INDONESIA
Pendidikan bukan hanya bertujuan untuk mencetak manusia yang cerdas dan pandai
tetapi juga pendidikan diharapkan mampu membentuk sumber daya manusia yang memiliki
moral (bermoral).Pendidikan di Indonesia selama ini masih mengesampingkan pendidikan
moral. Seharusnya pendidikan kita mampu menciptakan pribadi yang bermoral, mandiri,
dewasa, bertanggungjawab, beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, jujur,
berakhlak mulia, berbudi pekerti yang luhur, berperilaku sopan dan santun, beretika, tahu
malu dan tidak anarki serta mementingkan kepentingan bangsa dan negara bukan pribadi atau
kelompok tertentu.
Pendidikan moral merupakan suatu kebutuhan bagi para pelajar di generasi kita,tidak
hanya para pelajar tetapi juga para anggota masyarakat yang terlibat dalam memajukan
negara .seperti yang kita ketahui sekarang banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran yang
muncul akibat kurangnya menanamkan pendidikan moral di usia dini.Banyaknya para
penegak hukum tidak memutuskan perkara sesuai dengan harapan masyarakat sangat
dipengaruhi moralitas penegak hukum yang bersangkutan.Oleh karena itu, yang paling
penting dilakukan para pihak yakni mengukur moralnya. Hal itu dikatakan, Sekjen Dewan
Peradi Pusat Hasanuddin Nasution,usai membuka Muscab I Peradi Denpasar, Sabtu di Hotel
Niki Denpasar
Berbicara tentang moral maka sama saja dengan membicarakan tentang akhlak dan
etika, etika sendiri merupakan ajaran tentang baik dan buruk. Berhubungan dengan kondisi
masyarakat Indonesia jika dilihat secara realitas maka negara ini tengah mengalami krisis
nilai-nilai kebaikan dan rasa tanggung jawab yang semestinya telah disadari secara
lahiriah.Berkaitan dengan penjelasan di atas, maka adakah solusinya? Dengan cara apa saja
untuk meminimalisir tindak amoral tersebut? Siapakah yang bertanggung jawab dan berperan
penting dalam pendidikan moral?
Prilaku amoral bisa saja dicegah jika semua kalangan berkontribusi dalam
pembentukan prilaku dan tingkah laku setiap individu.Pendidikan moral diusia dini perlu
dilakukan dan menjadi tanggung jawab semua kalangan masyarakat.Peran orang tua dan guru
kini menjadi faktor utama pembentukan karakter.Juga nilai-nilai agama yang tidak bisa lepas
dari moral itu sendiri sehingga nilai religiusitas menjadi dasar nilai moral.Akan lebih baik
jika pembelajaran bahasa ikut andil dalam pendidikan moral, karena bahasa merupakan
pemersatu antar suku bangsa yang membawa nilai kesatuan.
Perlunya pendidikan moral sejak dini.Orang tua dan guru sekolah dasar tidak boleh
memandang hal ini dengan biasa-biasa saja. Awal yang baik akan menciptakan akhir yang
baik, seperti usaha yang maksimal akan menciptakan hasil maksimal. Seperti itulah istilah
yang cocok dalam bahasan ini. Proses nalar, kognitif, emosional, bahasa dan moral, anak
usia dini memiliki perkembangan yang sangat pesat. Namun, dalam aplikasi pengajaran
moral harus disesuaikan dengan perkembangan jiwa anak. Perlunya metode dan strategi
pengajaran dengan cara membuat suasana pembelajaran yang menyenangkan serta
mengaitkan materi dengan kehidupan luar, tentunya bernilai positif. Nilai-nilai moral yang
sudah diterapkan sejak dini dengan mudah dapat diaplikasikan dalam lingkungan
bermasyarakat. Maka, untuk menjadikan masyarakat yang bermoral perlunya pendidikan
moral usia dini.
Orang tua memiliki peran penting dalam perkembangan moral seorang anak.
Pertumbuhan anak seharusnya selalu menjadi pusat perhatian utama karena hal itu berkaitan
dengan pembentukan sifat dan karakter anak. Keluarga khususnya orang tua merupakan
penanam dasar moral utama bagi anak. Biasanya tingkah laku, cara berbicara, dan cara
berbuat, akan ditiru dan dilakukan oleh anak. Orang tua akan menjadi cermin utama seorang
anak. Dalam hal ini Ki Hajar Dewantara menyatakan bahwa, rasa cinta, rasa bersatu, dan
lain-lain perasaan dan keadaan jiwa yang pada umumnya sangat berfaedah untuk
berlangsungnya pendidikan, teristimewa pendidikan budi pekerti, terdapatlah di dalam hidup
keluarga dalam sifat yang kuat dan murni, sehingga tidak dapat pusat-pusat pendidikan
lainnya menyamaikannya . Oleh karena itu, orang tua sangat penting peranannya dalam
pembentukan moral untuk kelangsungan hidupnya.
Pembentukan moral di Indonesia tergantung dari para pendidik yang memberikan
pengajaran dalam bidang apapun.Khususnya dalam pembelajaran bahasa.Pengajaran bahasa
ragam lisan dan tulisan sangat mempengaruhi kebahasaan seorang individu.Biasanya pada
status sosial yang tinggi penggunaan bahasa lebih efektif dan komunikatif dibandingkan pada
status sosial yang rendah.Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan yang pernah mereka
tempuh.Namun, belum tentu memberikan efek positif terhadap tingkah laku
individu.Sehingga, perlunya pendidikan moral dalam setiap pembelajaran apapun.
Berbahasa adalah sikap dan penalaran penuturnya.Juga sebagai alat pemersatu, alat
komunikasi, bahasa pengantar, bahasa pergaulan, dan menjadi lambang identitas nasional.
Bahasa Indonesia mempercepat kemajuan proses pendidikan. Bahasa memiliki peranan yang
sangat penting dalam penerapan moral setiap individu.Sebuah sarana dalam mengungkapkan
perasaan dan komunikasi antar manusia.Keterkaitan pembelajaran bahasa dengan pendidikan
moral dapat dilihat dari bagaimana seorang pendidik menyampaikan bahasa tersebut dan
memasukkan nilai-nilai positif pada materi bahasa sehingga selain membentuk moral tersebut
ke dalam diri individu juga dapat menumbuhkan rasa nasionalis seseorang.
Pendidikan bermoral dapat menciptakan masyarakat bermoral jika pendidikan moral
dilakukan sejak dini karena hal itu demi keberlangsungan hidup setiap individu itu
sendiri.Peran keluargalah yang paling berpengaruh terutama orang tua, karena merekalah
tempat belajar pertama dan utama dalam berbagai sikap dan perwujudan nilai-nilai tersebut.
Begitu pun guru atau praktisi sekolah yang sama pentingnya dalam membina dan mendidik
dengan mengedepankan moral demi pembentukan karakter peserta didik yang lebih baik.
Serta perlunya pengajaran bahasa, karena bahasa adalah identitas negara kita, yang mana jika
diterapkan dengan baik maka akan tumbuh rasa nasionalis yang juga berimbas pada
pembentukan karakter bangsa. Hal itu akan terwujud secara maksimal jika adanya kontribusi
dari berbagai pihak khusunya pemerintah, keluarga, guru, dan semua kalangan masyarakat
untuk mengawasi prilaku setiap individu dan memperhatikan para penerus bangsa yang
nantinya akan mengemban tanggung jawab dalam mempertahankan persatuan Negara. Maka,
menanamkan dasar pendidikan moral pada setiap individu adalah hal utama untuk
menjadikan masyarakat bermoral.
Fenomena dunia politik Indonesia sepuluh tahun terakhir ini mengalami banyak
perubahan. Perubahan perpolitikan di Indonesia tidak hanya mengubah watak dan perilaku
para politisi, partai politik, elite politik, dan penguasa, tetapi juga mengubah persepsi dan
paradigma berpikir masyarakat Indonesia tentang memaknai hakikat politik itu sendiri.
Munculnya konflik antar lembaga negara, kasus korupsi hingga terseretnya pejabat negara
karena narkoba dan asusila yang duduk di lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif
menurut penilaian Kepala Pusat Studi Pancasila (PSP) UGM, Prof. Dr. Sudjito, S.H., M.Si.,
sebagai cermin hilangnya tatanan etika dan moral yang berdasarkan nilai-nilai Pancasila.
Banyak politisi dan pejabat negara yang sudah tidak ada rasa malu meskipun
terindikasi terlibat kasus seolah tenang-tenang saja sambil menunggu proses hukum positif,
mereka tidak memberikan tanggung jawab secara moral dan menunjukkan rendahnya etika
politik,kata Sudjito dalam seminar Revitalisasi dan Aktualisasi Pancasila dan Penguatan
Karakter Bangsa di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri (PKKH), Kamis (16/5).
Sudjito menilai demokrasi yang dibangun dalam dunia perpolitikan saat ini adalah
demokrasi yang bebas nilai yang menyebabkan perilaku politisi dan pejabat Negara jauh dari
etika politik. Makna dan esensi demokrasi direduksi sebagai merebut kekuasaan. Kedaulatan
tidak lagi di tangan rakyat tetapi di tangan penguasa dan lembaga politik. Lembaga politik
seperti partai politik bukan lagi merepresentasikan kepentingan rakyat tetapi
merepresentasikan kepentingan partai dan elite partai.
Yang terjadi, elite partai melanggengkan kekuasaan dengan menggunakan segala cara.
Kemudian, etika dan moral cenderung diabaikan sehingga melahirkan berbagai sindiran
politik seperti politik sengkuni, politik dagang sapi,politik sapi perah, dan politik jalanan,
politik dinasti. Sehingga politik dimaknai sebagai adu kekuatan dan kepentingan.
Menurut Sudjito, berdemokrasi dan berpolitik Pancasila pada dasarnya tidak hanya
berpegang pada kaidah hukum, tetapi juga lebih pada kesadaran dan kepantasan moral yang
mengedepankan etika nilai-nilai Pancasila. Ironisnya, praktik semacam ini seharusnya
dilaksankan di Indonesia justru dilaksanakan di Negara lain. Di jepang, misalnya, seorang
pejabat tinggi akan mundur karena pertimbangan moral ketika gagal melaksanakan tugas.
Mereka seolah lebih menghayati sila kemanusiaan, imbuhnya.
Oleh karena itu, ia menyarankan etika politik dijadikan sarana merefleksikan kualitas
moral yang harus dimiliki oleh para pelaku politik dan para penyelenggara negara.
Indikasinya dapat terlihat sampai sejauh mana para pelaku politik dapat memaknai dan
melaksanakan etika politik dan demokrasi dalam kerangka Pancasila.
Tim Ahli Pusat Studi Pancasila, Dr. Slamet Sutrisno, mengatakan demokrasi pancasila
adalah konsep demokrasi keindonesiaan yang secara internal menegaskan ide kerakyatan dan
ide musyawarah perwakilan dan diresapi oleh nilai-nilai eksternal religiusitas, humanitas,
kebangsaaan dan keadilan sosial. Sedangkan praktek politik demokrasi di era reformasi
terkesan lebih menganut filsafat demokrasi barat liberal yakni supremasi mayoritas. Kendati
demokrasi itu muncul akibat protes terhadap ekstrim musyawarah mufakat artifisial rezim
orde baru. (Humas UGM/Gusti Grehenson)
Kerusakan Moral Bangsa Indonesia
Moral adalah perbuatan/tingkah laku/ucapan seseorang dalam ber interaksi dengan
manusia. apabila yang dilakukan seseorang itu sesuai dengan nilai rasa yang berlaku di
masyarakat tersebut dan dapat diterima serta menyenangkan lingkungan masyarakatnya,
maka orang itu dinilai mempunyai moral yang baik, begitu juga sebaliknya.Moral adalah
produk dari budaya dan Agama.
Penyebab rusaknya moral bangsa Indonesia :
1) Pengaruh Budaya Luar Ini adalah hal yang mungkin menjadi penyebab rusaknya
moral bangsa Indonesia,tak dapat dipungkiri pengaruh budaya barat merusak moral
bangsa ini.Sebagai contoh free sex dan pergaulan bebas masuk ke indonesia dari
merangseknya budaya barat ke negeri ini.
2) Kurangnya Agama Ini juga bisa menjadi sebab rusaknya bangsa indonesia.Jika agama
yang kita miliki kuat maka tentu saja kita akan takut berbuat dosa.Sehingga tidak akan
ada kejahatan atau paling tidak kejahatan akan sangat minim dalam negeri
ini.Contohya saja jika para pejabat negeri ini memiliki landasan agama yang
baik,maka apa berani dia memakan uang rakyat(Korupsi)?!
3) Salahnya Sistem Pendidikan Indonesia Ini juga bisa menjadi penyebab rusaknya
moral di Indonesia. Sebagaimana anda tahu anak-anak menghabiskan banyak
waktunya di dalam sekolah.Sayangnya sekolah sekarang hanya identik untuk mencari
ilmu duniawi saja dan jarang ada yang sekolah yang juga mengajarkan aspek2
moral,Jikalau ada porsinya sangat minim.
Ketiga hal diatas mungkin hanya penyebab yang Basic saja,masih banyak lagi penyebabpenyebab lain yang menyebabkan moral bangsa ini merosot.Jikalau penyebabnya secara
detail dijelaskan dibuat sebuah buku mungkin buku tersebut akan sangat tebal. Tetapi untuk
memperbaiki moral bangsa indonesia saya rasa cukup menghilangkan 3 penyebab diatas
saja.Jikalau pengaruh luar sudah berkurang,agama kita kuat dan pendidikan juga
mengajarkan aspek moral saya rasa moral bangsa indonesia tidak akan serusak ini
Sungguh sebagai bangsa kita sedang diuji oleh Allah terkait dengan tindakan yang
dilakukan oleh sejumlah orang yang melakukan tindakan menyimpang, terutama terkait
dengan pemberitaan di media massa tentang korupsi yang terus terjadi. Tindakan ini tidak
enaknya justru dilakukan oleh orang-orang muda yang ke depan justru diharapkan menjadi
pemimpin bangsa.
Kasus demi kasus yang melibatkan tindakan menyimpang para pemuda harapan bangsa
tersebut tentu bisa menyesakkan para orang tua yang sudah merasakan mengabdikan
kehidupannya untuk membangun Indonesia. Oleh karena itu kita memang harus menyadari
bahwa bangsa ini sedang menghadapi problem yang cukup serius di masa yang akan datang.
Di antara faktor yang dominan mempengaruhi tindakan menyimpang di kalangan para
pemuda tersebut adalah tentang budaya materialisme yang beranak pinak dengan budaya
konsumerisme. Generasi yang terlahir di era 1980-an adalah generasi yang terlahir
kebanyakan dalam suasana ekonomi yang sudah baik. Artinya, di saat itu kehidupan ekonomi
orang tua kelas menengah ke atas tentu sudah semakin banyak. Akibatnya anak-anak yang
dilahirkannya semenjak kecil sudah merasakan kehidupan yang baik dari sisi ekonomi dan
kesejahteraan. Akibatnya mereka tidak merasakan betapa sulitnya menghadapi kehidupan ini.
Generasi yang terlahir di era ini sudah menikmati kemajuan ekonomi masyarakat Indonesia.
Ketika mereka bersekolah, maka mereka sudah naik turun mobil. Bahkan antar jemput
semenjak Taman Kanak-Kanak (TK). Akibatnya mereka tidak merasakan betapa sulitnya
untuk mencapai sekolah. Ketika mereka Sekolah Menengah Pertama, maka mereka sudah
memakai sepeda motor. Dan kemudian ketika SMA dan kemudian ke perguruan tinggi, maka
sudah menggunakan mobil sebagai transportasi harian. Makanya mereka tidak merasakan
betapa susahnya pergi dan pulang ke sekolah.
Realitas ini sungguh sangat paradoks dengan generasi sebelumnya yang terlahir di era
1950-an. Mereka kebanyakan adalah generasi yang masih merasakan bagaimana susahnya
sekolah. Saya masih ingat ketika SMP harus mengayuh sepeda pancal sejauh 15 kilometer
setiap hari. Belum lagi jalanan yang sangat jelek. Jalan masih makadam untuk kebanyakan
jalan di daerah kabupaten. Jalan beraspal adalah jalan yang antar provinsi. Makanya tingkat
elemen bangsa, termasuk kemauan politik yang tegas dan kuat dari pemerintah, untuk
melawan korupsi dengan serius dan bertanggung jawab.
Seperti yang di muat dalam pancasila khususnya sila ke-2 Kemanusiaan yang adil
dan beradap. Dari pernyataan ini mengandung maksud bahwa rakyat Indonesia diharapkan
untuk hidup adil dan beradap. Untuk mencapai masyarakat yang beradap di perlukan moral
dan gaya hidup yang baik. Moral dan gaya hidup bangsa Indonesia tercermin pada perbuatanperbuatan rakyat Indonesia itu sendiri khususnya para remaja sebagai generasi penerus
sekaligus ujung tombak bangsa Indonesia
langkah yang perlu diambil bangsa Indonesia menghadapi persoalan bangsa pada era
globalisasi dan memasuki usia ke-63 adalah melakukan rekonstruksi moral secara total
dengan membangun kembali karakter dan jati diri bangsa (Nation and character building).
Selain melakukan rekonstruksi moral juga melakukan konsolidasi kebangsaan dengan
melaksanakan langkah strategi memperkuat komitmen kebangsaan dan bersama membangun
ke Indonesia menuju masa depan yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
http://politik.kompasiana.com/2013/02/07/kurangnya-pendidikan-moral-di-indonesia-531500.html
http://ugm.ac.id/id/berita/7756-penyelenggara.negara.cenderung.abaikan.moral.dan.etika.politik
https://www.facebook.com/permalink.php?id=221946234595100&story_fbid=227934607329596