Anda di halaman 1dari 25

Metabolisme Pada

Pasien Trauma
• Trauma akan menginduksi perubahan massif pada
kondisi fisiologis dengan alterasi dari jalur metabolic
dan aktivasi system imun innate.
• Perubahan metabolic ditandai dengan
hipermetabolisme dengan peningkatan penggunaan
energy, katalobisme protein, resistensi insulin dengan
hiperglikemia, kegagalan toleransi glukosa dan kadar
insulin plasma tinggi (traumatic diabetes)
• Perubahan metabolic setelah trauma disebutkan oleh
Cuthbertson (Lancet 1942, 1:433–437), dengan dua
fase : "ebb" phase dan "flow" phase
Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early
nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Pembagian lain, menyebutkan ke dalam 3 fase:
1. Ebb phase atau penurunan laju metabolism pada fase awal syok
(24-48 jam). Ditandai dengan rekonstruksi perfusi jaringan
normal dan usaha mempertahankan homeostasis. Terjadi
penurunan energy tubuh total dan ekskresi nitrogen urine.
2. Flow phase atau fase katabolic, reaksi “all or nothing” yang
berarti aliran substrate harus cukup tinggi untui reaksi “hit or
run”. Sehingga dapat menghindari situasi perdarahan dan
infeksi.
3. Anabolic phase, jika kehilangan jaringan tidak dapat diganti
dengan resintesis setelah respon metabolic pada trauma
berhenti.

Response to trauma and metabolic changes: posttraumatic


metabolism. Turgay Şimşek. Ulusal Cer Derg 2014; 30: 153-9.
DOI: 10.5152/UCD.2014.2653
• Peralihan dari kondisi katabolic menuju kondisi
anabolic pada fase awal bergantung pada derajat
cedera.
• Peralihan ini terjadi sekitar 3-8 hari setelah
pembedahan elektif tanpa komplikasi.
• Namun dapat terjadi dala, beberapa minggu setelah
trauma berat dan sepsis.
• Kondisi ini dikenal sebagai fase penarikan kortikoid
dan ditandai dengan penurunan ekskresi nitrogen
dan keseimbangan potassium-nitrogen.
Response to trauma and metabolic changes: posttraumatic
metabolism. Turgay Şimşek. Ulusal Cer Derg 2014; 30: 153-9.
DOI: 10.5152/UCD.2014.2653
"ebb" phase "flow" phase
• Diinisiasi dalam • Terjadi setelah kompensasi
beberapa menit setelah shock perdarahan
trauma dan bertahan traumatic.
hingga beberapa jam • Terkait dengan peningkatan
turnover metabolic, aktivasi
setelah cedera awal. system imun innate dan
• Ditandai dengan induksi respons hepatic fase
penurunan suhu tubuh akut
dan konsumsi oksigen, • Berdampak peningkatan
yang bertujuan kondisi katabolic dengan
menurunkan deplesi peningkatan signifikan
konsumsi energy dan
energy paska trauma. oksigen.

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early
nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Jumlah konsumsi oksigen dan kebutuhan
pada pasien dengan shock perdarahan
traumatic, dihitung dengan formula Nunn-
Freeman

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Pada kondisi hipermetabolik akut, kaskade inflamasi
sistemik terinisiasi sebagai konsekuensi trauma,
dengan ditandai pelepasan sitokin proinflamasi dan
aktivasi system komplemen.
• Penggunaan rutin terapi vasoaktif untuk resusitasi
hemodinamik memberi dampak yang jelas pada
metabolism dan status energy organ pada pasien.
• Obat vasoaktif akan mengganggu fungsi kelenjar
pituitary, yang berdampak gangguan hormonal.
• Sehingga akan mengakibatkan katabolisme lebih
lanjut dengan penurunan kadar serum hormone
anabolic.
Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early
nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Di sisi lain, kadar katekolamin endogen, kortisol dan
glucagon meningkat tinggi setelah trauma, dan
mengakibatkan peningkatan mobilisasi substrat
energy.

• Kelanjutan dari kondisi metabolic akan diarahkan


kembali untuk mendukung respon imun dan
penyembuhan luka dengan risiko proteinolisis dari
otot skeletal.

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
Metabolic control dan
immunonutrition
• Kondisi hiperkatabolisme setelah cedera berat akan
menyebabkan komplikasi berat terkait hiperglikemia,
hipoproteinemia, asidosis laktat, dan imunosupresi paska
trauma.
• Keberadaan dan signifikansi dari alterasi metabolic harus
dideteksi dan ditangani dengan tepat.
• Regimen terapi optimal harus mencakup konsep "metabolic
control" selain pengukuran awal pada resusitasi dengan
kontrol perdarahan dan mempertahankan jalan nafas dan
oksigenasi.

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Kondisi katabolic memerlukan pengaturan
keseimbangan energy dengan substitusi
protein dini dan nutrisi hiperkalorik
• Pasien dengan cedera mayor tanpa nutrisi
dalam beberapa hari pertama akan
memunculkan deficit kalori dan protein yang
berkontribusi pada risiko peningkatan
komplikasi seperti infeksi dan gagal organ

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
• Dukungan nutrisi khusus untuk pasien cedera parah termasuk
pemberian "immune nutrient cocktails" yang terbukti meningkatkan
survival pada periode perawatan intensif
• Konsep "immunonutrition" dikembangkan dengan suplementasi
glutamin pada nutrisi enteral
• Glutamin merupakan asam amino esensial yang menunjukkan manfaat
metabolic
• Mediasi efek imunologis, induksi aktivitas fagositik neutrophil, burst oksidatif
• Proteksi neutrophil dari apoptosis
• Prekursor glutathione, sebagai bahan antioxidant dan proteksi seluler dari
iskemia / cedera reperfusi

Metabolic changes after polytrauma: an imperative for early


nutritional support. Erik Hasenboehler et al. World Journal of
Emergency Surgery 2006, 1:29 doi:10.1186/1749-7922-1-29
Pathophysiology of trauma

Cardiovascular response
• Respon CVS terkait perdarahan, kerusakan jaringan,
nyeri dan cemas, dengan 3 fase:
1. Peningkatan HR dan SVR total untuk
mempertahankan tekanan darah
2. Setelah kehilangan darah pada rongga ketiga,
tekanan darah akan turun dan diikuti bradikardia
dan sinkop
3. Setelah kehilangan 44% darah, HR akan
meningkat masif
Basics in Clinical Nutrition: Nutritional support in trauma. Laurence
Genton. e-SPEN, the European e-Journal of Clinical Nutrition and
Metabolism 5 (2010) e107–e109
Inflammatory response
• Terjadi peningkatan produksi sitokin (TNF-a, IL-1, IL-6, IL-10)
di GI tract melalui stimulasi pada jaringan limfoid dan local
pada jaringan trauma.
• Sekresi sitokin akan menimbulkan multiple organ failure
(MOF)
• MOF dapat muncul dalam 2 mekanisme : “one hit” atau
“two hit”
• One hit: MOF terjadi segera setelah trauma berat
• Two hit: MOF terjadi dengan dipicu oleh pembedahan,
infeksi dan / atau iskemia beberapa hari setelah trauma
Basics in Clinical Nutrition: Nutritional support in trauma. Laurence
Genton. e-SPEN, the European e-Journal of Clinical Nutrition and
Metabolism 5 (2010) e107–e109
Metabolic response
• Terdiri dari hipermetabolisme (dimediasi dengan stimulasi
hormone katabolic  glucagon, aktekolamin dan kortikoid)
• Terkait dengan nutrisi yang tidak memadai, pemberian
glukokortikoid dan imobilisasi fisik, akan mengakibatkan
respon neuroendokrin  pemecahan protein menjadi asam
amino untuk membentuk glukosa de novo di hepar.
• Glukosa ini akan mensuplai energy anaerob pada sel dengan
mitokondria yang belum berkembang (jaringan granulasi).
• Pada pasien trauma, penyembuhan terhambat,
kemungkinan akibat perubahan fungsi limfosit atau obat-
obatan.
Basics in Clinical Nutrition: Nutritional support in trauma. Laurence
Genton. e-SPEN, the European e-Journal of Clinical Nutrition and
Metabolism 5 (2010) e107–e109
Basics in Clinical Nutrition: Nutritional support in trauma. Laurence
Genton. e-SPEN, the European e-Journal of Clinical Nutrition and
Metabolism 5 (2010) e107–e109
ROUTE OF NUTRITIONAL
SUPPORT
REKOMENDASI
A. Level I
• Pasien dengan cedera tumpul dan tembus, bila memungkinkan harus diberi
nutrisi lewat jalur enteral dibanding jalur parenteral, karena insiden
komplikasi sepsis yang lebih rendah
B. Level II
• Pasien dengan cedera otak berat lebih dipertimbangkan nutrisi enteral dini,
karena hasil sebanding dengan parenteral, biaya dan komplikasi terkait nutrisi
enteral lebih rendah. Jika nutrisi enteral tidak memungkinkan atau tidak dapat
ditoleransi, nutrisi parenteral dapat diberikan
C. Level III
• Pada pasien cedera berat, TPN diberikan pada hari-7 jika nutrisi enteral gagal
• Pasien yang gagal mentoleransi sedikitnya 50% target nutrisi enteral pada
hari-7 harus mendapat TPN, tetapi disapih setelah target 50% tercapai
Practice Management Guidelines for Nutritional Support
of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
EARLY VERSUS DELAYED
ENTERAL FEEDINGS
REKOMENDASI
A. Level I
• Pada pasien cedera tumpul/tembus, tidak ada manfaat nutrisi enteral dalam 24 jam
dibanding dalam 72 jam pertama
B. Level II
• Pada pasien luka bakar, nutrisi intragastrik harus dimulai segera setelah pasien MRS, karena
penundaan nutrisi enteral (18 jam) berisiko gastroparesis dan kebutuhan nutrisi IV
• Pasien dengan cedera otak berat yang tidak mentoleransi nutrisi gastrik dalam 48 jam
cedera harus dialihkan ke nutrisi postpilorik, secara ideal dilewatkan setelah Lig Treitz
C. Level III
• Pasien yang belum diresusitasi komplit tidak boleh mendapat nutrisi enteral karena risiko
intoleransi GI dan kemungkinan nekrosis intestinal
• Pada pasien cedera berat yang menjalani laparotomy untuk trauma tumpul dan tembus,
akses enteral langsung harus dilakukan (via nasojejunal / gastrojejunal / feeding
jejunostomy) dan nutrisi enteral diberikan setelah resusitasi

Practice Management Guidelines for Nutritional Support


of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
SITE OF ENTERAL SUPPORT:
GASTRIC VERSUS
JEJUNAL
REKOMENDASI
A. Level I
• No recommendations.
B. Level II
• Pada pasien kritis, nutrisi enteral tidak boleh ditunda karena
kurangnya akses postpilorik. Akses gastrik memungkinkan
dan lebih mudah, dan hasil sebanding dengan nutrisi melalui
duodenum.
C. Level III
• Pasien dengan risiko tinggi aspirasi karena retensi gastrik
atau refluk harus mendapat nutrisi enteral melalui jejunum
Practice Management Guidelines for Nutritional Support
of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
ASSESSMENT OF ENERGY AND
SUBSTRATE
REQUIREMENTS FOR THE
TRAUMA PATIENT
REKOMENDASI
A. Level I
• No recommendations.
B. Level II
• Pasien cedera sedang-berat (ISS 25-30), harus diberikan 25-30 kkal/kg/hari atauu
120-140% BEE sesuai rumus Harris Benedict
• Pasien dengan COB (GCS < 8) diberikan 30 kkal/kg/hari (140% MREE) pada pasien
yang tidak diparalisis atau 25 kkal/kg/hari (100% MREE) pada pasien paralisis
• Dalam 2 minggu pertama setelah SCI, dukungan nutrisi diberikan 20-22
kkal/kg/hari (55-90% BEE untuk tetraplegia dan 22-24 kkal/kg/hari (800-90%
BEE) untuk paraplegi
• Pasien luka bakar >50% BSA harus mendapat suplementasi TPN untuk mencapai
kebutuhan kalori Curreri, terkait risiko mortalitas dan aberasi fungsi sel T

Practice Management Guidelines for Nutritional Support


of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
• Sekali atau dua kali per minggu kebutuhan energy ditentukan dengan kalorimetri untuk
menghindari over / under nutrisi pada pasien luka bakar
• Pasien luka bakar yang memerlukan debridement berkala harus mendapat nutrisi enteral
selama intraoperative, tindakan ini aman dan memberi pencapaian kalori dan protein yang
baik
• Sekitar 1.25 gr protein/kg/hari cukup untuk sebagian besar pasien, dan hingga 2g/kg/hari
cukup untuk pasien luka bakar
• Pemberian karbohidrat tidak boleh melebihi 5 mg/kg/menit (25 kkal/kg/hari) untuk pasien
luka bakar. Melebihi batas iniakan menyebabkan kecenderungan komplikasi metabolic
terkait over feeding
• Lipi IV atau intake lemak harus dipantau secara hati-hati dan dipertahankan < 30% total
kalori. Pemberian lemak 0% atau minimal pada fase akut akan meminimalkan risiko infeksi
dan menurunkan lama rawat inap
C. Level III
• Pasien dengan luka bakar <20%-30% BSA memerlukan suplementasi kalori melebihi
kebutuhan pasien tanpa luka bakar

Practice Management Guidelines for Nutritional Support


of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
MONITORING NUTRITIONAL
SUPPORT IN THE
TRAUMA PATIENT
REKOMENDASI
A. Level I
• No recommendations.
B. Level II
• Pada pasien cedera kepala, dan pasien multi trauma, prealbumin serum
merupakan indicator serum yang paling baik untuk menentukan kecukupan
nutrisi
• Kadar albumin terkait status nutrisi yang lebih jelek dan tidak boleh
digunakan untuk menentukan kecukupan nutrisi
C. Level III
• Penentuan kadar serum reaktan fase akut (C-reactive protein, fibrinogen,
alpha-1-glycoprotein), bersamaan dengan konstituen protein (prealbumin,
retinol-binding protein, transferrin) dapat meningkatkan manfaat
pemantauan dukungan nutrisi
Practice Management Guidelines for Nutritional Support
of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
STANDARD VERSUS ENHANCED
NUTRITIONAL
SUPPORT
REKOMENDASI
A. Level I
• No recommendations.
B. Level II
• No recommendations.
C. Level III
• Penggunaan formulasi enteral dengan dosis adekuat arginine dan
glutamin menunjukkan penurunan lama rawat inap dan morbiditas
sepsis pada pasien cedera berat (ISS 20, ATI 25). Dosis tepat dan lama
terapi ARG dan GLN untuk mencapai efek ini belum dapat ditentukan.

Practice Management Guidelines for Nutritional Support


of the Trauma Patient. David G. Jacobs et al. EAST Practice
Management Guidelines. J Trauma. 2004;57:660 –679.
• Terapi nutrisi harus dimulai dini, segera setelah pasien tercapai
kondisi hemodinamik stabil dalam 48 jam pertama atau setelah
operasi.
• Dapat dimulai dengan enteral atau parenteral atau kombinasi
• Nutrisi enteral lebih dipertumbangkan, dan nutrisi parenteral untuk
pasien yang tidak dapat mentoleransi nutrisi enteral atau sebagai
komplemen
• Manfaat tambahan nutrisi enteral dapat dicapai dengan
menggunakan formula imunomodulasi (glutamin, arginine,
nukleotida, asam lemak omega-3)
• Sebagai kesimpulan dari pedoman penanganan trauma: A (airway), B
(breathing), C (circulation), D (disability) dan E (exposure), perlu
dilanjutkan dengan F (feed)
Early nutritional therapy in trauma: after A, B, C,
D, E, the importance of the F (FEED). ALBERTO
BICUDO-SALOMÃO. Rev. Col. Bras. Cir. 2013; 40(4): 342-346

Anda mungkin juga menyukai