdandisinikeunikandari
ReogyaituSingoBarongyangmemilikiberat5060kghanyadi
bawakandanditarikanmenggunakangigidanhanyabisadilakukan
olehorangyangterlatih.

TokohPemeranReogPonorogo
ReogPonorogomempunyai5pemeranutamayangselalu
bermaindisaatpertunjukanyaitu:
SinggoBarongyangberbentukkepalaharimaudengantatanan
bulumerakyangmengembanglebarsebagaimahkotayangdi
sebutdengandadakmerak,beratnyabisamencapai5060kg
yangdigigitdengangigi,jadipenariharuskuatdanmengerti
tekniknya.
Pujangga Anom atau Bujanganong,memakai yang bentuknya
lucudanseram,geraktariannyalincahdanakrobatik.
Raja Klono Sewandono adalah seorang raja, juga memakai
topengyangbercirikhassatriadanpemberani
Sekelompok Jathilan jumlahnya bisa mencapai empat ,enam,
delapandanseterusnyadanharusgenap,penariberpenampilan
kesatriatapifeminimdenganmenunggangkudareplikadari
kepangatauanyamanbambu.
Warok peran sebagai pembinaataun sesepuh diperankan oleh
laki laki yang bertubuh kekar, mempunyai jambang dan
kunis yang tebal serta memakai tutup kepala yang disebut
belangkon
MusikPengirigReogPonorogo
Musikpengiringinidibagimenjadi duakelompok yaitu
kelompokpenyanyiyangterdiridariduapenyanyiyangmenyanyi
lagu daerah seperti Jathilan Jonorogo apabila diadakan di
kabupatenPonorogodanapabiladiSurabayaparaaguyubanreog
diSurabayaseringmenggantinyadenganSemanggiSurabayaatau
Jembatan Merah yang merupakan lagu khas Surabaya dengan

bahasajawalalukelompokinstrumentgamelanmemilikianggota
sekitar9orangyangterdiridari:

2orangpenabuhgendang

1orangpenabuhketipungatugendangterusan.

2orangpeniupslompret

2orangpenabuhkenong

1orangpenabuhgong

2orangpemainangklung
Salah satu ciri khas dari tabuhan reog adalah bentuk
perpaduaniramayangberlainanantarakethukkenongdangong
yang berirama selendro dengan bunyi slompret yang berirama
pelogsehinggamenghasilkaniramayangterkesanmagis.
ApresiasiTerhadapReogPonorogo
A.Fungsipertunjukanreoginidizamandahulusebagaiupacara
adattetapiseiringdenganperubahanwaktuberubahmenjadi
keseniantradisionaldanteaterrakyat
B.KeunikanpertunjukanreogponorogoyaituSingoBarongyang
memiliki berat 50 60kg hanya di bawakan danditarikan
menggunakangigidanhanyabisadilakukanolehorangyang
terlatih
C.Keunikanmusikreogponorogoyaitubentukperpaduanirama
yangberlainanantarakethukkenongdangongyangberirama
selendrodenganbunyislompretyangberiramapelogsehingga
menghasilkaniramayangterkesanmagis
D.Pendapat sayatentang senitaridanteater reogadalahReog
merupakansebuahkesenianyangmemilikinilaibudayatinggi
danberbentuktariatauteateryangseharusnyakitajagadan

rawatagartidaklunturataumunkinbahkanhilangdimakan
globalisasidanmodernisasidunia.
LatarBelakangReogPonorogoMuncul
Menurut beberapa cerita turun menurun reog ponorogo
merupakanbentukupacaraadatkepercayaangaibsetempatyaitudi
kawasanPonorogoyangkentalakanauramagisdanilmukebatinan
yang kental, seiring dengan perubahan zaman maka berubahlah
ReogPonorogoitumejadisuatubentukhiburandankesenianteater
rakyat yang dalam bukan lagi menggunakan kekuatan gaib
melainkandenganteknikteknikkhususdanlatihanyangkeras.

C. CARA MELESTARIKAN KEBUDAYAAN INDONESIA


Kebudayaan dapat dilestarikan dalam dua bentuk, yaitu
1. Culture Experience
Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara
terjun langsung kedalam sebuah pengalaman kultural. contohnya, jika
kebudayaan tersebut berbentuk tarian, maka masyarakat dianjurkan
untuk belajar dan berlatih dalam menguasai tarian tersebut. Dengan
demikian dalam setiap tahunnya selalu dapat dijaga kelestarian budaya
kita ini.
2. Culture Knowledge
Merupakan pelestarian budaya yang dilakukan dengan cara
membuat suatu pusat informasi mengenai kebudayaan yang dapat
difungsionalisasi kedalam banyak bentuk. Tujuannya adalah untuk
edukasi ataupun untuk kepentingan pengembangan kebudayaan itu
sendiri dan potensi kepariwisataan daerah. Dengan demikian para
Generasi Muda dapat mengetahui tentang kebudayaanya sendiri.

Selain dilestarikan dalam dua bentuk diatas, kita juga dapat


melestarikan kebudayaan dengan cara mengenal budaya itu sendiri.
Dengan hal ini setidaknya kita dapat mengantisipasi pencurian kebudayaan
yang dilakukan oleh negara - negara lain. Penyakit masyarakat kita ini
adalah

mereka

terkadang

tidak

bangga

terhadap

produk

atau

kebudayaannya sendiri. Kita lebih bangga terhadap budaya-budaya impor


yang sebenarnya tidak sesuai dengan budaya kita sebagai orang timur.
Budaya daerah banyak hilang dikikis zaman. Oleh sebab kita sendiri yang
tidak mau mempelajari dan melestarikannya. Akibatnya kita baru bersuara
ketika negara lain sukses dan terkenal dengan budaya yang mereka curi
secara diam-diam.
Selain itu peran pemerintah dalam melestarikan budaya bangsa
juga sangatlah penting. Bagaimanapun pemerintah memiliki peran yang
cukup strategis dalam upaya pelestarian kebudayaan daerah ditanah air.
Pemerintah

harus

mengimplementasikan

kebijakan-kebijakan

yang

mengarah pada upaya pelestarian kebudayaan nasional.Salah satu


kebijakan

pemerintah

kebudayaan-kebudayaan

yang

pantas

didukung

adalah

penampilan

daerah disetiap event-event akbar nasional,

misalnya tari-tarian , lagu daerah, dan sebagainya. Semua itu harus


dilakukan sebagai upaya pengenalan kepada generasi muda, bahwa budaya
yang ditampilkan itu adalah warisan dari leluhurnya. Bukan berasal dari
negara tetangga.Demikian juga upaya-upaya melalui jalur formal
pendidikan. Masyarakat harus memahami dan mengetahui berbagai
kebudayaan yang kita miliki. Pemerintah juga dapat lebih memusatkan
perhatian pada pendidikan muatan lokal kebudayaan daerah.
Selain hal-hal tersebut diatas, masih ada berbagai cara dalam
melestarikan budaya, salah satunya adalah sebagai berikut,

a. Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan


budaya lokal.
b. Lebih mendorong kita untuk memaksimalkan potensi budaya lokal
beserta pemberdayaan danpelestariannya.
c. Berusaha menghidupkan kembali semangat toleransi, kekeluargaan,
keramah-tamahan dan solidaritasyang tinggi.
d. Selalu mempertahankan budaya Indonesia agar tidak punah.
e. Mengusahakan agar semua orang mampu mengelola keanekaragaman
budaya lokal

BAB III
KESIMPULAN
Indonesia memiliki berbagai macam kebudayaan yang harus kita
jaga dan lestarikan. Kebudayaan daerah bisa berupa tarian daerah, pakaian,
seni, rumah, alat musik tradisional, senjata tradisional, bahasa daerah dll.
Di Pulau Jawa ini saja memiliki berbagai macam kebudayaan, seperti di
Jawa Barat terdapat tari jaipong. Tari jaipong pada awal kemunculannya,
merupakan tarian modern yang berbeda dari tarian-tarian tradisional Sunda
sebelumnya yang mengedepankan sopan santun dan kehalusan budi para
penarinya. Penari (yang biasanya perempuan) bahkan menundukkan
pandangannya, dan tak boleh menatap pasangannya. Selain itu,di Jawa

Tengah terdapat batik, batik terdiri dari beberapa macam yaitu, batik
Keraton, batik Sidaluhur, batik Kawung, dan batik Sidamukti. Di Jawa
Tengah terdapat juga wayang kulit. Sementara itu,di Jawa Timur terdapat
kebudayaan reog ponorogo, reog adalah salah satu budaya daerah di
Indonesia yang masih sangat kental akan bau mistik dan ilmu ilmu
kebatinan.
Kebudayaan tersebut harus kita lestarikan dengan cara,
Meningkatkan kualitas sumber daya manusia dalam memajukan budaya
lokal, memaksimalkan potensi budaya lokal beserta pemberdayaan dan
pelestariannya, menghidupkan kembali semangat toleransi, kekeluargaan,
keramah-tamahan dan solidaritasyang tinggi, Selalu mempertahankan
budaya Indonesia agar tidak punah dan mengusahakan agar semua orang
mampu mengelola keanekaragaman budaya lokal.

DAFTAR PUSTAKA

Ganjar, Kurnia. 2003. Deskripsi Kesenian Jawa Barat. Dinas Kebudayaan dan
Pariwisata Jawa barat. Bandung.
Pogadaev, Victor. 2002. The Magic of Batik in Vostochnaya Kollektsiya (Oriental
Collection), spring 2002,p.71-74
Singai, John. 2012. Mengenal Corak Batik Jawa. budayasemasa.blogspot.com.
(diunduh pada tanggal 29 desember 2013)

Anda mungkin juga menyukai