CME-Depresi Mayor - Nurmiati Amir KALBE
CME-Depresi Mayor - Nurmiati Amir KALBE
Departemen Psikiatri, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia / RSUPN Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta, Indonesia
Pendahuluan
Gangguan depresi mayor (GDM) merupakan gangguan jiwa serius dan sering rekuren. Gangguan depresi mayor menjadi
isu utama kesehatan masyarakat dan beban
berat bagi manusia.
Mekanisme terjadinya depresi belum sepenuhnya diketahui. Penyebabnya multifaktorial. Terdapat perbedaan respons terapi,
derajat kesembuhan, dan prognosis jangka
panjang di antara pasien. Perbedaan ini disebabkan oleh tidak samanya patofisiologi,
subtipe psikopatologi, kontribusi neurobiologi, serta komorbiditas dengan penyakit
fisik dan psikitarik lainnya. Akibatnya, luaran hasil terapi, misalnya durasi respons dan
remisi, sangat bervariasi.1
Banyak tantangan dalam mengobati depresi. Pasien depresi sering tidak puas dengan
obat antidepresan yang tersedia saat ini,
disebabkan tidak efektif dan tidak baiknya
tolerabilitas. Akibatnya, sebagian besar pasien GDM mengalami gejala sisa (residual
symptom). Gejala sisa merupakan faktor
risiko relaps, rekurensi, serta buruknya kualitas hidup. Pasien yang mencapai remisi
sempurna setelah pengobatan, prognosis
dan derajat fungsinya lebih baik bila dibandingkan dengan pasien yang tidak mencapai remisi sempurna.
Akhir-akhir ini, konsep remisi dalam mengobati GDM menjadi perhatian utama.
Untuk menilai efisiensi klinis antidepresan,
tidak hanya sekedar memperhatikan angka
respons, tetapi juga angka remisi. Angka
remisi dapat memprediksi stabilitas jangka
panjang dan menjadi indikator dalam menilai luaran (outcome) hasil terapi.2
Etiologi Depresi
Penyebab depresi secara pasti belum diketahui. Ada empat faktor risiko yang diduga
92
CDK-190 OK.indd 92
berperan dalam terjadinya depresi. Keempat faktor risiko tersebut yaitu psikologik,
lingkungan, biologik, dan genetik.
Stresor Kehidupan dan Interaksi Gen-Lingkungan
Kejadian-kejadian berbentuk stresor yang
terjadi selama kehidupan manusia (stressful life events) dapat mempengaruhi awitan
(onset) atau perjalanan GDM. Hubungan
antara stresor kehidupan yang bersifat dependen (peristiwa kehidupan akibat perilaku yang bersangkutan) atau stresor kehidupan yang bersifat independen (peristiwa
kehidupan akibat ketidakberuntungan, misalnya gempa bumi) telah banyak diteliti,
baik pada kembar monozigot maupun
dizigot. Baik stresor kehidupan yang bersifat dependen maupun independen berhubungan dengan episode depresi. Hubungan yang sangat kuat terlihat pada peristiwa
kehidupan yang bersifat dependen.3
Stresor kehidupan yang berbentuk kehilangan (loss) berhubungan erat dengan
depresi, yang berbentuk ancaman atau
bahaya berhubungan dengan ansietas, sedangkan gabungan kedua stresor tersebut
(kehilangan dan bahaya) berhubungan dengan komorbiditas antara depresi dengan
ansietas. Selain itu, derajat gejala pada komorbiditas lebih berat dan lebih menetap.4
Dampak stresor kehidupan lebih berat terhadap perempuan. Perbedaan dampak ini
menyebabkan adanya perbedaan prevalensi depresi antara laki-laki dengan perempuan.5
Gangguan depresi mayor dapat terjadi
tanpa stresor kehidupan sebelumnya. Sebaliknya, tidak semua individu yang terpajan dengan stresor kehidupan mengalami
depresi. Stresor kehidupan dapat menyebabkan depresi hanya pada orang-orang
tertentu. Ada dugaan bahwa depresi terja-
di akibat interaksi antara gen dengan lingkungan. Penelitian yang dilakukan terhadap
1.037 anak yang dinilai secara komprehensif pada usia 3, 5, 7, 9, 11, 13, 15, 18, dan 21
tahun menunjukkan bahwa polimorfisme
fungsional pada gen transporter serotonin
(5-HT) berperan dalam terjadinya depresi.
Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa:
1. Stresor kehidupan yang terjadi setelah
usia 21 tahun, secara bermakna menyebabkan terjadinya depresi pada usia 26
tahun. Depresi hanya terjadi pada karier dengan S-alel yang tidak mempunyai
riwayat depresi sebelumnya. Depresi
tidak terjadi pada l/l homozigot.
2. Ide bunuh diri - biasanya mempunyai
dasar genetik juga terjadi pada individu dengan S-alel bukan pada l/l homozigot.
3. Anak-anak yang mengalami perlakuan
salah (maltreatment) selama dekade
pertama kehidupannya dan kemudian
mengalami depresi setelah dewasa
adalah anak-anak dengan S-alel bukan
yang dengan l/l homozigot.6
Hipotesis Defisiensi Monoamin
Hipotesis defisiensi monoamin tetap penting. Antidepresan bekerja setidaknya pada
salah satu monoamin (dopamin, serotonin,
norepinefrin). Triptofan merupakan sumber
serotonin. Rendahnya kadar triptofan dapat menimbulkan depresi pada pasien yang
berhasil diobati dengan selective serotonin
reuptake inhibitor (SSRI). Pada orang normal, defisiensi -methyl paratyrosine tidak
menimbulkan depresi, kecuali pada pasien
yang berhasil dengan pengobatan norepinephrin reuptake inhibitor (NRI).7
Hypothalamic-Pituitary-Adrenal-Axis
(HPA)
Hubungan antara stresor kehidupan dengan depresi diduga melalui aksis HPA.
Peningkatan kadar kortisol plasma dan
03/02/2012 13:51:10
CDK-190 OK.indd 93
93
03/02/2012 13:51:10
94
CDK-190 OK.indd 94
Sekitar 50% individu dengan episode pertama depresi mayor pulih dalam tiga bulan.29 Sebanyak 37% tidak pulih setelah 6
bulan dan 20% tidak pulih setelah 24 bulan.
Terapi jangka panjang dapat mengurangi
relaps. Obat antidepresan, psikoterapi, dan
kombinasi keduanya efektif mencegah relaps dan rekurensi.28 Angka relaps dengan
terapi antidepresan adalah 18%, sedangkan
dengan plasebo sebesar 41%.30
Tuntunan Terapi Episode Depresi Mayor
Farmakoterapi
Respons terapi akan berkurang bila pengobatan terlambat. Makin kronis depresi,
makin buruk respons terhadap pengobatan.
Episode depresi mayor sering tidak berhasil diobati. Tidak ada ketentuan pasti lama
pengobatan yang dianggap tidak berhasil.
Tahapan dalam pengobatan depresi:
a. Meningkatkan dosis obat, bila tidak ada
respons
Hal ini dapat dilakukan bila obat memiliki efek samping minimal atau tidak ada
efek samping.
b. Mengganti dengan antidepresan lain
Sering dilakukan dengan mengganti
obat, terutama dari kelas yang sama.
Terjadi peningkatan efikasi setelah SSRI
diganti dengan venlafaxine. Potensi
interaksi farmakokinetik atau farmakodinamik perlu diperhatikan. Misalnya,
penggantian dari monoamine oxidase
inhibitor (MAOI) ke SSRI dapat menimbulkan sindrom serotonin.
c. Penambahan obat lain
Terdapat bukti adanya perbaikan depresi
setelah antidepresan ditambah dengan
lithium, olanzapine, risperidone, quetia
pine, atau aripiprazole. Penambahan dengan aripiprazole terlihat lebih efektif.31
Terapi Psikologik
Kombinasi antidepresan dengan cognitive
behavioral therapy (CBT) lebih efektif dibandingkan antidepresan atau CBT saja.
Terapi Fisik
Electroconvulsive therapy dapat digunakan
pada depresi sangat berat yang tidak berhasil diatasi dengan dua atau lebih terapi
lainnya. Penempatan elektroda mempengaruhi efikasi dan efek samping; unilateral
lebih baik. Vagal nerve stimulation, merupakan pilihan untuk pasien depresi kronik
yang resisten terhadap pengobatan.27
03/02/2012 13:51:11
Daftar Pustaka
Moller HJ, Seemuler FH, Riedel M. Time course of response and remission during antidepressant treatment. Medicographia 2009;31:118-25.
Mendlewicz J. Defining remission in depression: the challenge of complete recovery. Medicographia 2009;31:113.
Kendler KS, Karskowski LM, Presscott CA. Causal relationship between stressful life events and the onset of major depression. Am J Psychiatry 1999;156:837-41.
Kessler RC. The effects of stressful life events on depression. Ann Rev Psychol. 1997;48:191-214.
Kendler KS, Kessler RC, Walters EE. Stressful life events, genetic liability, and onset of an episode of major depression in women. Am J Psychiatry 1995;152:833-42.
Caspi A, Sugden K, Moffitt TE. Influence of life stress on depression: moderation by a polymorphism in the 5-HTT gene. Science 2003;301:386-9.
Ruhe HG, Mason NS, Schene AH. Mood is indirectly related to serotonin, norepinephrine, and dopamine levels in human: a meta-analysis of monoamine depletion
studies. Mol Psychiatry 2007;12:331-59.
8. Burke HM, Davis MC, Otte C, Mohr DC. Depression and cortisol responses to psychological stress: a meta-analysis. Psychoneuroendocrinology 2005;30:846-56.
9. Flores BH, Kenna H, Keller J, Solvason HB, Schatzberg AF. Clinical and biological effects of mifepristone treatment for psychotic depression. Neuropsychopharmacology 2006;31:628-36.
10. Karege F, Vaudan G, Schwald M, Perraud L, LaHarpe R. Neurotrophin levels in postmortem brains of suicide victims and the effects of antemortem diagnosis and
psychotropic drugs. Brain Res Mol Brain Res. 2005;136:29-37.
11. Kennedy SH. Agomelatine: an antidepressant with a novel mechanism of action. Future Neurolgy 2007;2:145-51.
12. Nierrenberg AA, McLean NE, Alpert JE, Worthington JJ, Rosenbaum JF, Fava F. Early no response to fluoxetine as a predictor of poor 8-week outcome. Am J Psychiatry 1995;152:1500-3.
13. Rush AJ, Kraemer HC, Sackeim HA, Fava M, Trivedi MH, Frank E. Report by the ACNP Task Force on response and remission in major depressive disorder. Neuropsychipharmacology 2006;31:1841-53.
14. McIntyre R, Kennedy S, Bagby RM, Bakish D. Assessing full remission. J Psychiatr Neurosci. 2002;27:235-9.
15. Carmody TJ, Rush AJ, Berinstein I, Warden D, Brannan S, Burnham D. The Montgomery Asberg and the Hamilton ratings of depression: a comparison of measure.
Eur Neuropsychopharmacol 2006;16:601-11.
16. Trivedi MH, Rush AJ, Wisniewki SR, Nierenber AA, Warden D, Ritz L. Evaluation of outcome with citalopram for depression using measurement based-care in
STAR*D: implication for clinical practice. Am J Psychiatry 2006;163:28-40.
17. Thase ME. Evaluating antidepressant therapies: remission as the optimal outcome. J Clin Psychiatry 2003;64(suppl 13):18-25.
18. Zimmerman M, Posternak M, Chelmisnki I. Is the cutoff to define remission on the Hamilton Rating Scale for Depression too high? J Nerv Ment Dis. 2005;193:170-5.
19. Zimmerman M, Chelminski I, Posternak M. A review of the Hamilton Depression Rating Scale in healthy controls: implications for the definition of remission in treatment studies of depression. J Rev Ment Dis. 2004;192:595-601.
20. Seemuller F, Riedel M, Obermeier M. Outcomes of 1014 naturalistic treated-inpatients with major depressive episode. Poster Presented at: XXVI CINP Congress; July
13-17, 2008, Munich, Germany.
21. Moller HJ, Langer S, Schmauss M. Escilatopram in clinical practice: results of an open-label trial in outpatients with naturalistic setting in Germany. Pharmacopsychiatry
2007;40:53-7.
22. Quitkin FM, McGrath PJ, Stewart JW, Taylor BP, Klein DF. Can the effects of antidepressants be observed in the first two weeks of treatment? Neuropsychopharmacology 1996;15:390-4.
23. Zimmerman M, McGlinchey JB, Posternak MA, Friedman M, Boerescu D, Attiullah N. Discordance between self reported symptom severity and psychosocial functioning ratings in depressed outpatients: implications for how remission from depression should be defined. Psychiatry Res. 2006;141:185-91.
24. Pfohl B, Blum N, Zimmerman M. Structured Interview for DSM-IV Personality (SIDP-IV). Iowa City, USA: University of Iowa Hospitals and Clinics; 1983. Tyrer P, Cicchetti DV, Casey PR. Cross-national reliability study of schedule for assessing personality disorders. J Nerv Ment Dis. 1984;172:718-21.
25. Fava M, Graves LM, Benazzi F. A cross-sectional study of the prevalence of cognitive and physical symptoms during long-term antidepressant treatment. J Clin Psychiatry 2006;67:1754-9.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
CDK-190 OK.indd 95
95
03/02/2012 13:51:11
96
CDK-190 OK.indd 96
03/02/2012 13:51:14