Anda di halaman 1dari 37

PRESENTASI KASUS

NEONATUS

Disusun Oleh :
Moch. Fahmi, S.Ked
201310401011032

Pembimbing :
Dr. Effendy, Sp.A

LAB/ SMF ILMU PENYAKIT ANAK


BAPELKES RSUD JOMBANG
2014

KASUS NEONATUS
ANAMNESA
IDENTITAS BAYI
No. Register

: 221716

Nama

: By Ny. Zuria

TTL

: Jombang, 29 Maret 2014 , (11 : 50)

Jenis Kelamin

: Laki-laki

Alamat

: Jogoroto, Jombang

IDENTITAS ORANG TUA


Ibu

Nama

: Ny. Zuria

Umur

: 29 Tahun

Pekerjaan

: Ibu rumah tangga

Pendidikan

: SMP

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Sambirejo, Jogoroto, Jombang

Ayah

: Tn. Slamet

Umur

: 45 Tahun

Pekerjaan

: Buruh tani

Pendidikan

: SD

Agama

: Islam

Suku

: Jawa

Bangsa

: Indonesia

Alamat

: Sambirejo, Jogoroto, Jombang

Ayah

RIWAYAT KEHAMILAN

G2 P1001 A000

Anak pertama selama kehamilan normal, partus spontan cukup bulan


ditolong bidan, BBL 2700 gram, perempuan sekarang berusia 8 tahun

Selama kehamilan rutin melakukan ANC di bidan setiap bulan 1 kali,


tekanan darah tiap kali kontrol normal.

Ibu tidak mempunyai penyakit kronis (Hipertensi, DM), Ibu menyatakan


sempat sakit flu saat UK 6 bulan mengandung dan sudah diperiksakan ke
bidan, demam saat mengandung disangkal ibu.

Riwayat keputihan selama hamil (+), warna putih kental, Bau (+), gatal (-).

Ibu menyatakan mual selama kehamilan sehingga nafsu makan turun,


konsumsi jamu selama kehamilan (+), suami perokok (+), sering merokok
di dalam rumah.

Berat badan ibu naik 12 kg selama kehamilan dari 40 kg menjadi 52 kg

RIWAYAT PERSALINAN

Pasien datang dengan rujukan dari bidan G2 P1001 A000 karena bayi
kurang bulan Kala I fase aktif, KPD (-).

Perkiraan usia kehamilan 34/35 mgg berdasarkan HPHT kehamilan


tunggal, letak bujur dengan presentasi kepala.

Proses persalinan berlangsung di Kamar bersalin RSUD Jombang dengan


proses persalinan spontan.

Bayi lahir hari Sabtu tanggal 29 Maret 2014, Pk.11.50 WIB jenis kelamin
laki-laki

Bayi tidak langsung menangis, merintih, Apgar Score 4-5-5-5-7, Down


score 6, berat badan 1220 gram dan sisa ketuban mekoneal bau (+).

Bayi dikirim ke ruang anggrek karena Kurang bulan, Berat lahir rendah
dengan Apgar score 4-5

PEMERIKSAAN FISIK ( tanggal 29 Maret 2014, Pk. 13.15 )

Keadaan Umum
Aktifitas lemah, merintih, tonus otot lemah, kulit berwarna kemerahan
dengan akral cyanotic, sesak (+), Hipersalivasi (+), posisi semi extensi

Vital Sign

Suhu (OC) axilla

: 36,5 OC

HR (Heart Rate)

: 143 x / menit, reguler

RR ( Respiratory Rate )

: 50 x / menit, teratur

CRT ( Cappilary Refill time ) : <2 detik

Anthropometri

BB Lahir

: 1290 gram

BB Masuk

: 1220 gram

Panjang Badan

: 39 cm

Lingkar Kepala (FO) : 30 cm

Lingkar Dada

: 24 cm

Lingkar Abdomen

: 23 cm

Sistem Pernafasan :

RR: 50 x/menit, teratur

Warna Kulit : merah muda, ekstremitas sianosis

Dinding Dada : pergerakan simetris, retraksi ICS (+), retraksi


suprasternal (+), maupun retraksi epigastrial (+)

Pernafasan : spontan, pernafasan cuping hidung (+), grunting (+)

Suara Nafas : vesikuler, tidak ada ronchi maupun wheezing

Sistem Cardivaskular

HR : 143 x / menit, regular

Bunyi jantung : S1-S2 tunggal, reguler, tdk didapatkan murmur


maupun gallop

Precordial pulsasi (+)

Epigastrium pulsasi (-)

Sistem Neurologis :

Aktivitas : bangun/sadar

Tingkat Kesadaran : Compos Mentis

Pergerakan :spontan

Tonus :lemah

Pupil : pupil bulat isokor, diameter 2 mm

Membuka Mata : spontan

Menangis : gerak tangis lemah, grunting (+)

Fontanel : datar, Sutura : terpisah

Tidak Kejang

Refleks : moro, rooting, dan hisap (+) lemah

Sistem Gastrointestinal

Bising Usus : (+) normal

Dinding Perut : kemerahan, supel, Hepar/Lien tidak teraba, tdk


didapatkan darm countur tidak meteorismus, Turgor kulit baik

Belum BAB

Sistem Genitourinaria

Testis belum turun

Guratan skrotum jarang

Belum BAK

Kepala dan leher

Cephal hematoma (-), Caput succadenum (-)

Sutura : dalam batas normal

Mata : tdk Anemis, tdk Icterus, Subconjungtiva bleeding (-)

Telinga : normal

Mulut : Kelainan bawaan Cheilognathopalatoschizis

Pembesaran Kelenjar Getah Bening tidak ada

Ekstremitas

Akral dingin

Tdk ada Edema

Cyanosis

Tdk ada Fraktur

PEMERIKSAAN MATURITAS FISIK

Kulit

: Merah jambu lembut, tampak gambaran vena (1)

Lanugo

: Halus (2)

Garis telapak kaki

: Garis kaki hanya di anterior (2)

Payudara

: Areola rata tanpa bantalan (1)

Mata dan Telinga

: Kelopak terbuka, lengkung terbentuk baik lunak,

tapi recoil cepat (2)

Genital

: Testis dibagian atas kanal, guratan kulit jarang (1)

Total: 9
PEMERIKSAAN MATURITAS NEUROMUSCULAR

Posture

: Semi ekstensi

(2)

Square window

: 450

(2)

Arm recoil

: 1100-1400

(2)

Popliteal angle

: <1400

(1)

Scarf sign

: tahanan tarikan lemah

(1)

Heel to ear

: tidak bisa sampai telinga

(2)

Total: 10
Jumlah Score = 19 Berarti usia kehamilan sekitar 30-32 minggu
RESUME

By. Ny. Zuria

Kenaikan berat badan selama kehamilan 12 kg, ANC rutin setiap bulan di
Bidan

Saat usia kehamilan 6 bulan ibu mengalami sakit flu, nafsu makan
berkurang selama kehamilan karena mual. Konsumsi jamu selama
kehamilan (+), suami perokok aktif, sering merokok didalam rumah.

Bayi lahir spontan, tidak langsung menangis, merintih, Apgar Score 4-5-55-7, berat badan 1220 gram dan sisa ketuban meconeal

Keadaan Umum : Aktifitas cukup, tangisan lemah, merintih, tonus otot


lemah, kulit berwarna kemerahan sianosis pada akral, tampak sesak, tidak
tampak edema, posisi semi extensi

Vital sign : Suhu : 36,50 C, HR : 143 x/ menit, regular, RR: 50 x / menit,


teratur, CRT: < 2 detik

Pernafasan : Spontan, Pernafasan cuping hidung (+), retraksi (+), grunting


(+)

Cardiovaskular : Normal

Neurologis : Reflek moro, rooting, dan hisap lemah

Gastrointestinal : baik

Urogenitalia : Testis belum turun, guratan skrotum jarang

Kepala dan leher : Kelainan bawaan cheillognathopalatoschizis

Ekstremitas : Tonus lemah, akral sianosis

Maturitas Fisik dan neuromuscular : Usia kehamilan sekitar 30-32 minggu

DIAGNOSIS
-

Bayi Kurang Bulan/ Bayi Berat Lahir Rendah/ Sesuai Massa Kehamilan

Cheilognatopalatoschizis

Susp Infeksi Perinatal

PLANNING DIAGNOSIS

DL

Hb

Leukosit

Hct

Eritrosit

Trombosit

Golongan darah

CRP kuantitatif

Kultur

PLANNING THERAPY

Thermoregulasi

Perawatan Bayi dan tali pusat

Pasang saturasi oksigen O2 CPAP

Injeksi vitamin K 0,1 mg IM

Tetes Mata gentamicin 2 tetes ODS

OGTRetensiPuasa

Infus D10 116 ml/24 jam

Inj Ca Gluconas 6 ml

Inj Ampicillin-sulbactam 2 x 100 mg

PLANNING MONITOR

Keadaan umum bayi (sesak, sianosis)

Saturasi oksigen

Vital sign (toC, HR, RR, CRT)

Penurunan/peningkatan Berat Badan

Balance cairan (cairan infus-urine)

Retensi cairan lambung

PROGNOSIS : Jelek

PROGRESS NOTE

29-3-2014
0/1/1
Sesak (+), Hipersalivasi
(+), sianosis (+), febris
(-), gerak tangis lemah,
tonus lemah.
BB 1220gr
HR= 143x RR=50x
T=36,5oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/-/+/+
pch (+), cleft bibirlangit-langit (+).
-Th: Simetris, retraksi
intercostae (+)
supraternal (+), Suara
nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal
reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+)
normal, H/L tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed --/--

30-3-2014
1/2/2
Sesak (+), Hipersalivasi
(+), sianosis (-), febris
(-), gerak tangis lemah,
tonus lemah.
BB 1340gr
HR= 138x RR=55x
T=36,1oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/-/-/+ pch
(+), cleft bibir-langitlangit (+).
-Th: Simetris, retraksi
intercostae (+)
supraternal (+), Suara
nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal
reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+)
normal, H/L tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed --/-Lab:
Hb: 22,9 Hct: 62,9
Leu:7000 Eri: 5,5 jt
Trombosit: 53.000

31-3-2014
2/3/3
Sesak (+), Hipersalivasi
(+), sianosis (-), febris
(-), gerak tangis lemah,
tonus lemah.
BB 1300gr
HR= 140x RR=56x
T=36,6oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/-/-/+ pch
(+), cleft bibir-langitlangit (+).
-Th: Simetris, retraksi
intercostae (+)
supraternal (+), Suara
nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal
reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+)
normal, H/L tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed --/--

- BKB/BBLR/SMK
- Susp Perinatal
Infection
- Cheilognatopalatoschi
zis

- BKB/BBLR/SMK
- Susp Perinatal
Infection
- Cheilognatopalatoschi
zis

- BKB/BBLR/SMK
- Susp Perinatal
Infection
- Cheilognatopalatoschi
zis

Planning Dx:
DL+Golongan darah
Planning Tx:
- Nasal Canul O2
- OGT
- Inf D10 120 cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x100
mg

Planning Tx:
- Nasal Canul O2
- OGT
- Inf D10 80 cc/24 jam
- Inj Aminofusin 60
cc/24 jam
-NaCl 3% 10cc/24 jam
-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10%
5cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x100
mg
-Minum ASI/PASI 2
cc/2 jam
1-4-2014
2-4-2014
3/4/4
4/5/5
Sesak (+), Hipersalivasi Sesak (+), Hipersalivasi
(+), sianosis (-), febris
(+), sianosis (-), febris
(+), gerak tangis lemah, (+), gerak tangis lemah,
gerak aktif.
tonus lemah.
BB 1280gr
BB 1300gr
HR= 142x RR=60x
HR= 120x RR=56x
T=36,9oC CRT<2dtk
T=36,8oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/+/-/+
-K/L: a/i/c/d=-/+/-/+
pch (+), cleft bibirpch (+), cleft bibirlangit-langit (+).
langit-langit (+).
-Th: Simetris, retraksi
-Th: Simetris, retraksi
intercostae (+)
intercostae (+)
supraternal (+), Suara
supraternal (+), Suara
nafas vesikuler
nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh
inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal -/-, wh -/-, s1-s2 tunggal
reguler murmur (-)
reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+)
-Abd: Supel, BU (+)
normal, H/L tak teraba
normal, H/L tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed --/-- -Eks: AH ++/++ ed --/-P O2= 100%
Residu lambung coklat
2 cc
- BKB/BBLR/SMK
- BKB/BBLR/SMK
- Susp Perinatal
- Susp Perinatal
Infection
infection
- Cheilognatopalatoschi - Cheilognatopalatoschi
zis
zis
Planning Tx:
Planning Tx:
- Nasal Canul CPAP
- Nasal Canul O2
FiO2 40%, monitor
- OGT
saturasi
- Inf D10 0,18 S 100

Planning Tx:
- Nasal Canul O2
- OGT
- Inf D10 80 cc/24 jam
- Inj Aminofusin 60
cc/24 jam
-NaCl 3% 10cc/24 jam
-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10%
5cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x100
mg
-Minum ASI/PASI
2cc/2jam
3-4-2014
5/6/6
Sesak (+), Hipersalivasi
(+), sianosis (-), febris
(-), gerak tangis lemah,
tonus lemah.
BB 1360gr
HR= 140x RR=56x
T=36,6oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/-/+/+
pch (+), cleft bibirlangit-langit (+).
-Th: Simetris, retraksi
intercostae (+)
supraternal (+), Suara
nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal
reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+)
normal, H/L tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed --/--

- BKB/BBLR/SMK
- Susp Perinatal
Infection
- Cheilognatopalatoschi
zis
Planning Tx:
- Nasal Canul O2
- OGT
- Inf D10 0,18 S 100

- OGT
- Inf D10 80 cc/24 jam
- Inj Aminofusin 60
cc/24 jam
-NaCl 3% 10cc/24 jam
-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10%
5cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x1 cc
-Minimal Handling
-Minum ASI/PASI 2
cc/2 jam monitor residu
lambung

S
O

A
P

cc/24 jam
- Inj Aminofusin 75
cc/24 jam
-NaCl 3% 10cc/24 jam
-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10%
5cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x1 cc
-Puasa (TPN)
-Minimal Handling

cc/24 jam
- Inj Aminofusin 75
cc/24 jam
-NaCl 3% 10cc/24 jam
-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10%
5cc/24 jam
- Inj Viccilin sx 2x1 cc
-Puasa (TPN)
-Minimal Handling

4-4-2014
6/7/7
Sesak (+), Hipersalivasi (+),
sianosis (-), febris (+), gerak
tangis lemah, gerak aktif.
BB 1260gr
HR= 150x RR=50x
T=37,4oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/+/-/+ pch (+), cleft
bibir-langit-langit (+).
-Th: Simetris, retraksi intercostae
(+) supraternal (+), Suara nafas
vesikuler inspirasi>ekspirasi, rh
-/-, wh -/-, s1-s2 tunggal reguler
murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+) normal, H/L
tak teraba
-Eks: AH ++/++ ed ++/++ Sklerm
++/++

5-4-2014
7/8/8
Sesak (+), Hipersalivasi (+), sianosis
(-), febris (+), gerak tangis lemah,
tonus lemah.
BB 1400gr
HR= 110x RR=40x
T=37,2oC CRT<2dtk
-K/L: a/i/c/d=-/+/-/+ pch (+), cleft
bibir-langit-langit (+).
-Th: Simetris, retraksi intercostae (+)
supraternal (+), Suara nafas vesikuler
inspirasi>ekspirasi, rh -/-, wh -/-, s1s2 tunggal reguler murmur (-)
-Abd: Supel, BU (+) normal, H/L tak
teraba
-Eks: AH ++/++ ed ++/++
Sklerm ++/++
Hb: 12,6 Hct: 35,6
Leu:3000 Eri: 3,28 jt
Trombosit: 10.000
Bilirubin total: 23,57
Bilirubin direk: 12,8

- BKB/BBLR/SMK
- Susp sepsis
- Cheilognatopalatoschizis
Planning Tx:
- Nasal Canul CPAP FiO2 40%,
monitor saturasi
- OGT
- Inf D10 0,18 S 100 cc/24 jam
- Inj Aminofusin 75 cc/24 jam

- BKB/BBLR/SMK
- Sepsis
- Cheilognatopalatoschizis
Planning Dx: Kultur, GDA
Planning Tx:
- Nasal Canul O2
- OGT
- Inf D10 0,18 S 100 cc/24 jam
- Inj Aminofusin 75 cc/24 jam

-NaCl 3% 10cc/24 jam


-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10% 5cc/24 jam
-Inj Aminofilin 3x2cc
-Inj Viccilin sx 2x1 cc
-Minimal Handling
-Minum ASI/PASI 2 cc/2 jam
monitor residu lambung

-NaCl 3% 10cc/24 jam


-KCl 7,4% 3cc/24 jam
-Ca Glukonas 10% 5cc/24 jam
- Inj Aminofilin 3 x 2 cc
- Inj Meropenem 3 x 20 mg
- Inj Gentamicin 1 x 7,5 mg
-Puasa (TPN)
-Minimal Handling

TINJAUAN PUSTAKA
CHEILLOGNATOPALATOSCHIZIS
Definisi
Cheillognatopalatoschizis merupakan kelainan kongenital yang terjadi
akibat proses pembentukan bibir atau mulut yang tidak semprna. Kelainan
kongenital ini dapat disebut dengan orofacial cleft. Kelainan kongenital ini terjadi
pada masa awal kehamilan. Bayi baru lahir dapat mengalami cleft lip, cleft palate,
atau keduanya (Parker, 2010).
Cheillognatopalatoschizis

merupakan

kelainan

kongenital

yang

menyebabkan banyak masalan dalam hal medis. Diperlukan perawatan khusus


untuk pasien dengan palatoschisis. Produksi suara, nutrisi, pertumbuhan rahang,
pertumbuhan gigi dan beberapa tahap perkembangan penting yang mungkin akan
terpengaruh (Samanich, 2009). Bayi dengan celah bibir dengan atau tanpa celah
langit-langit atau hanya celah langit-langit kemungkinan juga memiliki masalah
dengan pendengarannya, mulai dari infeksi telinga sampai dengan ketulian.
Bibir mulai terbentuk antara 4 sampai 7 minggu kehamilan. Celah pada
bibir terbentuk ketika jaringan yang membentuk bibir tidak terbentuk dengan

sempurna, hal tersebut menyebabkan terbentuknya celah pada bibir atas. Celah
pada bibir dapat

berupa celah yang kecil sampai dengan celah yang dapat

terhubung sampai ke hidung. Langit-langit (palatum) mulai terbentuk diantara 69 minggu kehamilan (Parker, 2010).

Etiologi dan Faktor Resiko


Penyebab Palatoschisis pada bayi baru lahir masih belum diketahui
pasti. Beberapa kasus dengan palatoskisis ditemukan adanya perubahan pada
susunan genetik. Celah pada bibir dan langit-langit dapat pula disebabkan karena
kombinasi dari gen, dan faktor lain seperti faktor lingkungan, nutrisi ibu selama
mengandung, dan penggunaan obat-obatan selama kehamilan.
Beberapa faktor resiko seperti merokok, dan adanya penyakit kronis
seperti diabetes diduga berhubungan dengan tingkat kejadian palatoscisis. Wanita
yang merokok selama mengandung lebih tinggi resiko terhadap kejadian
palatoscisis daripada wanita yang tidak merokok (Honein, 2007). Wanita yang
terdiagnosis diabetes sebelum hamil menunjukkan peningkatan resiko terhadap
kejadian palatoscisis pada bayi yang dikandung (Correa, 2008).

Patogenesis
Pembentukan langit-langit dimulai pada akhir minggu kelima
kehamilan (Jonhson, 2009). Pada tahap ini, langit-langit terdiri dari 2 bagian,
yaitu bagian anterior (primer) dan bagian posterior (sekunder). Pada hidung

bagian tenga terdapat tonjolan yang membentuk intermaxillary (premaxillary)


segmen, yang terdiri dari langit-langit primer dan gigi seri. Langit-langit primer
meluas ke belakang ke foramen incisivus.
Langit-langit sekunder dibentuk oleh prosessus palatina lateral, dimulai
dari foramen incisivus dan berisi bagian tulang dan bagian otot. Prosessus palatina
lateral terbentuk di sekitar minggu keenam kehamilan terdiri dari bagian-bagian
dalam dari prominensia maksilaris yang membentuk 2 struktur horizontal tersusun
pada kedua sisi lidah. Tertutupnya palatum durum dimulai dari anterior ke
posterior pada minggu kedelapan kehamilan.
Sejumlah prosessus terbentuk dari penggabungan 2 prosessus. Sel mati
yang telah terprogram pada tepi yang bebas dan produksi lapisan lengket
glikoprotein dan desmosom memberikan ikatan antarmuka permukaan ideal. Sisi
kiri cenderung tertinggal di belakang sisi kanan, mengarah ke kecenderungan
untuk terbentuk celah pada sisi kiri. Septum hidung kemudian tumbuh ke bawah
ke langit-langit yang baru dibentuk . Proses tersebut selesai antara minggu ke-9
dan ke-12 kehamilan .
Tulang mulai terbentuk di langit-langit anterior pertama dan meluas ke
posterior. Palatum mole dan uvula , yang membentuk bagian posterior langitlangit sekunder berkembang selama minggu kedelapan kehamilan. Tensor veli
palatini berkembang, diikuti oleh otot uvula. Struktur ini selesai pada minggu ke17 kehamilan .
Ditinjau dari sisi genetik, deformitas pada langit-langit terjadi secara
heterogen dan multifaktor. Kromosom autosomal resesif, autosomal dominan, dan
pola pewarisan terkait kromosom X telah banyak dijelaskan. Untuk semua orang

tua, kemungkinan memiliki anak dengan celah yang adalah 1 dalam 700. Dalam
keluarga di mana tidak ada kerabat tingkat pertama yang terpengaruh, tingkat
kejadian palatoskisis adalah 2,5 %. Ketika kerabat tingkat pertama dipengaruhi ,
tingkat kejadiannya sebesar 10 %. Tingkat kejadian yang sama (10-12 %) terjadi
pada keturunan orang yang lahir dengan cacat sumbing . Jika celah tersebut adalah
bagian dari sindrom autosomal dominan, tingkat kejadian bisa setinggi 50%.
Sebuah deformitas sumbing dikaitkan dengan sindrom pada 30% kasus. Lebih
dari 400 sindrom dengan cacat sumbing sebagai salah satu karakteristik telah
banyak dijelaskan dalam penelitian sebelumnya
Seperti dijelaskan sebelumnya, etiologi palatoskisis belum dapat
dijelaskan dengan baik. Namun , beberapa bukti bahwa faktor-faktor eksternal
mungkin memainkan peran. Relatif sedikit dari banyak teratogen diakui
menyebabkan bibir sumbing . Konsumsi alkohol dalam periode embryologic tidak
menghasilkan banyak bayi dengan celah. Teratogen lain yang terkait dengan bibir
sumbing termasuk fenitoin, retinoid, dan obat-obatan terlarang (misalnya ,
kokain). Celah Mekanis diinduksi dapat terjadi in utero dengan cara pelampiasan
langsung pada embrio .
Pemetaan genetik dari keluarga dengan bentuk warisan dari langitlangit telah menghasilkan identifikasi gen yang terlibat dalam pengembangan
langit-langit . Sumbing berhubungan dengan ankyloglossia, gangguan terkait-X ,
terbukti disebabkan oleh mutasi gen TBX22. TBX22 adalah anggota dari keluarga
gen T - box, yang merupakan faktor transkripsi pada vertebrata terlibat dengan
arah mesoderm. Secara khusus, TBX22 dinyatakan dalam rak palatal sesaat

sebelum ketinggian mereka di atas lidah. Mutasi pada gen hasil ini di langit-langit
karena hilangnya fungsi TBX22 (Lidral, 2008).

Penatalaksanaan
Tatalaksana pada penderita palatoskisis sangat tergantung pada derajat
palatoskisis, adanya sindrom yang menyertai atau kelainan kongenital lain serta
dari faktor usia. Tindakan bedah pada celah bibir umumnya dilakukan bulan
pertama

kelahiran.

American

Cleft

Palate-Craniofacial

Association

merekomendasikan untuk tindakan bedah pada 12 bulan pertama kelahiran.


Tindakan bedah untuk celah langit-langit direkomendasikan pada usia
18 bulan pertama kelahiran. Banyak anak ketika bertambah dewasa membutuhkan
tindakan bedah tambahan. Tindakan bedah selain bertujuan untuk memperbaiki
kondisi fisik (kosmetik), tindakan bedah juga bertujuan untuk memperbaiki pola
pernafasan, pendengaran, bicara, dan bahasa.

DAFTAR PUSTAKA
American Cleft Palate-Craniofacial Association. Parameters for evaluation and
treatment of patients with cleft lip/palate or other craniofacial anomalies.
Revised edition, Nov 2009. Chapel Hill, NC. P. 1-34.
Correa A, Gilboa SM, Besser LM, et al. Diabetes mellitus and birth defects. Am J
Obstet Gynecol 2008;199(3): 237.e1-9.
Honein MA, Rasmussen SA, Reefhuis J, Romitti P, Lammer EJ, Sun L, et al.
Maternal smoking, environmental tobacco smoke, and the risk of oral
clefts. Epidemiology 2007;18(2):22633.
Johnson CY, Honein MA, Hobbs CA, Rasmussen SA. Prenatal diagnosis of
orofacial clefts, National Birth Defects Prevention Study, 1998-2004.
Prenat Diagn. May 19 2009
Lidral AC, Moreno LM, Bullard SA. Genetic Factors and Orofacial Clefting.
Semin Orthod. Jun 2008;14(2):103-114.
Parker SE, Mai CT, Canfield MA, Rickard R, Wang Y, Meyer RE, et al; for the
National Birth Defects Prevention Network. Updated national birth
prevalence estimates for selected birth defects in the United States, 20042006. Birth Defects Res A Clin Mol Teratol. 2010;88(12):1008-16.
Samanich J. Cleft palate. Pediatr Rev. Jun 2009;30(6):230-2.

TINJAUAN PUSTAKA
INFEKSI PERINATAL
Definisi
Infeksi pada neonatus yang terjadi pada masa neonatal, intranatal dan
postnatal. Infeksi pada bayi baru lahir lebih sering ditemukan pada BBLR. Infeksi
juga lebih sering ditemukan pada bayi yang lahir di rumah sakit dibanding dengan
bayi yang lahir di luar rumah sakit. Bayi baru lahir mendapat kekebalan
(imunitas) transplasenta terhadap kuman yang berasal dari ibunya. Sesudah lahir,
bayi terpapar dengan kuman yang juga berasal dari orang lain. Terhadap kuman
yang berasal dari orang lain ini bayi tidak memiliki imunitas (Barbara, 2003).
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Etiologi Infeksi perinatal dapat disebabkan oleh berbagai bakteri seperti
Escherichia coli, Pseudomonas pyocyaneus, Klebsielia, Staphylococcus aureus,
dan Coccus gonococcus. Faktor yang mempengaruhi terjadinya infeksi
perinatologi dapat dibagi menjadi 3 yakni, faktor maternal, faktor lingkungan, dan
faktor penjamu.

Faktor maternal terdiri dari ruptur selaput ketuban yang lama,


persalinan prematur, amnionitis klinis, demam maternal, manipulasi berlebihan
selama proses persalinan, dan persalinan yang lama. Pengaruh lingkungan yang
dapat menjadi predisposisi bayi yang terkena sepsis, tetapi tidak terbatas pada
buruknya praktek cuci tangan dan teknik perawatan, kateter umbilikus arteri dan
vena, selang sentral, berbagai pemasangan kateter selang trakeaeknologi invasive,
dan pemberian susu formula. Faktor penjamu meliputi jenis kelamin laki-laki,
bayi prematur, berat badan lahir rendah, dan kerusakan mekanisme pertahanan
dari penjamu.
Penyakit yang di derita ibu selama kehamilan dapat pula menjadi faktor
predisposisi terjadinya infeksi perinatal, perawatan antenatal yang tidak memadai;
Ibu menderita eklamsia, diabetes mellitus. Pertolongan persalinan yang tidak
higiene, partus lama, partus dengan tindakan, kelahiran kurang bulan, BBLR,
cacat bawaan. Adanya trauma lahir, asfiksia neonatus, tindakan invasif pada
neonatus. Tidak menerapkan rawat gabung. Sarana perawatan yang tidak baik,
bangsal yang penuh sesak. Ketuban pecah dini, amnion kental dan berbau;
Pemberian minum melalui botol, dan pemberian minum buatan (Barbara, 2003).
Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai neonatus
melalui beberapa cara yakni pada saat pada saat antenatal, intranatal, dan
postnatal.
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta dan
umbilikus masuk ke dalam tubuh bayi melalui sirkulasi darah janin. Penyebab
infeksi adalah virus yang dapat menembus plasenta antara lain: virus rubella,

herpes, sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui jalur ini
antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma. Riwayat kehamilan yang
meningkatkan resiko bayi terinfeksi, diantaranya adalah infeksi pada ibu selama
kehamilan seperti TORCH, ekslampsia, diabetes melitus, penyakit bawaan pada
ibu.
Pada masa intranatal atau saat persalinan Infeksi saat persalinan terjadi
karena kuman yang ada pada vagina dan serviks naik mencapai korion dan
amnion. Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman melalui
umbilikus masuk ketubuh bayi. Infeksi ini sering terjadi ketika mikroorganisme
masuk dari vagina, lalu naik dan kemudian masuk ke dalam rongga amnion,
biasanya setelah selaput ketuban pecah. Ketuban yang pecah lebih dari 12 jam
akan menjadi penyebab timbulnya plasentitis dan amnionitis. Infeksi dapat terjadi
pula walaupun air ketuban belum pecah, yaitu pada partus lama yang sering
dilakukan manipulasi vagina, termasuk periksa dalam dan kromilage (melebarkan
jalan lahir dengan jari penolong). Infeksi dapat pula terjadi melalui kontak
langsung dengan kuman yang berasal dari vagina, misalnya pada Blennorhoe.
Cara lain yaitu pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada janin
dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat bayi melewati jalan lahir
yang terkontaminasi oleh kuman (misalnya: herpes genetalia, candida albicans,
gonorrhea).
Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan Infeksi yang terjadi sesudah
kelahiran umumnya terjadi sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial
dari lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap lendir, selang
endotrakea, infus, selang nasogastrik, botol minuman atau dot). Perawat atau

profesi lain yang ikut menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilikus (Barbara, 2003).
Diagnosis
Diagnosis infeksi tidak mudah karena tanda khas seperti yang terdapat
pada bayi lebih tua sering kali tidak ditemukan, diagnosis dapat dibuat dengan
pengamatan yang cermat. Diagnosis dini dapat dibuat apabila terdapat kelainan
tingkah laku bayi dapat merupakan tanda-tanda permulaan infeksi umum.
Tanda dan Gejala Gejala infeksi yang umumnya terjadi pada bayi yang
mengalami infeksi perinatal adalah sebagai berikut: bayi malas minum, gelisahletargi, frekuensi pernapasan meningkat, berat badan turun, pergerakan kurang,
muntah, diare, sklerema dan oedema, perdarahan, ikterus dan kejang, suhu tubuh
dapat normal, hipotermia, atau hipertermi (Harianto, 2008).

Klasifikasi
Jenis Infeksi karena bakteri pada bayi baru lahir dapat diklasifikasikan
menjadi tiga yaitu sebagai berikut :
1. Infeksi bakteri sistemik
Bayi tampak mengantuk/letargi atau tidak sadar, kejang disertai satu
tanda infeksi, gangguan nafas, malas minum atau tidak bisa minum
dengan atau tanpa muntah, bagian tubuh merah dan mengeras,ubunubun cembung, suhu bisa panas atau dingin.
2. Infeksi bakteri lokal berat

Pada bayi ditemukan nanah didaerah mata, telinga, tali pusat atau
umbilikus kemerahan dan meluas sampai kekulit perut,bernanah
serta ada kerusakan kulit.
3. Infeksi bakteri lokal
Pada bayi terdapat nanah keluar dari mata dalam jumlah sedikit,
daerah tali pusat dan umbilikus kemerahan, berbau busuk dan
terjadi sedikit kerusakan kulit (Saifudin, 2008).
Penatalaksanaan
Penanganan secara umum bayi yang mengalami infeksi, diantaranya
adalah :
1. Mempertahankan tubuh bayi tetap hangat
2. ASI tetap diberikan atau diberi air gula
3. Injeksi antibiotik berspektrum luas sesuai dosis dan terarah
4. Perawatan sumber infeksi.
Pemberian antibiotik yang berlebihan dan tidak terarah dapat
menyebabkan tumbuhnya mikroorganisme yang tahan terhadap antibiotik serta
tumbuhnya jamur yang berlebihan seperti Candida albicans (Saifudin, 2008).
Pemberian antibiotik hendaknya disesuaikan dengan pola kuman yang
ada pada masing-masing unit perawatan neonatus. Tidak adanya pola kuman yang
khas yang dapat digunakan sebagai pedoman terapi sementara menunggu hasil
kultur selesai yang memakan waktu tiga sampai lima hari merupakan salah satu
penyebab resistensi (Hadinegoro, 2002). Oleh karena itu uji mikrobiologi dan uji
resistensi harus dilakukan secara rutin untuk memudahkan para dokter dalam hal
memilih antibiotik.

Pemilihan antibiotik inisial pada neonatus yang dicurigai bakteremia


didasarkan pada kondisi klinik. Jika tidak diberikan, neonatus yang mengalami
bakteremia berisiko berkembang menjadi komplikasi seperti meningitis atau
pneumonia sehingga harus diberikan secara tepat dan rasional. Begitu hasil kultur
darah ada, terapi harus disesuaikan dengan hasil uji sensitifitas. Bila hasil kultur
tidak menunjukkan pertumbuhan bakteri dalam dua sampai tiga hari dan bayi
secara klinis baik, maka antibiotik harus dihentikan. Dalam hal ini dokter perlu
menguasai benar mengenai tanda-tanda klinis pasien untuk menentukan pasien
mana yang butuh antibiotik segera dan yang tidak untuk menghindari penggunaan
antibiotik yang berlebihan (Amir, 2005).

DAFTAR PUSTAKA

Amir I, Rundjan L. Pemberian antibiotik secara rasional pada sepsis neonatorum.


Di dalam : Update inneonatal infection. Balai Penerbit FKUI; 2005 : 1-10
Barbara JS, 2003, Infection of the neonatal infant, Nelson Textbook of Pediatrics
17th edition (May 2003).
Hadinegoro SR. Pemakaian antibiotik di bidang pediatri. Di dalam : Soedarmo SP,
Garna H, Hadinegoro SR,editor. Buku ajar ilmu kesehatan anak infeksi
dan penyakit tropis, edsisi pertama. Jakarta : Balai PenerbitFKUI; 2002 :
73-84
Harianto A. 2008. Sepsis Neonatorum. Pedoman Diagnosis dan Terapi BAG/SMF
Ilmu Kesehatan Anak Edisi 3, Surabaya: RSU dr Soetomo.
Saifudin, dkk. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal

TINJAUAN PUSTAKA
BAYI PREMATUR
Definisi
Persalinan prematur menurut WHO adalah lahirnya bayi sebelum
kehamilan berusia lengkap 37 minggu. Persalinan prematur yaitu persalinan yang
terjadi pada kehamilan 37 minggu atau kurang, merupakan hal yang berbahaya
karena mempunyai dampak yang potensial meningkatnya kematian perinatal.
Kelahiran prematur terjadi sebelum 37 minggu usia kehamilan dan bisa
dibagi dalam moderate premature atau prematur sedang, very premature atau
sangat prematur, dan extremely premature atau amat sangat prematur. Usia
kehamilan ini dihitung dari hari pertama setelah siklus menstruasi terakhir (WHO,
2013).
Prematuritas ini juga dibedakan dalam dua kelompok:

1. Prematuritas murni. Merupakan bayi yang lahir dengan berat badan


sesuai dengan masa kehamilan, seperti masa kehamilan kurang dari
37 minggu dengan berat badan 1800-2000 gram.
2. Bayi dismatur/ small for gestational age. Merupakan bayi dengan
berat badan lahir tidak sesuai dengan masa kehamilan, seperti bayi
lahir setelah sembilan bulan dengan berat badan tidak mencapai
2500 gram (Kimberly, 2011)
Etiologi (Penyebab) Terjadinya Kelahiran Prematur
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya kelahiran prematur dapat
dibagi menjadi faktor ibu dan faktor janin. Faktor ibu yang menyebabkan
kelahiran prematur diantaranya karena ada riwayat kelahiran prematur
sebelumnya, perdarahan antepartum, kondisi malnutrisi pada ibu, kelainan uterus,
hidramnion, penyakit jantung/penyakit kronik lainnya, hipertensi, umur ibu
kurang dari 20 tahun atau lebih dari 35 tahun, jarak kehamilan yang terlalu dekat,
riwayat infeksi dan trauma. Faktor janin terdiri dari cacat bawaan, kehamilan
ganda, hidramnion, dan ketuban pecah dini. Selain dari faktor ibu dan janin,
kejadian bayi prematur juga berhubungan dengan keadaan sosial ekonomi yang
rendah dan beberapa kebiasaan seperti pekerjaan melelahkan atau merokok
(Richard, 2003).

Komplikasi yang Timbul pada Prematur


a.

Hipotermia
Bayi prematur mudah dan cepat sekali menderita hipotermia bila berada

di lingkungan yang dingin. Kehilangan panas disebabkan oleh permukaan tubuh

yang relative lebih luas bila dibandingkan dengan berat badan, kurangnya jaringan
lemak di bawah kulit dan kekurangan lemak cokelat (brown fat), untuk mencegah
hipotermia, perlu diusahakan lingkungan yang cukup hangat untuk tubuh bayi
tetap normal.
Bila bayi dirawat dalam inkubator, maka suhunya untuk bayi dengan
berat badan 2000 gram adalah 350C dan untuk bayi dengan berat badan 2000-2500
gram 340C. Bayi dalam inkubator hanya perlu dipakaikan popok. Hal ini penting
untuk memudahkan pengawasan mengenai keadaan umum, perubahan tingkah
laku, warna kulit, pernafasan, kejang dan sebagainya sehingga penyakit-penyakit
yang diderita dapat dikenal sedini mungkin dan tindakan serta pengobatan dapat
dilakukan.
b.

Infeksi
Bayi prematur mudah sekali di serang infeksi, ini disebabkan oleh

karena daya tahan tubuh terhadap infeksi berkurang, relatif belum sanggup
membentuk antibodi dan daya fagositosis serta reaksi terhadap peradangan belum
baik. Bayi prematur lebih rentan terjadi infeksi dibandingkan dengan bayi yang
lahir cukup bulan, kejadian tersebut dapat dijelaskan karena hal berikut:
1. Traktus genitalia ibu yang mengalami infeksi merupakan penyebab
utama kelahiran prematur, sehingga meningkatkan resiko terjadinya
transmisi secara vertical pada bayi baru lahir.
2. Angka kejadian infeksi intraamnion sangat berhubungan dengan
masa kehamilan.
3. Bayi prematur dilaporkan memiliki kondisi imun yang lemah
4. Bayi prematur seringkali mendapatkan perawatan invasif (IV line dan

ET tube) yang memungkinkan sebagai jalan masuk dari beberapa


kuman penyebab infeksi.
c. Hipoglikemia
Keadaan ini terutama bila pemberian minum terlambat, penyebabnya
belum jelas, tetapi mungkin disebabkan oleh kurangnya cadangan glikogen hati
dan meningginya metabolisme bayi. Pemberian minum bayi dimulai pada waktu
secepat mungkin agar bayi tidak menderita hipoglikemia dan hiperbilirubnemia.

Patofisiologi
Terdapat banyak penyebab gangguan pertumbuhan intrauterin yang
berefek terhadap janin dengan gangguan yang berbedabeda. Pada pertumbuhan
intrauterin normal, pertambahan berat plasenta sejalan dengan pertambahan berat
janin, tetapi walaupun untuk bayi besar memerlukan plasenta yang besar, tidak
demikian sebaliknya. Namun demikian berat lahir memiliki hubungan yang
berarti dengan berat plasenta. Berat lahir juga berhubungan sekali dengan luar
permukaan villus plasenta.
Selama embryogenesis status gizi ibu memiliki efek kecil terhdap
pertumbuhan bayi, hal itu terjadi karena kebanyakan wanita memiliki cukup
banyak simpanan nutrisi untuk embrio yang tumbuh lambat. Meskipun demikian
pada fase pertumbuhan trimester ketiga saat hypertropi seluler janin dimulai,
kebutuhan nutrisi janin dapat melebihi persediaan ibu, jika masukkan nutrisi ibu
kurang. Pada bayi prematur akan mengalami berat badan lahir rendah,
pembentukan substansi surfaktan yang belum sempurna dan imaturnya system
imunulogi yang memerlukan perawatan yang lebih intensif (Syaifudin, 2007).

Tanda dan gejala kliniks


Tanda dan gejala bayi prematur terdiri dari :
1. Alat kelamin pada bayi laki-laki paling mentasi dan ragae pada skrotum
testis belum turun kedalam skrotum. Untuk bayi perempuan klitoris
menonjol, labia minoria belum tertutup oleh labia mayora.
2. Tonus otot lemah, sehingga bayi kurang aktif dan pergerakan lemah.
3. Fungsi saraf yang belum atau kurang matang, mengakibatkan refleks isap,
menelan dan batuk masih lemah / tidak epektif dan tangisannya lemah.
4. Jaringan kelenjar mammae masih kurang akibat pertumbuhan otot dan
jaringan lemak masih kurang.
5. Verniks kaseosa tidak ada atau sedikit.
6. Kepala bulat atau ovoid, ubun-ubun luas dengan sutura melebar, rambut
seperti bulu kuduk. Telinga lembek karena berkartilago sedikit. Pada
hidung dan kadang-kadang pada dagu terdapat banyak milia.
7. Kulit halus kemerah-merahan, epidermis tipis, pembuluh darah mudah
terlihat. Jaringan lemak berkurang, muka tampak tua dan kulit mengeriput.
Suhu badan normal dan naik tidak teratur.
8. Rambut lanugo banyak terutama pada ekstensor ekstremitas, dahi dan
bagian atas punggung.
9. Kuku jarang mencapai ujung jari (Syaifudin, 2007)
Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostik Pada Bayi Lahir Prematur yaitu :
a) Jumlah sel darah putih :18.000 / mm, netrofil meningkat sampai 23.000

24.000 / mm, hari pertama setelah lahir (menurun bila ada sepsis).
b) Hematokrit (Hct) : 43% - 61 % (peningkatan sampai 65% atau lebih
menandakan polisitemia, penurunan kadar menunjukkan anemia atau
hemoragic) prenatal / perinatal).
c) Hemoglobin (Hb) : 15 20 gr/dl (kadar lebih rendah berhubungan dsengan
anemia atau hemolisis berlebihan).
d) Bilirubin total : 6 mg/dl pada hari pertama kehidupan, 8 mg/dl 1 2 hari,
dan 12 mg/dl pada 3 5 hari.
e) Destrosix : tetes glukosa pertama 4 6 jam pertama setelah kelahiran ratarata 40 50 mg/dl meningkat 60 70 mg/dl pada hari ke tiga (Syaifudin,
2007).

Manajemen Bayi Prematur


Stabilisasi bayi prematur dalam ruangan dengan manajemen respirasi
dan suhu merupakan hal krusial dan sangat penting dalam perawatan bayi
prematur.
a. Manajemen Respirasi
Prinsip manajemen respirasi pada bayi prematur meliputi:

Mempertahankan volume paru-paru yang memadai atau volume paru-paru


optimal. Pada bayi dengan distress nafas, langkah ini dapat dicapai dengan
early continuous positive airway pressure (CPAP) diberikan secara nasal,
dengan sungkup (Neopuff), atau dengan menggunakan endotrakeal tube
bila ventilasi dan atau surfaktan diberikan .

Hindari hyperoxia dan hipoksia dengan segera melampirkan oksimeter


pulsa dan menjaga saturasi oksigen (SaO2) antara 86 % dan 93 % dengan
menggunakan Oxygen blender.

Mencegah barotrauma atau volutrauma dengan menggunakan ventilator


yang memungkinkan pengukuran volume tidal berakhir dan dengan
menjaganya agar tetap 4-7 mL/kg.

Berikan surfaktan awal (< 2 jam usia ) bila diindikasikan dan profilaksis
pada semua neonatus dengan kelahiran ekstrim prematur ( < 29 minggu ) .
Banyak pusat menggunakan early CPAP dalam mempertahankan

ventilasi bayi prematur. Sebuah analisis retrospektif mempelajari usia 48 jam


pertama pada 225 bayi dengan usia kehamilan 23-28 minggu. Hasil penelitian
mencatat bahwa dari 140 bayi yang distabilkan dengan CPAP nasal di ruang
bersalin, terdapat 68 bayi dengan hasil yang menguntungkan dan 72 dengan hasil
yang tidak memuaskan dalam waktu 48 jam, gas darah awal diduga sebagai
penyebab kegagalan penggunaan CPAP nasal.
Pada bulan Januari 2014 AAP (American Academics of Pediatric)
mengeluarkan pernyataan kebijakan pada dukungan pernafasan untuk bayi
prematur yang baru lahir , yakni:

Penggunaan CPAP awal dengan penggunaan surfaktan secara


selektif. Bila dibandingkan dengan intubasi rutin dengan terapi
surfaktan profilaksis atau awal, early CPAP postnatal pada bayi
prematur mengurangi tingkat displasia bronkopulmonalis dan
kematian.

Jika ventilasi mekanis diperlukan: pemberian awal surfaktan dan


kemudian ekstubasi cepat adalah lebih baik untuk bayi yang
membutuhkan ventilasi berkepanjangan.

AAP mencatat bahwa early CPAP tidak meningkatkan risiko untuk hasil
yang merugikan jika terapi surfaktan baik tertunda atau tidak diberikan. Selain itu,
pemberian early CPAP dapat mengurangi durasi ventilasi mekanis dan terapi
kortikosteroid postnatal.
b. Manajemen Suhu
Pemeliharaan

lingkungan

termal

netral

sangat

penting

untuk

meminimalkan stress dan mengoptimalkan pertumbuhan bayi prematur.


Lingkungan termal netral didefinisikan sebagai suhu lingkungan dimana neonatus
mempertahankan suhu normal dan mengkonsumsi oksigen minimal untuk
metabolisme .

Neonatus kehilangan panas dengan 4 cara, sebagai berikut :


1. Penguapan: Penguapan adalah energi yang dikonsumsi oleh cairan karena
mengubah dari cair ke gas. Hal ini terutama di ruang bersalin. Sepenuhnya
pengeringan

bayi

adalah

kepentingan

utama

dalam

pencegahan

hipotermia. Langkah ini dapat diabaikan jika langkah-langkah resusitasi


lainnya sedang berlangsung.
2. Konduksi: Transfer langsung panas dari tubuh hangat ke objek dingin
melalui kontak (misalnya, menempatkan bayi pada skala dingin) .
3. Konveksi: Hilangnya panas dari udara hangat di sebelah kulit untuk
bergerak arus udara (misalnya, efek angin dingin). Ruang isolasi

berdinding ganda membantu mengurangi kehilangan panas secara


konvektif.
4. Radiasi: Hilangnya panas yang terpancar dari tubuh yang hangat ke
permukaan dingin (misalnya, jendela dan dinding luar) .
Bayi prematur relatif tidak mampu mengimbangi stres terhadap dingin
karena sejumlah kecil jaringan subkutan dan penurunan lemak coklat untuk
menghasilkan panas. Luas permukaan meningkat menjadi massa tubuh
memungkinkan untuk kehilangan panas yang cepat, terutama dari kepala .
Penurunan kemampuan sikap lebih lanjut mengurangi kemampuan mereka untuk
mengkompensasi .
Pada bayi berat lahir ekstrim rendah, kondisi kulit yang imatur semakin
menyulitkan termoregulasi karena peningkatan kehilangan air penguapan.
Konsekuensi dari stres dingin adalah peningkatan metabolisme dengan kehilangan
berat badan atau kegagalan untuk menambah berat badan dan peningkatan
penggunaan glukosa dengan menipisnya cadangan glikogen dan hipoglikemia.
Asidosis metabolik disebabkan karena produksi surfaktan menurun dan
jumlah alveolar yang berfungsi sangat sedikit yang menghasilkan hipoksia.
Hipoksia menyebabkan vasokonstriksi pembuluh pulmonal, dan menyebabkan
hipoksia lebih lanjut. Peningkatan hasil konsumsi oksigen menyebabkan kondisi
hipoksia, metabolisme anaerob , dan produksi asam laktat.
Dalam perawatan intensif, radiant warmer dapat digunakan untuk
mengkompensasi kehilangan panas. Inkubator lebih efisien daripada penghangat
bercahaya karena lingkungan dipanaskan mengurangi hilangnya panas karena
konduksi, konveksi, dan radiasi. Dengan radiant warmer, pertimbangkan untuk

menggunakan bungkus plastik dan lingkungan yang lembab untuk bayi berat lahir
ekstrim rendah.
Dalam perawatan, mempertahankan suhu lingkungan lebih dari suhu
70F (> inkubasi 21 C). Pemeliharaan suhu ini sangat penting selama resusitasi
neonatal.
c. Perawatan Kulit
Bayi prematur memiliki kulit yang belum matang, menurunnya atau
tidak adanya stratum korneum, penurunan kekompakan antara lapisan kulit,
peningkatan fiksasi air, dan edema jaringan. Integritas kulit yang belum matang
menyebabkan kulit bayi mudah terluka, penyerapan transdermal obat dan bahan
lainnya saat kontak dengan kulit bayi, dan peningkatan risiko infeksi.

d. Manajemen cairan dan elektrolit


Bayi prematur membutuhkan pemantauan cairan dan elektrolit secara
intensif karena meningkatnya kehilangan air transdermal, fungsi ginjal belum
matang, dan isu-isu lingkungan lainnya (misalnya, radiant warming, fototerapi,
dan ventilasi mekanik).
Perkiraan kehilangan cairan ekstraseluler pada minggu pertama
kehidupan bayi cukup bulan adalah 5 % dari berat lahir, berat badan lahir rendah
(BBLR) bayi adalah 10 % dari berat lahir, dan pada bayi berat lahir ekstrim
rendah adalah 15-20 %. Tingkat prematuritas dan masalah pengobatan pada bayi
baru lahir menentukan kebutuhan awal dalam terapi cairan. Namun, prinsipprinsip umum berikut berlaku untuk semua bayi prematur:

Cairan awal harus glukosa dan air. Bayi cukup bulan dapat dimulai pada
60-80 mL/kg/hari. Bayi kurang bulan perlu hingga 100-150 mL/kg/hari.

Aspek lingkungan perawatan, misalnya, radiant warmer, fototerapi , dan


lingkungan yang tidak lembab, meningkatkan kehilangan air dan
kebutuhan cairan. Ventilasi mekanik, penggunaan isolasi berdinding
ganda, dan lingkungan yang lembab menyebabkan penurunan kehilangan
cairan

Glucose Infussion Rate (GIR) biasanya dimulai pada 4-6 mg / kg / min.


Secara umum, untuk mendapatkan tingkat ini, larutan dekstrosa 10 %
dalam air (D10W) harus digunakan pada awalnya. Pengecualian adalah
bayi lahir ekstrim rendah yang awalnya harus diberikan dekstrosa 5 %
dalam air (D5W) untuk memberikan GIR yang sama dan untuk mencegah
hiperglikemia.

Elektrolit tidak harus ditambahkan hingga 24 jam usia ketika output urine
memadai. Elektrolit dan kalsium harus dipantau pada 12-24 jam usia
tergantung pada derajat pada prematuritas dan masalah medis lainnya .

Kebutuhan basal akan elektrolit, natrium 2-3 mEq/kg/hari, kalium 1-2


mEq/kg/hari, dan kalsium 600 mg/kg/hari (sebagai kalsium glukonas).

Bayi dengan acute tubular necrosis (ATN)harus ditangani dengan restriksi


cairan yang sama dengan kehilangan cairan ditambah produksi urine.
Cairan tambahan ini dikelola oleh erat dan sering memantau output dan
elektrolit selama fase diuretik pasca -ATN.

Hiponatremia dan peningkatan berat badan harus ditangani dengan


mengurangi pemberian cairan. Pemantauan kerugian elektrolit urin
kadang-kadang membantu dalam terapi pengganti.

Berat pasien harus ditindaklanjuti setiap 24 jam. Hasil pemantauan


laboratorium dan perubahan berat badan menentukan perubahan dalam
kebutuhan cairan dan elektrolit.

d. Kanggooroo Mother Care


Mempercepat perawatan metode kangguru (KMC) merupakan standar
perawatan untuk bayi prematur. KMC terdiri dari berbagai praktek perawatan bayi
prematur yang termasuk kulit-ke-kulit dan menyusui.
e. Diet
Bayi prematur yang lahir pada usia kehamilan kurang dari 34 minggu
memiliki koordinasi yang buruk dari menghisap dan menelan refleks dan
penurunan motilitas usus. Nutrisi dalam beberapa hari pertama setelah melahirkan
sering diberikan secara intravena. Bahkan bayi prematur sehat mungkin tidak
membutuhkan nutrisi enteral penuh sampai seminggu atau lebih setelah lahir.
Dalam sebuah studi terhadap hampir 700 bayi prematur yang menerima
terapi parenteral, peneliti menemukan bahwa suplemen kromium (0,2 mcg/kg
/hari) pada minggu pertama kehidupan meningkatkan toleransi glukosa dan
penyerapan kalori . Manfaat ini juga diamati pada bayi berat lahir sangat rendah,
dalam studi tersebut, tingkat hiperglikemia adalah serupa pada bayi yang
menerima suplemen kromium dan mereka yang tidak.
Jika tersedia, kolostrum adalah makanan awal yang lebih disukai.
Kolostrum mengandung protein dicerna, antibodi (immunoglobulin sekretorik A

[IgA]), faktor pertumbuhan, dan komponen lain yang secara agregat


meningkatkan pertumbuhan vili usus dan mempengaruhi kolonisasi usus.
ASI matang menggantikan susu transisi 10-12 hari setelah melahirkan.
Kepadatan kalori bervariasi antara ibu sebagian didasarkan pada status gizi ibu.
Untuk bayi berat lahir ekstrim rendah, ASI sering tidak memadai untuk
mempertahankan pertumbuhan. Sebagian besar kalori yang terkandung dalam
laktosa (35 %) dan lemak (50 %). Pada bayi prematur, aktivitas laktase rendah
yang dapat berkontribusi untuk kurang optimal pencernaan laktosa dan
penyerapan karbohidrat.
Kalsium, natrium, kalium, dan tingkat mineral tidak cukup untuk
memenuhi kebutuhan bayi prematur. Oleh karena itu, mineral, protein,
karbohidrat, dan lipid sering ditambahkan ke ASI untuk mendukung pertumbuhan
optimal dalam bentuk tersedia secara komersial fortifiers ASI.
Sekitar 120-150 kal / kg / hari yang diperlukan untuk pertumbuhan.
Bayi prematur kecil dengan peningkatan kebutuhan metabolik akibat komplikasi
seperti displasia bronkopulmonalis mungkin memerlukan sebanyak 180 kal / kg /
hari untuk tumbuh (Furdon, 2014).

DAFTAR PUSTAKA
http-::www.who.int:mediacentre:factsheets:fs363:en:.html
Furdon SA, 2014, Prematurity Treatment & Management, Department of
Pediatrics, Albany Medical Center
Kimberly G. Lee, 2011, Health Guide Premature Infant, Associate Professor of
Pediatrics, Division of Neonatology, Medical University of South
Carolina, Charleston
Richard E., Md, 2003, Nelson Textbook of Pediatrics 17th edition (May 2003)
Saifuddin, Abdul Bari. 2007. Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan
Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo

Anda mungkin juga menyukai