Gambaaran Lama Rawat Inap
Gambaaran Lama Rawat Inap
DISUSUN OLEH :
VERONICA ARI HANDRIANI
113063A08047
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Kesehatan merupakan salah satu kebutuhan manusia. Tanpa kondisi tubuh
yang sehat, manusia tidak bisa melakukan aktivitas secara optimal bahkan banyak
orang yang mengeluarkan biaya yang mahal untuk memperoleh kesehatan. Saat
sakit, muncul perilaku sakit yaitu mencari pelayanan kesehatan untuk memperoleh
penyembuhan atau pemecahan masalah kesehatannya(Notoadmojo,2010). Orang
yang sakit tentu saja menginginkan agar kondisinya segera sembuh. Bagi pasien
yang di rawat inap di rumah sakit pasti tidak ingin terlalu lama berada di rumah
sakit selain ingin segera sembuh tetapi juga ingin mengurangi pengeluaran biaya
untuk rumah sakit. Hal ini didukung dengan penelitian Setiawan H(2005) bahwa
ada hubungan yang signifikan antara lama rawat dengan biaya rumah sakit.
Semakin lama pasein berada di rumah sakit, maka semakin besar pula biaya yang
harus dikeluarkan pasien untuk pengobatan biaya inap rumah sakit.
Rumah sakit adalah bentuk organisasi pelayanan kesehatan yang bersifat
komprehensif, mencakup aspek promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif, serta
sebagai pusat rujukan kesehatan masyarakat. Hakikat dasar dari Rumah Sakit
adalah pemenuhan kebutuhan dan tuntutan pasien yang mengharapkan
penyelesaian masalah kesehatannya pada rumah sakit. Pasien memandang bahwa
hanya rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan medis sebagai upaya
penyembuhan dan pemulihan atas rasa sakit yang dideritanya. Pasien
mengharapkan pelayanan yang siap, cepat, tanggap dan nyaman terhadap keluhan
penyakit pasien. Dalam memenuhi kebutuhan pasien tersebut, pelayanan prima
menjadi utama dalam pelayanan di rumah sakit( Setiawan, 2011).
2. Praktis
a. Bagi Rumah Sakit
Meningkatkan kualitas pelayanan yang diberikan untuk pengguna
sebaik-baiknya dengan meningkatkan harapan dan kepercayaan pasien dengan
memberikan pelayanan kesehatan yang memuaskan, membantu pasien
mengatasi masalah penyakitnya dan berupaya untuk mempercepat proses
pemulihan agar mendapatkan kembali kesehatan yang optimal.
b. Bagi Perawat
Membantu mengatasi masalah kesehatan pasien dengan mempelajari
karakteristik individu yang berbeda-beda yang bisa mempengaruhi kesehatan
individu dan mempengaruhi individu tersebut mendapatkan kesehatannya
kembali. Hal ini membantu perawat dalam bekerja dan mempertimbangkan
setiap pemberian prosedur atu tindakan keperawatan bagi pasien, memberikan
pelayanan keperawatan yang optimal yang mempercepat pemulihan,
mengurangi durasi lama rawat dan biaya rumah sakit.
c. Bagi Peneliti Selanjutnya
Dapat melanjutkan penelitian ini dan membahas hal-hal yang berkaitan
dengan lama rawat inap di rumah sakit.
E. Keaslian Penelitian
Sejauh penelusuran peneliti yang telah dilakukan, belum ada penelitian
dengan judul Gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan usia, jenis kelamin,
kelas perawatan dan diagnose penyakit. Namun ada penelitian yang hampir mirip
yaitu :
1. Wright et al (2003). Factors Influencing the Length of Stay of Patients
with Heart Failure in Auckland Hospital, New zealand. Pada penelitian ini
bertujuan mengetahui faktor yang berhubungan dari segi sosial-demografik
dan karakteristik klinik, pengobatan serta pemeriksaan pada pasien dengan
jenis kelamin dan hari masuk tidak terdapat bukti berhubungan dengan
lama hari rawat.
Persamaan pada penelitian ini adalah mengetahui gambaran lama rawat
inap berdasarkan usia, jenis kelamin dan diagnosa penyakit. Dilakukan
pada waktu dan tempat berbeda yaitu di Rumah Sakit Suaka Insan tahun
2012. Dengan metode deskriptif analitik dengan pendekatan cross
sectional.
Perbedaan pada penelitian ini, juga ingin mengetahui lama rawat
berdasarkan kelas perawatan. Pengambilan sampel dengan tekhnik
purposive sampling.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Konsep Sehat-Sakit
Sehat menurut WHO adalah suatu keadaan yang lengkap meliputi
kesejahteraan fisik, mental dan sosial dan bukan hanya bebas dari penyakit dan
kecacatan. Dengan ini diharapkan adanya keseimbangan yang serasi dalam
interaksi antara manusia dan makhluk hidup dengan lingkungannya. Menurut UU
Kesehatan No.36 tahun 2009 kesehatan adalah keadaan sehat baik secara fisik,
mental dan spiritual yang memungkinkan seseorang dapat hidup produktif baik
secara sosial dan ekonomis(Mukono, 2005). Menurut Parson sehat adalah
kemampuan optimal individu untuk menjalankan peran dan tugasnya secara
efektif. Menurut UU Kesehatan RI No.23 Tahun 1992 sehat adalah keadaan
sejahtera tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup
produktif secara sosial dan ekonomis(Asmadi,2007).
Sakit menurut WHO adalah sebagai akibat dari kesalahan adaptasi
terhadap lingkungan (maladaptation) dan reaksi antara manusia dan sumber
penyakit yang memperlihatkan keadaan dengan adanya keluhan dan gejala sakit
secara subyektif dan obyektif, sehingga penderita tersebut memerlukan
pengobatan untuk mengembalikan keadaan sehat(Mukono, 2005). Sakit menurut
Parson adalah ketidakseimbangnya fungsi normal tubuh manusi, termask system
biologis dan kondisi penyesuaian. Menurut Bauman kriteria sakit meliputi gejala,
persepsi tentang keadaan sakit dan kemampuan aktivitas yang mengalami
penurunan. Menurut batasan medis dua bkti sakit adalah tanda dan gejala.
Menurut Perkins, sakit adalah suatu keadaan yang tidak menyenangkan, yang
mengganggu aktivitas sehari-hari baik jasmani maupun sosial.
2. Perilaku Sehat dan Sakit
Perilaku sehat adalah perilaku-perilaku atau kegiatan yang berkaitan
mengupayakan untuk mempertahankan dan meningkatkan kesehatan, antara lain
makan dengan menu seimbang untuk memenuhi kebutuhan nutrisi, kegiatan fisik
secara teratur dan cukup, tidak merokok dan minum minuman keras serta
menggunakan narkoba, istirahat yang cukup yang bukan hanya berguna untuk
memelihara kesehatan fisik namun juga mental, pengendalian atau menajemen
stress agar tidak menggangu kesehatan baik fisik maupun mental, perilaku atau
gaya hidup positif yang lain untuk kesehatan dengan maksud agar terhindar dari
berbagai penyakit dan masalah kesehatan(Notoadmojo, 2010)
Perilaku sakit adalah berkaitan dengan tindakan atau kegiatan seseorang
yang sakit atau terkena masalah kesehatan atau keluarganya, untuk mencari
penyembuhan atau teratasi masalah kesehatan yang lain. Saat seseorang sakit,
1)Tahap pre-patogenesa
Dalam tahap ini sebenarnya telah terjadi interaksi antara pejamu
dengan bibit penyakit tetapi belum masuk ke dalam tubuh.
2)Tahap Inkubasi
Jika bibit penyakit telah masuk ke dalam tubuh pejamu, tetapi gejala
penyakit belum nampak. Jika daya tahan tubuh tidak kuat, tentu
penyakit akan berjalan terus yang mengakibatkan terjadinya gangguan
pada bentuk dan fungsi tubuh.
3)Tahap Penyakit dini
Tahap ini mulai dari munculnya gejala penyakit meskipunpejamu jatuh
sakit sifatnya masih ringan. Umumnya masih dapat beraktivitas dan
tidak perlu perawatan karena dapat dilakukan dengan berobat jalan.
4)Tahap penyakit Lanjut
Apabila penyakit semakin bertambah hebat. Pada tahap ini penderita
tidak dapat lagi beraktivitas secara optimal, yang umumnya
memerlukan pengobatan dan perawatan.
1992) dalam thesis Rizani, 2006, suatu institusi dikategorikan sebagai rumah sakit
apabila paling sedikit memiliki 6 tempat tidur untuk merawat orang sakit dengan
lama perawatan di rumah sakit di atas 24 jam setiap kali admisi. Ruang untuk
pasien yang memerlukan asuhan dan pelayanan keperawatan dan pengobatan
secara berkesinambungan lebih dari 24 jam. Untuk tiap-tiap rumah sakit akan
mempunyai ruang perawatan dengan nama sendiri-sendiri sesuai dengan tingkat
pelayanan dan fasilitas yang diberikan oleh pihak rumah sakit kepada pasiennya.
Berarti pelayanan di ruang rawat inap rumah sakit merupakan pelayanan
kesehatan yang melibatkan pelayanan perawatan 24 jam.
Pelayanan rawat inap adalah suatu kelompok pelayanan kesehatan yang
terdapat di rumah sakit yang merupakan gabungan dari beberapa fungsi
pelayanan. Kategori pasien yang masuk rawat inap adalah pasien yang perlu
perawatan intensif atau observasi ketat karena penyakitnya. Terdapat tiga kategori
pasien rawat inap di rumah sakit, yaitu (1) pasien yang sedang sakit akut, (2)
pasien yang dalam proses pemyembuhan, dan (3) pasien dengan penyakit
kronis(Hartono, 2010). Menurut Revans (1986), bahwa pasien yang masuk pada
pelayanan rawat inap mengalami tingkat proses transformasi, yaitu :
a. Tahap Admission, yaitu pasien dengan penuh kesabaran dan keyakinan dirawat
tinggal dirumah sakit.
b. Tahap diagnosis, yaitu pasien diperiksa dan ditegakkan diagnosisnya.
c. Tahap treatment, yaitu berdasarkan diagnosis pasien dimasukkan dalam
program perawatan dan terapi
d. Tahap Inspection, yaitu secara terus menerus diobservasi dan dibandingkan
pengaruh serta respon pasien atas pengobatan.
jumlah
dan
jenis
pasien
yang
akan
dirawat
Lama dirawat ( LOS atau Length of Stay) adalah lama hari yang mana
pasien dirawat. Jumlah hari perawatan adalah hasil keseluruhan jumlah dari lama
perawatan semua penderita misalnya dihitung selama setahun. ALOS atau
Average Length of Stay menunjukkan rata-rata lama perawatan seorang penderita
dirawat di rumah sakit, jumlah hari perawatan adalah hasil keseluruhan jumlah
dari
lama
perawatan
semua
penderita
misalnya
dihitung
selama
setahun(Supriyanto&Djohan, 2011).
AVLOS (Average Length of Stay = Rata-rata lamanya pasien dirawat)
AVLOS menurut Huffman (1994) adalah The average hospitalization stay of
inpatient discharged during the period under consideratio. L atau rata-rata
perawatan yang baik berkisar antara 5-7 hari perawatan. Ini juga tergantung ruang
rawat inapnya dan jenis penyakit(Supriyanto&Djohan, 2011). AVLOS menurut
Depkes RI (2005) adalah rata-rata lama rawat seorang pasien. Indikator ini
disamping memberikan gambaran tingkat efisiensi, juga dapat memberikan
gambaran mutu pelayanan, apabila diterapkan pada diagnosis tertentu dapat
dijadikan hal yang perlu pengamatan yang lebih lanjut. Secara umum nilai
AVLOS yang ideal antara 6-9 hari (Depkes, 2005). Rumus : AVLOS = Jumlah
lama dirawat / Jumlah pasien keluar (hidup (sembuh atau tidak) + mati).
(Http://www.google.com/indikator-indikator pelayanan rawat inap rumah sakit,
diakses 16 Januari 2012).
Menurut Pujiyanto jumlah pemeriksaan penunjang, hari masuk, hari
pulang, diagnosis penyakit, jenis penyakit,umur, jenis kelamin, pembayar biaya
Rumah Sakit dengan lama hari rawat adalah faktor-faktor yang mungkin
berhubungan dengan lama rawat inap(http//www.fkm.indip.ac.id/beberapa faktor
yang berhubungan dengan lama rawat, diakses 24 Januari 2012).
pemilikan dan pendapatan, maupun non fisik seperti pengalaman dan kebutuhan
yang dapat beraneka ragam(Anjaryani, 2009).
Abramson menyatakan bahwa jenis kelamin, umur, paritas, etnis, agama,
status perkawinan, status sosial meliputi pendidikan, pekerjaan, pendapatan,
kepadatan rumah, tempat tinggal yang meliputi desa-kota dan morbiditas
menghadapi perubahan suhu yang besar dibandingkan dengan anak muda dan
orang setengah umur.Seseorang akan mencapai fungsi fisiologis optimum
pada usia 25-30 tahun,Lebih dari umur 30 tahun akan mengalami penurunan
fungsi fisiologis tubuh(Wolf dkk,1984).
Umur tua (40-65 th) jantung cukup berat dan kurang menguntungkan
jika dibandingkan dengan usia muda karena V02 max (maksimum oksigen
uptake) menurun 20-30% pada umur 30 tahun dan pada umur 65 tahun
kapasitas cardio sirculator reserve mulai menurun, toleransi terhadap suhu
tinggi kurang, terlambatnya keluar keringat dan rendahnya sweat rate,
berakibat penyimpanan panas yng cukup lama di dalam tubuh dan perlu waktu
untuk recovery(Mukono,2006).
Pembagian usia menurut WHO berdasarkan tingkat kedewasaan adalah
0-14 tahun (bayi dan anak-anak), 15-49 tahun (orang muda dan anak-anak), 50
tahun ke atas (orang tua). Demografi menurut tingkat produktivitas 0-14 tahun
(tidak produktif), 15-64 tahun (produktif), 65 tahun ke atas ( tidak produktif).
Menurut Depkes RI 0-12 bulan (bayi), 1-3 tahun (batita), 4-5 tahun (balita), 615 tahun (anak sekolah), 16-24 tahun (remaja), 25-39 tahun (dewasa muda),
40-49 tahun (dewasa pertengahan), 50-59 tahun (dewasa lanjut), 60 tahun ke
atas (lanjut usia).
Masalah-masalah kesehatan menurut golongan umur (Potter&Perry, 2009)
antara lain :
a. Masa Toddler (Usia 1-3 tahun)
Pada usia ini, anak resiko besar untu mengalami cidera karena
kemampuan lokomotor dan rasa ingin tahu yang besar. Keracunan akibat
barang-barang yang ditaruh sembarangan dan anak ingin memakannya.
Resiko tenggelam, kecelakaan kendaraan bermotor. Pada usia ini juga
beresiko untuk obesitas dan penyakit kronik.
pembunuhan
oleh
teman
atau
anggota
geng
yang
tertularnya
meningkatkan
penyakit
resiko
tersebut.
penyakit
Higiene
periodontal
gigi
seperti
yang
gingivitis
buruk
dan
periodontitis.
Ketergantungan obat-obatan perangsang atau penenang juga dapat
menyebabkan kematian. Overdosis obat perangsang dapat menekan
beresiko
lebih
tinggi
terkena
penyakit
jantung
dan
sisi
lain
memberikan
perlindungan
terhadap
penyakit
kesehatan
5. Sikap petugas kesehatan dalam memperlakukan laki-laki dan perempuan.
sedangkan
pada
laki-laki
sedikit
lebih
tinggi
yaitu
baik
fasilitasnya
maka
nilai
nominal
yang
dikeluarkan
semakin
perawatan
mempunyai
pengaruh
terhadap
lama
rawat
f.
g.
h.
i.
lebih baik
j. Mengantisipasi perubahan perkembangan teknologi
k. Fleksibilitas dalam perencanaan rumah sakit
Secara keseluruhan, pasien yang tinggal di kamar sendiri tidak
bergabung dengan orang lain mengakui martabat manusia sebagai individu
dan jaminan bahwa pasien salah satu hak dasar manusia, hak untuk privasi dan
karena kepatuhan Hak Asasi Manusia Undang-Undang 1988 untuk
mempertahankan martabat, privasi dan kerahasiaan pasien. Bangunan
Kesehatan no. 4 merekomendasikan bahwa 50% dari akomodasi jumlah
ruangan rawat inap rumah sakit menjadi kamar pribadi untu menghindari
pemindahan pasien ke kamar lain. Memaksa pasien untuk pindah dari kamar
pribadi ke kamar gabungan sangat mengganggu pasien dan dapat
mempengaruhi pemulihan dan kesejahteraan psikologis. Burrough (1976) oleh
Martin (1991) mengukur bed occupancy rate penggunaan kamar tidur untuk
pribadi meningkat dari 75 - 90% dan bahwa rata-rata lama rawat inap pasien
menurun dari 10,2 menjadi 7,5 hari. Penelitian lain juga menunjukkan bahwa
lama rawat rata-ratanya yang lebih pendek untuk pasien di kamar tunggal dari
penginapan di kamar gabungan(Phiri, 2003).
Menrut Bobrow&Thomas(2000) kamar pribadi single room, pasien
dapat beristirahat dengan tenang dan nyaman tidak terganggu oleh kegiatan
teman sekamar itu. Seorang pasien dapat menjadi rawat jalan sebelumnya
ketika toilet dan shower di kamar, dan ruang tersebut dapat digunakan untuk
berbagai jenis isolasi. Karena pasien yang tinggal di kamar dengan satu tempat
tidur jarang bergerak, dan kesalahan pengobatan dapat dikurangi. Dalam unit
dengan multi room rata-rata aktivitas sehari-hari sekitar
enam sampai
sembilan per hari, dengan biaya yang signifikan dalam dokumen tambahan,
rumah
tangga,
transportasi
pasien,
instruksi
pengobatan,
dll(Swanson&Wojnar, 2004).
Thomas dan Goldin (1975) berpendapat bahwa secara ekonomi kamar
dengan muti room adalah yang paling efisien. Dalam jenis kamar, pasien
dapat ditempatkan sepanjang satu koridor, memfasilitasi pengawasan pasien
dan mengurangi jumlah perawat menghabiskan waktu untuk bolak-balik.
Thomas dan Goldin mengusulkan ruangan dengan enam tempat tidur dengan
tiga tempat tidur di setiap sisi ruangan sebagai konfigurasi yang paling
ekonomis. Biaya yang terkait dengan waktu tempuh perawat dikurangi dalam
multi room dibandingkan dengan single room. Lalu Lintas biaya / perawat
biaya perjalanan waktu lebih tinggi di kamar pribadi, dan ini meningkatkan
secara proporsional sebagai jumlah pasien dalam penurunan kamar (Delon &
Smalley, 1970). Keuntungan dari single room misalnya, membantu pemulihan
dalam perawatan pasien, pengurangan risiko infeksi silang, dan fleksibilitas
perawatan medis dan hal-hal lainya yang berkaitan dengan biaya rumah
sakit(Libster, 2008).
Lama perawatan pasien berhubungan dengan biaya rumah sakit. Harihari pertama saat rawat inap umumnya adalah yang paling mahal, terlepas dari
jenis penyakit (Berry, 1974) dan dengan mengurangi lama rawat ini, biaya
rumah sakit menjadi lebih efisien (Smet, 2002). Gallant & Lanning (2001)
menyatakan bahwa pasien yang tinggal di single room cenderung lebih cepat
sembuh dari 9,5 hari menjadi 5,4 hari(Schweitzer et al, 2004).
Menurut Jones (1995) perpindahan kamar pasien bisa terjadi kira-kira
empat kali selama masa perawatan dan hal ini 40% tugas perawat tidak
terfokuskan pada masalah-masalah pasien. Menurut Hill-Rom (2000) bahwa
sebagian besar pasien pindah dari kamar multi room ke single room karena
mereka merasa lebih cocok dan nyaman berada di ruangan single room
daripada multi room. Studi berkelanjutan baru-baru ini menunjukkan bahwa
menggunakan single room merupakan bagian dari proses desain penyembuhan
yang memiliki potensi mengurangi lama rawat pasien di rumah sakit dan
dengan demikian mengurangi asupan obat nyeri di kamar pribadi. Desain
ruang pribadi yang mendukung kehadiran anggota keluarga mengurangi
pasien mengalami kecelakaan seperti terjatuh (Ulrich, 2003) dan dapat
mengurangi kebutuhan jam perawat per pasien, karena anggota keluarga turut
berpartisipasi dalam proses perawatan. Biaya rumah sakit berkaitan langsung
dan tidak langsung dengan kamar inap. Hal ini ditunjukkan bahwa multi room
mungkin biaya efektif untuk biaya pengobatan dan perawatan namun single
room, mereka lebih cepat sembuh, biaya pengobatan dan perawatan dapat
dikurangi dan berkurangnya asupan obat. Selain itu, biaya dapat dikurangi di
single room karena insiden jatuh lebih rendah dan pengendalian infeksi yang
lebih baik(Phiri, 2003).
Seseorang yang biasanya tenang akan memiliki sedikit reaksi
emosional saat sakit sedangkan seseorang yang tidak dapat mengatasi
emosinya akan bereaksi secara berlebihan terhadap penyakitnya dan
hipotalamus
melepaskan
corticothropin
(CRF)
yang
akan
1997).
Kortisol,
glucocorticoid
mengstimulasi
yang
mana
akan
mempengaruhi
kesembuhan(Rubert,
rentan
terkena
penyakit
dan
mengganggu
proses
penyembuhan(Ulrich, 2003).
Single bed rooms bermanfaat untuk komunikasi yang lebih baik
dengan staf, meminimalis konflik dengan teman sekamar, memperkecil
terjadinya kesalahan medis, menurunkan angka kejadian infeksi dan
kenyamanan dengan keluarga. Kehadiran keluarga membantu mengurangi
stres pasien itu sendiri dan juga kepedulian keluarga membantu mempercepat
proses penyembuhan(Swanson&Wajnar, 2004). Kamar dengan single bed
room menghindari juga dari beberapa stres lingkungan fisik, seperti
kebisingan. Nightingale berpendapat bahwa kebisingan yang tidak perlu harus
ditiadakan dan dihindari(Tomey&Alligood, 2008).
Kebisingan ini mengganggu tidur pasien sehingga menurunkan
kualitas tidur, meningkatkan tekanan darah, peningkatan denyut nadi dan
menurunkan kepuasan pasien. Kebisingan ini berasal dari teman sekamar,
pengunjung dari pasien yang lain, kehadiran staf yang menyebabkan stres
karena pasien tidak dikontrol dan merasa menjadi korban(Schweitzer et al,
2004). Kebisingan dapat juga berpengaruh pada berat badan dan
keseimbangan hormonal (Waqar, 2007). Kebisingan akan berpengaruh pada
faktor psikologis dan fisiologis seseorang. Mereka akan merasa terganggu
dengan tidurnya dan nantinya akan berpengaruh pada denyut jantung dan
tekanan darah(Meei shu dkk, 2003). Di kamar single ini juga suhu kamar
mudah dikontrol. Suhu panas atau dingin akan berpengaruh bagi kesehatan
individu(Subaris&Haryno,
lelah(Wingjosoebroto,
2007),
2008),
suhu
menyebabkan
keringat
pusing,
berlebihan,
mudah
penurunan
gangguan pada fungsi atau struktur dari bagian organ atau system tubuh.
Menurut Van Dales Groot Woordenboek der Nederlandse Tall, penyakit
adalah suatu keadaan pada mana proses kehidupan tidak lagi teratur atau
terganggu perjalannya(Azwar Azrul,1999). Jenis penyakit menurut Sarafino
terbagi atas dua hal yaitu penyakit infeksi dan penyakit non infeksi(dikenal
juga dengan penyakit kronis, penyakit tidak menular, penyakit degeneratif,
penyakit perilaku). Penyakit infeksi adalah penyakit yang disebabkan oleh
mikro-organisme seperti bakteri atau virus di dalam tubuh. Sebagai contoh
malaria, dipteri, influensa, tipus, diare, dll(Gayo. 1998). Sedangkan penyakit
kronis adalah penyakit degeneratif yang berkembang selama kurun waktu
yang lama misalnya, penyakit jantung, kanker, stroke. Penyakit degenaratif
(jantung dan paru) mengakibatkan terbatasnya transportasi panas dari dalam
tubuh ke permukaan(Mukono, 2006).
1. Penyakit Infeksi
Infeksi merupakan invasi dan proliferasi mikroorganisme pada
jaringan tubuh. Mikroorganisme yang menginvasi dan berproliferasi pada
jaringan tubuh disebut agens infeksi. Virulensi adalah kemampuan
mikroorganisme menimbulkan penyakit. Tingkat keparahan penyakit yang
ditimbulkan mikroorganisme dan tingkat penularan penyakit yang
ditimbulkan juga beragam. Apabila agens infeksi dapat ditularkan kepada
individu lain melalui kontak langsung atau tidak langsung, melalui vektor
atau perantara atau menimbulkan infeksi tular-udara yang disebut penyakit
menular. Patogenesitas merupakan kemampuan untuk meyebabkan
peunyakit, dengan demikian pathogen adalah mikroorganisme yang
diakibatkannya,
CDC
dalam
mempertahankan
kecukupan
gizi,
sehingga
Dari teori-teori lama rawat di atas, landasan teori yang digunakan pada
penelitian ini adalah teori lama rawat menurut Johnson lama hari yang mana
pasien dirawat (Djohan, 2011) di mana rata-rata lama rawat inap pasien yang
ideal berkisar antara 5-7 hari dan menurut Depkes RI (2005) adalah rata-rata
lama rawat seorang pasien baik dalam keadaan pulang hidup (sembuh, sakit)
atau meninggal yang memiliki nilai ideal berkisar 6-9 hari. Adapun
karakteristik responden yaitu ciri khusus yang mempunyai sifat khas sesuai
dengan perwatakan tertentu. Gordon dan Lichert menyatakan jika kepekaan
individu terhadap suatu penyakit dilihat dari faktor keturunan, mekanisme
pertahanan tubuh, umur, jenis kelamin, ras, status perkawinan, pekerjaan,
kebiasaan hidup. Menurut Pujiyanto (1996) yang berhubungan dengan lama
rawat pasien adalah jumlah pemeriksaan penunjang, hari masuk, hari pulang,
diagnosis penyakit, jenis penyakit,umur, jenis kelamin, pembayar biaya
Rumah Sakit dengan lama hari rawat adalah faktor-faktor yang mungkin
berhubungan dengan lama rawat inap(http//www.fkm.indip.ac.id) menurut
Johnson dalam Supriyanto&Djohan (2011) lama rawat inap pasien tergantung
kelas perawatan dan jenis penyakit.
Usia menurut Rifai (1993) adalah usia yang dihitung mulai dilahirkan
sampai saat ulang tahun terakhir, sedangkan menurut Lukman, 1996 umur
adalah usia atau lamanya waktu hidup sejak dilahiran atau diadakan. Jenis
kelamin menurut Lukman (1996), jenis kelamin adalah status biologi
seseorang yang membedakan antara pria dan wanita. Jenis kelamin merupakan
konsep yang membedakan antara laki-laki dan perempuan bukan saja
berdasarkan biologisnya melainkan dikaitkan dengan peran, fungsi, sifat,
perilaku yang direkayasa (Depag, 2003). Diagnosa penyakit adalah apa yang
didapat dari pemeriksaan dokter. Menurut Sarafino terbagi atas dua hal yaitu
penyakit infeksi dan penyakit non infeksi. Kelas perawatan adalah tingkatan
fasilitas ruangan perawatan yang dipilih pasien dengan disesuaikan dengan
pendapatan yang dmiliki, semakin baik fasilitasnya maka nilai nominal yang
dikeluarkan semakin tinggi(Anjaryani, 2009). Pada penelitian ini dibahas
gambaran lama rawat inap pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas
perawatan dan diagnosa penyakit.
adalah
jumlah
pemeriksaan
Lama Rawat
Jenis Kelamin
- Laki-laki
- Perempuan
(Pulang sembuh
atau mulai
sembuh)
Kelas Perawatan
- Single bedroom
- Multi bedroom
Jenis Penyakit
- Infeksi
- Non Infeksi
E. Pertanyaan Penelitian
Bagaimana gambaran lama rawat inap berdasarkan :
1. Usia
2. Jenis Kelamin
3. Kelas perawatan
4. Diagnosa penyakit
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
oleh
peneliti
untuk
dipelajari
dan
kemudian
ditarik
Keterangan :
n = besar sampel
N = besar populasi
d =tingkat kepercayaan/ ketetapan yang diinginkan, koefisien (0,1)
Penelitian dilaksanakan selama 2 bulan yaitu pada bulan Maret sampai April
2012.
D. Identifikasi Variabel Penelitian
1. Variabel Dependen (Terikat) yaitu lama rawat inap
2. Variabel Independen (Bebas) yaitu usia, jenis kelamin, kelas perawatan
dan diagnosa penyakit.
E. Definisi Operasional
No
1.
2.
Variabel
Definisi
Operasional
Lama
Lama perawatan
rawat inap yaitu waktu yang
digunakan oleh
pasien terhitng
sejak tanggal
masuk sampai
tanggal keluar,
dihitung dalam
satuan hari.
Usia
Alat Ukur
Kategori
Skala
a. >5
rasio
hari(panja
ng)
b. 5
hari(pende
k)
4.
Kelas
perawatan
Kelas
perawatan adalah
tempat
dimana pasien di
rawat inap.
a. VIP(kelas ordinal
dengan
1
individu)
b. Ekonomi
(kelas dengan
beberapa
individu).....................................................
5.
Jenis
penyakit
Jenis
penyakit adalah
penyakit
yang diderita oleh
seseorang
dan
didapatkan
dari
diagnosa
dokter
dan
merupakan
diagnosa utama.
a. Penyakit
Infeksi
(penyebab
oleh
mikroorgani
sme,
virus&bersi
fat menular)
b. Penyakit
non infeksi
(penyakit
akibat
degeneratif
dan
berkembang
dalam
waktu yang
cukup
lama&tidak
menular)
a. Penyakit
infeksi
seperti
malaria,
difteri,
influenza,t
ipus,
diare,dll.
b. Penyakit
non
infeksi
seperti
penyakit
jantung,
kanker,str
oke.
nominal
F. Instrumen Penelitian
Instrumen yang dgunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu
buku catatan kepulangan pasien di bagian rekam medis.
D. Teknik Pengumpulan Data
Di sini peneliti akan menyiapkan lembaran kertas dalam bentuk kolom
berdasarkan variabel yang diinginkan oleh peneliti, lalu saat proses penelitian
berlangsung, peneliti akan menulis data-data yang berasal dari buku catatan
pulang pasien di bagian rekam medis ke dalam lembaran kertas yang telah
disiapkan oleh peneliti.
H. Jalannya Penelitian
1. Persiapan
Sebelum penelitian dilakukan, pada tahap ini dimulai dengan penyelesaian
administrasi/perizinan penelitian yaitu kampus STIKES Suaka Insan Banjarmasin
dan Rumah Sakit Suaka Insan Banjarmasin. Setelah mendapatkan ijin dari Rumah
Sakit Suaka Insan, peneliti akan memberitahu pada bagian rekam medis dan
meminta ijin juga untuk melaksanakan penelitian dengan mempelajari data
berdasarkan buku catatan pulang pasien.
2. Pelaksanaan
Pengumpulan data dilaksanakan di bagian kantor rekam medis dan
mencatat lama rawat pasien berdasarkan usia, jenis kelamin, kelas perawatan,
diagnosa penyakit pada selembar kertas yang sudah disiapkan oleh peneliti dan
disesuaikan dengan jumlah sampel yang telah diperhitungkan.
3. Tahap akhir
Pengolahan data kuantitatif, terlebih dahulu dilakukan editing, coding,
scoring, tabulating dan entry data. Pengolahan data dengan menggunakan
program SPSS . Adapun analisis data dilakukan dengan distribusi frekuensi, tabel
dan perhitungan hubungan pengaruh variabel dengan analisis bivariat dan
multivariat.
E. Cara Analisis Data
Teknik pengolahan data yang dilakukan dalam penelitian ini adalah:
a. Editing
Peneliti memeriksa kembali kebenara data yang diperoleh atau dikumpulkan
yang dilakukan pada tahap pengumpulan data atau setelah data terkumpul.
b. Coding
Peneliti memberikan kode numeric pada data yang terdiri atas beberapa
kategori. Pemberian kode ini seperti memberi kode angka 1,2,3 dan
seterusnya.
c. Entry data
Peneliti melakukan kegiatan memasukkan data yang telah dikumpulkan ke
dalam master tabel atau database computer, kemudian membuat distribusi
frekuensi sederhana atau bisa juga dengan membuat tabel frekuensi.
d. Melakukan teknik analisis
Peneliti akan menggunakan ilmu statistic terapan yang disesuaikan dengan
tujuan yang hendak dianalisis. Pada tahap ini menggunakan statistik
inferensial untuk analisis deskripsi dengan membahas secara ringkas,
menyajikan dan mendeskripsikan suatu data dengan tujuan agar mudah
dimengerti dan lebih mempunyai makna.
a. Analisis Univariat
Analisis univariat dimaksudkan untuk mengetahui gambaran keadaan sesuai
variabel yang diteliti dan untuk mengetahui apakah data sudah layak
dipergunakan untuk analisis selanjutnya. Data akan digambarkan dengan tabel
distribusi frekuensi maupun grafik.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariate ini dilakukan terhadap dua variable yang diduga berhuungan
atau berkolerasi. Pada penelitian ini adalah analisis tabulasi silang (crosstab)
atau analisis korelasi chi square. Atik, M. (2004)
persyaratan analisis tabulasi silang atau chi square adalah :
Data mempunyai skala pengukuran nominal/ordinal
Sampel kecil n < 30 atau n > 30.
Distribusi data tidak normal.
Analisis ini pada prinsipnya untuk menyajikan data dalam bentuk data yang
meliputi baris dan kolom. Analisis ini dilakukan untuk melihat hubungan
bermakna antara variabel bebas dengan variabel terikat dengan uji signifikansi
p < 0,05. Selanjutnya variabel bebas yang mempunyai hubungan bermakna
dengan variabel terikat dimasukkan ke dalam analisis multivariat.
c. Analisis Multivariat
Analisis multivariate yang dilakukan terhadap lebih dari dua variabel,
biasanya hubungan antara satu variabel terikat dengan beberapa variabel
bebas(Notoadmojo, 2005). Variabel bebas yang mempunyai hubungan
bermakna dengan variabel terikat pada uji bivariat di atas. Perhitungan analisis