Referat Diabetes
Referat Diabetes
PENDAHULUAN
1.1
LATAR BELAKANG
Di antara penyakit degeneratif, diabetes adalah salah satu diantara penyakit tidak
menular yang akan meningkat di masa datang. Diabetes sudah merupakan suatu ancaman
utama bagi kesehatan umat manusia pada abad ke 21. Perserikatan Bangsa-Bangsa (WHO)
membuat perkiraan bahwa pada tahun 2000 jumlah pengidab diabetes diatas usia 20 tahun
berjumlah 150 juta orang dan dalam kurun waktu 25 tahun kemudian, pada tahun 2025,
jumlah itu akan membengkak menjadi 300 juta orang ( Sudoyo, Aru W,2006).
Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling sering diderita dan penyakit kronik
yang serius di Indonesia saat ini. Setengah dari jumlah kasus Diabetes Mellitus (DM) tidak
terdiagnosa karena pada umumnya diabetes tidak disertai gejala sampai terjadinya
komplikasi. Prevalensi penyakit diabetes meningkat karena terjadi perubahan gaya hidup,
kenaikan jumlah kalori yang dimakan, kurangnya aktifitas fisik dan meningkatnya jumlah
populasi manusia usia lanjut (Hiswani,2009).
Dengan makin majunya keadaan sosio ekonomi masyarakat Indonesia serta pelayanan
kesehatan yang makin baik dan merata, diperkirakan tingkat kejadian penyakit diabetes
mellitus (DM) akan makin meningkat. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan
sosio ekonomi. Dari berbagai penelitian epidemiologis di Indonesia di dapatkan prevalensi
sebesar 1,5-2,3 % pada penduduk usia lebih besar dari 15 tahun. Pada suatu penelitian di
Manado didapatkan prevalensi 6,1 %. Penelitian di Jakarta pada tahun 1993 menunjukkan
prevalensi 5,7% (Hiswani,2009).
Melihat pola pertambahan penduduk saat ini diperkirakan pada tahun 2020 nanti akan
ada sejumlah 178 juta penduduk berusia di atas 20 tahun dan dengan asumsi prevalensi
Diabetes Mellitus sebesar 2 %, akan didapatkan 3,56 juta pasien Diabetes Mellitus, suatu
jumlah yang besar untuk dapat ditanggani sendiri oleh para ahli DM (Hiswani,2009).
Melihat tendensi kenaikan kekerapan diabetes secara global yang tadi dibicarakan
terutama disebabkan karena peningkatan kemakmuran suatu populasi, maka dengan demikian
dapat dimengerti bila suatu saat atau lebih tepat lagi dalam kurun waktu 1 atau 2 dekade yang
akan datang kekerapan diabetes di Indonesia akan meningkat drastis (Sudoyo, Aru W,2006).
Ini sesuai dengan perkiraan yang dikemukakan WHO seperti tampak pada tabel 1,
indonesia akan menempati peringkat nomor 5 sedunia dengan pengidap diabetes sebanyak
12,4 juta orang pada tahun 2025, naik 2 tingkat dibanding tahun 1995(Sudoyo, Aru W,2006).
Tabel 1. Urutan 10 negara dengan jumlah pengidap diabetes terbanyak pada penduduk
dewasa di seluruh dunia 1995 dan 2025. Sumber : Sudoyo, Aru W. 2006. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam
Urutan
1
Negara
India
1995 (juta)
19,4
Urutan
1
Negara
India
2025 (juta)
57,2
Cina
16,0
Cina
37,6
Amerika
13,9
Amerika
21,9
Serikat
4
Federasi
Serikat
8,9
Rusia
Pakistan
14,5
Indonesia
12,4
Federasi
12,2
Jepang
6,3
Brasil
4,9
Indonesia
4,5
Meksiko
11,7
Pakistan
4,3
Brasil
11,6
Meksiko
3,8
Mesir
8,8
10
Ukraina
3,6
10
Jepang
8,5
Semua
49,7
Rusia
negara lain
135,3
300
1.2
PERMASALAHAN
TUJUAN
MANFAAT
BAB II
PENATALAKSANAAN DIABETES MELITUS DAN KOMPLIKASINYA
2.1 DEFINISI
Menurut WHO 1980 dikatakan bahwa diabetes melitus merupakan sesuatu yang
tidak dapat dituangkan dalam satu jawaban yang jelas dan singkat tapi secara umum
dapat dikatakan sebagai suatu kumpulan problema anatomik dan kimiawi yang
merupakan akibat dari sejumlah faktor di mana didapat defisiensi insulin absolut atau
relatif dan gangguan fungsi insulin (PERKENI 2006).
Diabetes Melitus (DM) sering juga dikenal dengan nama kencing manis atau
penyakit gula. DM memang tidak dapat didefinisikan secara tepat, DM lebih
merupakan kumpulan gejala yang timbul pada diri seseorang yang disebabkan oleh
adanya peningkatan glukosa darah akibat kekurangan insulin baik absolut maupun
relatif (Suyono, 2005).
Diabetes melitus merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin
atau kedua-duanya(Sudoyo,Aru W,2006).
Diabetes Melitus adalah suatu penyakit kronik yang ditandai dengan peningkatan
kadar glukosa didalam darah. Penyakit ini dapat menyerang segala lapisan umur dan
sosial ekonomi(Shahab,Alwi, 2006).
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes melitus
merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan karakteristik hiperglikemia
yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja insulin atau kedua-duanya
(PERKENI, 2006).
2.2 KLASIFIKASI
Diabetes melitus diklasifikasikan menurut etiologinya seperti yang tertera pada
tabel 2.
Tabel 2. Klasifikasi diabetes menurut etiologinya. Sumber : PERKENI, 2006
Klasifikasi lainnya membagi diabetes melitus atas empat kelompok yaitu diabetes
melitus tipe-1, diabetes melitus tipe-2, diabetes melitus bentuk khusus, dan diabetes
melitus gestasional (Adam, John MF, 2000).
American Diabetes Association (ADA) dalam standards of Medical Care in
Diabetes (2009) memberikan klasifikasi diabetes melitus menjadi 4 tipe yang
disajikan dalam (Dewi, Debhryta Ayu, 2009):
1.
Diabetes melitus tipe 1, yaitu diabetes melitus yang dikarenakan oleh adanya
destruksi sel pankreas yang secara absolut menyebabkan defisiensi insulin.
2.
Diabetes melitus tipe 2, yaitu diabetes yang dikarenakan oleh adanya kelainan
sekresi insulin yang progresif dan adanya resistensi insulin.
3.
Diabetes melitus tipe lain, yaitu diabetes yang disebabkan oleh beberapa faktor
lain seperti kelainan genetik pada fungsi sel pankreas, kelainan genetik pada
aktivitas insulin, penyakit eksokrin pankreas (cystic fibrosis), dan akibat
penggunaan obat atau bahan kimia lainnya (terapi pada penderita AIDS dan
terapi setelah transplantasi organ).
4.
Diabetes melitus gestasional, yaitu tipe diabetes yang terdiagnosa atau dialami
selama masa kehamilan.
2.3 DIAGNOSIS
Diagnosis diabetes melitus harus berdasarkan atas pemeriksaan kadar glukosa
darah. Dalam menentukan diagnosis diabetes melitus harus diperhatikan asal bahan
darah yang diambil dan cara pemeriksaan yang dipakai. Untuk diagnosis, pemeriksaan
yang dianjurkan adalah pemeriksaan glukosa dengan cara enzimatik dengan bahan
darah plasma vena. Untuk memastikan diagnosis diabetes melitus, pemeriksaan
glukosa darah sebaiknya dilakukan di laboratorium klinik yang terpercaya. Walaupun
demikian sesuai dengan kondisi setempat dapat juga dipakai bahan darah utuh, vena
maupun kapiler dengan memperhatikan angka-angka kriteria diagnostik yang berbeda
sesuai pembakuan WHO. Untuk pemantauan hasil pengobatan dapat diperiksa
glukosa darah kapiler (Sudoyo,Aru W, 2006).
Berbagai keluhan dapat ditemukan pada penyandang diabetes. Kecurigaan adanya
DM perlu dipikirkan apabila terdapat keluhan klasik DM seperti tersebut di bawah ini
(PERKENI, 2006) :
1.
2.
Keluhan lain dapat berupa : lemah badan, kesemutan, gatal, mata kabur dan
disfungsi ereksi pada pria, serta pruritus vulvae pada wanita.
Jika keluhan khas khas, pemeriksaan glukosa darah sewaktu 200 mg/dl sudah
glukosa oral (TTGO) didapatkan kadar glukosa darah pasca pembebanan 200 mg/dl
(Sudoyo,Aru W, 2006).
Tabel 3. Kriteria diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006
Tabel 4. Kadar glukosa darah sewaktu dan puasa sebagai standar penyaring dan
diagnosis diabetes melitus. Sumber : PERKENI, 2006.
2.4 PENATALAKSANAAN
Kasus diabetes yang terbanyak dijumpai adalah diabetes melitus tipe 2, yang
umumnya mempunyai latar belakang kelainan yang diawali dengan terjadinya
resistensi insulin. Awalnya resistensi insulin masih belum menyebabkan diabetes
secara klinis. Pada saat tersebut sel beta pankreas masih dapat mengkompensasi
keadaan ini dan terjadi suatu hiperinsulinemia dan glukosa darah masih normal atau
baru sedikit meningkat. Kemudian setelah terjadi ketidaksanggupan sel beta pankreas,
baru akan terjadi diabetes melitus secara klinis, yang ditandai dengan terjadinya
peningkatan kadar glukosa darah yang memenuhi kriteria diagnosis diabetes melitus
(Sudoyo, Aru W, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus secara umum adalah meningkatnya
kualitas hidup penyandang diabetes (PERKENI, 2006).
Tujuan penatalaksanaan diabetes melitus dibagi menjadi dua yaitu (PERKENI, 2006):
1.
2.
Gambar 2. Sarana farmakologis dan titik kerja obat untuk pengendalian kadar glukosa
darah. Sumber: Sudoyo, Aru W, 2006.
Untuk penatalaksanaan diabetes melitus, di Indonesia, pendekatan yang
digunakan adalah berdasarkan dari pilar penatalaksanaan diabetes melitus yang sesuai
dengan konsensus penatalaksanaan diabetes melitus menurut PERKENI tahun 2006.
Adapun pilar penatalaksanaan diabetes melitus sebagai berikut :
A.
Edukasi.
Diabetes tipe 2 umumnya terjadi pada saat pola gaya hidup dan perilaku telah
10
Tujuan dari perubahan perilaku adalah agar penyandang diabetes dapat menjalani
pola hidup sehat. Perilaku yang diharapkan adalah (PERKENI, 2006) :
1.
2.
3.
Menggunakan obat diabetes dan obat-obat pada keadaan khusus secara aman,
teratur
4.
5.
6.
Memiliki kemampuan untuk mengenal dan menghadapi sakit akut dengan tepat
7.
8.
11
Beberapa manfaat yang telah terbukti dari terapi gizi medis ini antara lain
(Sudoyo, Aru w, 2006) :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
2.
3.
4.
protein dan lemak, serta mikronutrien yang meliputi vitamin dan mineral, harus diatur
sedemikian rupa sehingga dapat memenuhi kebutuhan diabetisi secara tepat (Sudoyo,
Aru w, 2006).
Adapun komposisi bahan makanan yang direkomendasikan untuk diabetisi
menurut konsensus penatalaksanaan diebetes melitus di Indonesia menurut PERKENI
tahun 2006 adalah sebagai berikut :
1.
Karbohidrat, sebagai sumber energi, diberikan pada diabetisi tidak boleh lebih
dari 55-65% dari total kebutuhan energi dalam sehari, atau tidak boleh lebih dari
70%jika dikombinasi dengan pemberian asam lemak tidak jenuh rantai tunggal
12
13
3.
4.
14
5.
Kebutuhan kalori, Ada beberapa cara untuk menentukan jumlah kalori yang
dibutuhkan penyandang diabetes. Di antaranya adalah dengan memperhitungkan
kebutuhan kalori basal yang besarnya 25-30 kalori / kg BB ideal, ditambah atau
dikurangi bergantung pada beberapa faktor yaitu jenis kelamin, umur, aktivitas,
berat badan, dll (PERKENI, 2006).
Perhitungan berat badan Ideal (BBI) dengan rumus Brocca yang dimodifikasi
adalah sbb (PERKENI, 2006) :
1.
2. Bagi pria dengan tinggi badan di bawah 160 cm dan wanitadi bawah 150 cm,
rumus dimodifikasi menjadi :
1.
2.
BB Normal : BB ideal 10 %
3.
4.
Perhitungan berat badan ideal menurut Indeks Massa Tubuh. Indeks massa
tubuh dapat dihitung dengan rumus: IMT = BB(kg)/TB(m2)
Klasifikasi IMT adalah sebagai berikut menurut WHO WPR/IASO/IOTF dalam
The Asia Pacific Perspective:Redefning Obesity and its Treatment.
1.
BB Kurang <18,5
2.
BB Normal 18,5-22,9
3.
BB Lebih >23,0
a) Dengan risiko 23,0-24,9
b) Obes I 25,0-29,9
c) Obes II 30
C. Latihan jasmani.
Pengelolaan diabetes yang meliputi empat pilar, aktivitas fisik merpakan salah
satu dari keempat pilar tersebut. Aktivitas minimal otot skeletal lebih dari sekedar
yang diperlukan untuk ventilasi basal paru, dibutuhkan untuk semua orang
termasuk diabetisi sebagai kegiatan sehari-hari (Sudoyo, Aru w, 2006).
Latihan jasmani selain untuk menjaga kebugaran juga dapat menurunkan berat
badan dan memperbaiki sensitivitas insulin, sehingga akan memperbaiki kendali
glukosa darah. Latihan jasmani yang dianjurkan berupa latihan jasmani yang
15
bersifat aerobik seperti: jalan kaki, bersepeda santai, jogging, dan berenang.
Latihan jasmani sebaiknya disesuaikan dengan umur dan status kesegaran
jasmani. Untuk mereka yang relatif sehat, intensitas latihan jasmani bisa
ditingkatkan, sementara yang sudah mendapat komplikasi DM dapat dikurangi.
Hindarkan kebiasaan hidup yang kurang gerak atau bermalasmalasan
(PERKENI,2006).
Tabel 5. Aktifitas fisik sehari-hari. Sumber : PERKENI, 2006
D. Intervensi Farmakologis
Intervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum
tercapai dengan pengaturan makan dan latihan jasmani (PERKENI, 2006).
Dalam melakukan pemilihan intervensi farmakologis perlu diperhatikan titik
kerja obat sesuai dengan macam-macam penyebab terjadinya hiperglikemia
(Sudoyo, Aru W, 2006).
Obat hipoglikemik oral (OHO)
Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 4 golongan (PERKENI, 2006) :
1. pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue): sulfonilurea dan glinid
Sulfonilurea, obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkan sekresi
insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien
dengan berat badan normal dan kurang, namun masih boleh diberikan kepada
pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia
berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal
ginjal dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan
penggunaan sulfonilurea kerja panjang.
16
Glinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan
penekanan pada meningkatkan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini
terdiri dari 2 macam obat yaitu: Repaglinid (derivat asam benzoat) dan
Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepatsetelah
pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati.
2. penambah sensitivitas terhadap insulin: metformin, tiazolidindion
Tiazolidindion (rosiglitazon dan pioglitazon) berikatan pada Peroxisome
Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-), suatu reseptor inti di sel
otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi
insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga
meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan
pada pasien dengan gagal jantung klas I-IV karena dapat memperberat
edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang
menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara
berkala.
3. penghambat glukoneogenesis: metformin
Metformin, obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa
hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer.
Terutama
dipakai
pada
penyandang
diabetes
gemuk.
Metformin
17
2.
3.
4.
5.
6.
7.
tabel 6. Mekanisme kerja, efek samping utama, dan pengaruh terhadap penurunan A1C
(Hb-glikosilat). Sumber : PERKENI, 2006.
18
5.
Insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel beta pankreas. Dalam keadaan normal, bila ada rangsangan pada sel beta,
insulin disintesis dan kemudian disekresikan kedalam darah sesuai kebutuhan
tubuh untik keperluan regulasi glukosa darah (Sudoyo, Aru W, 2006).
Insulin diperlukan pada keadaan (PERKENI, 2006) :
1. Penurunan berat badan yang cepat
2. Hiperglikemia berat yang disertai ketosis
3. Ketoasidosis diabetik
4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik
5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat
6. Gagal dengan kombinasi OHO dosis hampir maksimal
7. Stres berat (infeksi sistemik, operasi besar, IMA, stroke)
8. Kehamilan dengan DM/diabetes melitus gestasional
19
20
b)
Untuk melakukan penyesuaian dosis obat, bila belum tercapai sasaran terapi
Untuk mencapai tujuan tersebut perlu dilakukan pemeriksaan kadar glukosa darah
puasa dan glukosa 2 jam posprandial secara berkala sesuai dengan kebutuhan.
Kalau karena salah satu hal terpaksa hanya dapat diperiksa 1 kali dianjurkan
pemeriksaan 2 jam posprandial.
2.5.2 Pemeriksaan A1C
Tes hemoglobin terglikosilasi, yang disebut juga sebagai glikohemoglobin, atau
hemoglobin glikosilasi disingkat sebagai A1C, merupakan cara yang digunakan
untuk menilai efek perubahan terapi 8-12 minggu sebelumnya. Tes ini tidak dapat
digunakan untuk menilai hasil pengobatan jangka pendek. Pemeriksaan A1C
dianjurkan dilakukan minimal 2 kali dalam setahun.
2.5.3 Pemantauan Glukosa Darah Mandiri (PGDM)
Untuk memantau kadar glukosa darah dapat dipakai darah kapiler. Saat ini
banyak dipasarkan alat pengukur kadar glukosa darah cara reagen kering yang
umumnya sederhana dan mudah dipakai. Hasil pemeriksaan kadar glukosa darah
memakai alat-alat tersebut dapat
dipercaya sejauh kalibrasi dilakukan dengan baik dan cara pemeriksaan dilakukan
sesuai dengan cara standar yang dianjurkan. Secara berkala, hasil pemantauan
dengan cara reagen kering perlu dibandingkan dengan cara konvensional.
PGDM dianjurkan bagi pasien dengan pengobatan insulin atau pemicu sekresi
insulin.
21
22
2.6
Komplikasi
2.6.1
Komplikasi akut
Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik adalah keadaan dekompensasi-kekacauan metabolik
yang ditandai dengan trias hiperglikemia, asidosis dan ketosis, terutama disebabkan
oleh defisiensi insulin absolut atau relatif. KAD dan hipoglikemia merupakan
komplikasi akut diabetes melitus yang serius dan membutuhkan pengelolaan gawat
darurat. Akibat diuresis osmotik, KAD biasanya mengalami dehidrasi berat bahkan
sampai menyebabkan syok (Sudoyo, Aru W, 2006).
23
KAD adalah suatu keadaan dimana terdapat defisiensi insulin absolut atau relatif
dan peningkatan hormon kontra regulator (glukagon, katekolamin, dan hormon
pertumbuhan), keadaan tersebut menyebabkan produksi glukosa hati meningkat dan
utilisasi glukosa oleh sel tubuh menurun, dengan hasil akhir hiperglikemia. Keadaan
hiperglikemia sangat bervariasi dan tidak menentukan berat ringannya KAD. Adapun
gejala dan tanda klinis KAD dapat dikelompokkan menjadi dua bagian yaitu (Sudoyo,
Aru W, 2006) :
1. Akibat hiperglikemia
2. Akibat ketosis
2.
pH < 7,35
3.
HCO3 rendah
4.
5.
24
2.
Menekan lipolisis sel lemak dan glukoneogenesis sel hati dengan insulin
3.
4.
mengakibatkan
kegagalan
pada
kemampuan
ginjal
dalam
glukosa meningkat. Hilangnya air yang lebih banyak dibanding natrium menyebabkan
kadar hiperosmolar. Insulin yang ada tidak cukup untuk menurunkan kadar glukosa
darah, terutama jika terdapat resistensi insulin (Sudoyo, Aru W, 2006).
Penatalaksanaan HHNK, meliputi lima pendekatan (Sudoyo, Aru W, 2006):
1.
2.
Penggantian elektrolit
3.
4.
5.
Pencegahan.
Hipoglikemia
Hipoglikemia ditandai dengan menurunnya kadar glukosa darah <60 mg/dL.
Bila terdapat penurunan kesadaran pada penyandang diabetes harus selalu dipikirkan
kemungkinan terjadinya hipoglikemia. Hipoglikemia paling sering disebabkan oleh
penggunaan sulfonilurea dan insulin. Hipoglikemia akibat sulfonilurea dapat
berlangsung lama, sehingga harus diawasi sampai seluruh obat diekskresi dan waktu
kerja obat telah habis. Terkadang diperlukan waktu yang cukup lama untuk
pengawasannya (24-72 jam atau lebih, terutama pada pasien dengan gagal ginjal
kronik). Hipoglikemia pada usia lanjut merupakan suatu hal yang harus dihindari,
mengingat dampaknya yang fatal atau terjadinya kemunduran mental bermakna pada
pasien. Perbaikan kesadaran pada DM usia lanjut sering lebih lamban dan
memerlukan pengawasan yang lebih lama (PERKENI, 2006).
Gejala hipoglikemia terdiri dari gejala adrenergik (berdebar, banyak keringat,
gemetar, rasa lapar) dan gejala neuro-glikopenik (pusing, gelisah, kesadaran menurun
sampai koma) (PERKENI, 2006).
Hipoglikemia harus segera mendapatkan pengelolaan yang memadai.
Diberikan makanan yang mengandung karbohidrat atau minuman yang mengandung
gula berkalori atau glukosa 15-20 g melalui intra vena. Perlu dilakukan pemeriksaan
ulang glukosa darah 15 menit setelah pemberian glukosa. Glukagon diberikan
pada pasien dengan hipoglikemia berat (PERKENI, 2006).
26
kronis
ini
berkaitan
dengan
gangguan
vaskular,
yaitu
(Permana,Hikmat, 2007):
Komplikasi mikrovaskular
Komplikasi makrovaskular
Komplikasi neurologis
1. Komplikasi Mikrovaskular
Timbul akibat penyumbatan pada pembuluh darah kecil khususnya kapiler.
Komplikasi ini spesifik untuk diabetes melitus.
Retinopati diabetika
Kecurigaan akan diagnosis DM terkadang berawal dan gejala berkurangnya
ketajaman penglihatan atau gangguan lain pada mata yang dapat mengarah pada
kebutaan. Retinopati diabetes dibagi dalam 2 kelompok, yaitu Retinopati non
proliferatif dan Proliferatif. Retinopati non proliferatif merupkan stadium awal dengan
ditandai adanya mikroaneurisma, sedangkan retinoproliferatif, ditandai dengan
adanya pertumbuhan pembuluh darah kapiler, jaringan ikat dan adanya hipoksia
retina. Pada stadium awal retinopati dapat diperbaiki dengan kontrol gula darah yang
baik, sedangkan pada kelainan sudah lanjut hampir tidak dapat diperbaiki hanya
dengan kontrol gula darah, malahan akan menjadi lebih buruk apabila
dilakukan penurunan kadar gula darah yang terlalu singkat.
27
Nefropati diabetika
Diabetes mellitus tipe 2, merupaka penyebab nefropati paling banyak, sebagai
penyebab terjadinya gagal ginjal terminal. Kerusakan ginjal yang spesifik pada DM
mengaikibatkan perubahan fungsi penyaring, sehingga molekul-molekul besar seperti
protein dapat lolos ke dalam kemih (mis. Albuminuria). Akibat nefropati diabetika
dapat timbul kegagalan ginjal yang progresif. Nefropati diabetic ditandai dengan
adanya proteinuri persisten ( > 0.5 gr/24 jam), terdapat retinopati dan hipertensi.
Dengan demikian upaya preventif pada nefropati adalah kontrol metabolisme dan
kontrol tekanan darah.
2. Komplikasi Makrovaskular
Timbul akibat aterosklerosis dan pembuluh-pembuluh darah besar, khususnya
arteri akibat timbunan plak ateroma. Makroangioati tidak spesifik pada diabetes,
namun pada DM timbul lebih cepat, lebih seing terjadi dan lebih serius. Berbagai
studi
epidemiologis
menunjukkan
akibat
penyakit
Akibat yang paling serius adalah infark miokardium, di mana nyeri menetap
dan lebih hebat dan tidak mereda dengan pembenian nitrat. Namun gejala-gejala ini
dapat tidak timbul pada pendenita diabetes sehigga perlu perhatian yang lebih teliti.
Stroke
Aterosklerosis serebri merupakan penyebab mortalitas kedua tersering pada
penderita diabetes. Kira-kira sepertiga penderita stroke juga menderita diabetes.
Stroke lebih sering timbul dan dengan prognosis yang lebih serius untuk penderita
diabetes. Akibat berkurangnya aliran atrteri karotis interna dan arteri vertebralis
timbul gangguan neurologis akibat iskemia, berupa:
- Pusing, sinkop
- Hemiplegia: parsial atau total
- Afasia sensorik dan motorik
- Keadaan pseudo-dementia
Penyakit pembuluh darah
Proses awal terjadinya kelainan vaskuler adalah adanya aterosklerosis, yang
dapat terjadi pada seluruh pembuluh darah. Apabila terjadi pada pembuluh darah
koronaria, maka akan meningkatkan risiko terjadi infark miokar, dan pada akhirnya
terjadi payah jantung. Kematian dapat terjadi 2-5 kali lebih besar pada diabetes
disbanding pada orang normal. Risiko ini akan meningkat lagi apabila terdapat
keadaan keadaan seperti dislipidemia, obes, hipertensi atau merokok.
Penyakit pembuluh darah pada diabetes lebih sering dan lebih awal terjadi
pada penderita diabetes dan biasanya mengenai arteri distal (di bawah lutut). Pada
diabetes, penyakit pembuluh darah perifer biasanya terlambat didiagnosis yaitu bila
sudah mencapai fase IV. Faktor factor neuropati, makroangiopati dan mikroangiopati
yang disertai infeksi merupakan factor utama terjadinya proses gangrene diabetik.
Pada penderita dengan gangrene dapat mengalami amputasi, sepsis, atau sebagai
factor pencetus koma, ataupun kematian.
29
3. Neuropati
Umumnya berupa polineuropati diabetika, kompikasi yang sering terjadi pada
penderita DM, lebih 50 % diderita oleh penderita DM. MAnifestasi klinis dapat
berupa gangguan sensoris, motorik, dan otonom. Proses kejadian neuropati biasanya
progresif di mana terjadi degenerasi serabut-serabut saraf dengan gejala-gejala nyeri
atau bahkan baal. Yang terserang biasanya adalah serabut saraf tungkai atau lengan.
Neuropati disebabkan adanya kerusakan dan disfungsi pada struktur syaraf
akibat adanya peningkatan jalur polyol, penurunan pembentukan myonositol,
penurunan Na/K ATP ase, sehingga menimbulkan kerusakan struktur syaraf,
demyelinisasi segmental, atau atrofi axonal.
30