Anda di halaman 1dari 29

BAB I

GANGGUAN MENTAL ORGANIK

A.

PENDAHULUAN

Gangguan otak organik didefinisikan sebagai gangguan dimana terdapat suatu patologi yang
dapat

diidentifikasi

(contohnya

tumor

otak.

penyakit

cerebrovaskuler,

intoksifikasi

obat).1,2,3 Sedangkan gangguan fungsional adalah gangguan otak dimana tidak ada dasar
organik yang dapat diterima secara umum (contohnya Skizofrenia. Depresi) Dari sejarahnya,
bidang neurologi telah dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut organik dan
Psikiatri dihubungkan dengan pengobatan gangguan yang disebut fungsional.1
Didalam DSM IV diputusakan bahwa perbedaan lama antara gangguan organik dan fungsional
telah ketinggalan jaman dan dikeluarkan dari tata nama. Bagian yang disebut Gangguan Mental
Organik dalam DSM III-R sekarang disebut sebagai Delirium, Demensia, Gangguan Amnestik
Gangguan Kognitif lain, dan Gangguan Mental karena suatu kondisi medis umum yang tidak
dapat diklasifikasikan di tempat lain.1
Menurut PPDGJ III gangguan mental organik meliputi berbagai gangguan jiwa yang
dikelompokkan atas dasar penyebab yang lama dan dapat dibuktikan adanya penyakit, cedera
atau ruda paksa otak, yang berakibat disfungsi otak Disfungsi ini dapat primer seperti pada
penyakit, cedera, dan ruda paksa yang langsung atau diduga mengenai otak, atau sekunder,
seperti pada gangguan dan penyakit sistemik yang menyerang otak sebagai salah satu dari
beberapa organ atau sistem tubuh4
PPDGJ II membedakan antara Sindroma Otak Organik dengan Gangguan Mental Organik.
Sindrom Otak Organik dipakai untuk menyatakan sindrom (gejala) psikologik atau perilaku
tanpa kaitan dengan etiologi. Gangguan Mental Organik dipakai untuk Sindrom Otak Organik
yang etiolognnya (diduga) jelas Sindrom Otak Organik dikatakan akut atau menahun
berdasarkan dapat atau tidak dapat kembalinya (reversibilitas) gangguan jaringan otak atau
Sindrom Otak Organik itu dan akan berdasarkan penyebabnya, permulaan gejala atau lamanya
penyakit yang menyebabkannya. Gejala utama Sindrom Otak Organik akut ialah kesadaran yang

menurun (delirium )dan sesudahnya terdapat amnesia, pada Sindrom Otak Organik menahun
(kronik) ialah demensia.2,4
BAB II
PERBANDINGAN

PENGGOLONGAN

GANGGUAN MENTAL ORGANIK


Menurut PPDGJ III, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut :
l. Demensia pada penyakit Alzheimer
1.1 Demensia pada penyakit Alzheimer dengan onset dini.
1.2.Demensia pada penvakit Alzheimer dengan onset lambat.
1.3.Demensia pada penyakit Alzheimer, tipe tak khas atau tipe campuran.
1.4. Demensia pada penyakit Alzheimer Yang tidak tergolongkan ( YTT).
2. Demensia Vaskular
2.1.Demensia Vaskular onset akut.
2.2. Demensia multi-infark
2.3 Demensia Vaskular subkortikal.
2.4. Demensia Vaskular campuran kortikal dan subkortikal
2.5. Demensia Vaskular lainnya
2.6. Demensia Vaskular YTT
3. Demensia pada penyakit lain yang diklasifikasikan di tempat lain (YDK)
3.1. Demensia pada penyakit Pick.
3.2. Demensia pada penyakit Creutzfeldt Jakob.
3. 3. Demensia pada penyakit huntington.

DIAGNOSIS

3.4. Demensia pada penyakit Parkinson.


3.5. Demensia pada penyakit human immunodeciency virus (HIV).
3.6. Demensia pada penyakit lain yang ditentukan (YDT) dan YDK
4. Demensia YTT.
Karakter kelima dapat digunakan untuk menentukan demensia pada 1-4 sebagai berikut :
1. Tanpa gejala tambahan.
2. Gejala lain, terutama waham.
3. Gejala lain, terutama halusinasi
4. Gejala lain, terutama depresi
5. Gejala campuran lain.
5. Sindrom amnestik organik bukan akibat alkohol dan zat psikoaktif lainnya
6. Delirium bukan akibat alkohol dan psikoaktif lain nya
6.1. Delirium, tak bertumpang tindih dengan demensia
6.2. Delirium, bertumpang tindih dengan demensia
6. 3. Delirium lainya.
6.4

DeliriumYTT.

7. Gangguan mental lainnya akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik.
7.1. Halusinosis organik.
7.2. Gangguan katatonik organik.
7.3. Gangguan waham organik (lir-skizofrenia)
7.4. Gangguan suasana perasaan (mood, afektif) organik.

7.4.1. Gangguan manik organik.


7.4.2. Gangguan bipolar organik.
7.4.3. Gangguan depresif organik.
7.4.4. Gangguan afektif organik campuran.
7.5. Gangguan anxietas organik
7.6. Gangguan disosiatif organik.
7.7. Gangguan astenik organik.
7.8. Gangguan kopnitif ringan.
7.9. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik lain YDT.
7.10. Gangguan mental akibat kerusakan dan disfungsi otak dan penyakit fisik YTT.
8. Gangguan keperibadian dan prilaku akibat penyakit, kerusakan dan fungsi otak
8.1. Gangguan keperibadian organik
8.2. Sindrom pasca-ensefalitis
8.3. Sindrom pasca-kontusio
8.4. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak
lainnya.
8.5. Gangguan kepribadian dan perilaku organik akibat penyakit, kerusakan dan disfungsi otak
YTT.
9. Gangguan mental organik atau simtomatik YTT
Menurut Maramis, klasifikasi gangguan mental organik adalah sebagai berikut:
Demensia dan Delirium
Sindrom otak organik karena rudapaksa kepala.

Aterosklerosis otak
Demensia senilis
Demensia presenilis.
Demensia paralitika.
Sindrom otak organik karena epilepsi.
Sindrom otak organik karena defisiensi vitamin, gangguan metabolisme dan intoksikasi.
Sindrom otak organik karena tumor intra kranial.
Menurut DSM IV, klasifikasi gangguan mental organik sebagai berikut:
1. Delirium
1.1. Delirium karena kondisi medis umum.
1.2.

Delirium akibat zat.

1.3. Delirium yang tidak ditentukan (YTT)


2. Demensia.
2.1. Demensia tipe Alzheimer.
2.2. Demensia vaskular.
2.3. Demensia karena kondisi umum.
2.3.1. Demensia karena penyakit HIV.
2.3.2. Demensia karena penyakit trauma kepala.
2.3.3.

Demensia karena penyakit Parkinson.

2.3.4.

Demensia karena penyakit Huntington.

2.3.5.

Demensia karena penyakit Pick

2.3.6.

Demensia karena penyakit Creutzfeldt Jakob

2.4. Demensia menetap akibat zat


2.5. Demensia karena penyebab multipeL
2.6. Demensia yang tidak ditentukan (YTT)
3. Gangguan amnestik
3.1.Gangguan amnestik karena kondisi medis umum.
3.2 Gangguan amnestik menetap akibat zat
3.3 Gangguan amnestik yang tidak ditentukan ( YTT )
4. Gangguan kognitif yang tidak ditentukan.
BAB III
ISI
Delirium
Delirium adalah suatu sindrom dengan gejala pokok adanya gangguan kesadaran yang biasanya
tampak dalam bentuk hambatan pada fungsi kognitif.1,3
Etiologi
Delirium mempunyai berbagai macam penyebab. Semuanya mempunyai pola gejala serupa yang
berhubungan dengan tingkat kesadaran dan kognitif pasien. Penyebab utama dapat berasal dari
penyakit susunan saraf pusat seperti ( sebagai contoh epilepsi ), penyakit sistemik, dan
intoksikasi atau reaksi.3 putus obat maupun zat toksik. Penyebab delirium terbanyak terletak di
luar sistem pusat, misalnya gagal ginjal dan hati. Neurotransmiter yang dianggap berperan adalah
asetilkolin, serotonin, serta glutamat Area yang terutama terkena adalah formasio retikularis.1
Penyebab Delirium
Penyakit intrakranial

Epilepsi atau keadaan pasca kejang


Trauma otak (terutama gegar otak)
Infeksi (meningitis.ensetalitis).
Neoplasma.
Gangguan vaskular
Penyebab ekstrakranial
Obat-obatan (di telan atau putus),
Obat antikolinergik, Antikonvulsan, Obat antihipertensi, Obat antiparkinson. Obat antipsikotik,
Cimetidine,

Klonidine.

Disulfiram,

Insulin,

Opiat,

Fensiklidine,

Fenitoin,

Ranitidin,

Sedatif(termasuk alkohol) dan hipnotik, Steroid.


Racun
Karbon monoksida, Logam berat dan racun industri lain.
Disfungsi endokrin (hipofungsi atau hiperfungsi)
Hipofisis, Pankreas, Adrenal, Paratiroid, tiroid
Penyakit organ nonendokrin.
Hati (ensefalopati hepatik), Ginjal dan saluran kemih (ensefalopati uremik),
Paru-paru (narkosis karbon dioksida, hipoksia), Sistem kardiovaskular (gagal jantung, aritmia,
hipotensi).
Penyakit defisiensi (defisiensi tiamin, asam nikotinik, B12 atau asain folat)
Infeksi sistemik dengan demam dan sepsis.
Ketidakseimbangan elektrolit dengan penvebab apapun
Keadaan pasca operatif

Trauma (kepala atau seluruh tubuh)


Karbohidrat: hipoglikemi.1,3,4
Faktor predisposisi terjadinya delirium, antara lain:
Usia
Kerusakan otak
Riwayatdelirium
Ketergantungan alkohol
Diabetes
Kanker
Gangguan panca indera
Malnutrisi.3
Diagnosis
Kriteria Diagiostik untuk Delirium Karena Kondisi Medis Umum:
Gangguan kesadaran (yaitu, penurunan kejernihan kesadaran terhadap lingkungan) dengan
penurunan kemampuan untuk memusatkan, mempertahankan, atau mengalihkan perhatian.
Gangguan timbul setelah suatu periode waktu yang singkat (biasanya beberapa jam sampai hari
dan cenderung berfluktuasi selama perjalanan hari.
Perubahan kognisi (seperti defisit daya ingat disorientasi, gangguan bahasa) atau perkembangan
gangguan persepsi yang tidak lebih baik diterangkan demensia yang telah ada sebelumnya, yang
telah ditegakkan, atau yang sedang timbul.
Terdapat bukti-bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan Iaboratorium bahwa
gangguan adalah disebabkan oleh akibat fisiologis langsung dan kondisi medis umum.

Catatan penulisan : Masukkan nama kondisi medis umum dalam Aksis I, misalnya, delirium
karena ensefalopati hepatik, juga tuliskan kondisi medis umum pada Aksis III
Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan standar
a. Kimia darah (termasuk elektrolit, indeks ginjal dan hati, dan glukosa)
b. Hitung darah lengkap (CBC) dengan defensial sel darah putih
c. Tes fungsi tiroid
d. Tes serologis untuk sifilis
e. Tes antibodi HIV (human Immunodeficiency virus) f Urinalisa
g. Elektrokardiogram (EKG)
h. Elektroensefalogram (EEG)
i. Sinar X dada
j. Skrining obat dalam darah dan urin
Ies tambahan jika diindikasikan :
Kultur darah, urin, dan cairan serebrospinalis
Konsentrasi B 12, asam folat
Pencitraan otak dengan tomografi komputer (CT) atau pencitraan resonansi magnetik (MRI)
Pungsi lumbal dan pemetiksaan cairan serebrospinalis
Gambaran klinis
Kesadaran (Arousal)
Dua pola umum kelainan kesadaran telah ditemukan pada pasien dengan delirium, satu pola
ditandai oleh hiperaktivitas yang berhubungan dengan peningkatan kesiagaan. Pola lain ditandai

oleh penurunan kesiagaan. Pasien dengan delirium yang berhubungan dengan putus zat
seringkali mempunyai delirium hiperaktif, yang juga dapat disertai dengan tanda otonomik,
seperti kemerahan kulit, pucat, berkeringat, takikardia, pupil berdilatasi, mual, muntah, dan
hipertermia. Pasien dengan gejala hipoaktif kadang-kadang diklasifikasikan sebagai depresi,
katatonik atau mengalami demensia.1
Orientasi
Orientasi terhadap waktu, tempat dan orang harus diuji pada seorang pasien dengan delirium.
Orientasi terhadap waktu seringkali hilang bahkan pada kasus delirium yang ringan. Orientasi
terhadap tempat dan kemampuan untuk mengenali orang lain (sebagai contohnya, dokter,
anggota keluarga) mungkin juga terganggu pada kasus yang berat Pasien delirium jarang
kehilangan orientasi terhadap dirinya sendiri.
Bahasa dan Kognisi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai kelainan dalam bahasa. Kelainan dapat berupa
bicara yang melantur, tidak relevan, atau membingungkan (inkoheren) dan gangguan
kemampuan untuk mengerti pembicaraan Fungsi kognitif lainnya yang mungkin terganggu pada
pasien delirium adalah fungsi ingatan dan kognitif umum Kemampuan untuk menyusun,
mempertahankan dan mengingat kenangan mungkin terganggu, walaupun ingatan kenangan
yang jauh mungkin dipertahankan. Disarnping penurunan perhatian, pasien mungkin mempunyai
penurunan kognitif yang dramatis sebagai suatu gejala hipoaktif delirium yang karakteristik.
Pasien delirium juga mempunyai gangguan kemampuan memecahkan masalah dan mungkin
mempunyai waham yang tidak sistematik, kadang kadang paranoid.
Persepsi
Pasien dengan delirium seringkali mempunyai ketidak mampuan umum untuk membedakan
stimuli sensorik dan untuk mengintegrasikan persepsi sekarang dengan pengalaman masa lalu
mereka. Halusinasi relatif sering pada pasien delirium. Halusinasi paling sering adalah visual
atau auditoris walaupun halusinasi dapat taktil atau olfaktoris. Ilusi visual dan auditoris adalah
sering pada delirium.
Suasana Perasaan

Pasien dengan delirium mempunyai kelainan dalam pengaturan suasana Gejala yang paling
sering adalah kemarahan, kegusaran, dan rasa takut yang tidak beralasan. Kelainan suasana
perasaan lain adalah apati, depresi, dan euforia.
Gejala Penyerta : Gangguan tidur-bangun
Tidur pada pasien delirium secara karakteristik adalah tergangga Paling sedikit mengantuk
selama siang hari dan dapat ditemukan tidur sekejap di tempat tidurnya atau di ruang keluarga.
Seringkali keseluruhan siklus tidur-bangun pasien dengan delirium semata mata terbalik. Pasien
seringkali mengalami eksaserbasi gejala delirium tepat sebelum tidur, situasi klinis yang dikenal
luas sebagai sundowning.1
Gejala neurologis
Gejala neurologis yang menyertai, termasuk disfagia, tremor, asteriksis, inkoordinasi, dan
inkontinensia urin.
Diagnosis Banding
a. Demensia
b. Psikosis atau Depresi
Pengobatan
Tujuan utama adalah mengobati gangguan dasar yang menyebabkan delirium. Tujuan
pengobatan yang penting lainnya adalah memberikan bantuan fisik, sensorik, dan lingkungan.
Dua gejala utama dari delirium yang mungkin memerlukan pengobatan farmakologis adalah
psikosis dan insomnia Obat yang terpilih untuk psikosis adalah haloperidol (Haldol), suatu obat
antipsikotik golongan butirofenon, dosis awal antara 2 10 mg IM, diulang dalam satu jam jika
pasien tetap teragitasi, segera setelah pasien tenang, medikasi oral dalam cairan konsentrat atau
bentuk tablet dapat dimulai, dosis oral +I,5 kali lebih tinggi dibandingkan dosis parenteral Dosis
harian efektif total haloperidol 5 50 mg untuk sebagian besar pasien delirium. Droperidol
(Inapsine) adalah suatu butirofenon yang tersedia sebagai suatu formula intravena alternatif
monitoring EKG sangat penting pada pengobatan ini

Insomnia diobati dengan golongan benzodiazepin dengan waktu paruh pendek, contohnva.
hidroksizine (vistaril) dosis 25 100 mg.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Onset delirium biasanya mendadak, gejala prodromal (kegelisahan dan ketakutan) dapat terjadi
pada hari sebelum onset gejala yang jelas. Gejala delirium biasanya berlangsung selama faktor
penyebab yang relevan ditemukan, walaupun delirium biasanya berlangsung kurang dari I
minggu setelah menghilangnya faktor penyebab, gejala delirium menghilang dalam periode 3 7
hari, walaupun beberapa gejala mungkin memerlukan waktu 2 minggu untuk menghilang secara
lengkap. Semakin lanjut usia pasien dan semakin lama pasien mengalami delirium, semakin lama
waktu yang diperlukan bagi delirium untuk menghilang. Terjadinya delirium berhubungan
dengan angka mortalitas yang tinggi pada tahun selanjutnya, terutama disebabkan oleb sifat
serius dan kondisi medis penyerta.1
DEMENSIA
Demensia merupakan suatu gangguan mental organik yang biasanya diakibatkan oleh proses
degeneratif yang progresif dan irreversible yang mengenai arus pikir. Demensia merupakan
sindroma yang ditandai oleh berbagai gangguan fungsi kognitif tanpa gangguan kesadaran.
Fungsi kognitif yang dipengaruhi pada demensia adalah inteligensia umum, belajar dan ingatan,
bahasa, memecahkan masalah, orientasi, persepsi, perhatian, dan konsentrasi, pertimbangan, dan
kemampuan sosial. Kepribadian pasien juga terpengaruh.
Epidemiologi
Demensia sebenarnya adalah penyakit penuaan. Dan semua pasien demensia, 50 60%
menderita demensia tipe Alzheimer yang merupakan ripe demensia yang paling sering. Kira-kira
5% dari semua orang yang mencapai usia 65 tahun menderita demensia tipe Alzhermer,
dibandingkan 15 25% dan semua orang yang berusia 85 tahun atau lebih. Tipe demensia yang
paling sering kedua adalah demensia vaskular yaitu demensia yang secara kausatif berhubungan
dengan penyakit serebrovaskular, berkisar antara 15 30% dari semua kasus demensia, sering
pada usia 60 70 tahun terutama pada laki-laki. Hipertensi merupakan faktor predisposisi
terhadap penyakit demensia vaskular.

Penyebab
Penyakit Alzheimer
Demensia Vaskular
Infeksi
Gangguan nutrisional
Gangguan metabolik
Gangguan peradangan kronis
Obat dan toksin (termasuk demensia alkoholik kronis)
Massa intrakranial : tumor, massa subdural, abses otak
Anoksia
Trauma (cedera kepala, demensia pugilistika (punch-drunk syndrome))
Hidrosefalus tekanan normal
Diagnosis
Kriteria Diagnostik untuk Demensia Tipe Alzheimer :
a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik
1. Gangguan daya ingat (gangguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya).
2. Satu (atau lebih) gangguan kogntif berikut :
a. Afasia (gangguan bahasa)
b. Apraksia (gangguan kemampuan untuk melakukan aktivitas motorik walaupun fungsi motorik
adalah utuh)

c. Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentitikasi benda walaupun fungsi sensorik
adalah utuh)
d. Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan
abstrak)
b. Defisit kognitif dalam kriteria al dan a2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dari
tingkat fungsi sebelumnya.
c. Defisit tidak terjadi semata-mata hanya selama perjalanan suatu delirium dan menetap
melebihi lama yang lazim dari intoksikasi atau putus zat.
d. Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
defisit secara etiologis berhubungan dengan efek menetap dari pemakaian zat (misalnya suatu
obat yang disalahgunakan).
Kondisi akibat zat
Defisit tidak lebih baik diterangkan oleh gangguan Aksis I lainnya (misalnya, gangguan depresif
berat, skizofrenia)
Kode didasarkan pada tipe onset dan ciri yang menonjol :
Dengan onset dini : jika onset pada usia 65 tahun atau kurang
Dengan delirium : jika delirium menumpang pada demensia
Dengan waham : jika waham merupakan ciri yang menonjol
Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang
memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.
Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun diatas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku.

Catatan penulisan juga tuliskan penyakit Alzheimer pada aksis III.


Kriteria Diagnostik untuk Demensia Vaskular :
a. Perkembangan defisit kognitif multipel yang dimanifestasikan oleh baik,
Gangguan daya ingat (ganguan kemampuan untuk mempelajari informasi baru dan untuk
mengingat informasi yang telah dipelajari sebelumnya)
Afasia (gangguan bahasa)
Apraksia (gangguan untuk mengenali atau melakukan aktivitas motorik ataupun fungsi motorik
adalah utuh)
Agnosia (kegagalan untuk mengenali atau mengidentifikasi benda walaupun fungsi sensorik
adalah utuh)
Gangguan dalam fungsi eksekutif (yaitu, merencanakan, mengorganisasi, mengurutkan, dan
abstrak)
Satu (atau lebih) gangguan kognitif berikut :
b. Defisit kognitif dalam kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan gangguan yang
bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan menunjukkan suatu penurunan bermakna dan
tingkat fungsi sebelumnya.
c. Tanda dan gejala neurologis fokal (misalnya, peninggian refleks tendon dalam, respon
ekstensor plantar, palsi pseudo bulbar, kelainan gaya berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas)
atau tanda-tanda laboratorium adalah indikatif untuk penyakit serebrovaskular (misalnya, infark
multipel yang mengenai korteks dan substansia putih di bawahnya) yang berhubungan secara
etiologi dengan gangguan.
d. Defisit tidak terjadi semata-mata selama perjalanan delirium
Kode didasarkan pada ciri yang menonjol
Dengan delirium :jika delirium menumpang pada demensia

Dengan waham jika waham merupakan ciri yang menonjol


Dengan suasana perasaan terdepresi : jika suasana perasaan terdepresi (termasuk gambaran yang
memenuhi kriteria gejala lengkap untuk episode depresif berat) adalah ciri yang menonjol. Suatu
diagnosis terpisah gangguan suasana perasaan karena kondisi medis umum tidak diberikan.
Tanpa penyulit : jika tidak ada satupun di alas yang menonjol pada gambaran klinis sekarang.
Sebutkan jika : Dengan gangguan perilaku
Catalan penulisan : juga tuliskan kondisi serebrovaskular pada Aksis III.
Pemeriksaan lengkap :
Pemeriksaan fisik termasuk pemeriksaan neorologis lengkap
Tanda vital
Mini mental state exemenation ( MMSE )
Pemeriksaan medikasi dan kadar obat
Skrining darah dan urin untuk alkohol
Pemeriksaan fisiologis
Elektrolit, glukosa, Ca , Mg.
Tes fungsi hati, ginjal
SMA -12 atau kimia serum yang ekuivalen
Urinalisa
Hit sel darah lengkap dan sel deferensial
Tes fungsi tiroid
FTA ABS
B12

Kadar folat
Kortikosteroid urine
Laju endap eritrosit
Antibodi antinuklear, C3C4, anti DSDNA
Gas darah Arterial
Skrining H I V
Porpobilinogen Urin.
7. Sinar-X dada
8. Elektrokardiogram (EKG)
9. Pemeriksaan neurologis
a. CT atau MRI kepala
b. SPECT
c. Pungsi lumbal
d. EEG
10. Tes neuropsikologis
Gambaran Klinis
Gangguan Daya Ingat
Gangguan ingatan biasanya merupakan ciri yang awal don menonjol pada demensia, khususnya
pada demensia yang mengenai korteks, seperti demensia tipe Alzheimer. Pada awal perjalanan
demensia, gangguan daya ingat adalah ringan dan paling jelas untuk peristiwa yang baru terjadi
Orientasi

Karena daya ingat adalah penting untuk orientasi terhadap orang, waktu dan tempat, orientasi
dapat terganggu secara progresif selama perialanan penyaki Demensia. Sebagai contohnya,
pasien dengan Demensia mungkin lupa bagaimana kembali ke ruangannya setelah pergi ke
kamar mandi. tetapi, tidak masalah bagaimana beratnya disorientasi, pasien tidak menunjukkan
gangguan pada tingkat kesadaran.
Gangguan Bahasa
Proses demensia yang mengenai korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan demensia
vaskular, dapat mempengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan berbahasa ditandai oleh
cara berkata yang samar-samar, stereotipik tidak tepat, atau berputar-putar.
Perubahan Kepribadian
Perubahan kepribadian merupakan gambaran yang paling mengganggu bagi keluarga pasien
yang terkena. Pasien demensia mempunyai waham paranoid. Gangguan frontal dan temporal
kemungkinan mengalami perubahan keperibadian yang jelas, mudah marah dan m eledak
ledak.
Psikosis
Diperkirakan 20 -30% pasien demensia tipe Alzheimer, memiliki halusinasi, dan 30 40%
memiliki waham, terutama dengan sifat paranoid atau persekutorik dan tidak sistematik.
Gangguan Lain
Psikiatrik
Pasien demensia juga menunjukkan tertawa atau menangis yang patologis yaitu, emosi yang
ekstrim tanpa provokasi yang terlihat.
Neurologis
Disamping afasia, apraksia dan afmosia pada pasien demensia adalah sering. Tanda neurologis
lain adalah kejang pada demensia tipe Alzheimer clan demensia vaskular.

Pasien demensia vaskular mempunyai gejala neurologis tambahan seperti nyeri kepala, pusing,
pingsan, kelemahan, tanda neurologis fokal, dan gangguan tidur. Palsi serebrobulbar, disartria,
dan disfagia lebih sering pada demensia vaskular.
Reaksi yang katastropik
Ditandai oleh agitasi sekunder karena kesadaran subjektif tentang defisit intelektualnya di bawah
keadaan yang menegangkan, pasien biasanya berusaha untuk mengkompensasi defek tersebut
dengan menggunakan strategi untuk menghindari terlihatnya kegagalan dalam daya intelektual,
seperti mengubah subjek, membuat lelucon, atau mengalihkan pewawancara dengan cara lain.
Sindroma Sundowner
Ditandai oleh mengantuk, konfusi, ataksia, dan terjatuh secara tidak disengaja. Keadaan ini
terjadi pada pasien lanjut usia yang mengalami sedasi berat dan pada pasien demensia yang
bereaksi secara menyimpang bahkan terhadap dosis kecil obat psikoaktif.
Diagnosis Banding
Serangan iskemik transien
Depresi
Penuaan normal
Delirium
Gangguan Buatan (Factitious Disorders)
Skizofrenia
Pengobatan
Pendekatan pengobatan umum adalah untuk memberikan perawatan medis suportit, bantuan
emosional untuk pasien dan keluarganya, dan pengobatan farmakologis untuk gejala spesifik
(perilaku yang mengganggu). Pengobatan farmakologis dengan obat yang mempunyai aktivitas
antikolinergik yang tinggi harus dihindari. Walaupun thioridazine (Mellaril), yang mempunyai
aktivitas antikolinergik yang tinggi, merupakan obat yang efektif dalam mengontrol perilaku

pasien demensia jika diberikan dalam dosis kecil. Benzodiazepim kerja singkat dalam dosis kecil
adalah medikasi anxiolitik dan sedatif yang lebih disukai untuk pasien demensia. Zolpidem
(Ambient) dapat digunakan untuk tujuan sedatif. TetrahidroaminoKridin (Tacrine) sebagai suatu
pengobatan untuk penyakit Alzheimer, obat ini merupakan inhibitor aktivitas antikolinesterase
dengan lama kerja yang agak panjang.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Perjalanan klasik dan demensia adalah onset pada pasien usia 50 60 tahun dengan pemburukan
bertahap selama 5 10 tahun, yang akhirnya menyebabkan kematian. usia saat onset dan
kecepatan pemburukannya adalah bervariasi diantara tipe demensia yang berbeda dan dalam
kategori

diagnostik

individual.

GANGGUAN AMNESTIK
Gangguan amnestik ditandai terutama oleh gejala tunggal suatu gangguan daya ingat yang
menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan. Diagnosis gangguan
amnestik tidak dapat dibuat jika mempunyai tanda lain dari gangguan kognitif, seperti yang
terlihat pada demensia, atau jika mempunyai gangguan perhatian (attention) atau kesadaran,
seperti yang terlihat pada delirium.
Epidemiologi
Beberapa penelitian melaporkan insiden atau prevalensi gangguan ingatan pada gangguan
spesifik (sebagai contohnya sklerosis multipel). Amnesia paling sering ditemukan pada
gangguan penggunaan alkohol dan cedera kepala.
Penyebab
1. Kondisi medis sistemik
a. Defisiensi tiamin (Sindroma Korsakoff)
b. Hipoglikemia
2. Kondisi otak primer
Kejang

Trauma kepala (tertutup dan tembus)


Tumor serebrovaskular (terutama thalamik dan lobus temporalis)
Prosedur bedah pada otak
Ensefalitis karena herpes simpleks
Hipoksia (terutama usaha pencekikan yang tidak mematikan dan keracunan karbonmonoksida)
Amnesia global transien
Terapi elektrokonvulsif
Sklerosis multipel
3. Penyebab berhubungan dengan zat
a. Gangguan pengguanan alkohol
b. Neurotoksin
c. Benzodiazepin (dan sedatif- hipnotik lain)
d. Banyak preparat yang dijual bebas.
Diagnosis
Kriteria Diagnosis untuk Gangguan Amnestik Karena Kondisi Medis Umum.
Perkembangan gangguan daya ingat seperti yang dimanifestasikan oleh gangguan kemampuan
untuk mempelajari informasi baru atau ketidak mampuan untuk mengingat informasi yang telah
dipelajari sebelumnya.
Ganguan daya ingat menyebabkan gangguan bermakna dalam fungsi sosial atau pekerjaan dan
merupakan penurunan bermakna dan tingkat fungsi sebelumnya.
Gangguan daya ingat tidak terjadi semata-mata selama perjalanan suatu delirium atau suatu
demensia.

Terdapat bukti dari riwayat penyakit, pemeriksaan fisik, atau temuan laboratorium bahwa
gangguan adalah akibat fisiologis langsung dari kondisi medis umum (termasuk trauma fisik)
Sebutkan jika :
Transien :
Kronis :

jika gangguan daya ingat berlangsung selama 1 bulan atau kurang


jika gangguan daya ingat berlangsung lebih dari 1 bulan.

Catatan penulisan: Masukkan juga nama kondisi medis umum pada Aksis I, misalnya, gangguan
amnestik karena trauma kepala, juga tuliskan kondisi pada Aksis III. 1
Gambaran Klinis
Pusat gejala dan gangguan amnestik adalah perkembangan gangguan daya ingat yang ditandai
oleh gangguan pada kemampuan untuk mempelajari informasi baru (amnesia anterograd) dan
ketidakmampuan untuk mengingat pengetahuan yang sebelumnya diingat (amnesia retrograd).
Periode waktu dimana pasien terjadi amnesia kemungkinan dimulai langsung pada saat trauma
atau beberapa saat sebelum trauma. Ingatan tentang waktu saat gangguan fisik mungkin juga
hilang. Daya ingat jangka pendek (short-term memory) dan daya ingat baru saja (recent memory)
biasanya terganggu. Daya ingat jangka jauh (remote post memory) untuk informasi atau yang
dipelajari secara mendalam (overlearned) seperti pengalaman maka anak-anak adalah baik, tetapi
daya ingat untuk peristiwa yang kurang lama ( Iewat dart 10 tahun) adalah terganggu.
Diagnosis Banding
1. Demensia dan Delirium
2. Penuaan normal
3. Gangguan disosiatif
4. Gangguan buatan
Pengobatan

Pendekatan utama adalah mengobati penyebab dasar dari gangguan amnestik Setelah resolusi
episode amnestik, suatu jenis psikoterapi (sebagai contohnya, kognitif, psikodinamika, atau
suportif dapat membantu pasien menerima pangalaman amnestik kedalam kehidupannya.
Perjalanan Penyakit dan Prognosis
Onset mungkin tiba-tiba atau bertahap; gejala dapat sementara atau menetap dan hasil akhir
dapat terentang dari tanpa perbaikan sampai pemulihan lengkap.1
GANCGUAN MENTAL ORGANIK LAIN
EPILEPSI
Definisi
Suatu kejang (seizure) adalah suatu gangguan patologis paroksismal sementara dalam gangguan
patologis paroksismal sementara dalam fungsi cerebral yang disebabkan oleh pelepasan neuron
yang spontan dan luas Pasien dikatakan menderita epilepsi jika mereka mempunyai keadaan
kronis yang ditandai dengan kejang yang rekuren.
Klasifikasi
Dua kategori utama kejang adalah parsial dan umum (generalized). Kejang parsial melibatkan
aktivitas epileptiformis di daerah otak setempat; kejang umum melibatkan keseluruhan otak.
Suatu sistem klasifikasi untuk kejang.
Kejang umum
Kejang tonik klonik umum mempunyai gejala klasik hilangnya kesadaran, gerakan tonik klonik
umum pada tungkai, menggigit lidah, dan inkotinensia. Walaupun diagnosis peristiwa kilat dari
kejang adalah relatif langsung, keadaan pascaiktal yang ditandai oleh pemulihan kesadaran dan
kognisi yang lambat dan bertahap kadang-kadang memberikan suatu dilema diagnostik bagi
dokter psiktatrik di ruang gawat darurat. Periode pemulihan dan kejang tonik klonik umum
terentang dari beberapa menit sampai berjam-jam. Gambaran klinis adalah delirium yang
menghilang secara bertahap. Masalah psikiatrik yang paling sering berhubungan dengan kejang

umum adalah membantu pasien menyesuaikan gangguan neurologis kronis dan menilai efek
kognitif atau perilaku dan obat antiepileptik.
ABSENCES (Petit Mal)
Suatu tipe kejang umum yang sulit didiagnosis bagi dokter psikiatrik adalah absence atau kejang
petitmal. Sifat epileptik dari episode mungkin berjalan tanpa diketahui, karena manifestasi
motorik atau sensorik karakteristik dari epilepsi tidak ada atau sangat ringan sehingga tidak
membangkitkan kecurigaan dokter. Epilepsi petit mal biasanya mulai pada masa anak-anak
antara usia 5 dan 7 tahun dan menghilang pada pubertas. Kehilangan kesadaran singkat, selama
mana pasien tiba-tiba kehilangan kontak dengan hngkungan, adalah karakteristik untuk epilepsi
petit mal; tetapi, pasien tidak mengalami kehilangan kesadaran atau gerakan kejang yang
sesungguhnya selama episode. Elektroensefalogerafi ( EEG) menghasilkan pola karakteristik
aktivitas paku dan gelombang (spike and wave) tiga kali perdetik Pada keadaan yang jarang,
epilepsi petitmal dengan onset dewasa dapat ditandai oleh episode psikotik atau delirium yang
tiba-tiba dan rekuren yang tampak dan menghilane secara tiba-tiba Gejala dapat disertai dengan
riwayat terjatuh atau pingsan.
Kejang parsial liziane parsial diklasitikasikan sebagai sederhana (tanpa perubahan kesadaran)
atau kompleks (dengan perubahan kesadaran) Sedikit lebih banyak dari setengah semua pasien
dengan kelane parsial mengalami kejang parsial kompleks; istilah lain yang digunakan untuk
kejang parsial kompleks adalah epilepsi lobus temporalis, kejang psikomotor, dan epilepsi limbik
tetapi istilah tersebut bukan merupakan penjelasan situasi klinis yang akurat. Epilepsi parsial
kompleks adalah bentuk epilepsi pada orang dewasa yang paling senngcang mengenai 3 dan
1.000 orang.
Gejala praiktal
Peristiwa praiktal (aura) pada epilepsi parsial kompleks adalah termasuk sensasi otonomik
(sebagai contohnya rasa penuh di perut, kemerahan, dan perubahan pada pernafasan), sensasi
kognitif(sebagai contohnya, deja vu, jamais vu, pikiran dipaksakan, dan keadaan seperti mimpi).
keadaan afektif (sebagai contohnya, rasa takut, panik, depresi, dan elasi) dan secara klasik.
automatisme (sebagai contohnya, mengecapkan bibir, menggosok, dan mengayah)

Gejala Iktal
Perilaku yang tidak terinhibisi, terdisorganisasi, dan singkat menandai serangan iktal. Walaupun
beberapa pengacara pembela mungkin mengklaim yang sebaliknya, jarang sesorang
menunjukkan perilaku kekerasan yang terarah dan tersusun selama episode epileptik Gejala
kognitif adalah termasuk amnesia untuk waktu selama kejang dan suatu periode delirium yang
menghilang setelah kejang. Pada pasien dengan epilepsi parsial kompleks, suatu fokus kejang
dapat ditemukan pada pemeriksaan EEG pada 25 sampai 50 % dari semua pasien. Penggunaan
elektroda sfenoid atau temporalis anterior dan EEG pada saat tidak tidur dapat meningkatkan
kemungkinan ditemukannya kelainan EEG. EEG normal multipel seringkali ditemukan dart
seorang pasien dengan epilepsi parsial kompleks; dengan demikian EEG normal tidak dapat
digunakan untuk mneyingkirkan diagnosis epilepsi parsial. kompleks- Penggunaan perekaman
EEG jangka panjang (24 sampai 72 jam) dapat membantu klinisi mendeteksi suatu fokus kejang
pada beberapa pasien. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan lead nasofaring
tidak menambah banyak kepekaan pada EEG, dan yang jelas menambahkan ketidaknyamanan
prosedur bagi pasien.
Gejala Interiktal
Gangguan kepribadian Kelainan psikiatrik yang paling sering dilaporkan pada pasien epileptik
adalah gangguan kepribadian, dan biasanya kemungkinan terjadi pada pasien dengan epilepsi
dengan asal lobus temporalis. Ciri yang paling sering adalah perubahan perilaku seksual, suatu
kualitas yang biasanya disebut viskositas kepribadian, religiositas, dan pengalaman emosi yang
melambung. Sindroma dalam bentuk komplitnya relatif jarang, bahkan pada mereka dengan
kejang parsialkompleks dengan asal lobus temporalis. Banyak pasien tidak mengalami
perubahan kepribadian, yang lainnya mengalami berbagai gangguan yang jelas berbeda dari
sindroma klasik.
Perubahan pada perilaku seksual dapat dimanifestasikan sebagai hiperseksualitas; penyimpangan
dalam minat seksual, seperti fetihisme dan transfetihisme; dan yang paling sering,
hiposeksualitas Hiposeksualitas ditandai oleh hilangnya minat dalam masalah seksual dan
dengan menolak rangsangan seksual Beberapa pasien dengan onset epilepsi parsial kompleks
sebelum pubertas mungkin tidak dapat mencapai tingkat minat seksual yang normal setelah

pubertas, walaupunkarakteristik tersebut mungkin tidak mengganggu pasien. Untuk pasien


dengan onset epilepsi parsial kompleks setelah pubertas. perubahan dalam minat seksual
mungkin mengganggu dan mengkhawatirkan.
Gejala viskositas kepribadian biasanya paling dapat diperhatikan pada percakapan pasien, yang
kemungkinan adalah lambat serius, berat dan lamban, suka menonjolkan keilmuan, penuh
dengan rincian-rincian yang tidak penting, dan seringkali berputar-putar. Pendengar mungkin
menjadi bosan tetapi tidak mampu menemukan cara yang sopan dan berhasil untuk melepaskan
diri dari percakapan. Kecenderungan pembicaraan seringkali dicerminkan dalam tulisan pasien,
yang menyebabkan suatu gejala yang dikenal sebagai.
hipergrafia yang dianggap oleh beberapa klinisi sebagai patognomonik untuk epilepsi parsial
komplaks.
Religiositas mungkin jelas dan dapat dimanifestasikan bukan hanya dengan meningkatny peran
serta pada aktivitas yang sangat religius tetapi juga oleh permasalahan moral dan etik yang tidak
umum, keasyikan dengan benar dan salah, dan meningkatnya minat pada perlahamasalahan
global dan filosofi Ciri hiperreligius kadang-kadang dapat tampak seperti gejala prodromal
skizofrenia dan dapat menyebabkan mnasalah diagnositik pada seorang remaja atau dewasa
muda.
Gejala psikotik
Keadaan psikotik interiktal adalah lebih sering dari psikosis iktal. Episode interpsikotik yang
mirip skizofrenia dapat terjadi pada pasien dengan epilepsi, khususnya yang berasal dan lobus
temporalis Diperkirakan 10 sampal 30 persen dari semua pasien dengan apilepsi partial
kompleks mempunyai gejala psikotik Faktor risiko untuk gejala tersebut adalah jenis kelamin
wanita kidal onset kejang selama pubertas, dan lesi di sisi kiri.
Onset gelala psikotik pada epilepsi adalah bervariasi. Biasanya, gejala psikotik tarnpak pada
pasien yang telah menderita epilepsi untuk jangka waktu yang lama, dan onset gejala psikotik di
dahului oleh perkembangan perubahan kepribadian yang berhubungan dengan aktivitas otak
epileptik gejala psikosis yang paling karakteristik adalah halusinasi dan waham paranoid.
Biasanya. pasien tetap hangat dan sesuai pada afeknya, berbeda dengan kelainan yang sering

ditemukan pada pasien skizofrenik Gejala gangguan pikiran pada pasien epilepsi psikotik paling
sering merupakan gejala yang melibatkan konseptualisasi dan sirkumstansialitas, ketimbang
gejala skizofrenik klasik berupa penghambatan (blocking) dan kekenduran (looseness),
kekerasan. kekerasan episodik merupakan masalah pada beberapa pasien dengan epilepsi
khususnya epilepsi lobus temporalis dan frontalis. Apakah kekerasan merupakan manifestasi dan
kejang itu sendiri atau merupakan psikopatologi interiktal adalah tidak pasti. Sampai sekarang
ini, sebagian besar data menunjukkan sangat jarangnya kekerasan sebagai suatu fenomena iktal.
Hanya pada kasus yang jarang suatu kekerasan pasien epileptik dapat disebabkan oleh kejang itu
sendiri.
Gejala Gangguan perasaan.
Gejala gangguan perasaan, seperti depresi dan mania, terlihat lebih jarang pada epilepsi
dibandingkan gejala mirip skizofrenia. Gejala gangguan mood yang terjadi cenderung bersifat
episodik dan terjadi paling sering jika fokus epileptik mengenai lobus temporalis dan hemisfer
serebral non dominan. Kepentingan gejala gangguan perasaan pada epilepsi mungkin
diperlihatkan oleh meningkatnya insidensi usaha bunuh diri pada orang dengan epilepsi.
Diagnosis
Diagnosis epilepsi yang tepat dapat sulit khususnya jika gejala iktal dan interiktaldari epilepsi
merupakan manifestasi berat dari gejala psikiatrik tanpa adanya perubahan yang bemakna pada
kesadaran dan kemampuan kognitif Dengan demikian, dokter psikiatrik harus menjaga tingkat
kecurigaan yang tinggi selama memeriksa seorang pasien baru dan harus mempertimbangkan
kemungkman gangguan epileptik, bahkan jika tidak ada tanda dan gejala klasik. Diagnosis
banding lain yang dipertimbangkan adalah kejang semu (psudoseizure), dimana pasien
mempunyai suatu kontrol kesadaran atas gejala kejang yang mirip.
Pada pasien yang sebelumnya mendapatkan suatu diagnosis epilepsi, timbulnya gejala psikiatrik
yang baru harus dianggap sebagai kemungkinan mewakili suatu evolusi, timbulnya gejala
epileptiknya. timbulnya gejala psikotik, gejala gangguan mood, perubahan kepribadian, atau
gejala kecemasan (sebagai contohnya, serangan panik) harus menyebabkan klinisi menilai
pengendalian epilepsi pasien dan memeriksa pasien untuk kemungkinan adanya gangguan
mental yang tersendiri. Pada keadaan tersebut klinisi harus menilai kepatuhan pasien terhadap

regimen obat antiepileptik dan harus mempertimbangkan apakah gejala psikotik merupakan efek
toksik dari obat antipileptik itu sendiri. Jika gejala psikotik tampak pada seorang pasien yang
pernah mempunyai epilepsi yang telah didiagnosis atau dipertimbangkan sebagai diagnosis di
masa lalu, klinisi harus mendapatkan satu atau lebih pemeriksaan EEG.
Pada pasien yang sebelumnya belum pernah mendapatkan diagnosis epilepsi. empat karakteristik
hams menyebabkan klinisi mencurigai kemungkinan tersebut; onset psikosis yang tiba-tiba pada
seseorang yang sebelumnya dianggap sehat secara psikologis, onset delirium yang tiba-tiba tanpa
penyebab yang diketahui, riwayat episode yang serupa dengan onset yang mendadak dan
pemulihan spontan, dan riwayat terjatuh atau pingsan sebelumnya yang tidak dapat dijelaskan.
Pengobatan
karbamazepin ( tegretol) dan Asam valproik (Depakene) mungkin membantu dalam
mengendalikan gejala iritabilitas dan meledaknya agresi, karena mereka adalah obat antipsikotik
tipikal Psikoterapi, konseling keluarga, dan terapi kelompok mungkin berguna dalam menjawab
masalah psikososial yang berhubungan dengan epilepsi. Disamping itu, klinisi haru; menyadari
bahwa banyak obat antiepileptik mempunyai suatu gangguan kognitif derajat ringan sampai
sedang dan penyesuaian dosis atau penggantian medikasi harus dipertimbangkan jika gejala
gangguan kognitif merupakan suatu masalah pada pasien tertentu.1
DAFTAR PUSTAKA
Kaplan.H.I, Sadock. B.J, Sinopsis Psikiatri : Ilmu Pengetahuan Perilaku Psikiatri Klinis, edisi
ketujuh, jilid satu. Binarupa Aksara, Jakarta 1997. hal 502-540.
Ingram.I.M, Timbury.G.C, Mowbray.R.M, Catatan Kuliah Psikiatri, Edisi keenam, cetakan ke
dua, Penerbit Buku kedokteran, Jakarta 1995. hal 28-42.
Kapita Selekta Kedokteran, Edisi ketiga, jilid 1. Penerbit Media Aesculapsius Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta 2001. hal 189-192.
Diagnosis Gangguan Jiwa, rujukan ringkas dari PPDGJ-III, editor Dr, RusdiMaslim.1993. hal 3
Maramis. W.F, Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa, Cetakan ke VI, Airlangga University Press,
Surabaya 1992. hal 179-211.

Anda mungkin juga menyukai