Bab 2 Tinjauan Pustaka: Universitas Sumatera Utara
Bab 2 Tinjauan Pustaka: Universitas Sumatera Utara
TINJAUAN PUSTAKA
Deskripsi tertulis pertama mengenai tromboemboli dan ulserasi vena
dijumpai pada masa 1550 SM pada Papyrus of Eber, sedangkan kasus
tromboemboli pertama yang tertulis jelas dijumpai pada abad ke 13. Pada abad ke
18 Hunter mengajukan hipotesis bahwa trombosis vena disebabkan oleh
penyumbatan vena oleh bekuan darah, dan pada paruh kedua abad ke 19, Virchow
mengajukan postulat faktor trias Virchow sebagai penyebab utama trombosis vena
yaitu kerusakan pada dinding vena, stasis dari aliran vena dan perubahan pada
komponen darah yang menyebabkan hiperkoagulabilitas pada kasus trombosis
post partum. 14
Kehamilan
Immobilisasi
Masa nifas
Obesitas
Varises vena
Faktor Medikal/Surgikal
abdominal, metastasis)
Infark miokard
Sindroma nefrotik
Stroke
Penggunaan pacemaker
Fraktur
pelvik,
ekstremitas
bawah
Polisitemia
Paroxysmal nocturnal
Paraproteinemia
Sindroma Behcets
Gangguan
hemoglobinuria
Faktor Hiperkoagulasi
plasminogen
dan
aktivasinya
Homocysteinemia
Disfibrinogenemia
Gangguan Myeloproliferatif
Defisiensi protein C
Defisiensi Antithrombin
Defisiensi protein S
Faktor V Leiden
Sindroma hiperviskositas
Disseminated
Heparin
induced
thrombocytopenia (HIT)
intravascular
coagulation (DIC)
Kanker (malignansi) adalah faktor risiko yang paling sering dan penting
untuk terjadinya tromboemboli vena. Lee dan Levine memperkirakan insidensi
annual tromboemboli vena pada pasien kanker adalah 1 dari 200 orang. Dua puluh
persen kasus tromboemboli vena terjadi pada pasien yang menderita kanker. Pada
seluruh penderita kanker, 15% akan menderita tromboemboli vena simptomatik,
50%
menderita
tromboemboli
vena
asimptomatik
dan
50%
dijumpai
Karakteristik
Tindakan bedah dengan institusionalisasi
Trauma
Penggantian lutut atau total hip
Cedera medulla spinalis
Institusionalisasi
neurologis
dengan
paresis
ekstremitas
Penyakit hati berat
Rendah (Odds ratio <2)
2.2 PATOFISIOLOGI
Sistem koagulasi terdiri dari dua komponen, yaitu komponen seluler dan
komponen molekuler. Komponen seluler adalah trombosit, sel endotel, monosit
dan eritrosit, sedangkan komponen molekuler adalah faktor-faktor koagulasi dan
inhibitornya, faktor fibrinolisis dan inhibitornya, protein adhesif (cth von
Willebrand
factor,
vWF),
protein
interseluler,
acute-phase
proteins,
17
Berikut ini adalah jalur (pathway) koagulasi yang berdasarkan waktu (timebased): 18
1. Inisiasi ; Tissue factor (TF) yang diekspresikan oleh vaskular yang rusak
mengikat FVIIa (yang bersirkulasi dalam jumlah kecil), yang kemudian
mekanisme
amplifikasi
umpan
balik.
Yang
pertama,
keadaan
protrombotik.
Keadaan
ini
menyebabkan
gangguan
Gambar 2. Model koagulasi dan fibrinolisis. FX (1) dan FIX (2) = fase
inisiasi, (3) = fase amplifikasi, (4) = stabilisasi. 18
Mayoritas kejadian tromboemboli vena bermula dari deep calf veins,
dimana mayoritas trombosis akan menghilang spontan, sekitar 15% akan berlanjut
ke vena proksimal yang menyebabkan sumbatan dan rentan terjadi embolisasi.
Bila tidak ditata laksana, maka trombosis vena yang terjadi di atas lutut, sekitar
lebih dari 50% akan menyebabkan emboli paru. 14
2.3 DIAGNOSIS
Tromboemboli vena dapat bermanifestasi sebagai deep vein trombosis
(DVT) ataupun emboli paru. Diagnosis DVT secara klinis sulit dipercaya, karena
75% pasien yang disangkakan DVT ternyata tidak menderita DVT. Diagnosis
pasti DVT hanya dapat ditegakkan dengan venografi, dimana sensitifitas dan
spesifisitas mencapai 100%. Kelemahan venografi adalah tindakan invasif dan
mempunyai efek samping phlebitis dan pembentukan trombosis, oleh karena itu
venografi tidak digunakan sebagai alat bantu pertama dalam mendiagnosis DVT.
20
Gambar 5. USG Duplex dari DVT akut. Tampak bahwa vena tidak dapat
dikompresi. Juga dapat dilihat bahwa vena membesar dan trombus
echolucent dan terkompresi sebagian, yang merupakan petanda trombus
akut. 21
Sebagai tambahan, ultrasonografi dupleks dapat menyediakan informasi
apakah trombus tersebut akut atau kronis. Kriterianya diuraikan pada tabel 6.
Temuan trombus yang sebagian terkompresi adalah tanda DVT akut yang dapat
dipercaya. Trombus yang mengambang bebas, atau yang tampaknya bergerak
pada lumen vena hanya dilihat sesekali. Banyak klinisi yang menggunakan
kriteria derajat ekogenisitas dari trombus untuk menentukan usia trombus.
Meskipun ekogenisitas trombus meningkat seiring usia, juga bergantung pada
setting alat. 21
Tabel 2.6 Kriteria USG Duplex untuk menilai trombosis akut atau kronis.21
2.4 TERAPI
Terapi tromboemboli vena pada pasien kanker merupakan suatu tantangan
tersendiri, dimana terapi harus individual dan disesuaikan dengan tatalaksana
yang sedang dilakukan untuk malignansinya. Pasien kanker sering membutuhkan
tindakan bedah yang radikal, rentan terhadap infeksi dan mendapat kemoterapi
yang mensupresi pembentukan komponen darah seperti trombosit sehingga dapat
meningkatkan risiko perdarahan. Oleh karena itu terapi terhadap tromboemboli
pada pasien kanker harus diindividualisasi.20
Terapi standar untuk DVT adalah unfractionated heparin intravena.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan meningkatkan proses
fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan antikoagulan oral tunggal
sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan oral dapat meningkatkan
risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C dan protein S sebelum
menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran yang harus dicapai adalah
activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk mengurangi risiko rekurensi DVT,
biasanya dapat dicapai dengan dosis heparin 30.000 U/hari atau >1250 U/jam.
Metode yang sering dipakai adalah bolus intravena inisial diikuti dengan infus
heparin kontinu. Selain itu metode pemberian subkutan dua kali sehari juga
efektif. Pada tahun 1991 Cruikshank dkk mempublikasikan normogram standar
untuk dosis heparin. Menurut protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 U
UFH diikuti dengan 1280 U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTT
selanjutnya. Pada penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapai
dalam 24 sampai 48 jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus
diberikan 5 hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized
ratio) pada kisaran terapeutik 2 hari.22
Low molecular weight heparin (LMWH) juga efektif terhadap DVT, bila
dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih mempunyai keuntungan yaitu
pemberian subkutan satu atau dua kali sehari dengan dosis yang sama dan tidak
memerlukan pemantauan laboratorium. Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan
risiko perdarahan yang lebih sedikit dan dapat diberikan dengan sistem rawat jalan
di rumah tanpa memerlukan pemberian intravena kontinu.22
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan untuk
tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K yang
menghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S. Efek
warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan diekspresikan
sebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi warfarin harus dimulai
segera setelah PTT berada pada level terapeutik, baiknya dalam 24 jam setelah
inisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.
Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya mencapai INR sasaran pada hari
ke-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus diindividualisasi menurut nilai
INR.22
Terapi trombolitik jarang diindikasikan untuk DVT, biasanya diberikan
pada pasien dengan DVT iliofemoral yang ekstensif dan risiko rendah terhadap
perdarahan. Kontraindikasi absolut untuk terapi trombolitik adalah perdarahan
internal aktif, stroke dalam kurun waktu 2 bulan belakangan, abnormalitas
intrakranial, hipertensi berat tidak terkontrol dan adanya kelainan diatesis
perdarahan. Kontraindikasi relatif terhadap terapi trombolitik adalah tindakan
bedah mayor atau persalinan pervaginam dalam kurun waktu 10 hari sebelumnya,
riwayat perdarahan gastrointestinal, tekanan darah sistolik >180 mmHg atau
diastolik 110 mmHg, kehamilan, usia >75 tahun dan hemorrhagic diabetic
retinopathy.22
Penggunaan filter vena cava inferior pada pasien dengan emboli paru
rekuren meskipu sudah diterapi dengan antikoagulan dan pada pasien dimana
pemberian antikoagulan merupakan kontraindikasi atau alergi terhadap pemberian
antikoagulan.22
Terapi untuk emboli paru juga menggunakan unfractionated heparin atau
LMWH dengan dosis dan cara pemberian yang sama dengan terapi DVT.
2.5 PENCEGAHAN
Metode profilaksis tromboemboli vena harus aman, efektif, ekonomis, dan
dapat diterima penggunaannya. Strategi pencegahan yang ada sekarang ini adalah
ambulasi dini, graduated compression stockings, pneumatic compression devices
dan antikoagulan seperti warfarin, UFH subkutan, dan LMWH.12
Penggunaan
regimen
profilaksis
tertentu
harus
didasarkan
pada
profilaksis
DVT.
Penggunaan
pneumatic
compression
devices
mempengaruhi faktor Xa dan thrombin. LMWH terdiri dari fragmen UFH yang
mempunyai respon antikoagulan yang dapat diprediksi dan aktifitas yang lebih
terhadap faktor Xa. Pada meta analisis pasien yang mengalami operasi urologi,
ortopedi dan bedah umum, disimpulkan bahwa UFH subkutan efektif mencegah
DVT pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi, dengan sedikit
peningkatan komplikasi perdarahan. Pada pasien ginekologi penggunaan heparin
telah dibandingkan dengan kontrol, dimana dijumpai penurunan deteksi DVT
pada kelompok yang menggunakan heparin dibandingkan dengan kontrol (3% vs
29%), dengan pemberian 5000 U UFH subkutan 2 jam sebelum operasi dan paska
operasi dua kali sehari selama 7 hari.12
LMWH diperkenalkan sebagai profilaksis dengan beberapa kelebihan
seperti pemberian hanya 1 kali sehari dan keuntungan teoretis berkurangnya risiko
perdarahan. Beberapa penelitian telah membandingkan penggunaan LMWH
dalteparin 2500 U satu kali sehari dengan UFH 5000 U dua kali sehari untuk
perioperatif operasi abdominal, dan tidak ditemukan perbedaan bermakna dalam
hal kejadian DVT ataupun episode perdarahan.12
Terapi antikoagulan dengan UFH dan LMWH mempunyai risiko. Risiko
utama adalah perdarahan, osteoporosis (terapi UFH berkepanjangan) dan heparin
induced trombocytopenia. Risiko perdarahan dengan UFH tampaknya lebih tinggi
dan respon individu yang bervariasi.12
Terapi inisial menunjukkan bahwa 50% kasus DVT mulai terbentuk pada
saat operasi dan 25% terjadi dalam kurun waktu 72 jam setelah operasi. Oleh
karena itu, penting untuk memulai profilaksis sebelum dilakukan induksi anestesi
pada pasien risiko menengah sampai risiko tinggi. Graduated compression
stocking dan pneumatic compression devices dapat dipasang sebelum operasi.
Pemberian LMWH atau UFH juga dapat diberikan sebelum operasi pada pasien
risiko tinggi. Adanya peningkatan risiko perdarahan selama operasi tidak banyak
dibuktikan pada beberapa penelitian yang telah dilakukan.12
Pemilihan
metode
profilaksis
bergantung
pada
penilaian
risiko
Tabel 2.8 Kategori risiko thrombosis vena dalam (DVT-deep vein thrombosis)
dan profilaksis yang dianjurkan 12
Risiko Rendah (low risk)
Bedah mayor pada pasien usia 4060 thn (cth : histerektomi total)
tanpa tambahan faktor risiko lain
Riwayat tromboemboli
Riwayat thrombophilia
Dengan kanker