Anda di halaman 1dari 7

II.

EKSPERIMEN KOHLER

Untuk mendukung teorinya, Wolfgang Kohler melakukan eksperimen pada


Simpanse. Eksperimen tersebut dilakukan di Pulau Canary tahun 1913
1920. Berikut ini adalah eksperimen yang dilakukannya. (Fudyartanto, 2002).

Eksperimen I

Wolfgang Kohler membuat sebuah sangkar yang didalamnya telah disediakan


sebuah tongkat. Simpanse kemudian dimasukkan dalam sangkar tersebut,
dan di atas sangkar diberi buah pisang. Melihat buah pisang yang
tergelantung tersebut, Simpanse berusaha untuk mengambilnya namun
selalu mengalami kegagalan. Dengan demikian Simpanse mengalami sebuah
problem yaitu bagaimana bisa mendapatkan buah pisang agar dapat
dimakan. Karena didekatnya ada sebuah tongkat maka timbullah pengertian
bahwa untuk meraih sebuah pisang harus menggunakan tongkat tersebut.

Eksperimen II

Pada eksperimen yang kedua masalah yang dihadapi oleh Simpanse masih
sama yaitu bagaimana cara mengambil buah pisang. Namun di dalam
sangkar tersebut diberi dua tongkat. Simpanse mengambil pisang dengan
satu tongkat, namun selalu mengalami kegagalan karena buah pisang
diletakkan semakin jauh di atas sangkar. Tiba-tiba muncul insight
(pemahaman) dalam diri Simpanse untuk menyambung kedua tongkat
tersebut. Dengan kedua tongkat yang disambung itu, Simpanse
menggunakannya untuk mengambil buah pisang yang berada di luar
sangkar. Ternyata usaha yang dilakukan oleh Simpanse ini berhasil.

Eksperimen III

Dalam eksperimen yang ketiga Wolfgang Kohler masih menggunakan


sangkar, Simpanse, dan buah pisang. Namun dalam eksperimen ini di dalam
sangkar diberi sebuah kotak yang kuat untuk bisa dinaiki oleh Simpanse.

Pada awalnya Simpanse berusaha meraih pisang yang digantung di atas


sangkar, tetapi ia selalu gagal. Kemudian Simpanse melihat sebuah kotak
yang ada di dalam sangkar tersebut, maka timbullah insight (pemahaman)
dalam diri Simpanse yakni mengambil kotak tersebut untuk ditaruh tepat
dibwah pisang. Selanjutnya, Simpanse menaiki kotak dan akhirnya ia dapat
meraih pisang tersebut.

Eksperimen IV

Eeksperimen yang keempat masih sama dengan eksperimen yang ketiga,


yaitu buah pisang yang diletakkan di atas sangkar dengan cara agak
ditinggikan, sementara di dalam sangkar diberi dua buah kotak. Semula
Simpanse hanya menggunakan kotak satu untuk meraih pisang, tetapi gagal.
Simpanse melihat ada satu kotak lagi di dalam sangkar dan ia
menghubungkan kotak tersebut dengan pisang dan kotak yang satunya lagi.
Dengan pemahaman tersebut, Simpanse menyusun kotak-kotak itu dan ia
berdiri di atas susunan kotak-kotak dan akhirnya dapat meraih pisang di atas
sangkar dengan tangannya.

III.

RUMUSAN TEORI KOHLER

Dari eksperimen-eksperimen tersebut, Kohler menjelaskan bahwa Simpanse


yang dipakai untuk percobaan harus dapat membentuk persepsi tentang
situasi total dan saling menghubungkan antara semua hal yang relevan
dengan problem yang dihadapinya sebelum muncul insight. Dari percobaanpercobaan tersebut menunjukkan Simpanse dapat memecahkan problemnya
dengan insightnya, dan ia akan mentransfer insight tersebut untuk
memecahkan problem lain yang dihadapinya. (Baharuddin dan Esa Nur
Wahyuni, 2008).

Menurut Sumardi Suryabrata (2008 : 277-278) Insight adalah didapatkannya


pemecahan problem, dimengertinya persoalan; inilah inti belajar. Jadi yang
penting bukanlah mengulang-ulang hal yang harus dipelajari, tetapi
mengertinya, mendapatkan insight.

Proses belajar yang menggunakan insight (insightfull learning) mempunyai


ciri-ciri sbagai berikut (Hilgard, 1948).

1.
Insight tergantung kepada keampuan dasar. Kemampuan dasar yang
dimiliki individu masing-masing berbeda-beda satu dengan yang lain.
Biasanya perbedaan tersebut terletak pada usia, pada usia yang masih
sangat muda lebih sukar belajar dengan insight.

2.
Insight tergantung kepada pengalaman masa lampau yang relevan.
Walaupun insight itu tergantung pada pengalaman masa lampau yang
relevan, namun belum merupakan jaminan bahwa memiliki pengalaman
masa lampau tersebut dapat memecahkan problem.

3.
Insight tergantung kepada pengaturan secara eksperimental. Insight
itu hanya mungkin terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa
sehingga segala aspek yang dibutuhkan dapat diobservasi.

4.
Insight didahului dengan periode mencari dan mencoba-coba. Sebelum
dapat memperoleh insight orang harus sudah meninjau problemnya dari
berbagai arah dan mencoba-coba memecahkannya.

5.
Belajar dengan menggunakan insight itu dapat diulangi. Jika suatu
problem yang telah dipecahkan dengan insight lain kali diberikan kepada
peserta didik yang bersangkutan, maka dia akan langsung dapat
memecahkan problem itu lagi.

6.
Insight yang telah terbentuk (sudah didapatkan) dapat dipergunakan
untuk menghadapi situasi-situasi yang baru.

Selain teori insight, teori gestalt juga menekankan pentingnya pengamatan


(penglihatan) dan faktor-faktor yang mempengaruhinya. Melalui penelitianpenelitian yang dilakukan oleh para tokoh gestalt, disusunlah hukum-hukum
gestalt yang berhubungan dengan pengamatan (Muhaimin, dkk. 1996)
sebagai berikut.

1.

Hukum Pragnaz

Hukum ini menyatakan bahwa organisasi psikologis selalu cenderung untuk


bergerak kearah penuh arti (pragnaz). Menurut hukum ini, jika seseorang
mengamati sebuah atau sekelompok objek, maka orang tersebut akan
cenderung memberi arti terhadap objek yang diamatinya.

2.

Hukum kesamaan (the law of similarity)

Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang sama cenderung membentuk


gestalt atau kesatuan.

3.

Hukum keterdekatan (the law of proximity)

Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang saling berdekatan cenderung


membentuk kesatuan.

4.

Hukum ketertutupan (the law of closure)

Prinsip hukum ketertutupan ini menyatakan bahwa hal-hal yang tertutup


cenderung membentuk gestalt.

5.

Hukum kontinuitas

Hukum ini menyatakan bahwa hal-hal yang kontinu atau yang merupakan
kesinambungan (kontinuitas) yang baik akan mempunyai tendensi untuk
membentuk kesatuan atau gestalt.

IV.

IMPLIKASI TEORI KOHLER DALAM PROSES PEMBELAJARAN

Teori yang di rumuskan oleh Kohler mempunyai implikasi dalam proses


pembelajaran, yang dapat dijelaskan sebagai berikut.

1.
Pemahaman (insight) memegang peranan penting dalam prilaku. Oleh
karena itu dalam proses pembelajaran hendaknya peserta didik memiliki
insight yang kuat;

2.
Untuk menunjang pembentukan insight, maka guru harus
melaksanakan pembelajaran yang bermakna (meaningful learning), hal itu
bisa dilaksanakan dengan menyusun strategi, memilih metode dan
menggunakan media pembelajaran yang tepat;

3.
Setiap prilaku mempunyai tujuan (pusposive behavior). Prilaku bukan
hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif
jika peserta didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu,
guru mempunyai tanggung jawab untuk membantu peserta didik memahami
tujuan pembelajaran;

4.
Setiap individu memiliki keterkaitan dengan lingkungan dimana ia
berada (life space). Oleh karena itu, guru dalam menyampaikan materi
hendaknya dikaitkan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan
peserta didik;

5.
Menurut pandangan teori Gestalt, proses pembelajaran dikatakan
berhasil apabila peserta didik mampu menangkap prinsip-prinsip pokok dari
suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk dipergunakan
memecahkan masalah dalam situasi lain. Maka guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi
yang diajarkannya;

6.
Education is social process of change in the behavior of living
organisms. (Kohler, 1926). Oleh karena itu, guru mempunyai tanggung jawab
untuk mendesain pembelajaran yang melibatkan beberapa komponen yaitu
guru dengan peserta didik, peserta didik dengan guru, peserta didik dengan
peserta didik, dan peserta didik dengan masyarakat.

V.

TANGGAPAN

Dari teori yang disampaikan oleh Wolfgang Kohler, penulis memberikan


apresiasi dan sekaligus kritik. Apresiasi tersebut antara lain.

1.
Kohler mempunyai pemikiran bahwa manusia bukanlah sekedar
makhluk yang hanya bisa bereaksi jika ada stimulus yang mempengaruhinya,
akan tetapi lebih dari itu, manusia adalah makhluk individu yang utuh antara
rohani dan jasmaninya. Dengan demikian, pada saat manusia bereaksi
dengan lingkungannya, manusia tidak sekedar merespons, tetapi juga
melibatkan unsur subjektivitasnya yang antara masing-masing individu bisa
berlainan;

2.
Belajar bukanlah proses trial and error, tetapi belajar adalah proses
yang didasarkan pada pemahaman (insight);

3.
Kohler telah memberikan kontribusi terhadap penggunaan unsur
kognitif atau mental dalam proses belajar;

4.
Teori gestalt yang ditemukan oleh Kohler dkk, telah memberikan
kontribusi bagi pengembangan keilmuan selanjutnya yaitu lahirnya
Pendekatan Konseling dengan Gestalt Therapy.

Adapun kritik terhadap teori yang disampaikan oleh Kohler dapat kami
sampaikan sebagai berikut.

1.
Proses belajar dipandang sebagai kegiatan yang diamati langsung,
padahal belajar adalah kegiatan yang melibatkan seluruh sistem saraf
manusia yang tidak terlihat kecuali melalui gejalanya;

2.
Proses belajar dipandang sebagai kemampuan dalam memanfaatkan
insight (pemahaman), padahal manusia mempunyai kemampuan inquiry
(menemukan) dan mengkonstruk (menyusun) pengetahuan. Sehingga
dengan kemampuan ini, manusia dapat menemukan dan menyusun
pengetahuannya sendiri;

3.
Teori belajar yang menggunakan eksperimen hewan hasilnya masih
sangat relaif, karena hal ini sangat dipengaruhi oleh tabiat atau karakter
hewan itu sendiri;

4.
Proses belajar manusia yang dianalogkan dengan hewan sangat sulit
dterima, mengingat ada perbedaan yang signifikan antara hewan dan
manusia.

Anda mungkin juga menyukai