Anda di halaman 1dari 18

PENATALAKSANAAN NUTRISI BAGI PASIEN KRITIS

(NUTRISI ENTERAL DAN PARENTERAL)


A. PENDAHULUAN
Penyakitr kritis merupakan penyakit yang terjadi dengan sangat cepat,
berfluktuasi, memerlukan penanganan yang cepat dan tepat, serta perlu pengawasan
yang ketat. Penyakit kritis merupakan stress bagi tubuh, sehingga tubuh membuat
respon metabolik yang mengakibatkan hipermetabolisme dan atau hiperkatabolisme.
Support nutrisi yang adekuat pada pasien kritis merupakan salah satu hal yang
terpenting dalam perawatan pasien kritis, karena untuk mencapai homeostasis harus
ada keseimbangan antara suplai dan pengeluaran energi. Stress akibat penyakit kritis
dibagi dalam 2 fase, dimana respon metabolik tubuh pada setiap tahapan akan
berbeda-beda.
1. Fase Ebb (fase syok, fase resusitasi)
Pada fase Ebb ini terjadi ketidakstabilan hemodinamik, penurunan tekanan
darah, curah jantung menurun, penggunaan O2 menurun dan suhu tubuh rendah.
Selain itu terjadi peningkatan kadar glucagon, katekolamin, dan asam lemak
bebas. Fase ini dapat berlangsung selama 12-24 jam dan penanganannya
ditujukan untuk resusitasi hingga hemodinamik stabil.
2. Fase Flow (fase akut)
Pada fase ini terjadi pelepasan sitokin dari sinyal saraf aferen dan jaringan yang
rusak, sehingga terjadi hipermetabolisme, katabolisme, dan peningkatan
penggunaan O2. Respon metabolic ini dilakukan oleh tubuh dengan
menggunakan berbagai sumber energy yaitu secara aktif melepas glukosa dari
glikogen, asam amino dari otot rangka, dan asam lemak dari jaringan adipose
untuk menyelamatkan fungsi organ penting dan memperbaiki jaringan yang
rusak. Sehingga pada fase inilah dukungan nutrisi menjadi sangat penting.
Table 1. Perubahan Metabolik Pada Awal Keadaan Kritis
Glukosa darah
Asam lemak bebas dalam sirkulasi
Insulin
Katekolamin
Curah jantung

Fase Ebb
Meningkat
Meningkat
Menurun
Meningkat
Menurun

Fase Flow
Normal atau sedikit meningkat
Normal atau sedikit meningkat
Normal atau meningkat
Meningkat
Meningkat

Konsumsi oksigen
Suhu tubuh

Menurun
Menurun

Meningkat
Meningkat

B. PENGKAJIAN STATUS NUTRISI


Pengkajian status nutrisi merupakan hal yang penting selain pengkajian kondisi
medis

pasien

yang

lain.

Tujuan

dari

pengkajian

nutrisi

adalah

untuk

mengidentifikasi pasien yang mengalami atau memiliki resiko malnutrisi,


menentukan derajat malnutrisi, dan memantau hasil dukungan nutrisi yang
diberikan. Hal yang dikaji adalah:
1. Anamnesa Riwayat Diit
Riwayat diit harus didapatkan secepat mungkin yang meliputi gambaran tipe diit
pasien, perubahan BB, nafsu makan, kesulitan dalam makan, makanan kesukaan
dan pantangan. Perubahan perilaku seperti lesu, apatis, keletihan harus dicatat,
selain itu juga riwayat pengobatan juga harus dikaji.
Perlunya ditanyakan perubahan berat badan untuk menentukan adanya
malnutrisi pada pasien. Gejala yang mengarahkan adanya malnutrisi adalah :
-

Penurunan BB 10% atau lebih dalam waktu 6 bulan, atau


Penurunan BB sebanyak 5% atau lebih dalam waktu 1 bulan, atau
BB lebih atau kurang dari 20% BB ideal

2. Pengkajian fisik/Pengukuran Antropometri


Meliput fisik tubuh seperti berat badan, tinggi badan dan Index massa Tubuh
(IMT). IMT adalah perbandingan antara BB (dalam kilogram) dengan
TB2(dalam meter).
IMT =

Interpretasi hasil:
-

< 18.5 kg/m2


18.5 22.9 kg/m2
23.0 kg/m2
23.0 24.9 kg/m2
25.0 29.9 kg/m2
30.0 kg/m2

BB kurang
BB normal
BB lebih
+ dengan resiko
+ obesitas derajat I
+ obesitas derajat II

Selain itu pemeriksaan fisik yang penting adalah perkiraan kandungan lemak
jaringan subkutan. Biasanya yang dipakai adalah lipatan kulit dengan otot trisep.
3. Pemeriksaan penunjang
a. Pengukuran Protein Fiseral
2

Konsentrasi serum protein yang rendah dengan malnutrisi mencerminkan


massa protein dari organ-organ internal. Protein viseral yang paling sering
diukur adalah albumin, transferin, prealbumin, dan fibronektin.
b. Pemeriksaan Imunologi
Malnutrisi, stres, dan penyakit secara negatif mempengaruhi daya tahan
terhadap infeksi. Pada orang dengan malnutrisi jarang ditemukan mempunyai
kadar limfosit normal, yang lebih sering terjadi penurunan limfosit. Limfosit
total = (% limfosit x jumlah WBC). Jika jumlah limfosit total <1500/mm 3
adalah berkaitan dengan kerusakan fungsi imun. Selain dengan mengukur
jumlah limfosit total dapat juga dilakukan evaluasi pengenalan antigen
terhadap TB, gondok, dan candida untuk mengukur imunitas seluler.
c. Pemeriksaan Keseimbangan Nitrogen
Pengukuran keseimbangan nitrogen merupakan salah satu parameter yang
penting terhadap metabolisme protein dan sintesis protein. Jumlah masukan
untuk dewasa normal sekitar 300 gr/24 jam protein dan diekskresikan
sebanding dengan 50 65 gr selama waktu tersebut. Keseimbangan nitrogen
= Masukan protein = BUN + 4
6,25
Bila hasilnya nol (0) maka terjadi keseimbangan, namun bila positif (+) maka
terjadi sintesis protein dan bila negatif (-) menandakan adanya katabolisme
protein.
C. PENENTUAN KEBUTUHAN NUTRISI
Pada pasien kritis pemberian nutrisi hendaknya diberikan dini 24 -48 jam
pertama, tapi tidak dalam fase ebb/syok. Kebutuhan kalori diberikan secara bertahap
untuk menjaga toleransi penerimaan usus pada pemberian nutrisi enteral atau untuk
mencegah agar keseimbangan nitrogen tidak terlalu negative pada pemberian nutrisi
parenteral. Sehingga pada hari pertama dapat diberikan 1/3 dari kebutuhan kalori,
hari kedua 1/2 2/3 kebutuhan kalori, dan pada hari ketiga dapat diberikan nutrisi
penuh.
1. Kebutuhan Kalori

Kebutuhan nutrisi dalam 24 jam dapat dilakukan dengan menggunakan


rumus Harris & Benedict dengan memperhatikan faktor koreksinya. Hal yang
harus diketahui adalah jumlah pengeluaran total energi dan kebutuhan energi.
Pengeluaran total energi merupakan jumlah dari tingkat aktivitas,
pertumbuhan dan perkembangan, serta BMR (basal metabolisme rate). BMR
adalah sejumlah energi yang diperlukan saat istirahat. BMR biasa juga disebut
dengan kebutuhan energi basal (BEE). Kebutuhan energi basal (BMR atau BEE)
berdasarkan formula Harris & Benedict:
Laki-laki BMR = 66,47 + (13,7 x BB) + (5 x TB) (6,7 x U)
Perempuan BMR = 65,52 + (9,6 x BB) + (1,8 x TB) (4,7 x U)
Kebutuhan energi ini dipengaruhi oleh efek stres dan aktivitas lainnya, yaitu:
Faktor Aktivitas
-

Pasien selalu ditempat tidur: 1,2

Pasien ambulasi: 1,3

Pasien demam: 1,13 atau 7% BMR untuk setiap kenaikan 1 0 F atau 10 C


diatas 370 C

Faktor Stres
-

Pembedahan : 1,1 1,2 atau 10% 15%

Infeksi

: 1,2 1,6 atau 20% - 50%

Trauma

: 1,4 1,8

Sepsis

: 1,4 1,8

Ventilator : 1,3

Kerusakan kulit

: 1,3 1,5

Radiasi/kemoterapi

: 1,6

Luka bakar

<20% = 1,2 1,4

30 - 35% = 1,8

20 25% = 1,6

40 45% = 2,0

25 30% = 1,7

>45% = 2,1

36 40% = 1,9

Termal 125%

Sehingga total kebutuhan energi perhari atau actual energy expenditure (AEE) atau
LMI adalah : AEE atau LMI = BMR x faktor aktivitas x faktor stress

Rumus Harris&Benedict dan faktor-faktor nya pada berbagai literature sangat


bervariasi sehingga tidak praktis digunakan. Secara praktis pada pasien kritis yang
dianggap mengalami hipermetabolisme, kebutuhan kalorinya dapat menggunakan
rumus 25 35 kkal/kg BB. Kebutuhan kalori ini dipenuhi dari karbohidrat, lemak, dan
terkadang protein. KH diberikan 60-70% dari total kebutuhan kalori total, sedangkan
lemak 30-40% dari total kebutuhan kalori total. Setiap 1 gr KH menghasilkan 4 kkal
sedangkan lgr lemak menghasilkan 9 kkal. Pemberian nutrisi ini dapat melalui
beberapa jalur, yaitu oral, enteral,

ataupun parenteral dengan melihat berbagai

pertimbangan. Dibawah ini adalah algoritma pengkajian dan pemilihan jalur


pemberian nutrisi pada pasien kritis.
2. Kebutuhan protein
Kebutuhan protein tiap pasien berbeda, tergantung pada kondisi atau penyakit pasien
tersebut.
a. Pasien kritis secara umum 1.2 2.0 g/kg BB/hari
b. Pasien dengan CKD tanpa dialysis 0.6 0.8 g/Kg BB/hari
c. Pasien CKD dengan dialysis 1.2 g/kg BB/hari
d. Pasien CKD dengan peritoneal dialysis 1.0 g/kgBB/hari
e. Pasien ARF dengan mslnutrisi dan hiperkatabolik 1.5 1.8 g/kg BB/hari
f. Pasien sirosis hati terkompensasi 1.0 1.2 g/kg BB/hari. Pada pasien sirosi yang
akutdilakukan pembatasan protein sedangkan pasien dengan kondisi kronis tidak
dibatasi.
g. Pasien dengan ensepalopati hepatikum dibatasi 0.5 g/kg BB/hari, kemudian
dinaikan menjadi 1.0 1.5 g/ Kg BB/hari. Protein yang diberikan terutama asam
amino rantai cabang (leusin, isoleusin, valin)
3. Kebutuhan cairan dan elektrolit
Secara umum kebutuhan cairan bagi tiap orang 30 40 ml/kg BB/hari atau 1 1.5
ml/Kkal dari kalori yang butuhkan tubuh. Kabutuhan elektrolit harian :
Elektrolit
Natrium (Na)
Kalium (K)
Klorida (Cl)

Pemberian enteral
500 mg (22 mEq/Kg)
2 g (51 mEq/kg)
750 mg (21 mEq/kg)

Pemberian parenteral
1 2 mEq/kg
1 2 mEq/kg
Diberikan sesuai kebutuhan untuk
mempertahankan asam basa tubuh,

Kalsium (Ca)
Magnesium

1200 mg (30 mEq/kg)


420 mg (17 mEq/kg)

diberikan bersama asetat


5 7.5 mEq/kg
4 10 mEq/kg

(Mg)
Fosfor (P)

700 mg (23 mEq/kg)

20 40 mEq/kg

4. Kebutuhan vitamin dan mineral


Vitamin dan mineral adalah nutrient esensial yang berperan sebagai konzim
dan kofaktor dalam proses metabolisme.
Vitamin

Pemberian enteral
1.2 mg
1.3 mg
16 mg
400 ug
5 mg
1.7 mg
2.4 ug
30 ug
550 ug
90 mg
900 ug
15 ug
15 mg
120 ug

Tiamin
Riboflavin
Niasin
As folat
As pantotenat
Vit B6
Vit B12
Biotin
Kolin
As askorbat
Vit A
Vit D
Vit E
Vit K

Pemberian parenteral
3 mg
3.6 mg
40 mg
400 mg
15 mg
4 mg
5 ug
60 ug
Belum diketahui benar
100 mg
1000 ug
5 ug
10 ug
1 mg

PASIEN KRITIS

Pengkajian:
Status nutrisi
Masalah nutrisi
Masalah medis
Indikasi pemberian nutrisi
Lama pemberian nutrisi
Kebutuhan nutrisi
Metode pemberian nutrisi
Formula nutrisiSaluran GI berfungsi
Cara pemberian nutrisi

Ya

Nutrisi enteral

Tidak:

Peritonitis difus,
Obstruksi intestinal,
Muntah hebat, Ileus,
Diare berat, Iskemia
gastrointetinal

Nutrisi

Jangka
panjang

Jangka pendek

Jangka
panjang

Enterostomi
Gastrostomi
Yeyunostomi

Akses perifer

Akses sentral
V. Jugularis inf
V. subklavia
Peripherally
Inserted central
Cathether
(PICC)

Jangka pendek

Nasoenterik
Nasogastrik
Nasoduodenal
Nasoyeyunal

Gambar 1. Algoritme pengkajian dan pemilihan jalur pemberian nutrisi pada pasien kritis
D. NUTRISI ENTERAL
Nutrisi enteral adalah semua makanan cair yang dimasukkan ke dalam tubuh lewat saluran
cerna, baik melalui mulut (oral), selang nasogastrik, maupun selang melalui lubang stoma
gaster (gastrotomi) atau lubang stoma jejunum (jejunostomi). Pendapat lain mengatakan
bahwa nutrisi enteral adalah metode pemberian nurisi kedalam saluran cerna melalui pipa.
Metode ini digunakan sebagai dukungan bagi pasien yang yang tidak mau, tidak boleh
ataupun tidak mampu makan sehingga makanan tidak dapat masuk secara adekuat, namun
fungsi saluran cerna masih baik.
Tujuan:
Suplementasi pada pasien yang masih dapat makan dan minum akan tetapi tidak
mencukupi kebutuhan energi dan protein
Pengobatan
Untuk memenuhi semua kebutuhan zat gizi bila pasien tidak bisa makan sama sekali
Indikasi:
Disfagia berat akibat obstruksi atau disfungsi orofaring atau esophagus
Penurunan kesadaran
Anoreksia persisten, mual, muntah
7

Obstruksi gaster atau usus halus


Fistula usus halus distal atau kolon
Malabsorpsi berat
Aspirasi berulang
Penyakit yang membutuhkan cairan khusus atau peningkatan kebutuhan nutrisi yang
tidak dapat di capai dengan oral
Kontraindikasi:
Potensial mengalami pneumonia aspirasi
Gangguan fungsi saluran cerna (misal perdarahan GIT berat, vomitus persisten, diare
berat)
Peritonitis
Obstruksi saluran cerna
Ileus paralitik
Perdarahan gastrointestinal
Intactable vomitus
Jenis Makanan Nutrisi Enteral:
1. Formula Rumah Sakit (blenderized)
Kandungan nutrien : terbatas untuk pemenuhan kalori, sedikit vitamin dan mineral
Rasa kurang disukai oleh pasien.
Osmolaritas tidak terukur, hanya via bolus.
2. Formula Komersial
Berupa bubuk yang siap dicairkan atau berupa cairan yang dapat segera diberikan. Jenis
nutrisi enteral komersial yang ada di Indonesia antara lain:
a. Polimerik mengandung protein utuh untuk pasien dengan GIT normal atau
mendekati normal. Contoh: Panenteral, Fresubin
b. Pradigesti dalam bentuk susu elemental, yang banyak mengandung asam
amino/peptida dan lemak MCT (medium chain tryglyceride). Digunakan pada pasien
dengan gangguan GIT Contoh: Pepti 2000

c. Diet enteral khusus Sirosis (ex: Aminoleban EN, Falkamin); Diabetes (ex:
Diabetasol); Gagal ginjal (ex: Nefrisol); dan tinggi protein (ex: Peptisol)
d. Diet enteral tinggi serat (ex: Indovita)
Pipa Nutrisi Enteral:
Pipa nasoenterik adalah pipa yang dimasukkan melalui hidung ke bagian saluran cerna
yang diinginkan. Pipa ini digunakan dalam jangka waktu pendek (kurang dari 4
minggu) dan kadang digunakan sementara sebelum pipa enterostomi dipasang.
Contohnya pipa nasogastrik, nasoduodenal, dan nasoyeyunal
Pipa enterostomi adalah pipa yang dimasukkan melalui dinding abdomen. Pipa ini
digunakan untuk jangka panjang (lebih dari 30 hari) atau diberikan bila terjadi
obstruksi sehingga tidak memungkinkan memasukkan pipa lewat hidung ke saluran
cerna yang diinginkan. Pemasangan nya dilakukan secara bedah seperti laparotomi,
dengan bantuan radiologi atau dengan endoskopi.
Monitor Efektifitas Nutrisi Enteral:
Untuk memonitor efektivitas dari pemberian nutrisi enteral dapat dilihat dari beberapa
macam:
-

Penimbangan BB, BMI

Pemeriksaan lingkar pinggal & panggul, LLA, tebal lipat kulit trisep

Pemeriksaan keseimbangan nitrogen

Pemeriksaan albumin, prealbumin serum, kolesterol darah, kadar besi transferin darah

Anamnesis gizi

Komplikasi Nutrisi Enteral:


Komplikasi
Gastrointestinal

Penyebab yang mungkin


Nausea/vomitus Ansietas,
residu
gaster
banyak,
formula
malodorous, obat, letak selang, posisi penderita
tidak tepat, pemberian makanan yang dingin,
kecepatan pemberian yg cepat
Diare
Kecepatan infus cepat, makanan/ obat hiperosmolar,
intoleransi
laktosa,
terapi
antibiotik,
hipoalbuminemia, formula terkontaminasi bakteri,
formula rendah residu
9

Metabolik

Mekanik

Infeksi

Konstipasi
Formula rendah residu, dehidrasi, obat
Kembung dan Gangguan motilitas usus halus dan besar
kram abdomen
Dehidrasi
Demam/ infeksi, intake kurang, kehilangan cairan
berlebih
Peningkatan
Peningkatan elektrolit dalam formula, intake cairan
elektrolit serum tidak adekuat, kehilangan cairan berlebih
Penurunan
Retensi cairan berlebih, elektrolit tidak adekuat dalam
elektrolit serum formula
Hiperglikemia
Stres metabolik, riwayat diabetes, glukosa diet
berlebih
Selang
Residu formula berlebih dalam selang
makanan
tersumbat
Iritasi dan erosi Pemberian obat via selang
nasal
Perubahan
Batuk/ muntah
posisi selang
Patologi
Efek lokal selang nasoenterik
esofagus:
esofagitis,
erosi,
ulkus,
perdarahan,
striktur
Fistula
Tekanan berat yang menimbulkan sklerosis
trakeoesofagus
Tidak
enak Efek lokal
nasofaring
Laring: serak, Efek lokal
ulserasi,
stenosis
Ruptur varises Efek lokal
esofagus
Aspirasi
Salah posisi penempatan selang nasoenterik
saluran cerna
Pneumonia
Regurgitasi, salah posisi
aspirasi
Kontaminasi
Kontaminasi eksogen
bakterial dari
makanan
enteral

Nutrisi Enteral pada Kondisi Khusus:


1. Peny. Saluran cerna
Pada penyakit saluran cerna direkomendasikan diet oral/ enteral dengan sumber
protein asam amino/peptida, sumber karbohidrat glukosa polimer, sumber lemak
10

trigliserid dengan rantai asam lemak sedang dan asam linoleat, 1 kkal/ml, osmolaritas
450-600 mOsm/kg, total energi bertahap (kombinasi parenteal), elektrolit 70-90
mmol/L (Na 30-70 mmol/L; K 70-90 mmol/L), vitamin 1,5 x kebutuhan mineral
minum/hari. Pemberian nutrisi enteral sebaiknya diberikan perdrip tidak bolus
langsung dengan botol 500 cc
2. Pasien Kanker
Pada pasien kanker, jenis nutrisi khusus tidak ada. Namun terapi nutrisi enteral
dibutuhkan karena pada pasien kanker terjadi peningkatan kebutuhan nutrisi sehingga
tidak dapat atau kurang terpenuhi dengan nutrisi oral. Target yang ingin dicapai pada
pasien kanker yang di suplementasi dengan nutrisi enteral adalah kebutuhan kalori
minimal 35 kalori/Kg BB/ hari dengan protein sedikitnya 1.5 g/kg BB/hari.
3. Pasien Immunocompremised
Dianjurkan nutrisi enteral yang mengandung asam amino glutamin karena sebagai
sumber energi utama usus halus dan oksidan selama keadaan katabolik. Makanan yang
diberikan diusahakan bebas dari kontaminasi
4. Pasien Geriatri
Pasien geriatri (>60 th), RDA kebutuhan kalori energi disesuaikan dengan BB ideal
denga rumus yang ada. Kebutuhan protein yang telah disepakati 0,8 g/kgBB/hr, lemak
10-15% dari kebutuhan energi total, kebutuhan serat 25 g/hr
5. Penyakit Hati
Pada penyakit gagal hati, protein yang diberikan dikurangi untuk mencegah
peningkatan kadar amonia dalam darah yang masuk ke otak sehingga dapat mencegah
timbulnya ensefalopati dan koma hepatikum.
Sedangkan pada penyakit serosis hati, pemberian protein minimal yaitu 50 gr/hr,
tergantung dari fungsi hepar apakah terkompensasi atau tidak. Jika terkompensasi
kebutuhan kalori dan lemak sama dengan kebutuhan pada orang dewasa sehat
6. Penyakit Ginjal
Pada gagal ginjal akut, harus diberikandiet bebas protein/ rendah protein,mengandung
kalori atau gula. Pada gagal ginjal kronik, unntuk mencegah uremia, protein yang
diberikan dalam bentuk protein nilai biologi tinggi (AA esensial) 20 g/hr
Kemudian pada gagal ginjal kronik tidak terkompensasi (termasuk yang menjalani
HD) kebutuhan energi sama dengan dewasa sehat, hanya saja kesimbangan nitrigen

11

netral dicapai dengan pemasukan nutrisi yang mengandung protein nilai biologi tinggi
0,55-0,60 g/kgBB/hr dan kalori energi 35 kkal/kgBB/hr
Pada gagal ginjal kronik dan penyakit katabolik berat, kebutuhan kalori dan protein
lebih tinggi, tidak berbeda dengan pasien yang tidak menderita gagal ginjal. Pasien
dengan gagal ginjal disertai hipofosfatemia/hiperkalemia dilakukan pembatasan
kalium atau diberikan fosfor.
E. NUTRISI PARENTERAL
Nutrisi parenteral adalah semua upaya pemberian zat nutrient melaui pembuluh darah
vena. Tujuannya tidak hanya untuk mencukupi kebutuhan energi basal dan pemeliharaan kerja
organ, tetapi juga menambah konsumsi nutrisi untuk kondisi tertentuseperti keadaan stress.
Indikasi:
Pasien dengan ketidakmampuan absorbsi nutrient melalui GIT. Hal ini meliputi
malabsorbsi berat, short bowel sindrom, muntah berat, diare, dan enteritis radiasi.
Pasien dengan pankreatitis akut berat yang membutuhkan pengistirahatan bowel
Pasien dengan intake nutrisi enteral tidak adekuat selama 7-10 hari
Obstruksi traktus olimenterus (adhesi, ca esophagus)
Penyakit inflamasi usus halus ( Chorns disease, colitis ulserasi)
Cachexia
Luka bakar, trauma berat
Mendukung kemoterapi
Pasien pra bedah yang mengalami emasiasi, deplesi nutrient berat atau kehilangan BB
10%
Pasien paska bedah yang tidak mampu makan selama 5 hari
Penolakan

atau

ketidakmampuan

untuk

makan

seperti

koma,

anoreksia

nervosa/kelainan neurologis
Kontraindikasi:
Pasien dengan GIT baik, mampu mengabsorbsi nutrient secara adekuat
Pada krisis hemodinamik (syok, dehidrasi yang belum terkoreksi)
Gagal napas butuh bantuan respirator
Macam:
12

a. Nutrisi Parenteral Perifer (PPN)


Diindikasikan penggunaan jangka pendek pada pasien yang mengalami
gangguan fungsi GIT dan membutuhkan nutrisi. Juga digunakan pada pasien pasca
operasi dini yang diharapkan untuk mulai makan dalam beberapa hari sampai satu
minggu setelah operasi.
Pada pemberian PPN ini faktor yang perlu diperhatikan yaitu osmolaritas larutan.
Dimana osmolaritas tidak boleh lebih dari 600 800 mOsm/L. Dengan perhitungan 50
mOsm/L untuk setiap 1% Dextrose dan 100 mOs/L untuk setiap 1% amino. Dalam
lingkup ini kalori hemat protein disuplai dengan larutan asam amino D5-10%/3,5%
dan lemak adalah isotonis. Emulsi lemak 20% oleh vena perifer memberikan hampir
2000 kkal/hr. Elektorlit juga dapat meningkatkan osmolaritas.
Beberapa komplikasi yang sering muncul pada penggunaan PPN yaitu
tromboplebitis. Komplikasi ini dapat dikurangi dengan pemberian PPN low
osmolaritas. Beberapa institusi menambahkan heparin atau hidrokortisol kedalam
larutan untuk mengurangi insidensi phlebitis. Infiltrasi, emboli kateter, dan sepsis
mungkin juga dapat ditemukan pada pemberian PPN. Oleh karena itu vena kateter
harus diganti setiap 48-72 jam.
b. Nutrisi Parenteral Total (TPN)
TPN diindikasikan untuk pasien yang membutuhkan nutrisi lebih dari 7-10
hari, dimana membutuhkan jumlah kalori yang tinggi, restriksi cairan yang berat, atau
akses perifer tidak bagus. TPN dimulai dengan larutan yang mengandung konsentrasi
kahir 15 35% glukosa dan asam amino 3,5 5%. Selama masa kritis kebutuhan
protein berfluktuasi antara 2 3,5 gr/kgBB.
Rasio kalori (glukosa) terhadap nitrogen (as amino) harus 200:1. Rasio ini
diperlukan untuk menjaga nitorgen dalam tubuh tetap adekuat. Bila rasio ini tidak
dipertahankan, kelebihan asam amino akan dikeluarkan melalui urin jika terdapat
glukosa yang cukup dan begitu sebaliknya. Terapi yang optimal membutuhkan 200
kkal untuk setiap 1 gram nitrogen.
Pemberian nutrisi hanya efektif untuk pengobatan gangguan nutrisi bukan untuk
penyebab penyakitnya. Status nutrisi basal dan berat ringannya penyakit memegang peranan
penting dalam menentukan kapan dimulainya pemberian nutrisi parenteral. Sebagai contoh

13

pada orang-orang dengan malnutrisi yang nyata lebih membutuhkan penanganan dini
dibandingkan dengan orang-orang yang menderita kelaparan tanpa komplikasi. Pasien-pasien
dengan kehilangan zat nutrisi yang jelas seperti pada luka dan fistula juga sangat rentan
terhadap defisit zat nutrisi sehingga membutuhkan nutrisi parenteral lebih awal dibandingkan
dengan pasien-pasien yang kebutuhan nutrisinya normal.
Sediaan nutrisi parenteral komersial yang dapat dipakai, dapat berupa sediaan yang
mengandung:
a.
b.
c.
d.
e.

Karbohidrat atau kalori: dextrose 5%, dextrose 10%, dextrose 40%, triofusin 500
Karbohidrat dan elektrolit Triparen-1, Triparen-2, Triofusin E-1000
Asam amino: aminovel 600, Pan Amin G, Aminofusin
Asam amino rantai cabang: aminoleban, comafusin
Lemak: lipid 10%, lipid 20%

Contoh nutrisi parenteral yg diberikan dan kandungannya

AMINOVEL
Infus AMINOVEL 600 adalah campuran asam amino tipe L yang seimbang dan dalam
perbandingan yang optimal untuk keperluan sintesis protein. Sorbitol, vitamin dan electrolit
ditambahkan untuk memenuhi kebutuhan nutrisi tubuh.
Infus AMINOVEL 600 adalah larutan steril yang dapat mensuplai 600 kalori per liter.
Komposisi:
Tiap 1000 ml AMINOVEL 600 mengandung:
Amino acids (L form) : 50 g
D-Sorbitol : 100 g
Ascorbic acid : 400 mg
Inositol : 500 mg
Nicotinamide : 60 mg
Pyridoxine HCl : 40 mg
Riboflavin Sodium Phosphate : 2.5 mg
Indikasi :

Electrolytes
Na+ : 35 mEq
K+ : 25 mEq
Mg++ : 5 mEq
Acetate- : 35 mEq
Malate- : 22 mEq
Cl- : 38 mEq

14

AMINOVEL 600 direkomendasikan sebagai nutrisi parenteral pada kondisi dibawah ini :
1. Sebagai nutrisi tambahan pada gangguan saluran cerna seperti short bowel syndrome,
anoreksia dan kelainan saluran cerna yang berat
2. Puasa saluran cerna yang lama seperti pada fistulae enterokutan & kondisi yang
mengenai saluran cerna.
3. Kebutuhan metabolik yang meningkat seperti pada luka bakar berat, trauma dan
setelah pembedahan.
4. Pada keadaan kritis lainnya yang membutuhkan asupan nutrisi eksogen seperti pada
tumor, infeksi berat, stres berat dan defisiensi protein.
Dosis dan pemberian :

Untuk kelainan internal atau defisiensi protein pra pembedahan : dosis dewasa yang
lazim adalah 500 ml AMINOVEL 600 melalui drip intravena selama 4-6 jam (20-30
tetes/menit) secara bersamaan atau kemudian diikuti dengan pemberian dekstrosa 10%
500 ml selama 2 jam (60-80 tetes/menit). Pemberian larutan infus ini dapat diulangi
setelah 12 jam selama 5 7 hari. Interval waktu pemberian dapat ditingkatkan menjadi
24 jam tergantung kondisi dan respon penderita.

Untuk sintesis protein setelah pembedahan : dosis dewasa yang lazim adalah 500 ml
AMINOVEL 600 melalui drip intravena selama 4-6 jam (20-30 tetes/menit) setelah
pemberian infus larutan Darrow 1000 ml selama 4 jam (60-100 tetes/menit) dan
diikuti oleh infus larutan dekstrosa 10% 500 ml selama 2 jam (60-100 tetes/menit).
Larutan infus ini diberikan pada hari ke-3 pasca operasi, dan diulangi dalam 24 jam
selama 5-7 hari)

AMIPAREN
Amiparen adalah larutan infus steril yang seluruhnya mengandung asam Amino, ditujukan
untuk hiperalimentasi atau nutrisi parenteral secara umum. Amiparen mengandung asam
amino rantai cabang yang relatif lebih banyak (leucine, isoleucine dan valine), yang dapat
15

menekan pemecahan protein dan meningkatkan sintesis protein didalam otot serangkaian uji
pre klinis dan uji klinis memastikan bahwa Amiparen efektif dalam melindungi protein tubuh
pada berbagai kelainan dan malnutrisi.
Komposisi per 1000 ml:
Total Asam amino : 100 g
Asam amino Esensial (E) : 59.10 g
Asam amino non Esensial (N) : 40.90 g
Rasio E / N : 1.44
Asam amino rantai cabang (BCAA) : 30% (w/w)
Total nitrogen : 15.7 g
Na+ : 2 mEq
Acetate- : 120 mEq
Indikasi :
Amiparen diindikasikan sebagai suplai asam amino pada keadaan berikut : Hipoproteinemia,
malnutrition, pre dan paska operasi.
Dosis dan pemberian :
Infus Vena Sentral :

Dosis lazim dewasa adalah 400-800 ml pe-hari secara drip melalui vena sentral.

Dosis dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada usia, gejala dan berat badan
pasien.

Infus Vena Perifer :

Dosis lazim dewasa adalah 200-400 ml per dosis secara drip melalui vena perifer.

Kecepatan infus perifer adalah kecepatan yang dapat menyediakan 10 g asam amino
selama 60 menit dengan tujuan untuk mencapai utilisasi fisiologis asam amino yang
optimal.

Kecepatan infus rata-rata dewasa yang sesuai adalah 100 ml selama 60 menit (sekitar 25
tetes per menit) dan kecepatannya harus diturunkan pada pasien anak, orang tua dan
pasien sakit berat.

Dosis dapat ditingkatkan atau diturunkan bergantung pada usia pasien, gejala dan berat
badan.

Kombinasi Amiparen dengan larutan karbohidrat sangat direkomendasikan untuk


efisiensi pemakaian asam amino di dalam tubuh.

16

AMINOLEBAN
Terapi Utama secara cepat dan persisten untuk Memperbaiki semua derajat
ensefalopati hepatik.
KOMPOSISI
Mengandung banyak asam amino rantai bercabang dan sedikit asam amino aromatik (tanpa
tyrosin), Na, Cl.
Indikasi: Pengobatan ensefalopati hepatik pada pasien dengan penyakit hati kronis.
Kontra Indikasi: Gangguan ginjal berat, metabolisme asam amino abnormal yang bukan
disebabkan gangguan hati.
Perhatian: Hipoglikemia, hiperammonia.
Efek Samping: Mual, muntah.
Kemasan: Infus 500 ml x 12 biji.
Dosis: Dewasa : 500-1000 ml/dosis melalui drip infusion secara intravena, sekitar 25-40
tetes/menit.

MATERI TEACH OTHER


PENATALAKSANAAN NUTRISI BAGI PASIEN KRITIS
(NUTRISI ENTERAL DAN PARENTERAL)
Stase Peminatan ICU/ICCU Periode 2 November 2009 2 januari 2010

17

Disusun Oleh:
Rafika Dora W.

04/174842/KU/11002

Tri Wahyuningsih

04/174863/KU/11012

Laxmitya Hapsari

04/177809/KU/11158

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2009

18

Anda mungkin juga menyukai