Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN RESMI PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN

PERCOBAAN BAHAN KERAMIK

Disusun oleh :
VINCENSIUS CAHYA DWINANDA

JURUSAN TEKNIK FISIKA


Fakultas Teknologi Industri
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014

NRP. 2412100034

FULL REPORT OF MATERIAL ENGINEERING LAB WORK

EXPERIMENT OF CERAMIC MATERIAL

Arranged by :
VINCENSIUS CAHYA DWINANDA
2412100034

DEPARTMENT OF ENGINEERING PHYSICS


Faculty of Industry Engineering
Institut Teknologi Sepuluh Nopember
Surabaya
2014

NRP.

LEMBAR PENGESAHAN
JUDUL LAPORAN : PERCOBAAN BAHAN KERAMIK
IDENTITAS PENYUSUN LAPORAN
NAMA
: VINCENSIUS CAHYA
DWINANDA
NRP
: 2412100034
IDENTITAS ASISTEN PRAKTIKUM
NAMA
: YUSNIA HAMIDAH
NRP
: 2411100013

Asisten Praktikum

Surabaya, 22 Nopember 2014


Penulis

Yusnia Hamidah
NRP. 24 11 100 013

Vincensius Cahya Dwinanda


NRP. 24 12 100 034

Mengetahui,
Koordinator Praktikum Rekayasa Bahan

Hardhian Restu Panca Laksana


24 11 100 108

ii

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN


PERCOBAAN BAHAN KERAMIK
Nama Penulis : Vincensius Cahya Dwinanda
NRP
: 2412100034
Jurusan
: Teknik Fisika
Nama Asisten: Yusnia Hamidah

Abstrak
Keramik merupakan bahan yang sudah banyak dipakai
dalam kehidupan sehari-hari. Berdasarkan pembentukannya
keramik dibedakan menjadi dua, yaitu keramik tradisional dan
modern. Berdasarkan percobaan yang telah dilakukan,
diketahui bahwa keramik yang memilki komposisi semen
lebih banyak dan komposisi pasir sedikit memiliki tingkat
kekerasan yang lebih tinggi, yang pada percobaan hasil
tersebut diperoleh dengan komposisi 1:1 antara semen dan
pasir. Parameter kekerasan yang diukur adalah ketinggian uji
pantul dan tingkat goresan pada uji gores
Kata kunci : keramik, komposisi, uji pantul, uji gores

iii

LAPORAN PRAKTIKUM REKAYASA BAHAN


PERCOBAAN BAHAN KERAMIK
Authors Name
NPR
Departement
Assistances Name

: Vincensius Cahya Dwinanda


: 2412100034
: Engineering Physics
: Yusnia Hamidah

Abstract
Ceramic is a material that has been widely used in daily life.
Based on ceramic formation is divided into two, namely the
traditional and modern ceramics. Based on the experiments
that have been conducted, it is known that the composition of
the ceramic that has more cement and sand composition has a
slightly higher level of violence, which in the experimental
results obtained with the composition of 1: 1 between the
cement and sand. Parameters measured hardness is reflective
test altitude and rate of scratches on the scratch test
Keywords: ceramics, composition, testing reflective, scratch
test

iv

KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena atas
rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan tugas laporan resmi
dengan judul Percobaan Bahan Keramik.
Pada laporan resmi ini diberikan penjelasan mengenai
karakteristik bahan keramik dengan menggunakan uji pantul
dan gores. Kami ucapkan terima kasih kepada berbagai pihak
yang telah membantu terselesaikannya laporan resmi ini,
karena tanpa bantuannya kami tidak dapat menyelesaikan
laporan resmi ini.
Laporan resmi ini jauh dari kesempurnaan, oleh karena
itu saran dan kritik sangat kami harapkan demi
penyempurnaan penulisan di masa mendatang.

Surabaya , 22 November 2014

Penulis

DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................ii
ABSTRAK............................................................................iii
ABSTRACT..........................................................................iv
KATA PENGANTAR.............................................................v
DAFTAR ISI..........................................................................vi
DAFTAR GAMBAR............................................................vii
DAFTAR TABEL................................................................viii
BAB I PENDAHULUAN.......................................................1
1.1 Latar Belakang.............................................................1
1.2 Permasalahan...............................................................1
1.3 Tujuan..........................................................................2
BAB II DASAR TEORI.........................................................3
2.1 Pengertian Keramik.....................................................3
2.2 Bahan Pembuat Keramik.............................................3
2.2.1 Pasir.......................................................................3
2.2.2 Semen.....................................................................4
2.3 Proses Pembuatan Keramik.........................................5
2.3.1 Pembuatan Keramik Tradisional............................5
2.4 Sifat-sifat Keramik.......................................................6
2.4.1 Sifat Mekanik.........................................................6
2.5 Metode Uji Kekerasan Bahan Keramik.......................7
2.5.1 Metode Gores ........................................................7
2.5.2 Metode Pantul........................................................7
BAB III METODOLOGI PERCOBAAN.............................11
3.1 Peralatan dan Bahan...................................................11
3.2 Prosedur Percobaan....................................................11
3.2.1 Pembuatan Keramik.............................................11
vi

3.2.2 Pengujian Kekerasan dengan Metode Pantulan....13


3.2.3 Pengujian Kekerasan dengan Metode Gores........13
BAB IV ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN..............15
4.1 Analisa Data...............................................................15
4.1.1 Uji Pantul.............................................................15
4.1.2 Uji Gores..............................................................18
4.2 Pembahasan...............................................................21
BAB V PENUTUP...............................................................25
5.1 Kesimpulan................................................................25
5.2 Saran..........................................................................25
DAFTAR PUSTAKA............................................................27
LAMPIRAN.........................................................................29

DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Campuran semen dan pasir dengan komposisi
(a) 1:1; (b) 1:2; (c) 1:3; dan (d) 1:4................12
Gambar 3.2 Furnace untuk pembakaran (a) suhu 200 C dan
(b) suhu 400 C..................................................12
Gambar 3.3 Uji pantul pada sampel....................................13
Gambar 3.4 Uji gores pada sampel keramik menggunakan (a)
batu bata, (b) genteng, dan (c) kaca..................14
Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan
Tinggi Uji Pantul..............................................17
Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan
Standar Deviasi.................................................18
Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan
Error.................................................................18
Gambar 4.4 Hasil Uji Gores pada Keramik yang Dipanaskan
dengan suhu 200.C...........................................20
Gambar 4.5 Hasil Uji Gores pada Keramik yang Dipanaskan
dengan suhu 400C...........................................21

vii

DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Tebal Keramik.....................................................15
Tabel 4.2 Uji Pantul Percobaan Keramik..............................16
Tabel 4.3 Uji Gores Keramik dengan Kaca..........................19
Tabel 4.4 Uji Gores Keramik dengan Genteng.....................19
Tabel 4.5 Uji Gores Keramik dengan Bata...........................19

viii

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Kehidupan manusia saat ini tidak akan pernah bisa terlepas
dari penggunaan berbagai perlengkapan yang menggunakan
bahan seperti bahan plastik, teflon, karet sintetik dan lain-lain.
Berbagai produk dibuat dari bahan-bahan tersebut, mulai dari
peralatan rumah tangga, mainan, alat transportasi dan lain-lain.
Semua bahan-bahan tersebut dibuat dari bahan keramik.
Definisi keramik pada zaman dahulu hanya terbatas pada
pembakaran tanah yang mengandung feldspar, ball clay, kuarasa
dan kaolin yang banyak terkandung pada tanah liat, namun
seiring perkembangan zaman definisi tersebut berubah menjadi
semua bahan yang bukan logam dan anorganik yang padat.
Sehingga melalui perkembangan tersebut maka aplikasi dari
keramik menjadi teramat banyak dan sering digunakan pada
kehidupan sehari-hari.
Saat ini teknologi keramik sangat berkembang. Banyak
ilmuan melakukan penelitian dan pengembangan mengenai
berbagai jenis keramik. Dengan berkembangnya teknologi
keramik ini diharapkan mampu menghasilkan produk-produk
berkualitas tinggi. Oleh karena itu, perlu dilaksanakan praktikum
P2 mengenai percobaan bahan keramik.
1.2 Permasalahan
Permasalahan yang diangkat dalam praktikum P2 Percobaan
Bahan Keramik ini adalah sebagai berikut.
a. Apa yang dimaksud dengan bahan keramik?
b. Bagaiman proses pembuatan bahan keramik tradisional?
c. Bagaimana menentukan harga kekerasan dari bahan keramik?
1

2
1.3 Tujuan
Tujuan dari praktikum bahan keramik ini, antara lain.
a. Mengenal bahan keramik
b. Memahami proses pembuatan keramik tradisional
c. Menentukan harga kekerasan dari bahan keramik

BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Keramik
Keramik berasal dari bahasa Yunani, keraamikos yang
artinya suatu bentuk dari tanah liat yang telah mengalami proses
pembakaran. Kamus dan ensiklopesi tahun 1950-an
mendefinisikan keramik sebagai sautu hasil seni dan teknologi
untuk menghasilkan barang dari tanah liat yang dibakar, seperti
gerabah, genteng, porselin, dan sebagainya. Definisi keramik
terbaru mencakup semua bahan bukan logam dan anorganik yang
berbentuk padatan.
Bahan keramik terdiri dari fasa kompleks yang merupakan
senyawa unsure metal dan non metal yang terikat secara ionic
maupun kovalen. Keramik pada umumnya mempunyai struktur
kristalin dan sedikit electron bebasnya. Susunan kimia keramik
sangat bermacam-macam yang terdiri dari senyawa yang
sederhana hingga campuran beberapa fasa kompleks. Hampir
semua keramik merupakan senyawa-senyawa antara unsur
elektropositif dan elektronegatif.
2.2 Bahan Pembuat Keramik
Bahan baku keramik yang umum dipakai adalah pasir dan
semen.
2.2.1 Pasir
Pasir adalah contoh bahan material butiran. Butiran pasir
umumnya berukuran antara 0,0625 sampai 2 milimeter. Materi
pembentuk pasir adalah silikon dioksida, tetapi di beberapa pantai
tropis dan subtropis umumnya dibentuk dari batu kapur. Hanya
beberapa tanaman yang dapat tumbuh di atas pasir, karena
rongga-rongganya yang besar.
Pasir adalah bahan bangunan yang banyak dipergunakan
dari struktur paling bawah hingga paling atas dalam bangunan.
Baik sebagai pasir urug, adukan hingga campuran beton.
3

4
Beberapa pemakaian pasir dalam bangunan dapat kita jumpai
seperti :
Penggunaan sebagai urugan, misalanya pasir urug bawah
pondasi, pasir urug bawah lantai, pasir urug dibawah
pemasangan paving block dan lain lain.
Penggunaan sebagai mortar atau spesi, biasanya digunakan
sebagai adukan untuk lantai kerja, pemasangan pondasi batu
kali, pemasangan dinding bata, spesi untuk pemasangan
keramik lantai dan keramik dinding, spesi untuk pemasangan
batu alam , plesteran dinding dan lain lain.
Penggunaan sebagai campuran beton baik untuk beton
bertulang maupun tidak bertulang, bisa kita jumpai dalam
struktur pondasi beton bertulang, sloof, lantai, kolom , plat
lantai, cor dak, ring balok dan lain -lain.
Disamping itu masih banyak penggunaan pasir dalam
bahan bangunan yang dipergunakan sebagai bahan campuran
untuk pembuatan material cetak seperti pembuatan paving block,
kansteen, batako dan lain lain.[1]
2.2.2 Semen
Semen (cement) adalah hasil industri dari paduan bahan
baku: batu kapur/gamping sebagai bahan utama dan
lempung/tanah liat atau bahan pengganti lainnya dengan hasil
akhir berupa padatan berbentuk bubuk/bulk, tanpa memandang
proses pembuatannya, yang mengeras atau membatu pada
pencampuran dengan air. Bila semen dicampurkan dengan air,
maka terbentuklah beton.
Dalam pengertian umum, semen adalah suatu binder, suatu
zat yang dapat menetapkan dan mengeraskan dengan bebas, dan
dapat mengikat material lain. Abu vulkanis dan batu bata yang
dihancurkan yang ditambahkan pada batu kapur yang dibakar
sebagai agen pengikat untuk memperoleh suatu pengikat hidrolik
yang selanjutnya disebut sebagai cementum. Semen yang
digunakan dalam konstruksi digolongkan kedalam semen hidrolik
dan semen non-hidrolik.

5
Semen hidrolik adalah material yang menetap dan
mengeras setelah dikombinasikan dengan air, sebagai hasil dari
reaksi kimia dari pencampuran dengan air, dan setelah
pembekuan, mempertahankan kekuatan dan stabilitas bahkan
dalam air. Pedoman yang dibutuhkan dalam hal ini adalah
pembentukan hidrat pada reaksi dengan air segera mungkin
Kebanyakan konstruksi semen saat ini adalah semen hidrolik dan
kebanyakan didasarkan pada semen Portland, yang dibuat dari
batu kapur, mineral tanah liat tertentu, dan gypsum, pada proses
dengan temperatur yang tinggi yang menghasilkan karbon
dioksida dan berkombinasi secara kimia yang menghasilkan
bahan utama menjadi senyawa baru. Semen non-hidrolik meliputi
material seperti batu kapur dan gipsum yang harus tetap kering
supaya bertambah kuat dan mempunyai komponen cair.
Contohnya adukan semen kapur yang ditetapkan hanya dengan
pengeringan, dan bertambah kuat secara lambat dengan menyerap
karbon dioksida dari atmosfer untuk membentuk kembali kalsium
karbonat.
Penguatan dan pengerasan semen hidrolik disebabkan
adanya pembentukan air yang mengandung senyawa-senyawa,
pembentukan sebagai hasil reaksi antara komponen semen dengan
air. Reaksi dan hasil reaksi mengarah kepada hidrasi dan hidrat
secara berturut-turut. Sebagai hasil dari reaksi awal dengan
segera, suatu pengerasan dapat diamati pada awalnya dengan
sangat kecil dan akan bertambah seiring berjalannya waktu.
Setelah mencapai tahap tertentu, titik ini diarahkan pada
permulaan tahap pengerasan. Penggabungan lebih lanjut disebut
penguatan setelah mulai tahap pengerasan.[2]
2.3 Proses Pembuatan Keramik
Proses pembuatan keramik terdiri atas pembuatan keramik
tradisional dan modern.
2.3.1 Pembuatan keramik tradisional
a. Pengolahan bahan

6
Tujuannya adalah untuk mengolah bahan baku dari
berbagai material yang belum siap pakai menjadi bahan keramik
yang telah siap pakai.
b. Pembentukan
Tahap pembentukan adalah tahap mengubah bongkahan
badan tanah liat plastis menjadi benda-benda yang
dikehendaki.
c. Pengeringan
Setelah pembentukan, tahap selanjutnya adalah
pengeringan. Tujuan utama dari tahap ini adalah untuk
menghilangkan air ploastis yang terikat pada bahan keramik.
d. Pembakaran
Pembakaran adalah proses inti dari pembuatan keramik
dimana proses ini mengubah massa yang rapuh menjadi
massa yang padat, keras, dan kuat. Pembakaran dilakukan
dalam sebuah tungku suhu tinggi
e. Pengglasiran
Pengglasiran merupakan tahap yang dilakukan sebelum
dilakukan pembakaran glasir. Fungsi glasir pada produk
keramik adalah untuk menambah keindahan, supaya lebih
kedap air, dan menambahkan efek-efek tertentu sesuai
keinginan.
2.4 Sifat-sifat Keramik
Sifat-sifat keramik yang ditinjau dalam praktikum kali ini
adalah sifat mekanik
2.4.1 Sifat Mekanik
Keterbatasan utama keramik adalah kerapuhannya, yakni
kecenderungan untuk patah tiba-tiba dengan deformasi plastik
yang sedikit. Ini merupakan masalah khusus bila bahan ini
digunakan untuk aplikasi struktural. Dalam logam, elektronelektron yang terdelokalisasi memungkinkan atom-atomnya
berubah-ubah tetangganya tanpa semua ikatan dalam strukturnya
putus. Hal inilah yang memungkinkan logam terdeformasi di
bawah pengaruh tekanan.

7
Faktur rapuh terjadi bila pembentukan dan propagasi
keretakan yang cepat. Dalam padatan kristalin, retakan tumbuh
melalui butiran (trans granular) dan sepanjang bidang cleavage
(keretakan) dalam kristalnya. Permukaan tempat putus yang
dihasilkan mungkin memiliki tekstur yang penuh butiran atau
kasar..
2.5 Metode Uji Kekerasan Bahan Keramik
Metode uji kekerasan bahan keramik, antara lain:
2.5.1 Metode Gores
Metode ini banyak digunakan dalam dunia metalurgi dan
material lanjut, tetapi sering dipakai dalam dunia mineralogy.
Dalam skala Mohs urutan nilai kekerasan material di dunia ini
diwakili oleh :
1.talc
2.gypsum
3.calcite
4.fluorite
5.apatite
6.orthoclase
7.quartz
8.topaz
9.corumdum
10.diamond
Prinsip pengujian:
Bila suatu material mampu digores oleh orthoclase tetapi
tidak mampu digores oleh apatite, maka kekerasan mineral
tersebut berada antara 5 dan 6
2.5.2 Metode Pantul
Kekerasan suatu material ditentukan oleh alaat scleroscope
yang mengukur tinggi pantulan suatu pemukul dengan berat
tertentu yang dijatuhkan dari suatu ketinggian terhadap

8
permukaan benda uji. Tinggi pantulan yang dihasilkan mewakili
kekerasan benda uji. Semakin tinggi pantulan tersebut, semakin
tinggi kekerasan benda uji.[3]

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

BAB III
METODOLOGI PERCOBAAN
3.1 Peralatan dan Bahan
Peralatan yang digunakan dalam melaksanakan percobaan
ini adalah sebagai berikut:
1. Cetakan (ukuran 7x4,5x4 cm3)
2. Meteran
3. Furnace
4. Semen
5. Pasir
6. Kertas amplas
7. Air
8. Keramik genteng
9. Keramik kaca
10. Keramik batu bata
3.2 Prosedur Percobaan
Prosedur percobaan bahan keramik adalah sebagai berikut:
3.2.1 Pembuatan Keramik
1. Dibuat delapan jenis campuran semen dan pasir masingmasing dengan komposisi semen:pasir sebesar 1:1, 1:2,
1:3, dan 1:4
2. Ditambahkan campuran semen dan pasir tersebut dengan
air sesuai dengan kondisi yang kental dan diaduk sampai
rata
3. Campuran dimasukkan ke dalam cetakan yang telah
disediakan
4. Campuran dijemur selama 24 jam. Diusahakan agar
kondisi lingkungan benar-benar kering. Campuran
dikeluarkan dari cetakan jika campuran sudah kering
5. Sampel keramik dipanskan dalam furnace dengan
temperature 2000C dan 4000C selama 5 jam

11

12

(a)

(b)

(c)
(d)
Gambar 3.1 Campuran semen dan pasir dengan
komposisi (a) 1:1; (b) 1:2; (c) 1:3; dan (d) 1:4
6. Setelah pemanasan selesai, campuran dibiarkan dingin
secara alami. Sampel dikeluarkan dari dalam furnace

(a)
(b)
Gambar 3.2 Furnace untuk pembakaran (a) suhu
2000C dan (b) suhu 4000C
7. Seluruh permukaan sampel dihaluskan menggunakan
kertas amplas

13
3.2.2 Pengujian Kekerasan dengan Metode Pantulan
1. Disiapkan statip pengukuran kekerasan
2. Bola dijatuhkan di atas permukaan sampel. Diukur tinggi
pantulan. Dilakukan sebanyak lima kali percobaan.
Dilanjutkan pengukuran yang sama untuk sampel 2, 3, dan
4

Gambar 3.3 Uji pantul pada sampel


3. Semua data dimasukkan ke dalam tabel

4. Dilakukan perhitungan mean, satndar deviasi dan range


error
5. Dilakukan analisa data pada hasil pengukuran dengan
menghubungkan nilai tinggi pantulan dengan nilai
kekerasan sampel dan kondisi campuran awal bahan
keramik tersebut.
3.2.3 Pengujian Kekerasan dengan Metode Gores
1. Samepl pertama digores dengan genteng, kaca, batu bata.
Sampel yang tergores mempunyai sifat lebih lunak
dibanding yang lainnya. Kemudian hasil urutan yang
diperoleh dicatat
2. Hal yang sama dilakukan untuk sampel kedua, ketiga, dan
keempat

14
3. Nilai kekerasan diurutkan berdasarkan hasil eksperimen
dari sifat yang kurang keras sampaai yang terkeras

(a)

(b)

(c)
Gambar 3.4 Uji gores pada sampel keramik menggunakan
(a) batu bata, (b) genteng, dan (c) kaca.

BAB IV
ANALISA DATA DAN PEMBAHASAN
4.1 Analisa Data
Berikut adalah tebal dari keramik yang digunakan
berdasarkan hasil praktikum :
Tabel 4.1 Tebal Keramik
Komposisi
1;1
1;2
1;3
1;4

Tebal
pada
2000 C
(cm)
1,7
2,2
3,4
3

Tebal
pada
4000 C
(cm)
1,6
2,3
3,3
3

Setelah didinginkan secara alami keramik akan diberikan


pengujian kekerasan, pada praktikum ini terdapat 2 macam
uji kekerasan yaitu uji pantul dan uji gores.
4.1.1 Uji Pantul
Sehingga berdasarkan tebal dari keramik tersebut akan
didapatkan ketinggian uji pantul yang berbeda, selain tebal
pemanasan pada furnace serta komposisi dari pasir dan
semen juga akan berpengaruh. Hasil uji pantul dapat dilihat
pada Tabel 4.2 di bawah.

15

16

Tabel 4.2 Uji Pantul Percobaan Keramik


Komposisi

1;1

Rata2
Std Dev

1;2

Rata2
Std Dev

1;3

Rata2
Std Dev

1;4

Ketinggian
Ketinggian
pada 2000
pada 4000
Eror
C (cm)
C (cm)
20,3
0
20,4
20,3
0
21,4
20,3
0,046948
21,4
21,3
0
22,4
21,3
22,4
20,7
0,011737
21,6
0,547723
0,83666
18,8
0
20,7
18,8
0,050505
19,7
19,8
0
20,7
19,8
-0,05319
20,7
18,8
20,7
19,2
0,0259
20,5
0,547723
0,447214
18,6
0
18,7
18,6
0,05102
18,7
19,6
0
19,2
19,6
-0,05376
19,7
18,6
18,7
19
0,0262
19
0,547723
0,447214
18
0
19
18
0
20
18
0
18
18
0
19
18
18

Eror
0,046729
0
0,044643
0
0,022843
-0,05076
0,048309
0
0
0,0247
0
0,026042
0,025381
-0,05348
0,0262
0,05
-0,11111
0,052632
-0,05556

17
Rata2
Std Dev

18
0

18,8
0,83666

0,0673

Sehingga berdasarkan ketinggian uji pantul juga dapat


didapatkan rata-rata ketinggian hasil uji pantul, standar deviasi
dan error.
Kemudian berdasarkan data yang diperoleh dapat dibuat grafik
antara komposisi-tinggi pantulan, komposisi-standar deviasi, dan
komposisi-error. Grafik tersebut dapat dilihat pada gambar di
bawah.

Gambar 4.1 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan


Tinggi Uji Pantul

18

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan


Standar Deviasi

Gambar 4.3 Grafik Hubungan Antara Komposisi dengan Error

19

4.1.2 Uji Gores


Setelah dilakukan uji pantul, langkah selanjutnya adalah uji
gores. Berdasarkan percobaan didapatkan data hasil uji gores
sebagai berikut :
Tabel 4.3 Uji Gores Keramik dengan Kaca
Komposisi

200C

400C

1:1

Tidak Tergores

Tidak Tergores

1:2

Agak Tergores

Agak Tergores

1:3

Tergores

Agak Tergores

1:4

Tergores

Tergores

Tabel 4.4 Uji Gores Keramik dengan Genteng


Komposisi

200C

400C

1:1

Tidak Tergores

Tidak Tergores

1:2

Agak Tergores

Tidak Tergores

1:3

Agak Tergores

Agak Tergores

1:4

Tergores

Agak Tergores

Tabel 4.5 Uji Gores Keramik dengan Bata

20
Komposisi

200C

400C

1:1

Tidak Tergores

Tidak Tergores

1:2

Tidak Tergores

Tidak Tergores

1:3

Tidak Tergores

Tidak Tergores

1:4

Agak Tergores

Tidak Tergores

Gambar 4.4 Hasil Uji Gores pada Keramik yang Dipanaskan


dengan suhu 200C

21

Gambar 4.5 Hasil Uji Gores pada Keramik yang Dipanaskan


dengan suhu 400C

4.2 Pembahasan
Melalui praktikum yang telah dilakukan mengenai bahan
keramik dapat dilakukan beberapa pengujian pada keramik, yaitu
uji pantul dan uji gores yang pada prinsipnya merupakan
pengujian kekerasan. Berdasarkan teori yang ada diketahui bahwa
keramik dengan komposisi semen yang banyak dan pemanasan
yang lebih tinggi mempunyai tingkat kekerasan yang lebih tinggi
sebab semen merupakan perekat dalam bahan keramik.
Berdasarkan data, keramik dengan komposisi 1:1, 1:2. 1:3, 1:4
yang dibakar pada suhu 2000C menghasilkan pantulan rata-rata
berturut-turut sebesar 20,7; 19,2; 19; dan 18 cm. Untuk keramik

22
dengan komposisi yang sama dengan pemanasan pada suhu
4000C didapatkan hasil pantulan sebesar 21,6; 20,5; 19; dan 18,8
cm. Hal ini membuktikan bahwa pada teori dan percobaan yang
telah dilakukan hasil yang didapat sama, yaitu semakin tinggi
komposisi semen atau semakin rendah komposisi pasir serta
pemanasan yang lebih tinggi menghasilkan uji pantul yang lebih
tinggi, hal tersebut juga didukung dengan grafik yang diperoleh
yaitu menurun seiring dengan naiknya komposisi. Namun pada
analisis berikutnya yaitu hubungan antara komposisi dengan
standar deviasi dan error didapatkan data bahwa untuk komposisi
1:1, 1:2. 1:3, 1:4 pada suhu 2000C dan 4000C standar deviasi yang
diperoleh fluktuatif. Pada grafik dapat dilihat bahwa kurva secara
umum tidak linear terdapat. Terdapat bagian yang mendatar pada
suhu 2000C dan bagian yang naik turun pada suhu 400 0C. Untuk
analisa error terhadap komposisi juga sama saperti standar deviasi
yaitu data yang diperoleh fluktuatif. Pada suhu 200 0C grafik yang
didapatkan adalah naik-turun sedangkan untuk suhu 400 0C grafik
yang didapatkan cenderung naik. Hal ini disebabakan beberapa
hal, secara umum penyebab dibedakan menjadi 2, yaitu saat
pembuatan keramik dan saat pengeringan. Pertama, saat
pembuatan keramik: pasir yang digunakan tidak diayak terlebih
dahulu sehingga butiran pasir yang menyusun keramik berbeda,
hal tersebut akan memepengaruhi kekerasan keramik;
pencampuran semen dengan pasir kurang sempurna, masih
terdapat sampel yang kurang air sehingga ketika pengeringan,
keramik yang didapatkan berbeda satu sama lain. Kedua, saat
pengeringan, keramik setelah dicetak tidak melalui proses
penjemuran sehingga air yang terkandung dalam campuran
semen-pasir masih banyak sehingga campuran masih basah ketika
dibakar di furnace. Berdasarkan penyebab diatas keramik yang
dihasilkan dalam praktikum ini agak kasar dan berongga sehingga

23
permukaan keramik menghasilkan pantulan yang tidak linear
(lurus).
Pada uji gores hasil yang diperoleh hampir sama, yaitu pada
suhu 2000C dan 4000C, semakin tinggi komposisi semen atau
semakin rendah komposisi pasir menghasilkan tingkat kekerasan
yang lebih tinggi, contoh pada pengujian dengan kaca, keramik
dengan komposisi 1:1 tidak tergores sedangkan pada komposisi
lain secara umum keramik tergores. Untuk pengujian dengan bata,
secara umum keramik tidak mengalami goresan, hal ini
disebabkan karena bata yang memiliki sifat yang lebih lunak
daripada keramik yang diujikan. Sedangkan perbedaan antara
keramik yang dipanaskan pada suhu 200 0C dengan 4000C adalah
semakin tinggi suhu pemanasan maka kekerasan dari keramik
semakin tinggi, hal ini dibuktikan melalui data yang didapat dari
percobaan.

24

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan percobaan P2 mengenai bahan keramik yang
telah dilakukan, maka kesimpulan yang dapat diambil adalah
sebagai berikut :
a. Keramik tradisional adalah keramik yang dibuat hanya
melalui proses pembentukan, pengeringan, pemanasan, dan
pengglasiran
b. Keramik dengan komposisi semen yang sedikit dan
komposisi pasir yang banyak menghasilkan pantulan yang
rendah dibandingkan dengan komposisi semen yang lebih
banyak
c. Keramik dengan komposisi semen yang
sedikit dan
komposisi pasir yang banyak mudah digores dibandingkan
dengan keramik yang komposisi semen lebih banyak
5.2 Saran
Saran yang diberikan untuk pelaksanaan praktikum
selanjutnya adalah sebagai berikut:
a. Saat proses pencetakan keramik, pasir sebaiknya diayak
terlebih dahulu sehingga didapatkan ukuran pasir yang
seragam
b. Lebih diperhatikan kembali saat penambahan air pada
campuran semen-keramik sehingga dapat dihasilkan
campuran yang mirip lumpur
c. Saat proses pengeringan diharuskan dipanaskan di bawah
sinar matahari selama beberapa jam agar kandungan air
dalam campuran semen-keramik berkurang

25

26

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

DAFTAR PUSTAKA

27
[1] No name. Wikipedia. Dikutip dari
http://id.wikipedia.org/wiki/Pasir diunduh pada 23
November 2014 pukul 06.00
[2] Fatimah, Soja Siti. Universitas Pendidikan Indonesia :
Bandung. Dikutip dari
http://file.upi.edu/Direktori/FPMIPA/JUR._PEND._KI
MIA/196802161994022SOJA_SITI_FATIMAH/Kimia_industri/PRODUKSI_
SEMEN.pdf diunduh pada 23 November 2014 pukul
06.30
[3] Dyah S., Doty Dewi R., Lizda J. Mawarini.2014.Modul
Praktikum Rekayasa Bahan.Institut Teknologi Sepuluh
Nopember:Surabaya

28

HALAMAN INI SENGAJA DIKOSONGKAN

LAMPIRAN

29
1. Resumen Jurnal
Fabrication of High Temperature Ceramic Pressure Sensor
and Its Characteristics
Jurnal ini menjelaskan tentang proses fabrikasi dan karakteristik
sensor tekanan keramik micromachined berupa pengukur
regangan/strain gauge film tipis tantalum nitrida (Ta-N) yang
dapat digunakan dalam aplikasi suhu tinggi. Pada penelitian
sebelumnya dengan penggunaan bahan lain sebagai sensor
tekanan seperti contoh SiC dan Poly-Si memliki keuntungan yaitu
dapat beroperasi pada suhu tinggi namun reliabilitas dan
nonlinieritas kurang sehingga dengan penelitian dengan
menggunakan keramik Ta-N ini diharapakan mampu beroperasi
pada suhu tinggi namun tetap memiliki reliabilitas dan
nonlinieritas yang tinggi. Sensor micropressure ini terdiri dari
lapisan tipis Ta-N yang didesain seperti konfigurasi jembatan
Wheatstone. Perangkat ini mengambil keuntungan dari sifat
mekanik kristal tunggal Si yang digunakan sebagai diafragma dan
dibuat oleh ikatan langsung Si-wafer (SDB) dan teknologi
elektrokimia etch-stop. Selain itu, dalam rangka memperluas
jangkauan suhu operasi, film tipis Ta-N digunakan juga sebagai
elemen penginderaan karena jika dibandingkan dengan strain
gauge lainnya, alat ini memiliki tahanan listrik yang relatif lebih
tinggi, = 768,93 .cm, stabilitas yang lebih tinggi dan gauge
factor, GF = 4.12. Selain itu sensor tekanan ini juga memiliki
koefisien temperatur yang rendah terhadap resistensi, TCR = - 84
ppm / C, sensitivitas yang tinggi, non-linearitas yang rendah dan
stabilitas suhu yang sangat baik. Proses Fabrikasi Keramik Film
Tipis Ta-N untuk Sensor Tekanan yang digunakan adalah sebagai
berikut : pertama adalah pembentukan hole dan cavity dengan
cara dietsa, selanjutnya penyatuan wafer Si Handling dan wafer

30
Si Aktif dengan cara dilarutkan ke dalam HF selama 1 menit.
Setelah itu ketebalan wafer Si Aktif diatur dengan cara etch-stop
elektrokimia setelah pendinginan pada suhu 1000 C selama 60
menit lalu proses dialnjutkan dengan pembentukan sensor Ta-N
dan metalisasi Al Au pada wafer Si. Terakhir adalah substrat Si
yang telah dibentuk menjadi sensor disatukan dengan gelas Pyrex
dengan cara pemberian tegangan 1000 V pada suhu 450 C melaui
metode ikatan anodik kesimpulan yang didapat dari penelitian ini
adalah : sensitivitas dan nonlinieritas maksimal yang dimiliki
sensor ini dalam kisaran suhu 25 0 C sampai 2000 C adalah 10,9712,1, V/Vpsi dan 0,43% FS. Berdasarkan karakteristik yang
diperoleh menunjukkan bahwa Ta-N adalah sensor tekanan
keramik sangat cocok untuk dikembangkan pada sensor berbiaya
rendah dan sensor yang digunakan pada suhu dan tekanan yang
tinggi.

2. Tugas Khusus Keramik Pendinginan Cepat


Berikut adalah data hasil uji pantul pada keramik yang
mengalami perlakuan pendinginan cepat, yaitu ketika keramik
yang telah dibakar pada furnace pada suhu 200 0C langsung
dimasukkan ke dalam cairan air, air garam, dan minyak goreng
Tabel 1 Hasil Uji Pantul Keramik pada Pendinginan Cepat
1;1
200 C

Air
18,3
18,3
19,3
19,3

Air
Garam
19,4
20,4
20,4
19,9

Minyak
19,4
20,4
20,4
21,4

31

Rata2

20,3
19,1

19,9
20

21,4
20,6

Setelah dilakukan uji pantul, langkah selanjutnya adalah uji


gores. Berikut adalah data hasil uji gores pada keramik yang
mengalami pendinginan cepat
Tabel 2 Hasil Uji Gores Keramik pada Pendinginan Cepat
Air

Air
Garam

Minyak

Agak
Tergores

Agak
Tergores

Agak
Tergores

GENTENG

Agak
Tergores

Agak
Tergores

Tidak
Tergores

BATA

Tidak
Tergores

Tidak
Tergores

Tidak
Tergores

KACA
1:1
200
C

32
Gambar 1 Uji Gores Pada Keramik Pendinginan Cepat
Pembahasan
Berdasarkan pengamatan keramik yang mengalami pendinginan
dengan minyak lebih cepat menurun suhunya ketika baru saja
mengalami pemanasan melalui furnace pada suhu 200 0C.
Berturut-turut kemudian air garam dan air biasa. Pada uji pantul
tampak bahwa keramik yang mengalami pendinginan melalui
minyak lebih tinggi pantulannya dibandingkan dengan keramik
yang melalui air dan air garam. Dari tabel pula dapat dilihat
bahwa secara berturut-turut minyak, air garam, dan air memilki
ketinggian uji pantul dari tertinggi ke terendah yang ditunjukkan
denganketinggian hasil ujipantul berturut-turut adalah 20,6; 20;
dan 19,1 cm. Hal ini menunjukkan bahwa keramik yang
mengalami pendinginan lebih cepat memiliki kekerasan yang
lebih tinggi. Hal ini didukung juga dengan uji gores yang
dilakukan pada ketiga keramik tersebut, berdasarkan data
didapatkan bahwa keramik yang mengalami pendinginan melalui
minyak memilki kekerasan yang lebih tinggi dibandingkan
keramik lain. Melalui data hasil eksperimen dapat dilihat bahwa
keramik dengan pendinginan minya secara umum tidak
mengalami goresan.

Anda mungkin juga menyukai