Pengertian
Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk sebagai hasil pemadatan endapan yang berupa
bahan lepas. Hutton (1875; dalam Sanders, 1981) menyatakan Sedimentary rocks are rocks which are
formed by the turning to stone of sediments and that sediments, in turn, are formed by the breakdown
of yet-older rocks. ODunn & Sill (1986) menyebutkan sedimentary rocks are formed by the
consolidation of sediment : loose materials delivered to depositional sites by water, wind, glaciers, and
landslides. They may also be created by the precipitation of CaCO3, silica, salts, and other materials
from solution (Batuan sedimen adalah batuan yang terbentuk oleh konsolidasi sedimen, sebagai material
lepas, yang terangkut ke lokasi pengendapan oleh air, angin, es dan longsoran gravitasi, gerakan tanah
atau tanah longsor. Batuan sedimen juga dapat terbentuk oleh penguapan larutan kalsium karbonat, silika,
garam dan material lain. Menurut Tucker (1991), 70 % batuan di permukaan bumi berupa batuan
sedimen. Tetapi batuan itu hanya 2 % dari volume seluruh kerak bumi. Ini berarti batuan sedimen tersebar
sangat luas di permukaan bumi, tetapi ketebalannya relatif tipis.
Klasifikasi Umum
Pettijohn (1975), ODunn & Sill (1986) membagi batuan sedimen berdasar teksturnya menjadi
dua kelompok besar, yaitu batuan sedimen klastika dan batuan sedimen non-klastika.
Batuan sedimen klastika (detritus, mekanik, eksogenik) adalah batuan sedimen yang terbentuk
sebagai hasil pengerjaan kembali (reworking) terhadap batuan yang sudah ada. Proses pengerjaan
kembali itu meliputi pelapukan, erosi, transportasi dan kemudian redeposisi (pengendapan kembali).
Sebagai media proses tersebut adalah air, angin, es atau efek gravitasi (beratnya sendiri). Media yang
terakhir itu sebagai akibat longsoran batuan yang telah ada. Kelompok batuan ini bersifat fragmental, atau
terdiri dari butiran/pecahan batuan (klastika) sehingga bertekstur klastika.
Batuan sedimen non-klastika adalah batuan sedimen yang terbentuk sebagai hasil penguapan
suatu larutan, atau pengendapan material di tempat itu juga (insitu). Proses pembentukan batuan sedimen
kelompok ini dapat secara kimiawi, biologi /organik, dan kombinasi di antara keduanya (biokimia).
Secara kimia, endapan terbentuk sebagai hasil reaksi kimia, misalnya CaO + CO2 CaCO3. Secara
organik adalah pembentukan sedimen oleh aktivitas binatang atau tumbuh-tumbuhan, sebagai contoh
pembentukan rumah binatang laut (karang), terkumpulnya cangkang binatang (fosil), atau terkuburnya
kayu-kayuan sebagai akibat penurunan daratan menjadi laut.
Sanders (1981) dan Tucker (1991), membagi batuan sedimen menjadi :
1. Batuan sedimen detritus (klastika)
2. Batuan sedimen kimia
3. Batuan sedimen organik, dan
4. Batuan sedimen klastika gunungapi.
Batuan sedimen jenis ke empat itu adalah batuan sedimen bertekstur klastika dengan bahan
penyusun utamanya berasal dari hasil kegiatan gunungapi.
Graha (1987) membagi batuan sedimen menjadi 4 kelompok juga, yaitu :
1. Batuan sedimen detritus (klastika/mekanis)
2. Batuan sedimen batubara (organik/tumbuh-tumbuhan)
3. Batuan sedimen silika, dan
4. Batuan sedimen karbonat
Batuan sedimen jenis kedua pada umumnya bertekstur non-klastika. Tetapi batuan sedimen jenis
ketiga dan keempat dapat merupakan batuan sedimen klastika ataupun batuan sedimen non-klastika.
Berdasar komposisi penyusun utamanya, batuan sedimen klastika (bertekstur klastika) dapat dibagi
menjadi 3 macam, yaitu :
1. Batuan sedimen silisiklastika, adalah batuan sedimen klastika dengan mineral penyusun utamanya
adalah kuarsa dan felspar.
2. Batuan sedimen klastika gunungapi adalah batuan sedimen dengan material penyusun utamanya
berasal dari hasil kegiatan gunungapi (kaca, kristal dan atau litik), dan
3. Batuan sedimen klastika karbonat, atau batugamping klastika adalah batuan sedimen klastika dengan
mineral penyusun utamanya adalah material karbonat (kalsit).
Kekompakan
Proses pemadatan dan pengompakan, dari bahan lepas (endapan) hingga menjadi batuan sedimen
disebut diagenesa. Proses diagenesa itu dapat terjadi pada suhu dan tekanan atmosferik sampai dengan
suhu 300 oC dan tekanan 1 2 kilobar, berlangsung mulai sedimen mengalami penguburan, hingga
terangkat dan tersingkap kembali di permukaan. Berdasarkan hal tersebut, ada 3 macam diagenesa, yaitu :
1. Diagenesa eogenik, yaitu diagenesa awal pada sedimen di bawah muka air.
2. Diagenesa mesogenik, yaitu diagenesa pada waktu sedimen mengalami penguburan semakin dalam.
3. Diagenesa telogenik, yaitu diagenesis pada saat batuan sedimen tersingkap kembali di permukaan oleh
karena pengangkatan dan erosi.
Dengan adanya berbagai macam diagenesa maka derajat kekompakan batuan sedimen juga
sangat bervariasi, yakni :
1. Bahan lepas (loose materials, masih berupa endapan atau sedimen)
2. Padu (indurated), pada tingkat ini konsolidasi material terjadi pada kondisi kering, tetapi akan terurai
bila dimasukkan ke dalam air.
3. Agak kompak (padat), pada tingkat ini masih ada butiran/fragmen yang dapat dilepas dengan tangan
atau kuku.
2
Tekstur
Seperti diuraikan di atas, maka batuan sedimen dapat bertekstur klastika atau non klastika.
Namun demikian apabila batuannya sudah sangat kompak dan telah terjadi rekristalisasi (pengkristalan
kembali), maka batuan sedimen itu bertekstur kristalin. Batuan sedimen kristalin umum terjadi pada
batugamping dan batuan sedimen kaya silika yang sangat kompak dan keras.
Bentuk Butir
Berdasar perbandingan diameter panjang (long) (l), menengah (intermediate) (i) dan pendek
(short) (s) maka terdapat empat bentuk butir di dalam batuan sedimen, yaitu (Gambar 3.2):
1. Oblate, bila l = i tetapi tidak sama dengan s.
2. Equant, bila l = i = s.
3. Bladed, bila l tidak sama dengan i tidak sama dengan s.
4. Prolate, bila i = s, tetapi tidak sama dengan l.
Apabila bentuk-bentuk teratur tersebut tidak dapat diamati, maka cukup disebutkan bentuknya
tidak teratur. Pada kenyataannya, bentuk butir yang dapat diamati secara megaskopik adalah yang
berukuran paling kecil granule (kerikil, f 2 mm). Bentuk butir itu dapat disebutkan seperti halnya
pemerian kebundaran di bawah ini.
Gambar 3.2 Empat kelas bentuk butir berdasarkan perbandingan diameter panjang (l), menengah (i) dan
pendek (s) menurut T. Zingg. Kelas A = oblate (tabular atau bentuk disk); B = equant (kubus atau bulat);
C = bladed dan D = prolate (bentuk rod). Masing-masing kelas bentuknya digambarkan seperti terlihat
pada gambar 3.3.
Kebundaran
Berdasarkan kebundaran atau keruncingan butir sedimen maka Pettijohn, dkk., (1987) membagi
kategori kebundaran menjadi enam tingkatan ditunjukkan dengan pembulatan rendah dan tinggi (Gambar
3.3). Keenam kategori kebundaran tersebut yaitu:
1. Sangat meruncing (sangat menyudut) (very angular)
2. Meruncing (menyudut) (angular)
3. Meruncing (menyudut) tanggung (subangular)
3
Gambar 3.3 kategori kebundaran dan keruncingan butiran sedimen (Pettijohn, dkk., 1987).
Tekstur Permukaan
1. Kasar, bila pada permukaan butir terlihat meruncing dan terasa tajam. Tekstur permukaan kasar
biasanya dijumpai pada butir dengan tingkat kebundaran sangat meruncing-meruncing.
2. Sedang, jika permukaan butirnya agak meruncing sampai agak rata. Tekstur ini terdapat pada butir
dengan tingkat kebundaran meruncing tanggung hingga membulat tanggung.
3. Halus, bila pada permukaan butir sudah halus dan rata. Hal ini mencerminkan proses abrasi permukaan
butir yang sudah lanjut pada saat mengalami transportasi. Dengan demikian butiran sedimen yang
mempunyai tekstur permukaan halus terjadi pada kebundaran membulat sampai sangat membulat.
Gambar 3.3, sekalipun hal itu dinyatakan sebagai katagori kebundaran, tingkatan ini nampaknya lebih
didasarkan pada tekstur permukaan daripada butir.
Ukuran Butir
Ukuran butir batuan sedimen klastika umumnya mengikuti Skala Wentworth (1922, dalam
Boggs, 1992) seperti tersebut pada Tabel 3.7.
Butir lanau dan lempung tidak dapat diamati dan diukur secara megaskopik. Ukuran butir lanau dapat
diketahui jika material itu diraba dengan tangan masih terasa ada butir seperti pasir tetapi sangat halus.
Ukuran butir lempung akan terasa sangat halus dan lembut di tangan, tidak terasa ada gesekan butiran
seperti pada lanau, dan bila diberi air akan terasa sangat licin.
Tabel 3.7 Skala ukuran butir sedimen (disederhanakan).
Ukuran butir (mm)
> 256
64 256
4 64
24
1/16 2
1/16 1/256
< 1/256
Nama Butiran
Boulder / block (bongkah)
Cobble (kerakal)
Pebble
Granule (kerikil)
Sand (pasir)
Silt (lanau)
Clay (lempung)
Nama batuan
Breksi
(bentuk / kebundaran butiran meruncing)
Konglomerat
(bentuk / kebundaran butiran membulat)
Batupasir
Batulanau
Batulempung
4
Gambar 3.4 Batuan sedimen berkemas butir: paking, kontak dan orientasi butir serta hubungan antara
butir matrik.
Pemilahan
Pemilahan adalah keseragaman dari ukuran besar butir penyusun batuan sedimen, artinya bila
semakin seragam ukurannya dan besar butirnya maka pemilahan semakin baik.
1. Pemilahan baik, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen tersebut seragam. Hal ini biasanya terjadi
pada batuan sedimen dengan kemas tertutup.
2. Pemilahan sedang, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen terdapat yang seragam maupun yang
tidak seragam.
3. Pemilahan buruk, bila ukuran butir di dalam batuan sedimen sangat beragam, dari halus hingga kasar.
Hal ini biasanya terdapat pada batuan sedimen dengan kemas terbuka.
Porositas (Kesarangan)
Porositas adalah tingkatan banyaknya lubang (porous) rongga atau pori-pori di dalam batuan.
Batuan dikatakan mempunyai porositas tinggi apabila pada batuan itu banyak dijumpai lubang (vesicles)
atau pori-pori. Sebaliknya, batuan dikatakan mempunyai porositas rendah apabila kenampakannya
kompak, padat atau tersemen dengan baik sehingga sedikit sekali atau bahkan tidak mempunyai pori-pori.
Permeabilitas (Kelulusan)
Permeabilitas adalah tingkatan kemampuan batuan meluluskan air (zat cair).
1. Permeable (lulus air), jika batuan tersebut dapat meluluskan air, yaitu :
a. Bahan lepas, atau terkompakkan lemah, biasanya berbutir pasir atau lebih kasar.
b. Batuan dengan porositas tinggi, lubang-lubangnya saling berhubungan.
c. Batuan mempunyai pemilahan baik, kemas tertutup, dan ukuran butir pasir atau lebih kasar.
d. Batuan yang pecah-pecah atau mempunyai banyak retakan / rekahan.
2. Impermeable (tidak lulus air), jika batuan itu tidak mampu meluluskan air, yaitu :
a. Batuan berporositas tinggi, tetapi lubang-lubangnya tidak saling berhubungan.
b. Batuan mempunyai pemilahan buruk, kemas terbuka, ukuran butir lanau lempung. Material lanau
dan lempung itu yang menutup pori-pori antar butir.
c. Batuan bertekstur non klastika atau kristalin, masif, kompak dan tidak ada rekahan.
Secara praktis megaskopis, suatu batuan mempunyai tingkat kelulusan tinggi apabila di
permukaannya diteteskan air maka air itu segera habis meresap ke dalam batuan. Sebaliknya, batuan
mempunyai kelulusan rendah atau bahkan tidak lulus air bila di permukaannya diteteskan air maka air itu
tidak segera meresap ke dalam batuan atau tetap di permukaan batuan.
Struktur Sedimen
1. Struktur di dalam batuan (features within strata) :
6
a. Struktur perlapisan (planar atau stratifikasi). Jika tebal perlapisan < 1 cm disebut struktur laminasi.
b. Struktur perlapisan silang-siur (cross bedding / cross lamination).
c. Struktur perlapisan pilihan (graded bedding)
Normal, jika butiran besar di bawah dan ke atas semakin halus.
Terbalik (inverse), jika butiran halus di bawah dan ke atas semakin kasar.
2. Struktur permukaan (surface features) :
a. Ripples (gelembur gelombang atau current ripple marks)
b. Cetakan kaki binatang (footprints of various walking animals)
c. Cetakan jejak binatang melata (tracks and trails of crowling animals)
d. Rekahan lumpur (mud cracks, polygonal cracks)
e. Gumuk pasir (dunes, antidunes)
3. Struktur erosi (erosional sedimentary structures)
a. Alur/galur (flute marks, groove marks,linear ridges)
b. Impact marks (bekas tertimpa butiran fragmen batuan atau fosil)
c. Saluran dan cekungan gerusan (channels and scours)
d. Cekungan gerusan dan pengisian (scours & fills)
Pettijohn (1975) membagi struktur sedimen menjadi 2 kelompok besar, yaitu struktur inorganik
(anorganik) (Gambar 3.6) dan struktur organik (Gambar 3.7). Struktur anorganik di bagi lagi menjadi
struktur primer (mekanis) dan struktur sekunder (kimiawi) (Tabel 3.8).
Kompaksi
Batuan sedimen klastika berbutir kasar (rudites, f > 2 mm) biasanya terdiri dari fragmen dan
matriks. Fragmen adalah klastika butiran lebih besar yang tertanam di dalam butiran yang lebih kecil atau
matriks. Matriks mungkin berbutir lempung sampai dengan pasir, atau bahkan granule. Sedangkan
fragmen berbutir pebble sampai boulder. Mineral utama penyusun batuan silisiklastika adalah mineral
silika (kuarsa, opal dan kalsedon), felspar serta mineral lempung. Sebagai mineral tambahan adalah
mineral berat (turmalin, zirkon), mineral karbonat, klorit, dan mika. Untuk batuan klastika gunungapi
biasanya ditemukan gelas atau kaca gunungapi. Selain mineral, maka di dalam batuan sedimen juga
dijumpai fragmen batuan, serta fosil binatang dan fosil tumbuh-tumbuhan.
Batuan karbonat (klastika dan non klastika) tersusun oleh mineral kalsit, cangkang fosil dan
kadang-kadang dolomit. Batuan evaporit (non klastika hasil penguapan), utamanya tersusun oleh mineral
gipsum (CaSO4.2H2O), anhidrit (CaSO4) dan halit (NaCl). Batuan sedimen ironstone tersusun oleh
mineral oksida besi (hematit, magnetit, limonit, glaukonit dan pirit). Batuan sedimen posfat tersusun oleh
mineral apatit. Batubara tersusun oleh mineral carbon. Batuan sedimen silika (chert atau opal)tersusun
oleh kuarsa dan kalsedon.
Fragmen dan matriks di dalam batuan sedimen lebih menyatu karena adanya bahan semen.
Bahan penyemen butiran fragmen dan matriks tersebut adalah material karbonat, oksida besi, dan silika.
Semen karbonat dicirikan oleh bereaksinya dengan cairan HCl. Semen oksida besi, selain tidak bereaksi
dengan HCl secara khas berwarna coklat, Semen silika umumnya tidak berwarna, tidak bereaksi dengan
HCl dan batuan yang terbentuk sangat keras. Semen itu tidak selalu dapat diamati secara megaskopik
7
.
A
.
C
E.
F
G
Gambar 3.6 Berbagai macam struktur sedimen. A. Current dan Graded; B. Daur Bouma; C. Konvolut dan
Dike Batupasir; D. Konkresi dan Nodule; E. Mudcracks; F. Striation dan Groove casts; G dan K. Ripple
bedding; H. Flute casts; I. Liniasi dan Furrow; J. Cone-in-cone dan Kristal pasir.
Gambar 3.7 Beberapa perbedaan jejak fosil yang menunjukkan fasies sedimentasi.
Tabel 3.8 Klasifikasi struktur sedimen (Pettijohn, 1975).
INORGANIC STRUCTURE
MECHANICAL (PRIMARY)
A. Beddding : geometry
1. Laminations
2. Wavy bedding
B. Bedding internal structures
1. Cross-bedding
2. Ripple-bedding
3. Graded bedding
4. Growth bedding
ORGANIC
STRUCTURE
CHEMICAL
(SECONDARY)
A. Solution structures
1. Stylolites
2. Corrosion zone
3. Vugs, oolicasts etc.
B. Accretionary structures
1. Nodules
2. Concretions
3. Crystal aggregates
(sperulites & osettes)
4. Veinlets
5. Color banding
C. Composite structures
1. Geodes
2. Septaria
3. Cone-in-cone
9
A. Petrifactions
C. Miscellaneous
1. Borings
2. Tracks and trails
3. Casts and molds
10
Ciri-ciri khas
Fragmen umumnya
bulat atau agak
membulat
Graywacke
subgraywacke
Lutit
(1/16 1/256 mm)
Serpih
Batulumpur
Batulempung
arkose antara
graywacke dan arenit
Umumnya mineral
Batulanau
lempung, kuarsa, opal,
kalsedon, klorit dan
bijih besi.
Mudah membelah, tidak
plastis, bila dipanasi
menjadi plastis
Komposisi
mineral/fragmen
Rapat, afanitik, berbutir Terutama kalsit
kasar, kristalin, porus,
oolit dan mosaik
Terutama dolomit
Dolomit
Nama batuan
Ciri-ciri khas
Batugamping
Genesis
Berdasar data pemerian batuan sedimen tersebut di atas, maka secara genesa dapat
diinterpretasikan mengenai :
1. Asal-usul atau sumber batuan sedimen (provenance)
2. Energi pengangkut (angin, air, es, longsoran, letusan gunungapi atau kombinasi di antaranya), jaraknya
dengan sumber dan proses transportasinya.
3. Lingkungan pengendapan, di darat kering, darat berair tawar (danau, sungai), di pantai atau di laut
(dangkal atau dalam).
4. Diagenesa dan lain-lain.
Tabel 3.11 Sifat sifat batuan sedimen yang harus dilakukan pemerian.
Nama
Batuan
Besa Pemilaha
r
n
butir
X
X
X
X
Bentu Kema
Minera Porosita Kekom
s
k
l
s
butir
sedikit
pakan
X
X X
X
X
X
X X
X
X
X
X
-
X
X
-
X
X
-
X
X
X
X
X
X
-
X
X
X
X
X
X
X
X
X
-
X
X
-
X
X
-
X
X
X
X
-
X
X
-
X
X
X
X
X
X
X
X
12
13