Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identifikasi
Nama

: Tn. RU

Umur

: 49 tahun

Jenis kelamin : Laki-laki


Alamat

: Palembang

Pekerjaan

: Kuli bangunan

Agama

: Islam

Bangsa

: Indonesia

MRS

: 14 April 2014

Rekam Medis : 812574/RI14010138

II. Anamnesis (Tanggal 14 April 2014)


Keluhan Utama
Benjolan pada lipat paha kanan yang tidak dapat masuk kembali ke dalam
rongga perut.

Riwayat Perjalanan Penyakit


Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di lipat paha kanan.
Pasien mengaku benjolan dapat keluar masuk ke dalam rongga perut. Benjolan
timbul saat pasien lama berdiri atau saat bekerja mengangkat bahan bangunan.
Nyeri (-), mual (-), batuk (-), frekuensi BAK normal, perlu mengejan saat
BAK (-), BAK menetes (-),pancaran urin lemah (-), butuh waktu lama untuk
BAK (-), BAB normal.
5 jam SMRS, pasien mengeluh benjolan tidak dapat masuk kembali ke
dalam rongga perut. Nyeri (-), mual (+), muntah (-), demam (-), BAB (+),
flatus (+). Pasien berobat ke IGD RSMH. Saat persiapan operasi, benjolan
masuk kembali ke dalam rongga perut secara spontan.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat benjolan di lipat paha kanan 15 tahun yang lalu. Benjolan kembali
masuk ke dalam rongga perut dengan cara di urut oleh dukun.
Riwayat operasi disangkal
Riwayat menderita batuk lama disangkal, pasien merupakan perokok aktif
Riwayat darah tinggi dan kencing manis disangkal
Riwayat pembesaran prostat atau batu saluran kemih disangkal
Riwayat alergi berupa asma atau bersin-bersin di pagi hari disangkal

III. Pemeriksaan Fisik


A. Status Generalis
Keadaan umum

: Tampak sakit ringan

Kesadaran

: compos mentis

Tekanan Darah

: 120/80 mmhg

Nadi

: 82 x/menit

Pernapasan

: 20 x/menit

Suhu

: 36,6 0C

Kepala

: Konjungtiva palpebra pucat -/- , sclera ikterik -/-,

Pupil

: Isokor, refleks cahaya +/+

Leher

: Tidak ada kelainan

Dada

: Tidak ada kelainan

Abdomen

: Lihat status lokalis

Genitalia

: Lihat status lokalis

Anal

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas atas

: Tidak ada kelainan

Ekstremitas bawah : Tidak ada kelainan

B. Status Lokalis
Regio Abdomen
Inspeksi

: Datar

Palpasi

: Lemas, defans muskular (-)

Perkusi

: Tympani

Auskultasi : BU (+) N

Regio Inguinalis Dextra


Inspeksi

: Benjolan (-), warna kulit sama seperti sekitar

Palpasi

: Tidak teraba benjolan (-), nyeri tekan (-), valsava test (+)

Rectal Toucher : TSA baik, ampulla tidak kolaps, mukosa licin, massa (-),
darah (-), feses (+)

IV. Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan Penunjang Tanggal 14 April 2014
Hematologi
Hemoglobin

: 13,9 g/dl

(14-16 g/dl)

Hematokrit

: 40 vol%

(40-48 vol%)

Leukosit

: 10700/mm3

(5.000-10.000/ mm3)

Trombosit

: 182000/mm3

(150.000-400.000/mm3)

BSS

: 96 mg/dl

(< 180 mg/dl)

Na

: 142 mmol/l

(135-155 mmol/l)

: 3,9 mmol/l

(3,6-5,5 mmol/l)

Ureum

: 24 mg/dl

(20-40 mg/dl)

Creatinin

: 0,79 mg/dl

(0,9-1,3 mg/dl)

Kimia Klinik

V. Diagnosis kerja
Hernia Inguinalis Lateralis Dextra Inkarserata tereduksi spontan

VI. Penatalaksanaan
Rencana herniorraphy dextra

VII. Prognosis
Quo ad vitam

: bonam

Quo ad functionam

: bonam

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
Hernia merupakan protrusi atau penonjolan isi suatu rongga melalui defek
atau bagian lemah dari dinding rongga bersangkutan. Pada hernia abdomen, isi
perut menonjol melalui defek atau bagian lemah dari lapisan muskulo-aponeurosis
dinding perut. Berdasarkan terjadinya, hernia dibagi atas hernia bawaan atau
kongenital dan hernia dapatan atau akuisita. Hernia diberi nama menurut letaknya,
contohnya: diafragma, inguinal, umbilical, femoral.
Hernia inguinalis adalah suatu keadaan dimana sebagian usus masuk
melalui sebuah lubang pada dinding perut ke dalam kanalis inguinalis. Kanalis
inguinalis adalah saluran yang merupakan jalan tempat turunnya testis dari perut
ke dalam skrotum sesaat sebelum bayi dilahirkan.

2. Klasifikasi
a. Hernia secara umum
1.

Hernia Internal yakni tonjolan usus tanpa kantong hernia melalui


suatu lubang dalam rongga perut seperti foramen Winslow, resesus
retrosekalis atau defek dapatan pada mesentrium umpamanya
setelah anastomosis usus

2.

Hernia eksternal yakni hernia yang menonjol keluar melalui


dinding perut, pinggang atau peritoneum

b. Hernia berdasarkan terjadinya


1.

Hernia bawaan atau kongenital yakni didapat sejak lahir atau sudah
ada semenjak pertama kali lahir.

2.

Hernia dapatan atau akuisita yang merupakan bukan bawaan sejak


lahir, tetapi hernia yang didapat setelah tumbuh dan berkembang
setelah lahir.

c. Hernia menurut sifatnya/secara klinik


1.

Hernia reponible
Disebut begitu jika isi hernia dapat keluar masuk. Usus keluar jika
berdiri atau mengejan dan masuk lagi jika berbaring atau didorong
masuk, tidak ada keluhan nyeri.

2.

Hernia irreponible
Bila isi kantong tidak dapat dikembalikan ke dalam rongga. Hernia
ini disebut juga hernia akreta dan tidak ada keluhan rasa nyeri atau
tanda sumbatan usus.

3.

Hernia inkarserata atau hernia strangulata


Hernia ini terjadi bila isinya terjepit oleh cincin hernia sehingga isi
kantong terperangkap dan tidak dapat kembali ke dalam rongga
perut, akibatnya, terjadi gangguan pasase atau vaskularisasi. Secara
klinis hernia inkaserata lebih dimaksudkan untuk hernia irreponible
dengan gangguan pasase, sedangkan gangguan vaskularisasi
disebut sebagai hernia strangulata. Pada keadaan sebenarnya
gangguan vaskularisasi telah terjadi pada saat jepitan dimulai,
dengan berbagai tingkat gangguan mulai dari bendungan sampai
nekrosis.

4.

Hernia Ritcher, bila strangulasi hanya menjepit sebagian dinding


usus.

d. Hernia menurut jumlahnya


1.

Hernia unilateral
Hernia hanya berada pada satu sisi: sisi kiri atau sisi kanan.

2.

Hernia bilateral
Hernia berada pada kedua sisi, kanan dan kiri.

e. Hernia menurut letak penonjolan


1.

Hernia Inguinalis Lateralis (Indirek)

Hernia inguinalis lateralis (indirek) adalah hernia yang melalui


anulus inguinalis internus yang terletak di sebelah lateral vasa
epigastrika inferior, menyusuri kanalis inguinalis dan keluar ke
rongga perut melalui anulus inguinalis eksternus. Disebut hernia
inguinalis lateralis karena menonjol dari perut di lateral dari
pembuluh epigastrika inferior. Disebut indirek karena keluar
melalui dua pintu dan saluran, yaitu annulus dan kanalis inguinalis.
Apabila hernia ini berlanjut, tonjolan akan sampai ke skrotum, ini
disebut hernia skrotalis. Kantong hernia berada didalam muskulus
kremaster terletak anteromedial terhadap vas deferen dan struktur
lain dalam tali sperma.
2.

Hernia Inguinalis Medialis (Direk)


Hernia inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis,
karena melewati dinding inguinal posterior yaitu di daerah medial
pembuluh darah epigastrika inferior, yang berbatasan dengan
trigonum Hesselbach. Disebut direk karena langsung menonjol
melalui segitiga Hesselbach. Hernia inguinalis direk jarang, bahkan
hampir tidak mengalami inkarserasi dan strangulasi.

3.

Pantaloon Hernia, kombinasi hernia inguinalis lateralis dan


medialis.

Untuk membedakan hasil dari terapi surgikal, Nyhus telah menyarankan


suatu klasifikasi dari hernia inguinal: tipe 1 dan 2, hernia inguinal indirek dengan
cincin internal yang berukuran normal (tipe 1) atau dengan cincin internal yang
membesar (tipe 2) tetapi dengan lantai inguinal yang normal; tipe 3 hernia
inguinal direk (tipe 3A) dan indirek (tipe 3B) dengan kerusakan pada lantai
inguinal, atau hernia femoral (tipe 3C); tipe 4 adalah hernia yang berulang.

Gambar 1. Hernia Inguinalis

3.

Anatomi Regio Inguinalis


Kanalis inguinalis dibatasi di kraniolateral oleh anulus inguinalis internus

yang merupakan bagian terbuka dari fasia transversalis dan aponeurosis


m.tranversus abdominis. Di medial bawah, di atas tuberkulum pubicum, kanal ini
dibatasi oleh anulus inguinalis eksternus, bagian terbuka dari aponeurosis MOE.
Atapnya ialah aponeurosis MOE, dan dasarnya ialah ligamentum inguinale. Kanal
berisi funikulus spermatikus pada pria, dan ligamentum rotundum pada wanita.
Hernia inguinalis dapat dibedakan menjadi direk dan indirek. Hernia
inguinalis direk, disebut juga hernia inguinalis medialis, isi hernia menonjol
langsung melalui trigonum Hesselbach (daerah yang dibatasi oleh, inferior:
ligamentum inguinale, lateral: vasa epigastrika inferior, medial: tepi m.rectus
abdominis). Dasar trigonum Hesselbach ini dibentuk oleh fasia tranversa yang
diperkuat oleh aponeurosis m.tranversus abdominis yang terkadang tidak
sempurna, sehingga daerah ini potensial menjadi lemah. Hernia jenis ini jarang
mengalami strangulasi, karena cincin hernia longgar.
Pembuluh darah arteri epigastrika inferior menjadi batas superlateral dari
trigonum Hesselbach. Tepi medial dari trigonum dibentuk oleh membran rektus
sedangkan batas inferior dibentuk oleh ligamentum inguinal. Hernia yang

melewati trigonum Hesselbach disebut sebagai hernia direk, sedangkan hernia


yang muncul lateral adalah hernia indirek.

Gambar 2. Trigonum Hesselbach

Pada hernia inguinalis indirek atau hernia inguinalis lateralis, isi hernia
keluar dari rongga peritoneum melalui anulus inguinalis internus, yang terletak
lateral dari vasa epigastrika inferior. Dari anulus inguinalis internus, hernia masuk
ke kanalis inguinalis, dan jika berlanjut dapat keluar ke anulus inguinalis
eksternus. Jika cukup panjang, hernia dapat keluar menuju skrotum. Kantong
hernia akan berada di dalam m.cermaster, terletak anteromedial terhadap vas
deferens dan struktur lain dalam funikulus spermatikus. Nervus ilioinguinalis dan
nervus iliofermoralis mempersarafi otot di regio inguinalis, sekitar kanalis
inguinalis dan tali sperma, serta sensibilitas kulit regio inguinalis, skrotum dan
sebagian kecil kulit tungkai atas bagian proksimomedial.

4.

Epidemiologi
Hernia inguinalis termasuk hernia eksterna dan mempunyai angka

kejadian yang paling banyak dibanding dengan hernia yang lain. Kurang lebih
75% dari semua hernia terjadi di regio inguinal, dimana 50% sebagai hernia
inguinalis indirek, dan 25% sisanya adalah hernia inguinalis direk. Hampir 75%
dari semua kasus hernia terjadi pada daerah lipat paha (direk, indirek dan

femoral). Selebihnya adalah hernia insisional dan ventral (10%), umbilikal (3%),
dan lain-lain hernia (3%).
Hernia inguinalis indirek lebih banyak terjadi pada pria daripada wanita.
Perbandingan antara angka kejadian pada laki-laki dan perempuan adalah 12:1. Di
belahan dunia bagian barat, insiden hernia inguinalis pada usia dewasa bervariasi
antara 10% - 15%. Insidens bervariasi antara 5% 8% pada usia 25 40 tahun.
Pada usia 75 tahun atau lebih, insiden hernia mencapai 45%. Insidens hernia
meningkat dengan bertambahnya umur karena meningkatnya penyakit yang
meninggikan

tekanan

intraabdomen

dan

jaringan

penunjang

berkurang

kekuatannya.

Sebagian besar hernia inguinalis terjadi pada pria (90%). Sementara


wanita memiliki resiko tiga kali lebih besar untuk mengalami hernia femoralis.
Hernia indirek lebih banyak muncul pada sisi kanan. Alasannya adalah karena
testis kiri lebih dulu turun dari retroperitonel ke skrotum dibanding testis kanan,
sehingga obliterasi canalis inguinalis kanan terjadi lebih akhir. Pada kasus
terjadinya hernia indirek kiri, 50% kasus akan disertai dengan hernia indirek
kanan.
Insiden rekurensi hernia pasca repair primer berkisar 2-10%. Hasil terbaik
dapat dicapai dengan teknik Shouldice. Repair pada hernia rekuren, akan memiliki
rekurensi yang lebih besar >20%. Teknik yang lebih dianjurkan untuk mencegah
rekurensi lanjut adalah teknik Shouldice, atau dengan menggunkan mesh
prostetik.
Pada bayi dan anak-anak hernia lebih sering terjadi pada anak dengan
riwayat lahir prematur. Hernia inkarserata muncul pada 9%-20% kasus dan lebih
sering muncul pada bayi yang berumur kurang dari enam bulan, umumnya dapat
mengalami reduksi spontan dan harus segera dilakukan operasi repair elektif.
Penelitian menunjukkan bahwa operasi elektif memiliki komplikasi lebih minimal
dibandingkan dengan operasi emergensi, terutama pada bayi dengan berat lahir
rendah. Operasi elektif harus segera dilakukan untuk mencegah terjadinya reinkarserata.

10

5.

Etiologi dan faktor resiko


Hernia inguinalis dapat terjadi karena anomali kongenital atau sebab yang

didapat. Berbagai faktor penyebab berperan pada pembentukan pintu masuk


hernia pada anulus internus yang cukup lebar sehingga dapat dilalui oleh kantong
dan isi hernia, selain itu, diperlukan pula faktor yang dapat mendorong isi hernia
melewati pintu yang sudah terbuka cukup lebar itu.
Pada orang yang sehat, ada tiga mekanisme yang dapat mencegah
terjadinya hernia inguinalis yaitu kanalis inguinalis yang berjalan miring, adanya
struktur muskulus oblikus internus abdominis yang menutup anulus inguinalis
internus ketika berkontraksi, dan adanya fasia transversalis yang kuat yang
menutupi trigonum Hesselbach. Gangguan pada mekanisme ini dapat
menyebabkan terjadinya hernia.
Pada keadaan normal, di saat batuk dan mengedan, seperti pada miksi,
defekasi, dan partus, serabut-serabut paling bawah muskulus oblikus internus
abdominis dan muskulus transversus abdominis yang melengkung menjadi datar
dan turun mendekati dasar. Bagian atas mungkin menekan isi kanalis inguinalis ke
arah dasar sehingga kanalis inguinalis menutup. Bila diperlukan mengedan
dengan kuat, seperti pada defekasi dan partus secara alamiah orang cenderung
berada dalam posisi jongkok, fleksi pada , dan permukaan anterior tungkai atas
mendekati permukaan anterior dinding abdomen, dengan cara ini bagian bawah
dinding anterior abdomen dilindungi oleh tungkai atas. Pada hernia inguinalis,
terjadi perubahan fungsi dari serabut-serabut otot yang mempertahankan posisi
kanalis inguinalis.
Faktor yang dipandang berperan kausal adalah adanya prosesus vaginalis
yang terbuka, peninggian tekanan di dalam rongga perut, dan kelemahan otot
dinding perut karena usia. Tekanan intraabdomen yang meninggi secara kronik,
seperti batuk kronik, hipertrofi prostat, konstipasi, dan asites, sering disertai
hernia inguinalis. Insiden hernia meningkat dengan bertambahnya umur mungkin
karena meningkatnya penyakit penyakit yang meninggikan tekanan intraabdomen
dan berkurangnya kekuatan jaringan penunjang.

11

Dalam keadaan relaksasi otot dinding perut, bagian yang membatasi


anulus inguinalis internus ikut kendur pada keadaan itu tekanan intraabdomen
tidak tinggi dan kanalis inguinalis berjalan lebih vertikal. Sebaliknya, bila otot
dinding perut berkontraksi, kanalis inguinalis berjalan lebih transversal dan anulus
inguinalis tertutup sehingga dapat mencegah masuknya usus ke dalam kanalis
inguinalis. Kelemahan otot dinding perut antara lain terjadi akibat kerusakan
nervus ilioinguinalis dan nervus iliofemoralis setelah apendektomi.
Menurut Marijata (2006), proses terjadinya hernia inguinalis dipengaruhi
oleh faktor predisposisi dan faktor presipitasi. Adapun faktor faktor predisposisi
yang berpengaruh terhadap insidensi hernia inguinalis adalah sebagai berikut :
1.

Kongenital

Prosesus vaginalis persisten

Kanalis nuck persisten

Obliterasi umbilikus tidak sempurna


Pada bulan kedelapan kehamilan, terjadi desensus testis melalui
kanal inguinalis. Penurunan testis tersebut akan menarik
peritoneum ke daerah skrotum sehingga terjadi penonjolan
peritoneum yang disebut dengan prosesus vaginalis peritonei. Pada
bayi yang sudah lahir, umumnya prosesus ini telah mengalami
obliterasi sehingga isi rongga perut tidak dapat melalui kanalis
tersebut. Namun akibat beberapa faktor, kanalis ini tidak menutup,
oleh karena testis kiri turun terlebih dahulu, maka kanalis inguinalis
kanan lebih sering terbuka. Dalam keadaan normal kanalis yang
terbuka ini akan menutup pada usia 2 bulan.

2.

Luka operasi
Luka yang didapat pasca melakukan operasi.

3.

Jenis kelamin
Faktor jenis kelamin berhubungan dengan faktor
kongenital. Hernia pada laki laki 95% adalah jenis inguinalis,
sedangkan pada wanita 45-50%. Perbedaan prevalensi ini di
sebabkan karena ukuran ligamentum rotundum, dan presentase

12

obliterasi dari processus vaginalis testis lebih kecil dibanding


obliterasi kanalis nuck.
4.

Umur
Pada usia lanjut terjadi perubahan fisiologi berupa melemahnya
jaringan penunjang, salah satunya dinding abdomen. Keadaan ini sering
disertai dengan timbulnya penyakit-penyakit yang meningkatkan
tekanan intraabdomen. Tendensi hernia meningkat sesuai dengan
meningkatnya aktifitas, sekitar umur 26 50 tahun insidensi menurun
dan setelah umur diatas 50 tahun insidensi meningkat lagi oleh karena
menurunnya kondisi fisik.

5.

Konstitusi atau keadaan badan


Banyaknya lemak preperitoneal akan mendesak dinding
abdomen dan menimbulkan lokus minoris atau kelemahankelemahan
otot serta terjadi relaksasi dari anulus. Bila lemak menginfiltrasi ke
omentum dan mesenterium akan mengurangi volume rongga abdomen
sehingga terjadi peningkatan tekanan intraabdomen.
Faktor-faktor presipitasi yang ikut berperan terhadap insidensi
hernia inguinalis adalah sebagai berikut:

1.

Batuk Kronik
Batuk kronik adalah batuk yang tidak menghilang selama
8 minggu atau lebih. Batuk merupakan gejala dari suatu
panyakit. Pada saat batuk terjadi peningkatan tekanan
intraabdomen dan bila terjadi secara terus menerus akan
meningkatkan risiko terjadinya hernia inguinalis.

2.

Konstipasi
Pada saat mengalami konstipasi, proses defekasi menjadi
sulit oleh sebab itu pasien harus mengejan lebih kuat. Proses
mengejan inilah yang akhirnya akan menyebabkan tekanan
intraabdomen meningkat.

3.

Benigna Prostate Hyperplasia (BPH)

13

BPH akan menyebabkan terjadinya tahanan saat miksi,


sehingga penderita harus mengejan lebih kuat yang akhirnya
menyebabkan peningkatan tekanan intraabdomen.
4.

Partus
Pada saat partus, ibu hamil akan mengejan untuk
mengeluarkan bayinya yang mengakibatkan peningkatan
tekanan intraabdomen.

5.

Angkat beban berat


Tidak ada batasan beban yang pasti untuk faktor ini.
Angkat berat bisa dihubungkan dengan faktor pekerjaan,
contohnya bertani, buruh, kuli bangunan dll. Pada saat
mengangkat beban berat akan terjadi kontraksi di bagian perut
dan juga akan ada refleks mengejan yang membantu
memberikan tahanan saat akan mengangkat. Kedua hal inilah
yang akan menyebabkan peningkatan tekanan abdomen.

6.

Asites
Akumulasi dalam rongga abdomen bisa meningkatkan
tekanan intraabdomen dan meningkatkan risiko terjadinya
hernia inguinalis.

Faktor-faktor presipitasi di atas berperan dengan meningkatkan


tekanan intraabdomen sehingga memperbesar kemungkinan
terjadinya hernia inguinalis.

6.

Komponen Hernia Inguinal


Bagian-bagian dari hernia:
a.

Kantung hernia merupakan kantong (divertikulum) peritonei dan


mempunyai leher dan badang (korpus).

14

b.

Isi hernia dapat terdiri atas setiap struktur yang ditemukan di


dalam cavitas abdominalis dan dapat bervariasi dari sebagian
kecil omentum sampai organ besar seperti ren.

c.

Pelapis hernia dibentuk dari lapisan-lapisan dinding abdomen


yang dilalui oleh kantong hernia.

7.

Manifestasi Klinis

Gejala dari hernia inguinal adalah:


a.

Tampak benjolan di daerah lipat paha.

b.

Bila isinya terjepit akan menimbulkan perasaan sakit di tempat


itu disertai perasaan mual. Nyeri yang disertai mual atau muntah
baru timbul kalau sudah terjadi inkarserasi karena ileus atau
strangulasi karena nekrosis atau gangrene.

c.

Pada hernia strangulasi, dimana aliran darah ke isi hernia


terganggu akan timbul rasa tegang, bengkak, panas, memerah
pada daerah sekitar benjolan, dan tanda-tanda inflamasi, selain
itu perasaan sakit akan bertambah hebat.

d.

Bila pasien mengejan atau batuk, maka benjolan hernia akan


bertambah besar.

e.

Pada hernia reponibel keluhan satu-satunya adalah benjolan di


lipat paha yang muncul pada waktu berdiri, batuk, bersin, atau
mengedan dan menghilang setelah berbaring. Keluhan nyeri
jarang dijumpai, kalau ada biasanya didaerah epigastrium, atau
para-umbilikal berupa nyeri visceral karena regangan pada
mesenterium pada waktu satu segmen usus halus masuk ke
dalam kantong hernia.

Jadi dapat disimpulkan bahwa gejala dan tanda klinik hernia banyak
ditentukan oleh keadaan isi hernia.

15

8.

Hernia Inguinal Direk dan Indirek


8.1.Simptom
Kebanyakan hernia tidak memberikan gejala sehingga timbul benjolan
pada lipat paha. Bagaimanapun, terdapat beberapa pasien yang mengeluh
nyeri yang mendadak saat mengangkat beban. Biasanya, hernia dapat
dideteksi pada pemeriksaan fisik rutin. Beberapa pasien mengeluh sensasi
tertarik dan biasanya pada hernia indirek, nyeri yang menjalar ke dalam
scrotum. Bila hernia semakin membesar, ia akan memberikan suatu
sensasi tidak selesa atau nyeri hingga pasien perlu berbaring untuk
mengurangi hernia tersebut.
Secara umumnya, hernia direk memberikan gejala yang kurang berbanding
hernia indirek dan sangat jarang menjadi hernia inkarserata atau
strangulasi.
8.2.Tanda-tanda
Pemerikasaan daerah inguinal akan menunjukkan suatu massa yang
mungkin dikurangi atau tidak. Pasien harus diperiksa dalam posisi berdiri
dan berbaring dan juga dalam keadaan batuk dan mengejan karena hernia
yang kecil sangat susah untuk dideteksi. Cincin ekstenal dapat
diidentifikasi dengan menginvaginasi skrotum dan melakukan palpasi
dengan jari tengah di atas lateral dari tuberculum pubicum. Jika cincin
ekstenal sangat kecil, jari pemeriksa tidak akan bisa masuk dan
menyulitkan pemeriksa untuk mengenal pasti suatu hernia pada saat
penderita batuk. Sebaliknya, cincin ekstenal yang sangat besar belum tentu
menunjukkan adanya suatu hernia. Protrusi tisu melalui canalis inguinal
mesti benar-benar dirasakan pada saat penderita batuk untuk menegakkan
suatu diagnosa hernia.
Membedakan antara hernia direk dan indirek pada pemeriksaan
bukanlah suatu hal yang mudah dan tidak mempunyai kepentingan klinis
karena semua hernia inguinal memerlukan repair tanpa melihat tipe.
Bagaimanapun, setiap tipe dari hernia inguinal mempunyai ciri-ciri yang
16

khas. Hernia yang turun ke dalam skrotum biasanya adalah hernia indirek.
Pada inspeksi dengan pasien disuruh untuk mengejan, hernia direk akan
kelihatan sebagai benjolan bulat yang simetris pada cincin inguinal
ekstenal dan benjolan akan menghilang bila pasien berbaring. Manakala,
hernia indirek merupakan benjolan berbentuk bujur yang tidak dapat di
masukkan dengan mudah.
Pada palpasi, dinding posterior dari canalis inguinalis pada hernia
indirek terasa lembut dan resistan tetapi tidak ada pada hernia direk. Jika
pasien diminta untuk batuk dengan jari pemeriksa diarahkan ke atas dan ke
lateral dari canalis inguinalis, hernia direk akan mengeser bagian tepi jari,
manakala hernia indirek akan dirasakan pada hujung jari.
Penekanan diatas cincin internal pada saat pasien mengejan juga dapat
membantu membedakan hernia direk dan indirek. Hernia direk akan
bergerak keluar melalui segitiga Hesselbach, tetapi pada hernia indirek
reduksi hernia dapat dikekalkan pada cincin internal.
Perbedaan ini akan semakin samar bila hernia semakin membesar dan
merubah kaitan anatomik antara cincin dan canalis inguinalis. Pada
kebanyakan pasien, tipe hernia hanya dapat diketahui dengan tepat setelah
operasi.
9.

Tatalaksana
9.1.

Konservatif
Pengobatan konservatif diberikan pada pasien yang memiliki

kontraindikasi operasi, contoh: keadaan umum buruk, usia tua, dan


memiliki penyakit penyerta yang tak memungkinkan untuk melakukan
operasi.
Sabuk hernia atau celana hernia merupakan terapi konservatif yang
biasa digunakan oleh pasien hernia yang tidak bisa menjalani operasi.
Sabuk hernia atau celana hernia bekerja sebagai alat penyangga hernia
agar tidak bertambah besar dan parah. Di dalamnya terdapat sebuah
magnet yang berfungsi sebagai penguat otot-otot dinding perut.
17

9.2.Operatif
Merupakan satu-satunya pengobatan yang rasional. Indikasi
operasi sudah ada begitu diagnosis ditegakkan. Pada pasien dewasa,
terapi pada hernia inguinalis yang mengalami pembesaran pada kanal
inguinalis ataupun menjadi hernia inkarserata dan menimbulkan gejala
adalah tindakan operatif. Pada bayi dan anak-anak, tindakan operatif
dilakukan untuk mencegah terjadinya hernia inkarserata. Prinsip dasar
operasi hernia terdiri dari herniotomi dan hernioplasti. Pada herniotomi
dilakukan pembebasan kantong hernia sampai ke lehernya, kantong
dibuka dan isi hernia dibebaskan kalau ada perlekatan, kemudian
direposisi. Kantong hernia dijahit ikat setinggi mungkin lalu dipotong.
Pada hernioplasti dilakukan tindakan memperkecil anulus inguinalis
internus dan memperkuat dinding belakang kanalis inguinalis.
Hernioplasti lebih penting artinya dalam mencegah terjadinya residif
dibandingkan

herniotomi.

Lama

proses

penyembuhan

setelah

dilakukannya operasi pada hernia bervariasi, hal ini bergantung pada


ukuran hernia, teknik operatif yang digunakan, umur, dan kondisi
kesehatan pasien.

18

BAB III
ANALISA KASUS

Seorang laki-laki, berusia 49 tahun, bertempat tinggal di dalam kota


berkebangsaan Indonesia, agama Islam, menjalani rawat inap di Departemen
Bedah Rumah Sakit Dr. Moh. Hoesin Palembang sejak 14 April 2014.
Penderita datang berobat ke RSMH dengan keluhan timbul benjolan pada
lipat paha kanan. Sejak 2 bulan SMRS, pasien mengeluh timbul benjolan di lipat
paha kanan. Pasien mengaku benjolan dapat keluar masuk ke dalam rongga perut.
Benjolan timbul saat pasien lama berdiri atau saat bekerja mengangkat bahan
bangunan. Nyeri (-), mual (-), batuk (-), frekuensi BAK normal, perlu mengejan
saat BAK (-), BAK menetes (-),pancaran urin lemah (-), butuh waktu lama untuk
BAK (-), BAB normal. 5 jam SMRS, pasien mengeluh benjolan tidak dapat
masuk kembali ke dalam rongga perut. Nyeri (-), mual (+), muntah (-), demam (-),
BAB (+), flatus (+). Pasien berobat ke IGD RSMH. Saat persiapan operasi,
benjolan masuk kembali ke dalam rongga perut secara spontan.
Pada pemeriksaan fisik status generalis dalam batas normal. Pada status
lokalis di regio inguinal dextra, pada inspeksi tidak tampak benjolan, warna kulit
sama seperti sekitar. Pada palpasi tidak teraba benjolan, tidak ada nyeri tekan dan
valsava tes (+). Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan kadar hemoglobin,
hematokrit, dan trombosit yang normal.
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang
pasien ini didiagnosa dengan Hernia inguinalis lateralis dextra inkarserata
tereduksi spontan. Penatalaksanaan definitive pada penderita yaitu dengan
tindakan herniorraphy. Prognosis pasien ini quo ad vitam dan quo ad functionam
adalah bonam.

19

DAFTAR PUSTAKA

De Jong, Wim & R. Sjamsuhidajat. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC
Darmokusumo K; 1993. Buku Pegangan Kuliah Ilmu Bedah, Fakultas
Kedokteran, Universitas Muhamadiyah Yogyakarta.
Oswari E; 2005. Bedah dan Perawatannya. Edisi Ke-4. Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, Jakarta, Indonesia.
Anonim. 2007. Hernia. Diperoleh dari:
http://susternada.blogspot.com/2007/07/hernia.html. Diakses pada: 1 April
2014
Anonim. Hernia. Diperoleh dari:
http://lakshminawasasi.blogspot.com/2006/03/herniaobrolan-ini-lanjutandari-acara.html. Diakses pada: 16 April 2014
Snell RS; 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran Edisi Ke-6. EGC,
Jakarta, Indonesia, hal 148-191.

20

Anda mungkin juga menyukai