Anda di halaman 1dari 14

PAPER

Pedoman Sistem Peringatan Dini Pada Daerah Rawan Bencana Gunung Meletus
Disusun guna untuk memenuhi tugas matakiluiah Epidemiologi Bencana dan Kedaruratan

Oleh
Nuris Fikriana Mauliddah
NIM. 102110101128

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


UNIVERSITAS JEMBER
2013

BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Dilihat dari letak Geografis dan karakteristik wilayahnya, Indonesia memiliki banyak
keuntungan. Terutama di bidang ekonomi dengan pengoptimalan pemanfaatan sumber daya
alam yang ada. Namun di sisi lain Indonesia yang memiliki ribuan pulau ternyata memiliki
banyak kerugian, salah satu yang dapat dirasakan dampak karakteristik geografis tanah air
kita adalah Indonesia menjadi rawan akan bencana alam. Puluhan gunung berapi di Indonesia
yang tersebar di pulau jawa dan sumatera, lempengan Asia dan Australia yang berada di
selatan pulau jawa, lempengan yang ada di barat pulau Sumatera dan rendahnya daratan utara
pulau jawa merupakan sederet karakteristik yang berpotensi menimbulkan bencana.
Meletusnya gunung Krakatau pada 1883, Tsunami Aceh tahun 2004, Gempa Jogja, bahkan
tahun 2010 ini, Indonesia diguncang dengan Banjir Bandang di Wasior, Papua Barat, Tsunami
di Mentawai, dan Erupsi Gunung Merapi di Jogja dan sekitarnya.
Bencana alam tidak henti-hentinya selalu menimpa di Indonesia dan peristiwa ini
tidak bisa dihindari tetapi yang dapat dilakukan hanya dengan memperkecil terjadinya korban
jiwa. Peristiwa bencana yang selama ini terjadi lebih sering disebabkan kurangnya kesadaran
dan pemahaman pemerintah maupun masyarakat terhadap potensi kerentanan bencana.
Peringatan dini merupakan salah satu upaya untuk memberikan tanda peringatan
bahwa bencana kemungkinan akan terjadi. Adanya sistem peringatan dini terhadap kejadian
bencana juga merupakan salah satu upaya untuk meminimalisir kerugian akibat bencana.
Peringatan dini terhadap kejadian bencana diharapkan dapat memperikan peringatan kepada
masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana bahwa bencana akan datang, sehingga
mereka dapat mempersiakan diri untuk menghindarinya.
Bencana gunung meletus merupakan bencana alam yang mempunyai potensi besar
terjadi di Indonesia. Indonesia memiliki puluhan gunung berapi yang tersebar di pulau Jawa
dan Sumatera. Terjadinya bencana alam di negeri kita tidak dapat dicegah, namun masyarakat
bisa meminimalisir kerugian akibat bencana, baik kerugian materi maupun kerugian jiwa.
Sistem peringatan dini dalam menghadapi bencana sangatlah penting, mengingat secara
geologis dan klimatologis wilayah Indonesia termasuk daerah rawan bencana alam. Tujuan
akhir dari peringatan dini ini adalah masyarakat dapat tinggal dan beraktivitas dengan aman
pada suatu daerah serta tertatanya suatu kawasan

Sistem peringatan dini pada daerah rawan bencana gunung meletus merupakan salah
satu upaya pengurangan resiko akibat bencana berupa peringatan dini bahwa bencana akan
tiba kepada masyarakat yang tinggal di daerah rawan bencana gunung meletus. Sistem
peringatan dini pada daerah rawan bencana gunung meletus merupakan sebuah sistem yang
terdiri dari mekanisme-mekanisme atau langkah-langkah pemberian informasi dan tindakan
pada saat bencana akan tiba.

1.2 Rumusan Masalah


1.2.1

Apa yang dimaksud dengan sistem peringatan dini?

1.2.2

Apa yang dimaksud dengan bencana gunung meletus?

1.2.3

Bagaimana sistem peringatan dini pada daerah rawan bencana gunung


meletus?

1.3 Tujuan
1.3.1

Mengetahui apa yang dimaksud dengan sistem peringatan dini

1.3.2

mengetahui apa yang dimaksud dengan bencana gunung meletus

1.3.3

mengetahui sistem peringatan dini pada daerah rawan bencana gunung meletus

BAB 2. PEMBAHASAN
2.1 Sistem Peringatan Dini
Peringatan dini adalah fenomena keberadaan bahaya yang mengganggu dan
atau mengancam terhadap manusia. Sistem peringatan dini merupakan subsistem awal
dalam kegiatan kesiapsiagaan, agar masyarakat dan jajaran kesehatan di Provinsi dan
Kabupaten atau Kota terutama pda daerah potensi bencana lebih dapat
mempersiapkan diri menghadapi kemungkinan terjadinya bencana. Sistem Peringatan
Dini dapat pula diartika sebagai sistem (rangkaian proses) pengumpulan & analisis
data serta desiminisi informasi tentang keadaan darurat atau kedaruratan.
Adanya sistem peringatan dini mempunyi tujuan umum yaitu untuk
meningkatkan kualitas penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana melalui
pelaksanaan sistem peringatan dini, adapan tujan khusus dari sistem peringatan dini
yaitu :
a. Meningkatkan kualitas informasi secara lintas program & sektor dlm
penanggulangan bencana.
b. Meningkatnya pengetahuan, sikap & perilaku masyarakat terhadap adanya
ancaman & bahaya.
c. Meningkatnya peran serta lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) / Non
Government Organization (NGO`s).
2.1.1

Kerangka Konseptual Sistem Peringatan Dini


SATKORLAK
PBP PROV

MASYARAKAT

SATLAK PBP
KOTA/KAB
PENGETAHUAN,
SIKAP DAN
PERILAKU

PEMBUAT
KEBIJAKAN

Ada 2 (dua) faktor yang berperan dalam kerangka kerja Sistem Peringatan dini
:
PERINGATAN
a. Masyarakat, ada 3 (tiga) unsur yg menentukan bagaiman masyarakat bereaksi
DINI

terhadap Sistem Peringatan Dini (Pengetahuan , Sikap dan perilaku)


b. Pengambil
Keputusan
KESIAPSIAGAA
RESPON
Di Indonesia melalui
Kepres Nomor 111/2001 : bahwa penanggulangan bencana &
N
penanganan pengungsi dikoordinasikan oleh :

a) Bakornas PBP di tingkat Nasional,


b) Satkorlak PBP di tingkat Provinsi
c) Satlak PBP di tingkat Kabupaten/Kota.
2.1.2 Tahap Alur Informasi Pada Sistem Peringatan Dini
1. Sumber Informasi
2. Peringatan Dini :
- Sumber biasa
- sumber khusus
3. Penyebar luasan :
- Penyuluhan
- telepon/telex/fax
- Radio/TV
4. Penerimaan dan Pencatatan : Pusat Informasi
5. Peragaan/ekspose/display : - Peta
- Papan praga
- Proyeksi visual
6. Penilaian :
- individu
- Tim
7. Pembuat keputusan :
- Penguasa / pemerintah
- Pelaksana
8. Kegiatan :
- Statis
- dinamis

2.1.3

Langkah-Langkah Dalam Sistem Peringatan Dini

A. Tahap

Persiapan

(Penilaian Resiko)
1) Pengumpulan Data data primer (pemantauan terus menerus pada
daerah potensi bencana dg menggunakan bahan laporan dari sumber

informasi pemerintah, petugas, penduduk dan berkunjung ke daerah


potensi bencana), data sekunder (hasil laporan yg lalu)
2) Analisis data Data yang diolah dan dianalisis adl data dasar
penduduk termasuk kelompok rawan (bayi-balita dan lansia), pola
penyakit dan status gizi masyarakat, sarana kesehatan dan tenaga
kesehatan
3) Peragaan/display Pemetaan daerah potensi menampilkan peta
risiko kejadian bencana yg dilengkapi dengan peta rawan bencana
4) Diseminasi informasi Penyebarluasan informasi tentang penilaian
risiko melalui radio,media cetak / elektronik, nakes, pemuka masy
B. Tahap Pelaksanaan Peringatan Dini
1) Penerimaan informasi
2) Diseminasi informasi Penyebar luasan informasi tentang adanya
ancaman bencana dilakukan o/ petugas melalui radio, telex, TV dan
media elektronik
3) Penerimaan dan pencatatan Penerimaan informasi mengenai

kejadian kedaruratan akibat bencana dilakukan pusat informasi,


pencatatan informasi dilakukan tiap jam / beberapa jam
4) Penilaian / analisis uji silang (cross check) terhadap informasi
yang sama dari dua sumber yang berbeda atau dari dua informasi
yang mempunyai kesamaan untuk dinilai keakuratanya
5) Penetapan peringatan dini ditetapkan berdasarkan kondisi
geografis daerah, gejala dan tanda awal dari kedaruratan akibat
bencana, prakiraan besarnya korban dan kerugian yang akan
diakibatkan oleh kedaruratan akibat bencana
C. Tahap Pelaksanaan Tindak Lanjut (Rencana Kontigensi)
Digunakan untuk menyusun rencana kontijensi. Aspek-aspek yang perlu
dipertimbangkan dalam melakukan rencana tindak lanjut :
1) Tahap pra bencana
2) Berdasarkan skenario yang ditetapkan
3) Keterlibatan mitra kerja
4) Fokus perencanaan berdasarkan pengembangan skenario
5) Jadwal waktu yang mengambang (tidak tetap)
Empat point penting yang terkait dengan sistem peringatan dini terpadu adalah
(1).

Pengetahuan

tentang

resiko,

(2).

Pemantauan

dan

layanan

peringatan,

(3).Penyebarluasan dan komunikasi (4). Kemampuan merespon atau penanggulangan.

1) Pengetahuan Tentang Resiko


Resiko akan muncul dari kombinasi adanya bahaya dan kerentanan di lokasi tertentu.
Kajian terhadap resiko bencana memerlukan pengumpulan dan analisis data yang
sistematis serta harus mempertimbangkan sifat dinamis dari bahaya dan kerentanan
yang muncul dari berbagai proses seperti urbanisasi, perubahan pemanfaatan lahan,
penurunan kualitas lingkungan, dan perubahan iklim. Kajian dan peta risiko bencana
akan membantu memotivasi orang, sehingga mereka akan memprioritaskan pada
kebutuhan sistem peringatan dini dan penyiapan panduan untuk mencegah dan
menanggulangi bencana. Dalam kaitan ini perlu diperhatikan hal-hal seperti apakah
bahaya dan kerentanan sudah dikenal dengan baik, bagaimana pola dan trend dari
faktor-faktor yang mempengaruhi, serta apakah data dan peta resiko telah tersedia
secara luas. Kalau semua itu bisa terjawab, tentu pengetahuan tentang resiko bencana
alam semakin baik dan bisa menjadi langkah awal untuk membangun suatu sistem
peringatan dini yang baik pula.
2) Pemantauan dan Layanan Peringatan

Layanan peringatan merupakan inti dari sistem. Harus ada dasar ilmiah yang kuat
untuk dapat memprediksi dan meramalkan munculnya bahaya, dan harus ada sistem
peramalan dan peringatan yang andal yang beroperasi 24 jam sehari. Pemantauan
yang terus-menerus terhadap parameter bahaya dan gejala-gejala awalnya sangat
penting untuk membuat peringatan yang akurat secara tepat waktu. Layanan
peringatan untuk bahaya yang berbeda-beda sedapat mungkin harus dikoordinasikan
dengan memanfaatkan jaringan kelembagaan, prosedural, dan komunikasi yang ada.
3) Penyebarluasan dan Komunikasi

Peringatan harus menjangkau semua orang yang terancam bahaya. Pesan yang jelas
dan berisi informasi yang sederhana namun berguna sangatlah penting untuk
melakukan tanggapan yang tepat, yang akan membantu menyelamatkan jiwa dan
kehidupan. Sistem komunikasi tingkat regional, nasional, dan masyarakat harus
diidentifikasi dahulu, dan pemegang kewenangan yang sesuai harus terbentuk.
Penggunaan berbagai saluran komunikasi sangat perlu untuk memastikan agar

sebanyak mungkin orang yang diberi peringatan, untuk menghindari terjadinya


kegagalan di suatu saluran, dan sekaligus untuk memperkuat pesan peringatan.
4) Kemampuan Merespon atau Penanggulangan

Masyarakat harus memahami bahaya yang mengancam mereka. Ini sangat penting
sehingga mereka harus mamatuhi layanan peringatan dan mengetahui bagaimana
mereka harus bereaksi. Program pendidikan dan kesiapsiagaan memainkan peranan
penting di sini. Juga penting bahwa rencana penanganan bencana dapat dilaksanakan
secara tepat, serta sudah dilakukan dengan baik dan sudah teruji. Masyarakat harus
mendapat informasi selengkapnya tentang pilihan-pilihan untuk perilaku yang aman,
ketersediaan rute penyelamatan diri, dan cara terbaik untuk menghindari kerusakan
dan kehilangan harta benda. Terkait dengan point ini, pemerintah telah berulang kali
melaksanakan program-program pendidikan dan penyuluhan serta kesiapsiagaan
menghadapi bencana alam dalam bentuk simulasi penyelamatan diri. Program ini
melibatkan masyarakat terutama yang berdomisili di sekitar kawasan rawan bencana
alam baik di kawasan pesisir dan pantai maupun di darat.

2.2 Bencana Gunung Meletus


Gunung berapi merupakan lubang kepundan/rekahan pada kerak bumi tempat
keluarnya magma, gas atau cairan lainnya ke permukaan bumi. Gunung
berapi atau gunung api secara umum adalah istilah yang dapat didefinisikan sebagai
suatu sistem saluran fluida panas (batuan dalam wujud cair atau lava) yang
memanjang dari kedalaman sekitar 10 km di bawah permukaan bumi sampai ke
permukaan bumi, termasuk endapan hasil akumulasi material yang dikeluarkan pada
saat meletus. Bencana gunung meletus disebabkan oleh aktifnya gunung berapi
sehingga menghasilkan letusan. Bahaya letusan gunung berapi dapat berpengaruh
secara langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya yang langsung oleh
letusan gunung berapi adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan panas). Jatuhan
iroklastik dan gas vulkanik beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman yang terjadi
setelah atau saat gunung berapi aktif seperti lahar dingin dan longsoran material
vulkanik.

Menghadapi letusan gunung api memerlukan beberapa persiapan, antara lain:


(a) mengenali daerah setempat dalam menentukan tempat yang aman untuk
mengungsi;
(b) membuat perencanaan penanganan bencana;
(c) mempersiapkan pengungsian; dan
(d) mempersiapkan kebutuhan dasar. Sedangkan pedoman penyelamatan diri
apabila terjadi gunung api, adalah:
a. hindari daerah rawan bencana seperti lereng gunung, lembah dan
daerah aliran lahar;
b. ditempat terbuka, lindungi diri dari abu dan awan panas;
c. memakai pakaian yang melindungi tubuh; dan
d. saat terjadi turun awan panas menutup wajah dengan masker atau
kedua belah tangan.

2.3 Sistem Peringatan Dini Pada Daerah Rawan Bencana Gunung Meletus
Peringatan dini merupakan salah satu tahapan managemen bencana yang
dilakukan saat potensi bencana sudah terlihat. Peringatan dini pada daerah rawan
bencana gunung meletus dilakukan ketika aktivitas gunung berapi normal hingga
memperlihatkan tanda-tanda aktivitas yang tidak biasa, peringatan ini di bagi menjadi
empat, yaitu:
1) Normal
Aktivitas gunung berapi dikatakan normal bila tidak ada gejala aktivitas
tekanan magma dan aktivitas gunung berapi beara pada tingkat dasar. Pada situasi
seperti ini yang dilakukan oleh petugas adalah pengamatan rutin dan survey
penyidikan
2) Waspada
Gunung berapi mendapatkan status waspada bila terdapat kenaikan
aktivitas diatas level normal, peningkatan aktivitas seismik (kegempaan) dan
kejadian vulkanis lainnya, sedikit perubahan aktivitas yang diakibatkan oleh
aktivitas magma, tektonik dan hidro-termal. Pada kondisi seperti ini petugas

melakukan penyuluhan/ sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di darah


rawan bencana tersebut, penilaian bahaya terhadap aktivitas tidak normal gunung
berapi yang sudah tampak, penecekan sarana serta pelaksanaan piket atau
penjagaan terbtas
3) Siaga
Status siaga menandakan gunung berapi yang sedang bergerak ke arah
letusan atau menimbulkan bencana, peningkatan aktivitas seismik (kegempaan),
semua data menunjukkan bahwa aktivitas dapat segera berlanjut ke letusan atau
menuju pada keadaan yang dapat menimbulkan bencana jika tren peningkatan
berlanjut maka letusan dapat terjadi dalam waktu 2 minggu. Pada keadaan siaga,
petugas melakukan sosialisasi di wilayah terancam bencana, penyiapan sarana
darurat sebagai sarana evakuai warga yang tempat tinggalnya terkena letusan
gunung berapi, melakukan koordinasi secara harian serta melakukan piket atau
penjagaan penuh
4) Awas
Gunung berapi mendapatkan status awas bila gunung berapi tersebut
menandakan segera atau sedang meletus atau ada keadaan kritis yang
menimbulkan bencana, ketika sudah ada letusan pemukaan dimulai dengan abu
dan asap dan letusan berpeluang terjadi dalam waktu 24 jam. Ketika gunung
berapi berstatus awas maka wilayah yang terancam bahaya direkomendasikan
untuk dikosongkan, koordinasi dengan pihak-pihak terkait dilakukan secara
harian serta dilakukannya piket atau penjagaan penuh.

Tingkat isyarat gunung berapi di Indonesia


Makna

Status
Awas

Siaga

menandakan gunung berapi yang


segera atau sedang meletus atau
ada
keadaan
kritis
yang
menimbulkan bencana
letusan pemukaan dimulai dengan
abu dan asap
letusan berpeluang terjadi dalam
waktu 24 jam
- menandakan gunung berapi yang

Tindakan

wilayah
yang
terancam
bencana direkomendasikan
untuk dikosongkan
koordinasi dilakukan secara
harian
piket penuh

sosialisasi

di

wilayah

Waspada

Normal

sedang bergerak ke arah letusan


atau menimbulkan bencana
peningkatan intensif kegiatan
seismik
semua data menunjukkan bahwa
aktivitas dapat segera berlanjut
ke letusan atau menuju pada
keadaan
yang
dapat
menimbulkan bencana
jika tern peningkatan berlanjut
maka letusan dapat terjadi dalam
waktu 2 minggu
ada aktivitas apapun bentuknya
erdapat kenaikan aktivitas diatas
level normal
peningkatan aktivitas seismik
lainnya dan kejadian vulkanis
lainnya
sedikit perubahan aktivitas yang
disebabkan
oleh
aktivitas
magma, tektonik dan hidrotermal
Tidak ada gejala aktivitas
tekanan magma
Level aktivitas dasar

terancam
penyiapan sarana darurat
koordinasi dilakukan secara
harian
piket penuh

penyuluhan atau sosialisasi


Penilaian bahaya
Pengecekan sarana
Pelaksanaan piket terbatas

Pengamatan rutin
Survey dan penyidikkan

Sumber : Pusat Informasi bencana Aceh

Dari uraian diatas dapat diketahui bahwa proses peringatan dini terhadap daerah
rawan bencana gunung meletus dilakukan sejak gunung berapi dalam kondisi normal, yaitu
dilakukannya pengamatan rutin, survey dan penyidikkan, tahap pelaksanaan peringatan dini
dilakukan ketika gunung berapi berstatus waspada dan siaga dan terakhir tahap
pelaksanaan tindak lanjut dilakukan ketika gunung berstatus awas

BAB 3. PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Sistem Peringatan Dini dapat pula diartika sebagai sistem (rangkaian proses)
pengumpulan & analisis data serta desiminisi informasi tentang keadaan darurat

atau kedaruratan.
Tujuan adanya sistem peringatan dini yaitu untuk meningkatkan kualitas
penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana melalui pelaksanaan sistem

peringatan dini
Bencana gunung meletus disebabkan oleh aktifnya gunung berapi sehingga
menghasilkan letusan. Bahaya letusan gunung berapi dapat berpengaruh secara
langsung (primer) dan tidak langsung (sekunder). Bahaya yang langsung oleh
letusan gunung berapi adalah lelehan lava, aliran piroklastik (awan panas). Jatuhan
iroklastik dan gas vulkanik beracun. Bahaya sekunder adalah ancaman yang terjadi
setelah atau saat gunung berapi aktif seperti lahar dingin dan longsoran material
vulkanik

Proses peringatan dini terhadap daerah rawan bencana gunung meletus dilakukan
sejak gunung berapi dalam kondisi normal, yaitu dilakukannya pengamatan rutin,
survey dan penyidikkan, tahap pelaksanaan peringatan dini dilakukan ketika
gunung berapi berstatus waspada dan siaga dan terakhir tahap pelaksanaan tindak
lanjut dilakukan ketika gunung berstatus awas

DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013, Penggunaan Teknologi Dalam Mitigasi Bencana [serial online],
http://www.aptika.kominfo.go.id/utama/artikel_detail/10 [2 Oktober 2013]
DEPDAGRI, Tanpa tahun, Kebijakan Pemanfaatan Sistem Peringatan Dini
DEPKES,2006, Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana
Sumekto, Didik Rinan. 2011. Pengurangan Resiko Bencana Melalui Analisis Kerentanan Dan
Kapasitas Masyarakat Dalam Menghadapi Bencana. Klaten.; Universitas Widya Dharma
Elly, Muhammad Jafar. 2010. Sistem peringatan Dini Bencana Alam: Dari Konsep Ke
tindakan [Serial Online]. http//www.ristek.go.id.htm [1 Oktober 2013]
Priyono, Juniawan et al. 2010 Penanggulangan Bencana Letusan Gunungapi Berbasis
Masyarakat: Panduan Bagi Masyarakat di Sekitar G. Seulawah Agam, Kabupaten Aceh
Besar, Provinsi Aceh [Serial Online]. http//www. piba.tdmrc.org.htm [1 Oktober 2013]

Anda mungkin juga menyukai