EKSPERIMEN KOHLER
Eksperimen I
Eksperimen II
Pada eksperimen yang kedua masalah yang dihadapi oleh Simpanse masih
sama yaitu bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di dalam
sangkar tersebut diberi dua tongkat. Simpanse mengambil pisang dengan
satu tongkat, namun selalu mengalami kegagalan karena buah pisang
diletakkan semakin jauh di atas sangkar. Tiba-tiba muncul insight
(pemahaman) dalam diri Simpanse untuk menyambung kedua tongkat
tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu, Simpanse
menggunakannya untuk mengambil buah pisang yang berada di luar
sangkar. Ternyata usaha yang dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.
Eksperimen III
Eksperimen IV
III.
1.
Insight tergantung kepada keampuan dasar. Kemampuan dasar yang
dimiliki individu masing-masing berbeda-beda satu dengan yang lain.
Biasanya perbedaan tersebut terletak pada usia, pada usia yang masih
sangat muda lebih sukar belajar dengan insight.
2.
Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.
Walaupun insight itu tergantung pada pengalaman masa lampau yang
relevan, namun belum merupakan jaminan bahwa memiliki pengalaman
masa lampau tersebut dapat memecahkan problem.
3.
Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental. Insight
itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa
sehingga segala aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi.
4.
Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba. Sebelum
dapat memperoleh insight orang harus sudah meninjau problemnya dari
berbagai arah dan mencoba-coba memecahkannya.
5.
Belajar dengan menggunakan insight itu dapat diulangi. Jika suatu
problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan kepada
peserta didik yang bersangkutan, maka dia akan langsung dapat
memecahkan problem itu lagi.
6.
Insight yang telah terbentuk (sudah didapatkan) dapat dipergunakan
untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.
1.
Hukum Pragnaz
2.
3.
4.
5.
Hukum kontinuitas
Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan
kesinambungan (kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk
membentuk kesatuan atau gestalt.
IV.
1.
Pemahaman (insight) memegang peranan penting dalam prilaku. Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki
insight yang kuat;
2.
Untuk menunjang pembentukan insight, maka guru harus
melaksanakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), hal itu
bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi, memilih metode dan
menggunakan media pembelajaran yang tepat;
3.
Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior). Prilaku bukan
hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu,
guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik memahami
tujuan pembelajaran;
4.
Setiap individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada (life space). Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi
hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik;
5.
Menurut pandangan teori Gestalt, proses pembelajaran dikatakan
berhasil apabila peserta didik mampu menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk dipergunakan
memecahkan masalah dalam situasi lain. Maka guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi
yang diajarkannya;
6.
Education is social process of change in the behavior of living
organisms. (Kohler, 1926). Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab
untuk mendesain pembelajaran yang melibatkan beberapa komponen yaitu
guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.
V.
TANGGAPAN
1.
Kohler mempunyai pemikiran bahwa manusia bukanlah sekedar
makhluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang mempengaruhinya,
akan tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk individu yang utuh antara
rohani dan jasmaninya. Dengan demikian, pada saat manusia bereaksi
dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga
melibatkan unsur subjektivitasnya yang antara masing-masing individu bisa
berlainan;
2.
Belajar bukanlah proses trial and error, tetapi belajar adalah proses
yang didasarkan pada pemahaman (insight);
3.
Kohler telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur
kognitif atau mental dalam proses belajar;
4.
Teori gestalt yang ditemukan oleh Kohler dkk, telah memberikan
kontribusi bagi pengembangan keilmuan selanjutnya yaitu lahirnya
Pendekatan Konseling dengan Gestalt Therapy.
Adapun kritik terhadap teori yang disampaikan oleh Kohler dapat kami
sampaikan sebagai berikut.
1.
Proses belajar dipandang sebagai kegiatan yang diamati langsung,
padahal belajar adalah kegiatan yang melibatkan seluruh sistem saraf
manusia yang tidak terlihat kecuali melalui gejalanya;
2.
Proses belajar dipandang sebagai kemampuan dalam memanfaatkan
insight (pemahaman), padahal manusia mempunyai kemampuan inquiry
(menemukan) dan mengkonstruk (menyusun) pengetahuan. Sehingga
dengan kemampuan ini, manusia dapat menemukan dan menyusun
pengetahuannya sendiri;
3.
Teori belajar yang menggunakan eksperimen hewan hasilnya masih
sangat relaif, karena hal ini sangat dipengaruhi oleh tabiat atau karakter
hewan itu sendiri;
4.
Proses belajar manusia yang dianalogkan dengan hewan sangat sulit
dterima, mengingat ada perbedaan yang signifikan antara hewan dan
manusia.