Anda di halaman 1dari 26

NASKAH PUBLIKASI

HUBUNGAN LAMA PERAWATAN DENGAN PERILAKU


PEMENUHAN KEBUTUHAN SEKSUAL PADA PASIEN
LAKI-LAKI DI RUMAH SAKIT UMUM ISLAM
KUSTATI SURAKARTA

Disusun Guna Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan


Dalam Program Studi Keperawatan
Universitas Sahid Surakarta

Disusun Oleh :
SRI YANTO
NIM 2019122014

PROGRAM STUDI KEPERAWATAN


FAKULTAS SAINS, TEKNOLOGI DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS SAHID SURAKARTA
2021
INTISARI

Hubungan Lama Perawatan Dengan Perilaku Pemenuhan Kebutuhan


Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di Rumah Sakit Umum Islam Kustati
Surakarta

Sri Yanto1, Anik Suwarni 2, Sutrisno3


Pendahuluan :
Hospitalisasi merupakan suatu proses dimana karena alasan tertentu atau darurat
mengharuskan seseorang untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi
perawatan sampai pemulangannya kembali ke rumah.. Pasien dan keluarga
mungkin mengalami perasaan mulai dari ketakutan akan hal-hal yang tidak
diketahui hingga kehilangan kendali sepenuhnya. Perasaan ini memperumit
situasi klinis dan mengurangi perkembangan lingkungan penyembuhan.
Seseorang yang di rawat di rumah sakit biasa akan mengalami rasa takut,
ansietas, keterbatasan fisik dan kemungkinan gangguan citra diri, dan
ketidakberdayaan. Kondisi ini akan berakibat terhadap pemenuhan dan motivasi
seseorang berkaitan dengan kebutuhan seksualnya.
Tujuan : Untuk mengetahui apakah ada pengaruh lama perawatan dengan
perilaku pemenuhan kebutuhan seksual pada pasien laki-laki di RSUI Kustati
Metode : Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain diskritif
korelatif dan pendekatannya cross sectiona. Analisa hubungan dengan
menggunakan Fisher's Exact Test. Penelitian dilakukan terhadap 44 responden
dengan membagikan kuesioner.
Metode Penelitian : Penelitian ini termasuk penelitian kuantitatif dengan desain
korelatif diskrit dan pendekatan cross-sectional. Analisis korelasi menggunakan
Fisher's Exact Test. Penelitian dilakukan terhadap 44 responden dengan
menyebarkan kuesioner.
Hasil : hasil penelitian diperoleh dari 42 responden yang dirawat kurun waktu 4-
7 hari, 29 di antaranya memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan seks baik dan 13
memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan seks tidak baik. Sedangkan 2 responden
yang dirawat kurun waktu ≥ 8 hari memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan seks
tidak baik. Dari hasil uji tersebut juga diperoleh nilai p value 0.044 yang artinya
dibawah derajat alpha 0.05 sehingga di artikan terdapat hubungan lama dirawat
dengan Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di
Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta.
Kesimpulan : terdapat hubungan lama dirawat dengan Perilaku Pemenuhan
Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di Rumah Sakit Umum Islam Kustati
Surakarta.

Kata kunci: Jiwa Kewirausahaan, Kualitas Pelayanan, Home Care


1. Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.
2. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.
3. Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Universitas Sahid Surakarta.

X
ABSTRACT

THE CORRELATION BETWEEN THE LENGTH OF TREATMENT


WITH THE BEHAVIOR OF FULFILLING SEXUAL NEEDS IN MALE
PATIENTS AT THE KUSTATI ISLAMIC GENERAL HOSPITAL
SURAKARTA

Sri Yanto1, Anik Suwarni 2, Sutrisno3

Background: Hospitalization is a process that requires a person to stay in the


hospital and to take treatment therapy until his return home for specific reasons
or an emergency. Patients and families may experience feelings ranging from
fear to complete loss of control. These feelings complicate the clinical situation
and reduce the development of an environment for healing. A regular patient will
experience fear, anxiety, physical limitations and possibly impaired self-image,
and helplessness. This condition will result in the fulfillment and motivation of a
person related to his sexual needs.
Objectives: To find out the effect of length of stay on the behavior of fulfilling
sexual needs in male patients at RSUI Kustati
Method: The research belongs to quantitative research with a discrete
correlative design and cross-sectional approach. Analysis of correlation used the
Fisher's Exact Test. The study was conducted on 44 respondents by distributing
questionnaires.
Results: The results obtained 29 patients had good sexual needs fulfillment
behavior and 13 had bad sex needs fulfillment behavior from 42 respondents
treated for 4-7 days. Meanwhile, 2 respondents treated for 8 days had poor
sexual needs fulfillment behavior. The test results also obtained a p-value of
0.044. It is below the alpha degree of 0.05, so there is a correlation between
length of stay and the behavior of fulfilling sexual needs in male patients at the
Kustati Islamic General Hospital Surakarta.
Conclusion: there is a correlation between length of stay and behavior to fulfill
sexual needs in male patients at the Kustati Islamic General Hospital Surakarta.

Keywords: Entrepreneurial Spirit, Service Quality, Home Care


1. Students of Nursing department of Sahid Surakarta University
2. Lecturer of Nursing department of Sahid Surakarta University
3. Lecturer of Nursing department of Sahid
Surakarta University

XI
1
Pendahuluan

Rumah sakit adalah sebuah institusi perawatan kesehatan profesional

yang pelayanannya disediakan oleh dokter, perawat, dan tenaga ahli

kesehatan lainnya. Menurut Supartini (2004), hospitalisasi merupakan suatu

proses dimana karena alasan tertentu atau darurat mengharuskan seseorang

2
untuk tinggal di rumah sakit, menjalani terapi perawatan sampai

pemulangannya kembali ke rumah.

Lama hari rawat merupakan salah satu unsur atau aspek asuhan dan

pelayanan di rumah sakit yang dapat dinilai atau diukur. Bila seseorang

dirawat di rumah sakit, maka yang diharapkan tentunya ada perubahan akan

derajat kesehatannya. Bila yang diharapkan baik oleh tenaga medis maupun

oleh penderita itu sudah tercapai maka tentunya tidak ada seorang pun yang

ingin berlama-lama di rumah sakit. Lama hari rawat secara signifikan

berkurang sejak adanya pengetahuan tentang hal-hal yang berkaitan dengan

diagnosa yang tepat. Untuk menentukan apakah penurunan lama hari rawat

itu meningkatkan efisiensi atau perawatan yang tidak tepat, dibutuhkan

pemeriksaan lebih lanjut berhubungan dengan keparahan atas penyakit dan

hasil dari perawatan (Indradi, 2007).

Dalam penghitungan statistik pelayanan rawat inap di rumah sakit

dikenal istilah yang lama dirawat (LD) yang memiliki karakteristik cara

3
4

pencatatan, penghitungan, dan penggunaan yang berbeda. LD 18 18

menunjukkan berapa hari lamanya seorang pasien dirawat inap pada satu

episode perawatan. Satuan untuk LD adalah hari. Cara menghitung LD yaitu

dengan menghitung selisih antara tanggal pulang (keluar dari rumah sakit,

hidup maupun mati) dengan tanggal masuk rumah sakit. Dalam hal ini, untuk

pasien yang masuk dan keluar pada hari yang sama – lama dirawatnya

dihitung sebagai 1 hari dan pasien yang belum pulang atau keluar belum bisa

dihitung lama dirawatnya (Indradi, 2007; Fema , 2009).

Rawat inap adalah sebuah keadaan yang dapat menimbulkan stres

bagi pasien dan keluarga. Pasien dan keluarga mungkin mengalami perasaan

mulai dari ketakutan akan hal-hal yang tidak diketahui hingga kehilangan

kendali sepenuhnya. Perasaan ini memperumit situasi klinis dan mengurangi

perkembangan lingkungan penyembuhan. Dokter dan penyedia perawatan

kesehatan lainnya harus mengatasi tekanan ini secara langsung dan

menyediakan lingkungan yang dirancang untuk menjaga kendali pasien dan

keluarga. Jika memungkinkan, pasien dan keluarga harus bersiap untuk

rawat inap, ini memungkinkan mereka untuk dididik tentang perawatan yang

diusulkan dan dapat membantu menjelaskan harapan keluarga dan dokter.

Persiapan semacam itu juga memberikan kesempatan untuk memulai

perencanaan penyembuhan sedini mungkin. Jika dokter perawatan primer

pasien tidak akan berkeliling di rumah sakit (seperti pada kebanyakan sistem
5

rumah sakit), keluarga harus diberi tahu siapa yang akan memberikan

perawatan di rumah sakit dan bagaimana dokter akan berkomunikasi dan

mengkoordinasikan perawatan di dalam dan di luar rumah sakit. Komunikasi

dokter ke dokter harus dilakukan menjelang waktu rawat inap untuk

memastikan penanganan yang aman. Jika memungkinkan, sebelum dirawat

di rumah sakit, pasien dan keluarga harus diberi kesempatan untuk melihat-

lihat fasilitas dan bertemu dengan staf yang akan memberikan perawatan.

Perawat sebagai seorang yang bekerja di RS memiliki banyak peran,

diantaranya pemberi asuhan keperawatan, pembela pasien, pendidikan

tenaga keperawatan dan masyarakat, koordinator dalam pelayanan pasien,

kolaborator dalam membina kerja sama dengan profesi lain, konsultan/

pemberi nasihat pada tenaga kerja dan pasien ( Saputra, 2021 ).

Seseorang yang di rawat di rumah sakit biasa akan mengalami rasa

takut, ansietas, keterbatasan fisik dan kemungkinan gangguan citra diri, dan

ketidakberdayaan ( Vossmeyer, 2007 ). Ketidakberdayaan, ketakutan dan

kecemasan yang dialami seorang pasien akan berdampak dalam kehiupan

seharai-hari termasuk yang berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual.

Pasien yang mengalami hospitalisasi akan mengalami kondisi kehidupan

yang berbeda yang diakibatkan karena kondisi penyakit, dan kondisi

lingkungan/ tempat tinggal yang sangat berbeda dengan sebelumnya.

Kondisi ini akan berakibat terhadap pemenuhan dan motivasi seseorang

berkaitan dengan kebutuhan seksualnya.


6

Banyak perawat merasa canggung membicarakan masalah seksualitas

dengan pasien, tetapi mereka dapat mengurangi rasa ketidaknyamanan

dengan beberapa metode. Keinginan seksual beragam di antara individu :

sebagian orang menginginkan seks dan menikmati seks setiap hari,

sementara yang lain menginginkan seks hanya sekali satu bulan, dan yang

lainnya lagi tidak memiliki keinginan seksual sama sekali dan cukup merasa

nyaman dengan fakta tersebut. Sedangkan seksualitas menyangkut berbagai

dimensi yang sangat luas, yaitu dimensi biologis, sosial, psikologis, dan

kultural ( PKBI, 2020 ).

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh

hasrat seksual baik yang dilakukan sendiri, dengan lawan jenis maupun

sesama jenis. Bentuk-bentuk tingkah laku ini bisa bermacam-macam,

mulai dari perasaan tertarik sampai tingkah laku berkencan, bercumbu, dan

bersenggama. Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam

khayalan atau diri sendiri ( Sarwono, 2011).

Kebutuhan seksual selama ini sering dinyatakan sebatas hubungan

intim saja. Namun Ririanty (2009), menyatakan perilaku seksual secara rinci

dapat berupa : Berfantasi, pegangan tangan, cium kering, cium basah,

meraba, berpelukan, manstrubasi pada wanita atau pria, oral seks, petting,

intercourse. Selain itu penelitian lain yaitu Sarwono dalam Insani (2016)

menyatakan perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang di dorong oleh

hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk

tingkah laku ini dapat beraneka ragam, mulai dari perasaan tertarik hingga
7

tingkah laku berkencan, bercumbu dan bersenggama. Objek seksualnya bias

berupa orang lain, orang dalam khayalan atau diri sendiri.

Kebutuhan seksual merupakan kebutuhan biologis yang harus

dipenuhi oleh setiap individu. Seperti kebutuhan dasar lainya, kebutuhan seks

apabila tidak terpenuhi akan menyebabkan stress pada seseorang, dalam hal

ini tidak terpenuhinya kebutuhan seks merupakan stressor yang dapat

berdampak pada perkembangan. Pengalaman Pemenuhan Seksual Klien

Skizoprenia Selama Dirawat Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat. (

Ratnaningsih 2020 ).

Sejumlah penyakit dapat memunculkan gangguan dalam aktivitas seks

kaum pria. Menurut Journal Research of Sex (2015) menjelaskan bahwa pria

lebih sering berfikir tentang seksualitas ketimbang wanita. Jurnal ini juga

menunjukan bahwa terjadi perbedaan tingkat libido antara pria dan wanita,

dimana pria lebih tinggi dibanding wanita. Perbedaan ini dikarenakan adanya

perbedaan sudut pandang pada seksualitas, peran, budaya, agama dan juga

kondisi fisik serta psikis individu. Banyak kaum pria yang langsung turun

rasa percaya dirinya terkait dengan aktivitas seks mereka. Begitu dirinya di

vonis mengidap penyakit tertentu yang dapat menimbulkan gangguan

aktivitas seks. Padahal dengan memahami persoalan yang sesungguhnya,

tidak menutup kemungkinan mereka masih dapat menikmati aktivitas seks

mereka secara normal. Kesehatan tubuh merupakan hal yang paling utama

harus di jaga agar aktivitas tidak terganggu, termasuk dalam kehidupan

seksual.
8

Peran perawat dalam pemenuhan kebutuhan seksual pasien di rumah

sakit dinilai masih rendah. Pada penelitian Vassiliadau (2012) menemukan

bahwa proporsi yang agak rendah dari perawat yang berpartisipasi

melakukan konseling seksual sendiri (12%, ditambah 27% lainnya yang

kadang-kadang melakukannya) dan bahwa mereka menganggap bahwa hal

ini berlaku untuk profesi secara umum.

Berdasarkan hasil studi pendahuluan yang dilakukan, dari 10

responden wanita usia produktif menunjukan bahwa 2 dari mereka

membutuhkan seks, 4 orang tidak membutuhkan dan yang lain tidak

menjawab. Sedangkan 10 responden laki-laki usia produktif 8 diantaranya

masih mempunyai keinginan dalam pemenuhan kebutuhan seksual selama di

RS.

Berdasarkan fenomena tersebut, peneliti tertarik untuk menggali lebih jauh

berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual pasien yaitu dengan

meneliti terkait “Hubungan Lama Perawatan Dengan Perilaku Pemenuhan

Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di Rumah Sakit Umum Islam

Kustati Surakarta”

METODE PENELITIAN

Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan desain diskritif korelatif

dan pendekatannya cross sectional yaitu suatu penelitian yang mencari hubungan

antara satu variabel dengan variabel yang lain. Pendekatan cross sectional yaitu

metode penelitian yang dilakukan dengan cara mengambil sampel dari suatu

populasi tertentu dalam waktu tertentu untuk mengetahui hubungan 2 variabel


9

(Hidayat, 2017). Pengukuran dilakukan untuk mengetahui hubungan lamanya

perawatan dengan perilaku pemenuhan kebutuhan seksual.

HASIL PENELITIAN

1. Karakteristik responden

a. Distribusi frekuensi umur responden

Tabel 4.1
Distribusi frekuensi umur responden
Frekuensi Persentase
< 30 tahun 1 2.3
30-39 tahun 24 54.5
40-49 tahun 13 29.5
>50 tahun 6 13.6
Total 44 100.0

Tabel 4.1 merupakan tabel distribusi frekuensi umur responden. Hasil

penelitian diperoleh mayoritas responden memiliki kategori umur 30-

39 tahun dengan frekuensi 24 responden (54.5%).

b. Distribusi frekuensi status responden


Tabel 4.2
Distribusi frekuensi status responden

Frekuensi Persentase
Menikah 44 100.0
Belum Menikah 0 0
Total 44 100
10

Tabel 4.2 merupakan tabel distribusi frekuensi status responden. Dari

hasil tersebut diperoleh semua responden sudah berstatus menikah

dengan prosentase 100%.

c. Distribusi frekuensi pekerjaan responden


Tabel 4.3
Distribusi frekuens pekerjaan responden

Frekuensi Persentase
Tidak bekerja 4 9.1
Wiraswasta 26 59.1
Pedagang 6 13.6
Pegawai Swasta 8 18.2
Total 44 100.0

Tabel 4.3 merupakan tabel distribusi frekuensi pekerjaan responden.

Dari hasil tersebut diperoleh mayoritas responden bekerja sebagai

wiraswasta dengan frekuens 26 responden (59.1%).

2. Analisa univariat
a. Distribusi lama dirawat
Tabel 4.4
Distribusi frekuensi lama dirawat

Frekuensi Persentase
Lama Rawat (Cepat) 0 0
Lama Rawat (Sedang) 42 95.5
Lama Rawat (Lama) 2 4.5
Total 44 100.0

Tabel 4.4 merupakan tabel distribusi frekuensi lama dirawat

responden. Dari hasil penelitian diperoleh mayoritas responden


11

dirawat dalam kategori sedang (4-7 hari) dengan frekuensi 42

responden (95.5%).

b. Distribusi perilaku pemenuhan kebutuhan seksual


Tabel 4.5 merupakan tabel perilaku pemenuhan kebutuhan seksual

Perilaku kebutuhan seks Frekuensi Persentase


Baik 29 65.9
Tidak Baik 15 34.1
Total 44 100.0

Tabel 4.5 merupakan tabel hasil distribusi frekuensi perilaku

pemenuhan kebutuhan seksual. Dari tabel tersebut diperoleh hasi

mayoritas memiliki perilaku baik dengan frekuensi 29 responden

(65.9%).

3. Analisa bivariat
Tabel 4.6
Uji Fisher's Exact

kategori perilaku pemenuhan


kebutuhan seks
Baik Tidak Baik Total p- value
Lama Frekuensi 29 13 42 0.044
Rawat %
69.0% 31.0% 100.0%
(Sedang)
Lama Frekuensi 0 2 2
Rawat %
.0% 100.0% 100.0%
(Lama)
Frekuensi 29 15 44
% 65.9% 34.1% 100.0%
12

Tabel 4.6 merupakan tabel hasil uji Fisher's Exact pada program spss.

Dari uji tersebut diperoleh hasil dari 42 responden yang dirawat kurun

waktu 4-7 hari, 29 di antaranya memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan

seks baik dan 13 memiliki perilaku pemenuhan kebutuhan seks tidak baik.

Sedangkan 2 responden yang dirawat kurun waktu ≥ 8 hari memiliki

perilaku pemenuhan kebutuhan seks tidak baik. Dari hasil uji tersebut juga

diperoleh nilai p value 0.044 yang artinya dibawah derajat alpha 0.05

sehingga di artikan terdapat hubungan lama dirawat dengan Perilaku

Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di Rumah Sakit

Umum Islam Kustati Surakarta.

Pembahasan

1. Karakteristik

a) Pekerjaan

Hasil analisis menunjukkan pekerjaan responden bermacam-

macam. Jika dilihat dari pekerjaan responden bervariasi, ada yang

bekerja sebagai pedagang, wiraswasta, pegawai swasta bahkan ada yang

tidak bekerja. Meskipun jumlah responden yang tidak bekerja 4

responden (9,1%) tetapi jika dihitung masih banyak responden yang

melalukan pekerjaan. Pasien yang melakukan perawatan dan diwajibkan

tinggal di rumah sakit dalam jangka waktu tertentu. Namun dalam

penelitian menunjukkan bahwa walaupun responden menjalani


13

perawatan lama tetapi mereka masih memiliki keinginan untuk

melakukan hubungan seksual.

b) Umur

Hasil analisis menunjukkan tingkatan umur yan bervariasi. Jika

dilihat dari data yang diperoleh mayoritas responden memiliki kategori

umur 30-39 tahun dengan frekuensi 24 responden (54.5%). Melihat

prosentasi di atas mayoritas adalah usia produktif dan menunjukan

bahwa mereka masih membutuhkan seks, dan masih mempunyai

keinginan dalam pemenuhan kebutuhan seksual walau sedang menjalani

perawatan di RS.

c) Status

Hasil penelitian diperoleh semua responden sudah berstatus

menikah dengan prosentase 100%. Menurut peneliti, status menikah

responden semakin mendorong respoden untuk melakukan perilaku

pemenuhan kebutuhan seksual. Susanti (2009) menyebutkan bahwa

pemenuhan kebutuhan seksual merupakan salah satu kebutuhan dasar

manusia yang harus terpenuhi. Di dalam masyarakat bebas, seseorang

dapat menyalurkan kebutuhan seksualnya sesuai dengan keinginan dan

orientasi seksual yang dimilikinya.

2. Analisa Univariat

a) Distribusi frekuensi lama dirawat

Hasil penelitian diperoleh mayoritas responden dirawat dalam

kategori sedang (4-7 hari) dengan frekuensi 42 responden (95.5%).


14

Definisi dari rawat inap adalah pelayanan kepada pasien rumah sakit

atau institusi layanan kesehatan lainnya yang menjadi tempat tidur

perawatan untuk keperluan observasi diagnosa, terapi, rehabilitasi

medik, dan atau pelayanan medik lainnya (Depkes RI, 2010). Rawat

inap adalah bentuk pelayanan perawatan pasien dan pasien tersebut

diwajibkan tinggal di rumah sakit atau institusi penyelenggara layanan

kesehatan lainnya dalam jangka waktu tertentu. Hasil penelitian ini

menunjukan bahwa rata – rata lama rawat inap mencakup dalam

kategori sedang (4-7 hari) dengan frekuensi 42 responden (95.5%).

Lama rawat inap adalah waktu yang dibutuhkan pasien menjalani

perawatan dan tinggal di institusi.

Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian dari Tubagus (2019)

yang dalam penelitiannya menunjukan karakteristik lama rawat inap

pada kategori perawatan sedang sebanyak 25 orang atau sebesar 41,7%.

Menurut peneliti, hasil yang menunjukan mayoritas responden

dirawat 4-7x karena mayoritas responden dirawat inap untuk menjalani

operasi patah tulang. Sehingga perawatan setelah operasi patah tulang

memerlukan waktu 4-5 hari tergantung dari kasus tulang yang patah.

Hal tersebut di dukung oleh penelitian dari Aghnia (2015) dimana dalam

penelitiannya Rata-rata lama rawat inap pada pasien fraktur terbuka

pada fase golden periode yaitu 7,32 hari.

Kemudian penelitian Tantri (2019) yang dalam penelitiannya

menyebutkan lama rawat inap pasien di rumah sakit didapatkan waktu


15

rawat inap terbanyak adalah kurang dari 5 hari yaitu pada 569 kasus

(84%).

b) Distribusi frekuensi perilaku pemenuhan seks

Hasil penelitian diperoleh mayoritas memiliki perilaku

pemenuhan seks baik dengan frekuensi 29 responden (65.9%). Aktivitas

seksual responden diidentifikasi dari keinginan pasien untuk melakukan

hubungan seksual. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa responden

pada umumnya memiliki keinginan untuk melakukan hubungan seksual.

Pemenuhan kebutuhan seksual merupakan bagian integral dari

kepribadian manusia sebagai makhluk seksual, dan perilaku seksual

yang ditunjukan oleh seseorang merupakan wujud pemenuhan hasrat

seksual. Setiap orang dengan kondisi yang sehat dan tidak ada hambatan

apapun mampu memenuhi aktivitas seksual atau dapat mengekspresikan

seksualitasnya dengan baik (Buladja, 2012).

Irawati dalam Sasmito (2015) mengatakan bahwa pasien yang

mengalami permasalahan seksual didapatkan rata-rata pasien yang

mengkonsultasikan permasalahan ini masih sangat rendah. Hasil

penelitian tersebut sesuai dengan penelitian dari Darayani (2015) yang

dalam penelitiannya disimpulkan bahwa sebanyak 13 responden (37%)

dinyatakan terpenuhi kebutuhan seksualnya melalui ungkapan seksual

dengan mengungkapan rasa sayang, perhatian, pelukan, rabaan, belaian,

cium, dan berpenampilan menarik.


16

Kemudian penelitian Malik (2015) yang dalam penelitiannya

didapatkan bahwa pemenuhan kebutuhan seksual pasien DM di RSUD

Labuang Baji Makassar terbanyak dalam kategori tidak terpenuhi 27

orang (57,7%) dan untuk kebutuhan seksual yang terpenuhi sebanyak 22

orang (42,3%).

3. Analisa Bivariat

Hasil uji Fisher's Exact diperoleh nilai p value 0.044 yang artinya

dibawah derajat alpha 0.05 sehingga di artikan terdapat hubungan lama

dirawat dengan Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pada Pasien

Laki-Laki Di Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta. Menurut

peneliti, hasil tersebut menunjukan bahwa lama rawat pasien

mempunyai hubungan dengan pemenuhan kebutuhan seksual

dilingkungan rumah sakit. Saat pasien memasuki rumah sakit, privasi

pasien berkurang dikarenakan memasuki lingkungan yang lebih terbuka.

Rumah sakit terbuka bagi perawat dan siapa saja sepanjang

waktu dan privasi hanya dibatasi dengan tirai pemisah sehingga perilaku

dan perasaan seksual dapat menurun atau menghilang dan ini merupakan

masalah yang sangat penting. Gangguan Pemenuhan kebutuhan seksual

dapat mempengaruhi banyak hal seperti kualitas hidup pasien. Hal

tersebut sesuai dengan penelitian dari Purnamasari (2020) yang dalam

penelitiannya menujukan hubungan pemenuhan kebutuhan seksual

dengan kualitas hidup pada pasien di Rumah Sakit Labuang Baji

Makassar. Hasil uji statistic Fisher's Exact didapatkan hasil 0 cells


17

(0,0%) dengan expected count < 5 dan nilai signifikan p value=0,000 (p

< 0.05).

Hasil penelitian menunjukan bahwa lama pasien dirawat akan

berhubungan dengan perilaku pemenuhan kebutuhan seksual. Menurut

peneliti program pemeriksaan dan pengobatan yang dijalani akan

berdampak pada waktu pemenuhan kebutuhan seksual pasien.

Hasil tersebut sesuai dengan penelitian dari Tubagus (2016) yang

hasil penelitian dengan uji Fisher's Exact Test  menunjukan nilai P Value

= 0,044 ( <0,05), maka ada hubungan lama rawat inap dengan

pemenuhan kebutuhan seksual pasien skizofrenia berstatus

menikah.Penelitian dari Baek dkk (2018) menyebutkan bahwa Secara

keseluruhan, 55% (25.228) pasien rawat inap dipulangkan dalam waktu

4 hari serta terdapat hubungan antara lama rawat inap dengan catatan

kesehatan.

Hasil penelitian menunjukan mayoritas responden dirawat 4-7

hari. Hal ini secara tidak langsung akan berdampak pada pemenuhan

kebutuhan seksual pasien. Pada penelitian yang dilakukan Kenzi dalam

subinarto (2004) sebagaimana dikutip Dr. M. Qarani, pria yang telah

menikah yang berusia antara 21 – 25 tahun rata-rata dapat melakukan

hubungan seks sebanyak 3 kali dalam seminggu. Sedangkan yang

berusia antara 31 – 35 tahun rata-rata melakukan hubungan seks dua kali

dalam seminggu. Jumlah ini akan kurang lagi hingga hanya bisa

melakukan hubungan seks tiga kali dalam dua minggu pada saat pria
18

berusia 45 tahun. Kemudian hanya satu kali dalam satu minggu untuk

pria yang telah melewati usia 56 tahun. Dari frekuensi tersebut,

mayoritas responden yang berumur 30-39 tahun akan mengalami

perubahan frekuensi berhubungan seksual.

Pemenuhan kebutuhan seksual pasien akan berdampak pada

kualitas hidup pasien. Hal tersebut di dukung oleh penelitian Sasmitho

(2015) yang menyebutkan pemenuhan kebutuhan seksual dengan

kualitas hidup pasien di RS PKU Muhammadiyah Unit II Yogyakarta

dibuktikan dengan uji korelasi Pearson Product Moment didapatkan

hasil signifikansi p-value laki-laki 0,000 dan perempuan 0,002 (p<0,05).

Penelitian yang dilakukan oleh Maharani (2016)

menyebutkan aktivitas seksual secara fisik yang terbanyak adalah

berpelukan, berciuman dan hubungan badan. Aktivitas seksual secara

psikologis yang paling sering dilakukan adalah memberikan dukungan

kepada pasangan. Kepuasan seksual diperoleh dari komunikasi dan

hubungan badan. Hasil penelitian tersebut dapat menjadi dasar petugas

medis dalam pemberian penyuluhan tentang dukungan pemenuhan

kebutuhan seksual pasien selama dirawat. Sehingga diharapkan dengan

pemenuhan kebutuhan seksual tidak tergangu maka pengobatan yang

dijalani pasien juga akan berjalan lancar.

A. Keterbatasan Penelitian

Penelitian tentang Hubungan Lama Perawatan Dengan Perilaku

Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki Di Rumah Sakit


19

Umum Islam Kustati Surakarta ini masih ditemukan beberapa kekurangan

yang perlu diperbaiki untuk penelitian lebih lanjut. Keterbatasan yang

penulis jumpai pada proses penelitian ini adalah ada faktor lain yang tidak

bisa dikendalikan oleh peneliti karena pandemi Covid-19. Sehingga ada

keterbatasan untuk mengunjuni pasien. Selain hal tersebut keterbatasan

penelitian ini adalah saat di lakukan masih di temukan responden yang

cangung atau malu malu untuk mengisi kuisener yang diberikan ke pasien

tersebut sehingga menolak untuk dijadikan responden.


SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan

1. Hasil penelitian diperoleh frekuensi lama dirawat responden mayoritas

dalam kategori sedang (4-7 hari) dengan frekuensi 42 responden

(95.5%).

2. Hasil penelitian diperoleh mayoritas memiliki perilaku pemenuhan

kebutuhan seks baik dengan frekuensi 29 responden (65.9%).

3. Hasil penelitian diperoleh nilai p value 0.044 yang artinya dibawah

derajat alpha 0.05 sehingga di artikan terdapat hubungan lama dirawat

dengan Perilaku Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pada Pasien Laki-Laki

Di Rumah Sakit Umum Islam Kustati Surakarta.

B. Saran

1. Bagi Responden/ Keluarga

Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan pemahaman tentang

pentingya perilaku seksual yang positif selama menjalani perawatan di

RS.

2. Bagi Tempat Penelitian

Diharapkan dapat bermanfaat bagi Rumah Sakit sebagai masukan dan

pertimbangan dalam menyikapi masalah lamanya perawatan dengan

20
21

perilaku pemenuhan kebutuhan seksual pada pasien laki-laki di RSUI

Kustati.

3. Bagi Institusi Kesehatan dan Perawat

Hasil dari penelitian ini dapat digunakan untuk penyusunan standar

operasional prosedur (SOP) maupun kebijakan tentang bagaimana

memfasilitasi pasien berkaitan dengan pemenuhan kebutuhan seksual

selama pasien dalam perawatan di RS.

4. Bagi Peneliti

Diharapkan bisa menambah pengalaman dalam berbagi ilmu kepada

pasien yang membutuhkan informasi.

5. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian dapat dijadikan acuan untuk melakukan penelitian lebih

dalam tentang faktor lain/ variable lain tentang hubungan lama

perawatan dengan perilaku pemenuhan kebutuhan seksual pada pasien

laki-laki.
DAFTAR PUSTAKA

Alvaenatun Hesti, 2020, LP Harian Kebutuhan Seksual,


https://id.scribd.com/document/497715815/lp-harian-kebutuhan-seksual.
Diakses pada 07 September 2021.

Alvin Saputra dr, 2021, Mengenal Peran dan Fungsi Perawat Yang Perlu
Diketahui, https://aido.id/health-articles/mengenal-peran-dan-fungsi-
perawat-yang-perlu-diketahui/detail, Diakses pada 07 Sepember 2021

Asmadi, (2008). Konsep Dasar Keperawatan, Jakarta : EGC

Aghnia (2015). Perbandingan Lama Rawat Inap Antara Pasien Fraktur Terbuka
Grade Iii Dalam Fase Golden Period Dengan Over Golden Periode.
Universitas Sebelas Maret

Dian, R., Aat S., Taty H., 2010. Pengalaman Pemenuhan Seksual Klien
Skizoprenia Selama Dirawat Di Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat
Jurnal Keperawatan Volume 12 No 1, Hal 10, Diakses pada 03 Desember
2020 jam 20.15 wib.

Hidayat (2017).  Metode penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis. Data.


Jakarta: Salemba Medika

Irwan, 2012. Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kualitas Hidup Pasien


Penderita HIV/AIDS di Poli Klinik Akasia RSUD Majalengka

Michael T. Vossmeyer, 2007 https: sciencedirect.com[ Diakses pada 21 Februari


2021 jam 20.00 wib.

Muhammad, S. A. T., Titik, S., dan Wignyo, S., 2016. Hubungan Lama Rawat
Inap Dengan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Pasien Skizofrenia Berstatus
Menikah Jurnal Keperawatan Volume 4 No 2, Hal 126 - 131, Diakses
pada 13 Desember 2020 jam 17.30 wib.

PKBI (2020).pengertian seks dan seksualitas. https://pkbi-diy.info/pengertian-


seks-dan-seksualitas/, Diakses pada 03 Desember 2020 jam 20.00 wib.
Rekam Medis RSUI Kustati Surakarta. 2020. Jumlah Penderita Rawat Inap di
RSUI Kustati Surakarta. Tidak dipublikasikan

Ririanty (2009). Aktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seksual beresiko anak


jalanan di kabupaten jember propinsi jawa timur. Masters thesis,
universitas diponegoro

Sarwono, 2011. Pengantar Psikologi Umum. Jakarta: Pt Raja Grafindo Persada

Sasmitho (2015). Hubungan Pemenuhan Kebutuhan Seksual Dengan Kualitas


Hidup Pasien Gagal Ginjal Kronik Di Rs Pku Muhammadiyah Unit Ii
Yogyakarta. Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan ‘Aisyiyah Yogyakarta

Siswanto dkk, 2015. Metodologi Penelitian Kesehatan dan Kedokteran.


Yogyakarta: Bursa Ilmu

Soekidjo, N. 2012. Metode Penelitian Kesehatan. Jakarta; Rineka Cipta.

Sugiyono, 2016.Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Bandung;


Alfabeta.

Supartini (2004). Buku ajar konsep dasar keperawatan anak. Jakarta: EGC

Tubagus (2019) . Hubungan Lama Rawat Inap Dengan Pemenuhan Kebutuhan


Seksual Pasien Skizofrenia Berstatus Menikah. Program Studi Ilmu
Keperawatan Universitas Islam Sultan Agung Semarang

https://www.merdeka.com/sehat/matcont-5-penyakit-yang-memberikan-
pengaruh-buruk-pada-kehidupan-seks.html Diakses pada 03 Desember
2020 jam 19.30 wib.

Anda mungkin juga menyukai