Anda di halaman 1dari 31

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bencana adalah persitiwa/rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan baik oleh faktor alam dan atau
faktor non alam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis di luar
kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.
Negara tercinta kita Indonesia seolah-olah tidak pernah berhenti menerima
cobaan berupa bencana alam yang silih berganti terjadi di seluruh wilayah Indonesia
dalam periode waktu yang berdekatan. Masih segar dalam ingatan kita ketika headline
seluruh surat kabar dalam negeri memuat berita-berita bencana tersebut. Mulai dari
bencana meletusnya gunung merapi, banjir, maupun gempa dan tsunami. Terdapat satu
persamaan dari isi berita-berita tersebut adalah adanya korban-korban yang seharusnya
dapat dihindari jika bencana tersebut dideteksi lebih awal sebelum terjadi. Selain
pendektisian dini faktor yang tidak kalah penting ketika bencana terlanjur terjadi adalah
penanganan paska bencana yang tepat, cepat dan berkesinambungan.
Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan bagi
managemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam lingkup bencana. Sebuah
jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan pada saat
terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang
sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan
dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan
bantuan. Bencana apapun, kebutuhan akan informasi menjadi sangat kritis, media yang
digunakan baik elektronik maupun cetak (e-mail dan SMS, dll) berisikan pertanyaan
mengenai kondisi wilayah, kondisi korban, mencari sanak saudara, mencari bantuan,
mencari pertolongan. Di sisi lain, para relawan yang berusaha membantu juga tidak kalah
pusingnya mencari lokasi yang membutuhkan pertolongan, mencari alamat tempat
pengiriman bantuan, pengiriman makanan, obat-obatan, mencari lokasi longsor,
menemukan penampungan pengungsi, semua serba simpang siur tidak ada sumber
informasi yang terpusat, tidak ada komunikasi yang reliable. Oleh karena itu, kita akan

1
membutuhkan sebuah sistem informasi yang memungkinkan korban, sanak saudara
maupun relawan, pemerintah, tim SAR saling berinteraksi dan berkoordinasi satu sama
lain. Masukan ke sistem dapat berupa laporan dari tim SAR, relawan ORARI, bahkan
masyarakat melalui HP maupun telepon.
Perbaikan koordinasi dan manajemen penanggulangan di daerah rawan bencana
merupakan salah satu prioritas upaya kesiapsiagaan. Sistem infromasi manajemen
penanggulangan bencana, dapat disajikan sebagai salah satu wadah yang berperan dalam
pengkoordinasian tindakan tanggap darurat bencana. Dengan adanya koordinasi dan
kerja sama yang baik antar lintas sektor diharapkan penanggulangan bencana dapat lebih
terkoordinir dengan baik.

B. Permasalahan
Berdasarkan uraian di atas, disadari bencana alam khususnya di Indonesia sering
terjadi hingga dengan saat ini yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia,
kerusakan lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis di luar kemampuan
masyarakat dengan segala sumber dayanya. Dampak tersebut seharusnya dapat dihindari
jika bencana tersebut dideteksi lebih awal sebelum dan tidak kalah penting ketika
bencana terlanjur terjadi adalah penananganan paska bencana yang tepat, cepat dan
berkesinambungan. Informasi merupakan salah satu sumber daya yang sangat diperlukan
bagi manajemen dalam pengambilan keputusan, termasuk dalam lingkup bencana.
Sebuah jalur informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan
pada saat terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih.
Informasi yang sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang
menghendaki kecepatan dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut
andil dalam memberikan bantuan.

C. Tujuan
1. Mengetahui definisi bencana
2. Mengetahui jenis bencana
3. Mengetahui manajemen sistem informasi pada bencana
4. Mengetahui sistem informasi dalam bencana alam dengan teknologi
5. Mengetahui contoh manajemen informasi penanggulangan bencana tsunami inatews
(indonesia tsunami early warning system)

2
BAB II
ISI

A. DEFINISI BENCANA
Dalam Undang-Undang Nomor 24 tahun 2007, tentang Penanggulangan Bencana,
dikemukakan, ”bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang disebabkan baik oleh faktor alam
dan/ atau faktor nonalam maupun faktor manusia, sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.

Sekretariat Strategi Internasional untuk Pengurangan Bencana atau International


Strategy for Disaster Reduction - Perserikatan Bangsa-Bangsa (ISDR 2004), mendefinisikan
bahwa bencana adalah suatu gangguan serius terhadap keberfungsian suatu masyarakat
sehingga menyebabkan kerugian yang meluas pada kehidupan manusia dari segi materi,
ekonomi atau lingkungan dan yang melampaui kemampuan masyarakat tersebut untuk
mengatasinya dengan menggunakan sumberdaya mereka sendiri.

Bencana alam adalah suatu peristiwa alam yang mengakibatkan dampak besar bagi
populasi manusia. Peristiwa alam dapat berupa banjir, letusan gunung berapi, gempa bumi,
tsunami, tanah longsor, badai salju, kekeringan, hujan es, gelombang panas, hurikan, badai
tropis, tornado, kebakaran liar dan wabah penyakit. Beberapa bencana alam terjadi tidak
secara alami. Contohnya adalah kelaparan, yaitu kekurangan bahan pangan dalam jumlah
besar yang disebabkan oleh kombinasi faktor manusia dan alam.

B. JENIS BENCANA
Jenis-jenis bencana menurut Undang-Undang No.24 Tahun 2007, antara lain:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor.
2. Bencana non alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian
peristiwa non alam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi,
epidemi dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antarkelompok
atau antarkomunitas masyarakat, dan terror (UU RI, 2007).

3
C. MANAJEMEN SISTEM INFORMASI PADA BENCANA (PERMENKES
tahun 2006)
Upaya penanggulangan bencana merupakan kegiatan yang mempunyai fungsi-fungsi
manajemen seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengendalian dalam
lingkup “Siklus Penanggulangan Bencana” Disaster Management Cycle).

Siklus diatas dimulai pada waktu sebelum terjadinya bencana berupa kegiatan
pencegahan, mitigasi (pelunakan/penjinakan dampak) dan kesiapsiagaan. Kemudian
pada saat terjadinya bencana berupa kegiatan tanggap darurat dan selanjutnya pada saat
setelah terjadinya bencana berupa kegiatan pemulihan dan rekonstruksi (Nick Carter,
1991), maka upaya penanggulangan bencana harus didukung oleh suatu sistem informasi
yang memadai. Sistem ini diharapkan mampu untuk:
a. Meningkatkan kemampuan perencanaan penanggulangan bencana bagi semua
mekanisme penanngulangan bencana, baik pada tingkat pusat maupun daerah pada
semua tahapan penanggulangan bencana.
b. Mendukung pelaksanaan pelaporan kejadian bencana secara cepat dan tepat, termasuk
di dalamnya proses pemantauan dan perkembangan kejadian bencana; dan
c. Memberikan informasi secara lengkap dan aktual kepada semua pihak yang terkait
dengan unsur-unsur penanggulangan bencana baik di Indonesia maupun negara asing
melalui fasilitas jaringan global.
Sistem Informasi adalah kumpulan modul atau komponen yang dapat mengumpulkan,
mengelola, memproses, menyimpan, menganalisa dan mendistribusikan informasi untuk
tujuan tertentu (Turban wt al. 1997).

4
Sistem informasi adalah suatu sistem didalam suatu organisasi yang mempertemukan
kebutuhan pengolahan transaksi harian, mendukung operasi, bersifat manajerial, dan
strategi dari suatu organisasi dan menyediakan pihak luar tertentu dengan laporan-
laporan yang diperlukan. (Robert A. Leitch/K. Roscoe Davis,1983).
1. JENIS INFORMASI DAN WAKTU PENYAMPAIAN
A. Pra Bencana
Jenis informasi yang dibutuhkan pada tahap pra bencana meliputi:
a. Peta daerah rawan bencana
b. Data sumber daya:tenaga, dana, sarana dan prasarana
c. Informasi dikumpulkan setahun sekali pada bulan juli – agustus (format sesuai
from kesiapsiagaan).
B. Saat dan Pasca Bencanan
1. informasi pada awal terjadinya bencana
Informasi yang dibutuhkan pada awal terjadinya bencana (Form B-1 dan B-4)
disampaikan segera setelah kejadian awal diketahui, meliputi:
a. Jenis bencana dan waktu kejadian bencana yang terdiri dari tanggal, bulan,
tahun serta pukul berapa kejadian tersebut terjadi.
b. Lokasi bencana yang terdiri dari desa, kecamatan, kabupaten/kota dan provinsi
bencana terjadi.
c. Letak geografis dapat diisi di pegunungan, pulau/kepulauan, pantai dan lain-
lain
d. Jumlah korban yang terdiri dari korban meninggal, hilang, luka berat, luka
ringan dan pengungsi.
e. Lokasi pengungsian
f. Akses ke lokasi bencana meliputi akses dari:
- Kabupaten/kota ke lokasi dengan pilihan mudah/sukar, waktu tempuh berapa
lama dan sarana transportasi yang digunakan
- Jalur komunikasi yang masih dapat digunakan
- Keadaan jaringan listrik
- Informasi tanggal dan bulan serta tanda tangan pelapor dn lokasinya.
2. informasi penilaian kebutuhan cepat
Penilaian kebutuhan cepat penanggulangan krisi akibat bencana dilakukan segera
setelah informasi awal diterima. Informasi yang dikumpulkan (from B-2)
meliputi:

5
a. Jenis bencana dan waktu kejadian bencana
b. Tingkat keseriusan dari bencana tersebut
c. Tingkat kelayakan, yaitu luar dari dampak yang ditimbulkan dari bencana
tersebut
d. Kecepatan perkembangan, misalnya konflik antar suku di satu daerah, bila
tidak cepat dicegah maka dpat dengan cepat meluas atau berkembang ke
daerah lain.
e. Lokasi bencana terdiri dari dusun, desa/kelurahan, kecamatan, kabupaten/kota
dan provinsi.
f. Letak geografis terdiri dari pegunungan, pantai, pulau/kepulauan dan lain-lain
g. Jumlah penduduk yang terancam
h. Jumlah korban meningal, hilang, luka berat, luka ringan, pengungsi, lokasi
pengungsian, jumlah korban yang dirujuk ke Puskesmas dan Rumah Sakit
i. Jenis dan kondisi sarana kesehatan dibagi dalam tiga bagian yaitu informasi
mengenai kondisi fasilitas kesehatan, ketersediaan air bersih, sarana sanitasi
dan kesehatan lingkungan.
j. Akses ke lokasi bencana terdiri dari mudah/sukar, waktu tempuh dan
transportasi yang dapat digunakan
k. Kondisi sanitasi dan kesehatan lingkungan di lokasi penampungan pengungsi.
l. Kondisi logistik dan sarana pendukung pelayanan kesehatan
m. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan
n. Bantuan kesehatan yang diperlukan
o. Rencana tindak lanjut
p. Tanggal bulan, dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh
Kepala Dinas Kesehatan
3. Informasi perkembangan kejadian bencana
Informasi perkembangan kejadian bencana (from B-3) dikumpulkan setiap kali
terjadi perkembangan informasi PK-AB.
Informasi perkembangan kejadian bencana meliputi:
a. Tanggal/bulan/tahun kejadian
b. Jenis bencana
c. Lokasi bencana
d. Waktu kejadian bencana

6
e. Jumlah korban keadaan terakhir, terdiri dari: meninggal; hilang; luka berat;
luka ringan; pengungsi; dan jumlah korban yang dirujuk
f. Upaya penanggulangan yang telah dilakukan
g. Bantuan segera yang diperlukan
h. Rencan tindak lanjut
i. Tanggal, bulan dan tahun laporan, tanda tangan pelapor serta diketahui oleh
Kepala Dinas Kesehatan.
2. SUMBER INFORMASI
Sumber informasi dari data/informasi yang dibuthkan untuk penanggulangan krisis
adalah sebagai berikut:
A. Pra Bencana (Form Kesiapsiagaan)
Sumber informasi:
a. Dinas kesehatan
b. Rumah sakit
c. Instansi terkait
d. Puskesmas
B. Pada Saat dan Pasca Bencana
1. Informasi pada awal kejadian bencana (Form B-1 dan B-4)
Sumber informasi berasal:
a. Masyarakat
b. Sarana pelayanan kesehatan
c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d. Lintas sektoral
Informasi disampaiakan melalui:
a. Telpon
b. Faksimili
c. Telpon seluler
d. Internet
e. Radio komunikasi
2. Informasi penilaian kebutuhan cepat (Form B-2)
Informasi dikumpulkan oleh Tim Penilaian Kebutuhan Cepat yang bersumber
dari:
a. Masyarakat
b. Sarana pelayanan kesehatan

7
c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d. Lintas sektoral
Informasi disampaikan melalui:
a. Telpon
b. Faksimili
c. Telpon seluler
d. Internet
e. Radio komunikasi
3. Informasi perkembangan kejadian bencana (Form B-3)
Informasi disampaikan oleh institusi kesehatan di lokasi bencana (Puskesmas,
Rumah Sakit, Dinas Kesehatan)
a. Masyarakat
b. Sarana pelayanan kesehatan
c. Dinas kesehatan Provinsi/kabupaten/Kota
d. Lintas sektoral
Informasi disampaikan melalui:
a. Telpon
b. Faksimili
c. Telpon seluler
d. Internet
e. Radio komunikasi

8
3. ALUR, MEKANISME PENYAMPAIAN INFORMASI
A. Informasi Pra Bencana
Informasi terintegrasi dengan sistem informasi yang sudah ada
Bagan 1

B. informasi Saat Bencana


1. Bagan alur penyampaian informasi langsung
Informasi awal tentang krisi pada saat kejadian bencana dari lokasi bencana langsung
dikirim ke Dinas Kab/Kota atau Provinsi, maupun PPK Setjen Depkes dengan
menggunakan sarana komunikasi yang paling memungkinkan pada saat itu.
Informasi dapat disampaikan oleh masyarakat, untit pelayanan kesehatan dan lain-
lain. Unit penerima informasi harus melakukan konfirmasi.
Bagan 2.

9
2. Alur penyampaian informasi penilaian kebutuhan cepat secara berjenjang
Informasi penilaian kebutuhan cepat disampaikan secara berjenjang mulai dari
institusi kesehatan di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, kemudian
diteruskan ke Dinas Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan di
laporkan ke Mentri Kesehatan. Alur informasi dapat dilihat pada bagan berikut ini:
Bagan 3

3. Alur penyampaian informasi perkembangan PK-AB


Informasi perkembangan disampaikan secara berjenjang mulai dari institusi kesehatan
di lokasi bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kemudian diteruskan ke Dinas
Kesehatan Provinsi, dari Provinsi ke Depkes melalui PPK dan dilaporkan ke Mentri
Kesehatan.

10
Bagan 4

a. Tingkat Puskesmas
- Menyampaikan informasi pra bencana ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Menyampaiakan informasi rujukan ke RS Kabupaten/Kota bila diperlukan
- Menyampaikan informasi perkembangan bencana ke Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota
b. Tingkat Kabupaten/Kota
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi awal bencana ke
Dinas Kesehatan Provinsi
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota melakukan penilaian kebutuhan pelayanan di
lokasi bencana
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaiakn laporan hasil penilaian
kebutuhan pelayanan ke Dinas Kesehatan Provinsi dan memberi respon ke
Puskesmas dan RS Kabupaten/Kota
- Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota menyampaikan informasi perkembangan
bencana ke Dinas Kesehatan Provinsi
- RS Kabupaten/Kota menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke
Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi bila diperlukan
c. Tingkat Provinsi
- Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan informasi awal kejadian dan
perkembangannya ke Depkes melalui PPK

11
- Dinas Kesehatan Provinsi melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian
kebutuhan pelayanan yang dilakukan oleh Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota
- Dinas Kesehatan Provinsi menyampaikan laporan hasil kajian ke PPK dan
memberi respon ke Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota dan RS Provinsi
- RS Provinsi menyampaikan informasi rujukan dan perkembangannya ke Dinas
Kesehatan Provinsi dan RS Rujukan Nasional bila diperlukan
d. Tingkat Pusat
- PPK menyampaikan informasi awal kejadian, hasil kajian penilaian kebutuhan
pelayanan dan perkembangannya ke Sekertaris Jendral Depkes, Pejabat Eselon I
dan Eselon II terkait serta tembusan ke Mentri Kesehatan
- PPK melakukan kajian terhadap laporan hasil penilaian kebutuhan pelayanan yang
dilakukan oleh Dinas Kesehatan Provinsi
- Rumah sakit umum Pusat Nasional menyampaikan informasi rujukan dan
perkembangannya ke PPK bila diperlukan
- PPK beserta unit terkait di lingkungan Depkes merespons kebutuhan pelayanan
kesehatan yang diperlukan.
Bagan 5 Mekanisme penyampaian informasi

4. MEKANISME KERJA INFORMASI


Informasi yang dikumpulkan oleh Pos Informasi adalah informasi yang terkait dengan
bencana baik pada tahap pra bencana, tahap saat bencana maupun tahap pasca bencana.
Informasi tersebut dapat berasal dari lingkungan jajaran kesehatan, lintas sektor, media
dan masyarakat.

12
A. Pra Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pra bencana adalah :
a. Informasi sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana dalam rangka
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana (Form Kesiapsiagaan pada
Pedoman Sistem Informasi Penangggulangan Krisis Akibat Bencana). Informasi
tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota dan Dinas Kesehatan Provinsi.
b. Informasi dari lintas sektor terkait, misalnya meteorologi dan geofisika dalam
rangka penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang disebabkan oleh
fenomena cuaca dan iklim (prakiraan cuaca harian/mingguan, prakiraan hujan
bulanan dan prakiraan musim hujan/kemarau) serta informasi gempa bumi dan
tsunami yang bersumber dari Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika.
c. Informasi nomor telepon, faksimili (kantor dan rumah) serta nomor telepon
genggam/mobile dari petugas yang telah ditunjuk untuk bertanggung jawab dalam
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana baik dari lintas program maupun
lintas sektor untuk membangun jaringan informasi dan komunikasi ( contact
person).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi dan lintas sector yang terkait dalam
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana. Berdasarkan informasi yang telah
dikumpulkan tersebut kemudian dilakukan pengolahan , dengan melakukan :
a. Penyusunan tabel bencana.
b. Penyusunan peta daerah rawan krisis kesehatan akibat bencana.
c. Penyusunan buku profil penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang
berisi informasi tentang sumber daya baik tenaga, dana, sarana dan prasarana
dalam rangka penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain.
d. Penyusunan buku informasi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana yang
pernah terjadi.
e. Pembuatan website.
f. Pembuatan peta jalur evakuasi sarana kesehatan pada daerah rawan bencana (ring 1,
ring 2 dan ring 3)
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan
teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh

13
pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif
murah.
B. Saat Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat bencana adalah
a. Informasi awal penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form B1 dan
B4 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana).
b. Informasi perkembangan penanggulangan krisis dan masalah kesehatan lain (Form
B2 pada Pedoman Sistem Informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana).
Informasi tersebut bersumber dari Puskesmas, Rumah Sakit, Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota, Dinas Kesehatan Provinsi, instansi terkait, masyarakat, media cetak
dan media elektronik. Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut
kemudian diolah, dengan melakukan :
a. Penyusunan laporan awal penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.
b. Penyusunan laporan perkembangan penanggulangan krisis kesehatan akibat
bencana.
Sesuai dengan kebutuhan akan informasi, pemantauan dan pelaporan
penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana dapat dilakukan sesering mungkin.
Semua data dan informasi yang didapatkan akan menjadi landasan dalam
pengambilan langkah dan strategi penanggulangan krisis kesehatan akibat bencana.
Pemantauan ini terus berlangsung hingga penangulangan krisis kesehatan akibat
bencana dapat ditangani terutama pada masa tanggap darurat.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan
teknologi informasi/elektronik untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke
seluruh pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang
relatif murah dengan membuat Media Center di Pos Informasi.
C. Pasca Bencana
Informasi yang dikumpulkan pada saat pasca bencana adalah :
a. Informasi pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi
sarana/prasarana kesehatan yang mengalami kerusakan
b. Informasi upaya pelayanan kesehatan (pencegahan KLB, pemberantasan penyakit
menular, perbaikan gizi), kegiatan surveilans epidemiologi, promosi kesehatan
dan penyelenggaraan kesehatan lingkungan dan sanitasi dasar di tempat
penampungan pengungsi maupun lokasi sekitarnya yang terkena dampak.

14
c. Informasi relawan, kader dan petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada
masyarakat luas, bimbingan pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan
stress pasca trauma dan memberikan konseling pada individu yang berpotensi
mengalami gangguan stress pasca trauma.
d. Informasi pelayanan kesehatan rujukan dan penunjang.
e. Informasi rujukan korban yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan
membutuhkan konseling lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik.
Berdasarkan informasi yang telah dikumpulkan tersebut kemudian diolah, dengan
melakukan :
a. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya
pemulihan/rehabilitasi dan pembangunan kembali/rekonstruksi sarana/prasarana
kesehatan yang mengalami kerusakan.
b. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam upaya pelayanan kesehatan
(pencegahan KLB, pemberantasan penyakit menular, perbaikan gizi), kegiatan
surveilans epidemiologi, promosi kesehatan dan penyelenggaraan kesehatan
lingkungan dan sanitasi dasar di tempat penampungan pengungsi maupun lokasi
sekitarnya yang terkena dampak.
c. Penyusunan informasi dengan program terkait tentang upaya relawan, kader dan
petugas pemerintah yang memberikan KIE kepada masyarakat luas, bimbingan
pada kelompok yang berpotensi mengalami gangguan stress pasca trauma dan
memberikan konseling pada individu yang berpotensi mengalami gangguan stress
pasca trauma.
d. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya pelayanan
kesehatan rujukan dan penunjang.
e. Penyusunan informasi dengan program terkait dalam rangka upaya rujukan korban
yang tidak dapat ditangani dengan konseling awal dan membutuhkan konseling
lanjut, psikoterapi atau penanggulangan lebih spesifik.
Informasi yang telah diolah tersebut kemudian disebarluaskan dengan memanfaatkan
teknologi informasi untuk lebih memudahkan penyampaian informasi ke seluruh
pengguna yang membutuhkan informasi secara cepat dengan biaya yang relatif
murah.

15
5. LEMBAGA YANG BERPERAN DALAM PENYAMPAIAN INFORMASI
Lembaga-lembaga yang berperan dalam mata rantai peringatan dini ini berkewajiban
untuk segera memberikan konfirmasi (secara manual) bahwa mereka telah menerima
berita peringatan dini yang telah dikirimkan oleh BMKG. Konfirmasi ini dilatihkan
melalui penerimaan berita gempabumi.
Pihak-pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami mempunyai peran dan
tanggung jawab masing-masing.
a. BMKG
Lembaga ini menjadi penyedia berita peringatan dini tsunami di Indonesia.
BMKG menyampaikan berita gempabumi, berita peringatan dini tsunami, dan
saran untuk tindak lanjut di daerah yang terancam tsunami kepada pihak lain
dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami.
b. BNPB
BNPB berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini
tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. BNPB membantu
menyebarluaskan peringatan dini tsunami dan saran kepada Badan
Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD). Selain itu, BNPB berkewajiban untuk
segera menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan
darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
c. Pemda
Pemerintah daerah (pemda) berkewajiban untuk menindaklanjuti berita
gempabumi dan berita peringatan dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh
BMKG. Pemda adalah satusatunya pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini
tsunami yang mempunyai wewenang serta tanggung jawab memutuskan dan
mengumumkan status evakuasi secara resmi berdasarkan informasi dari BMKG.
Berdasarkan UU 24/2007 pasal 46 dan 47; PP 21/2008 pasal 19 dan Perka
BNPB 3/2008 khususnya di dalam Bab 2 yang menyebutkan bahwa pemda
bertanggung jawab untuk segera dan secara luas mengumumkan arahan yang jelas
dan instruktif untuk membantu penduduk dan pengunjung di daerah tersebut
bertindak cepat dan tepat terhadap ancaman tsunami.
d. TNI
TNI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan dini
tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. TNI ikut berperan dalam
usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini tsunami

16
khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, TNI dapat
mendukung proses evakuasi masyarakat. TNI berkewajiban untuk segera
menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan
darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
e. POLRI
POLRI berkewajiban menindaklanjuti berita gempabumi dan berita peringatan
dini tsunami serta saran yang disampaikan oleh BMKG. POLRI ikut berperan
serta dalam usaha menyebarluaskan berita gempabumi atau berita peringatan dini
tsunami khususnya di tingkat daerah. Bila status evakuasi diumumkan, POLRI
dapat mendukung proses evakuasi masyarakat. POLRI berkewajiban untuk segera
menyiapkan tanggap darurat, yaitu kegiatan search and rescue dan bantuan
darurat, setelah ancaman tsunami berakhir.
f. Stasiun TV dan radio
Stasiun TV dan radio di tingkat nasional atau daerah (milik pemerintah dan
swasta) wajib menyiarkan berita gempabumi dan berita peringatan dini tsunami
serta saran yang disampaikan oleh BMKG. Hal ini berdasar pada UU 31/2009
pasal 34 dan Permenkominfo 20/2006 pasal 1 - 5. Stasiun TV dan radio
merupakan pihak dalam rantai komunikasi peringatan dini tsunami yang
mempunyai akses langsung dan cepat kepada publik. Stasiun TV dan radio
berkewajiban untuk segera menangguhkan siaran yang sedang berlangsung dan
menyiarkan peringatan dini tsunami dan saran yang diterima dari BMKG kepada
pemirsa dan pendengar.
g. Masyarakat berisiko
Masyarakat berisiko berhak mendapatkan informasi tentang ancaman tsunami
serta arahan instruktif yang memungkinkan orang-orang yang terancam bencana
bertindak secara tepat dan cepat. Masyarakat bertanggung jawab untuk siap
menyelamatkan diri dari ancaman gempabumi dan tsunami. Individu dan lembaga
masyarakat wajib meneruskan informasi serta arahan yang benar kepada orang
lain. Lembaga Swadaya Masyarakat seperti Organisasi Amatir Radio Indonesia
(ORARI), Radio Antar Penduduk Indonesia (RAPI) dan Search and Rescue
(SAR) ikut beperan dalam penyebaran berita gempabumi, berita peringatan dini
tsunami, serta saran yang disampaikan oleh BMKG.

17
h. Penyedia layanan selular
Penyedia layanan selular merupakan salah satu bagian dari mata rantai penyebaran
berita gempabumi dan peringatan dini tsunami melalui moda SMS. Penyedia
layanan ini berkewajiban meneruskan berita gempabumi dan berita peringatan
dini tsunami dari BMKG ke para pengguna ponsel yang sudah terdaftar. Secara
internal penyedia layanan ini juga harus memberikan prioritas yang lebih tinggi
untuk pengiriman SMS dari BMKG daripada SMS pada umumnya, seperti SMS
perorangan. Dengan demikian, dalam situasi di mana arus SMS padat, SMS dari
BMKG akan didahulukan dalam antrian untuk sampai ke pengguna. Selain itu
juga mereka wajib menjaga agar server untuk layanan ini tetap beroperasi dengan
terus menerus dan dalam kondisi baik. Semua layanan ini tidak dipungut biaya.
i. Pengelola hotel
Pengelola hotel berkewajiban untuk menyelamatkan para tamu yang menginap di
hotel tersebut, berkunjung ke hotel tersebut, dan masyarakat yang berada di
sekitar hotel tersebut. Pengelola hotel bertanggung jawab untuk menyiapkan
segala prosedur dan rencana tindak untuk keadaan darurat gempabumi dan
tsunami melalui langkah-langkah sebagai berikut: membuat mekanisme
penerimaan peringatan dini dari BMKG atau Pusdalops atau BPBD; memberikan
informasi yang lengkap pada para tamu mengenai langkah-langkah yang harus
dilakukan pada saat darurat tsunami; serta menyiapkan tempat evakuasi sementara
dan rambu evakuasi baik di dalam bangunan hotel maupun di luar bangunan
(evakuasi dalam bangunan hotel harus memenuhi persyaratan bangunan tahan
gempabumi dan tsunami dan memiliki ketinggian melebihi perkiraan tinggi
tsunami di daerah tersebut). Apabila para tamu hotel harus melakukan evakuasi ke
luar dari hotel, maka pengelola hotel berkewajiban memberikan informasi yang
lengkap kepada para tamu lokasi tempat evakuasi sementara dan membimbing
para tamu menuju tempat evakuasi pada saat darurat tsunami.

D. SISTEM INFORMASI DALAM BENCANA ALAM DENGAN TEKNOLOGI


1. Sistem Informasi Geografi (SIG)
Sistem Informasi Geografi adalah suatu sistem informasi yang berbasis
komputer, dirancang dan diaplikasikan untuk memperoleh, menyimpan, menganalisa
dan mengelola data yang terkait dengan atribut, yang mana secara spasial mengacu
pada keadaan bumi. SIG mengintegrasikan operasi – operasi umum database, seperti

18
membuat query interaktif, menganalisa informasi spasial dan statistik serta mengedit
data. Ilmu informasi geografis adalah ilmu yang mengkombinasikan antara
penerapan dengan sistem. Teknologi sistem informasi geografi dapat dipakai
diantaranya adalah investigasi teknis, manajemen sumber daya, manajemen asset,
kajian dampak lingkungan, perencanaan wilayah, kartografi dan jalur kedaruratan
bencana. Sebagai contoh, SIG membantu perencanaan kedaruratan untuk
mempermudah perhitungan respon kedaruratan pada saat terjadinya bencana alam,
atau SIG dapat dipakai untuk menemukan tanah basah, ladang perkebunan yang
diperlukan untuk melindungi dari bahaya polusi. Bencana alam termasuk
kekeringan, gempabumi, tanah longsor, kerusakan lingkungan, bencana akibat
aktivitas penambangan dan angin puting beliung, yang menyebabkan dampak yang
merusak pada berbagai aktivitas atau kepemilikan.
Perkiraan dan keandalan untuk mengelola berbagai bahaya adalah bagian yang
integral dalam keseluruhan manajemen sumber daya alam. Penggunaan SIG sangat
bermanfaat untuk membantu dalam menentukan lokasi – lokasi strategis yang aman
karena data yang diperoleh secara up to date telah memasukkan berbagai faktor yang
terkait dengan bencana.. Hal itu hendaknya dapat di integrasikan dalam suatu sistem
mitigasi terhadap bahaya bencana alam yang dapat mempengaruhi keselamatan
masyarakat.
a. Proses Manajemen Bencana dengan SIG
Aturan yang dikembangkan termasuk cara yang diambil dalam
mengintegrasikan berbagai disiplin ilmu dan sejumlah keahlian tergambarkan dari
berbagai area yang berbeda. SIG dapat bertindak sebagai antar muka antara semua
ini dan dapat mendukung semua fase siklus manajemen bencana. SIG dapat
diterapkan untuk melindungi kehidupan, kepemilikan dan infrastuktur yang kritis
terhadap bencana yang ditimbulkan oleh alam; melakukan analisis kerentanan,
kajian multi bencana alam, rencana evakuasi dan`perencanaan tempat pengungsian,
mengerjakan skenario penanganan bencana yang tepat sasaran, pemodelan dan
simulasi, melakukan kajian kerusakan akibat bencana dan kajian keutuhan
komunitas korban bencana. Karena SIG adalah teknologi yang tepat guna yang
secara kuat merubah cara pandang seseorang secara nyata dalam melakukan analisis
keruangan.
SIG menyediakan dukungan bagi pemegang keputusan tentang analisis
spasial/keruangan dan dalam rangka untuk mengefektifkan biaya. SIG tersedia

19
bagi berbagi bidang organisasi dan dapat menjadi suatu alat yang berdaya guna
untuk pemetaan dan analisis. Gambar 2 berikut menjelaskan penggunaan SIG
pada semua fase siklus manajemen bencana.

Bagan 6: SIG dalam semua fase siklus bencana

Pengindaran bencana dapat dilakukan sedini mungkin dengan


mengidentifikasi risiko yang ditimbulkan dalam suatu area yang diikuti oleh
identifikasi kerentanan orang-orang, hewan, struktur bangunan dan asset
terhadap bencana. Pengetahuan tentang kondisi fisik, manusia dan kepemilikan
lainnya berhadapan dengan resiko adalah sangat mendesak. SIG berdasarkan
pemetaan tematik dari suatu area kemudian di tumpangkan dengan kepadatan
penduduk, struktur yang rentan, latar belakang bencana, informasi cuaca dan
lain-lain akan menentukan siapakah, apakah dan yang mana lokasi yang paling
beresiko terhadap bencana.
Kapabilitas SIG dalam pemetaan bencana dengan informasi tentang daerah
sekelilingnya membuka trend gerografi yang unik dan pola spasial yang mana
mempunyai kejelasan visual, adalah lebih dapat dipahami dan membantu
mendukung proses pembuatan keputusan.
Daerah yang paling rentan terhadap bencana menjadi prioritas utama dalam
melakukan tindakan mitigasi. Semua langkah-langkah yang diambil bertujuan untuk

20
menghindari bencana ketika diterapkan, langkah yang berikutnya adalah untuk
bersiap-siap menghadapi situasi jika bencana menyerang. Akibatnya bagaimana jika
atau pemodelan kapabilitas SIG telah memberi suatu gagasan yang ideal tentang
segala sesuatu yang diharapkan. SIG untuk kesiapsiagaan bencana adalah efektif
sebagai sarana untuk menentukan lokasi sebagai tempat perlindungan di luar zone
bencana, mengidentifikasi rute pengungsian alternatif yang mendasarkan pada
skenario bencana yang berbeda, rute terbaik ke rumah sakit di luar zona bencana itu,
spesialisasi dan kapasitas rumah sakit dan lain lain. SIG dapat memberikan suatu
perkiraan jumlah makanan, air, obat - obatan/kedokteran dan lain-lain misalnya
untuk penyimpanan barang .
Penggunaan SIG dalam rentang manajemen resiko bencana dari pembuatan
Basis data, inventori, overlay SIG yang paling sederhana hingga tingkat lanjut,
analisis resiko , analisis untung rugi, statistik spasial, matriks keputusan, analisis
sensitivitas, proses geologi, korelasi, auto korelasi dan banyak peralatan dan
algoritma untuk pembuatan keputusan spasial yang komplek lainnya.

b. Analisis Manajemen Risiko Bencana


Basis Data Kebencanaan raining Informasi tentang kejadian bencana alam
dikumpulkan dalam suatu form basis data yang merekam semua data kebencanaan
yang mengkolaborasikan data yang diperoleh dari artikel yang dipublikasikan dalam
harian surat kabar, majalah dan juga rekaman data dari Bakornas Penanggulangan
bencana, BMKG, kementrian kesehatan dan juga beberapa data yang diperoleh dari
Direktorat Geologi dan Vulkanologi. Dengan basis data tertentu, proyek
penangulangan bencana dapat ditetapkan dengan baik dan terencana yang dapat
diakses keseluruh dunia, nasional maupun regional. Termasuk data non teknis (non-
geologi) sumber - sumber yang melaporkan kejadian bencana dari sudut penilaian
non-geologi dengan tujuan pada pelaporan yang beorientasi pada dampak yang
ditimbulkan. Meskipun demikian basis data menyampaikan informasi paling tidak
tentang lokasi bencana, tipe bencana, waktu kejadian, analisis hubungan antar
keruangan dan temporal dari kejadian bencana.
Dalam penyusunan basis data kebencanaan ini beberapa hal yang akan dicapai
meliputi:
1) Informasi Kepada Publik Kelompok basis data yang merekam sumber informasi
seproduktif mungkin sehingga akan dengan mudah untuk menelaah kembali

21
darimana sumber informasi diperoleh, termasuk informasi itu sendiri yang
disajikan dalam format gambar atau peta dalam basis data.
2) Informasi lokasi kejadian Kelompok basis data yang penting menyampaikan
informasi tentang penempatan peristiwa/resiko yang alami. Mereka meliputi
kode bidang administratif dan koordinat geografi.
3) Informasi tipe kejadian Kelompok basis data yang penting menyampaikan
informasi tentang karakteristik kejadian bencana berdasarkan tipe bencana,
ukuran bencana, dan waktu kejadian.

c. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen Logistik dalam Penanggulangan


Bencana Alam
Pengelolaan sistem logistik dalam penanggulangan bencana adalah suatu
pendekatan terpadu dalam mengelola barang bantuan penanggulangan bencana.
Aktivitas pengelolaan sistem logistik bencana alam dimulai dengan pemilihan
komoditas, pendekatan ini antara lain mencakup pencarian sumber, pengadaan,
jaminan kualitas, pengemasan, pengiriman, pengangkutan, penyimpanan di gudang,
pengelolaan inventori, dan asuransi. Aktivitas ini melibatkan banyak pelaku yang
berbeda tetapi semua kegiatan yang dilakukan oleh setiap pelaku harus
terkoordinasi. Dengan demikian, peran sistem informasi menjadi sangat penting
agar aktivitas tanggap darurat dan penanggulang bencana dapat dilakukan dengan
secepat dan setepat mungkin, sehingga perlu dirancang sebuah sistem informasi
manajemen logistik untuk penanggulangan bencana.
Hal penanggulangan bencana adalah Badan Koordinasi Nasional
Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi yang disingkat BAKORNAS
PBP yang merupakan wadah yang bersifat non struktural bagi penanggulangan
bencana yang berada di bawah Presiden dan bertanggungjawab langsung kepada
Presiden. Tugas Bakornas PBP adalah sebagai berikut:
1) Merumuskan kebijaksanaan penanggulangan bencana dan memberikan
pedoman atau pengarahan serta mengkoordinasikan kebijaksanaan
penanggulangan bencana baik dalam tahap sebelum, selama maupun setelah
bencana terjadi secara terpadu.
2) Memberikan pedoman dan pengarahan garisgaris kebijaksanaan dalam usaha
penanggulangan bencana, baik secara preventif, represif maupun rehabilitatif
yang meliputi pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan

22
rekonstruksi. Untuk melaksanakan tugasnya, Bakornas– PBP dibantu oleh
Satkorlak PB dan Satlak PB. SATKORLAK PBP (Satuan Koordinasi
Pelaksana Penanggulangan Bencana dan Penanganan Pengungsi) adalah
wadah organisasi non struktural yang mengkoordinasikan dan mengendalikan
pelaksanaan penanggulangan bencana yang terjadi di Daerah/Propinsi, di
ketuai oleh Gubernur dan bertanggung jawab kepada Ketua BAKORNAS
PBP, tugasnya adalah melaksanakan koordinasi dan pengendalian kegiatan
penanggulangan bencana di daerahnya dengan berpedoman kepada
kebijaksanaan yang telah ditetapkan oleh BAKORNAS PBP, baik pada tahap
sebelum, pada saat, maupun sesudah bencana terjadi, yang mencakup kegiatan
pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Sedangkan SATLAK PBP bertugas melaksanakan kegiatan penanggulangan
bencana dan penanganan pengungsi di wilayahnya dengan kebijaksanaan yang
ditetapkan oleh BAKORNAS PBP dan/atau SATLAK PBP yang meliputi
tahaptahap sebelum, pada saat dan sesudah terjadi bencana serta mencakup
kegiatan pencegahan, penjinakan, penyelamatan, rehabilitasi dan rekonstruksi.
Struktur data dan informasi dari Bakornas– PB ini adalah seperti tampak
pada Gambar 8, pada gambar tersebut terdapat informasi dominan pada setiap
level, semakin kebawah maka informasi akan semakin dominan informasi yang
bersifat primer.

Bagan 7: Struktur data & informasi Bakornas PB (Sumber: Bakornas Penanganan


Bencana (2007)

23
Struktur rantai suplai Bakornas PBP bila didekati dengan struktur rantai suplai
standar untuk perusahaan atau manufaktur pada umumnya adalah seperti tampak pada
Gambar dibawah ini :

Bagan 8 : Struktur Rantai Suplai Bakornas PB


Berdasarkan Gambar di atas tanda panah pada gambar menunjukkan arah aliran
barang dan informasi. Aliran barang untuk manufaktur bergerak dari sumber menuju
ke pengguna/konsumen dengan melalui beberapa rantai, yaitu manufaktur, pusat
distribusi, pengecer, baru kemudian sampai pada pengguna/konsumen, untuk aliran
barang pada kasus penanggulangan becana, aliran barang berawal dari penyumbang
baik dalam maupun luar negri, kemudian disampaikan ke Bakornas PBP, lalu
dikirimkan ke satkorlak PBP dan seterusnya. Sedangkan aliran informasi bergerak
sebaliknya, aliran informasi yang dimaksud dalam kasus bencana adalah informasi
mengenai kebutuhan barang bantuan, baik dari segi jumlah, jenis maupun waktu
pemenuhan kebutuhannya. Aliran informasi ini bergerak dari wilayah bencana,
kemudian naik ke satlak PBP, lalu ke Satkorlak PBP, kemudian Bakornas
mengumumkan kebutuhan barang tersebut kepada para penyumbang, agar informasi
yang disampaikan ini menjadi dasar untuk menentukan jenis dan jumlah barang
bantuan yang akan diberikan dan dikirimkan ke wilayah bencana.
Aktivitas penerimaan dan pengiriman barang bantuan yang dilakukan mengikuti
prosedur penerimaan dan pengiriman barang bantuan yang telah ditetapkan oleh
Badan Koordinasi Penanganan Bencana (Bakornas PB) seperti tampak pada Gambar
berikut:

24
Bagan 9: Proses Penerimaan dan Pengiriman Barang Bantuan
Sumber: Bakornas Penanganan Bencana (2007)

d. Penyebaran Informasi
Proses penyebaran informasi harus dilakukan agar informasi bisa sampai pada
pihak yang membutuhkan, terutama informasi mengenai status, jenis dan jumlah
barang bantuan. Penerima barang bantuan harus diberi informasi mengenai:
1) jumlah dan jenis barang bantuan yang akan dibagikan.
2) rencana distribusi barang bantuan (hari, jam, lokasi, frekuensi) dan
penyimpangan (jika ada) yang diakibatkan oleh kondisi eksternal.
3) kualitas gizi dari makanan yang didistribusikan, beserta aktivitas penanganan
khusus untuk melindungi kandungan nilai gizi dari masingmasing makanan
tersebut.
4) syarat-syarat untuk penanganan dan penggunaan komoditas pangan yang
aman.
5) Informasi yang harus disebarkan pada aktivitas distibusi barang bantuan
adalah:
i. level stok, kedatangan stok yang diharapkan.
ii. waktu pendistribusian barang bantuan yang harus dilakukan

25
PERAN BADAN PENANGGULANGAN BENCANA DAERAH KEPULAUAN RIAU
Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai tugas :

a. Menetapkan pedoman dan pengarahan terhadap usaha penanggulangan bencana yang


mencakup pencegahan bencana, penanganan darurat, rehabilitasi, serta rekonstruksi secara
adil dan merata;

b. Menetapkan standarisasi dan kebutuhan penyelenggaraan penanggulangan bencana


berdasarkan peraturan perundang-undangan;
c. Menyusun, menetapkan dan menginformasikan peta rawan bencana;

d. Menyusun dan menetapkan prosedur tetap penanggulangan bencana;

e. Melaksanakan menyelenggarakan penanggulangan bencana

f. Melaporkan menyelenggarakan penanggulangan bencana kepada


Gubernur sekurang-kurangnya setiap bulan sekali dalam keadaan normal
dan setiap saat dalam keadaan darurat bencana;

g. Mengendalikan pengumpulan dan penyaluran bantuan uang dan


barang;

h. Mempertanggung jawabkan penggunaan anggaran yang diterima dari


anggaran pendapatan dan belanja daerah, Anggaran Pendapatan dan
Belanja Negara da Sumber Dana Lain; dan

i. Melaksanakan kewajiban lain sesuai dengan peraturan perundang-


undangan.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah mempunyai fungsi:

a. Perumusan dan penetapan kebijakan penanggulangan bencana dan penanganan


pengungsi dengan bertindak cepat, tepat, efektif dan efisien; dan

b. Koordinasi kegiatan penanggulangan bencana secara terencana, terpadu dan


menyeluruh.

26
Tugas dan Fungsi Badan SAR Nasional
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2014 tentang Pencarian dan
Pertolongan, Badan SAR Nasional menyelenggarakan urusan Pemerintahan di
bidang pencarian dan pertolongan, sehingga dalam melaksanakan tugas tersebut,
Badan SAR Nasional membentuk unit-unit struktural guna menunjang
penyelenggaraan pencarian dan pertolongan sebagai tugas utama Badan SAR
Nasional yaitu:

1. Biro Perencanaan dan Kerjasama Teknik Luar Negeri yang dalam


menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai
tugas melaksanakan penyusunan rencana, program dan anggaran yang
terkait dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan serta
membantu dalam hal pengurusan dokumen-dokumen dalam pelaksanaan
tugas pencarian dan pertolongan ke luar negeri.

2. Biro Umum yang dalam menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan


pertolongan mempunyai tugas melaksanakan hubungan masyarakat serta
keuangan yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolongan.

3. Biro Hukum dan Kepegawaian yang menunjang pelaksanaan tugas


operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan
pembinaan, koordinasi, penyusunan peraturan perundang-undangan dan
kerjasama di bidang pencarian dan pertolongan.

4. Direktorat Sarana dan Prasarana yang dalam menunjang pelaksanaan


operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur
serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan dibidang sarana dan
prasarana pencarian dan pertolongan, serta pelaksanaan pembinaan dan
pengkoordinasian kesiapan sarana dan prasarana pencarian dan
pertolongan yang terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan
pertolongan.

5. Direktorat Bina Ketenagaan dan Pemasyarakatan SAR yang dalam


menunjang pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan mempunyai
tugas melaksanakan perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman,
kriteria dan prosedur serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di
bidang pendidikan dan pelatihan, dan pemasyarakatan SAR, serta
melaksanakan pengkoordinasian dan pelaksanaan pendidikan dan
pelatihan, dan pemasyarakatan SAR yang terkait dengan pelaksanaan
operasi pencarian dan pertolongan.

6. Direktorat Operasi dan Latihan yang dalam menunjang pelaksanaan


operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan
perumusan kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur
serta bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan serta tindak awal yang
terkait dengan pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.

27
7. Direktorat Komunikasi yang dalam menunjang pelaksanaan operasi
pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melaksanakan perumusan
kebijakan, standar, norma, pedoman, kriteria dan prosedur serta
bimbingan teknis, evaluasi dan pelaporan di bidang komunikasi serta
pengoperasian dan pemeliharaan alat komunikasi yang terkait dengan
pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.

8. Pusat Data dan Informasi yang dalam menunjang pelaksanaan operasi


pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melakukan pembinaan dan
pengembangan sistem informasi pencarian dan pertolongan, serta
pelayanan data dan informasi yang terkait dalam pelaksanaan operasi
pencarian dan pertolongan.

9. Balai Pendidikan dan Pelatihan yang dalam menunjang pelaksanaan


operasi pencarian dan pertolongan mempunyai tugas melakukan
pembinaan, pendidikan dan pelatihan sumber daya manusia yang terkait
dalam pelaksanaan operasi pencarian dan pertolongan.

28
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Sistem informasi Penanggulangan Krisis Akibat Bencana meruakan hal yang
sangat penting dan diperlukan dalam penyelesaian krisis yang timbul akibat terjadinya
bencana. Sistem ini diharapkan dapat menghasilkan informasi yang tepat, cepat dan
akurat sehingga dapat memenuhi kebutuhan untuk mengambil keputusan. Dukungan
sistem informasi pasca terjadinya bencana alam sangat diperlukan untuk memperlancar
proses identifikasi para korban, kerugian materi dan infrastruktur. Dukungan sistem
tersebut juga dapat menjadi suatu pertimbangan pengambilan keputusan guna
mengambil langkah-langkah rehabilitasi pasca terjadinya bencana. Sebuah jalur
informasi yang efisien dan sistematis berbasis teknologi sangat diperlukan pada saat
terjadinya bencana dengan tujuan mendapatkan informasi yang sahih. Informasi yang
sahih diperlukan untuk membantu penanganan bencana yang menghendaki kecepatan
dalam membantu korban, mendorong berbagai masyarakat ikut andil dalam memberikan
bantuan.

B. Saran atau Rekomendasi


Tahapan pelaporan informasi pada saat terjadi bencana menjadi permasalahan
yang sering dihadapi pada saat terjadi bencana, informasi yang didapat dari lapangan
seharusnya disampaikan langsung ke stake holder terkait guna mempercepat sampainya
informasi serta penanganan yang tepat, baik itu kebutuhan darurat serta penanganan
lainnya. Diperlukan penyesuaian data dari informasi yang didapatkan dilapangan
sehingga tidak ada ketimpangan informasi dan data.
Agar sistem informasi tersebut dapat diterima secara cepat, tepat dan akurat, maka
harus dapat diakses dengan teknologi internet. Untuk mewujudkan sistem informasi
bencana diperlukan sinkronisasi dengan SIAK (Sistem Informasi Administrasi
Kependudukan) dan data pemukiman seperti jumlah rumah, data infrastruktur dan data
kawasan yang ada didaerah tersebut. Dari data tersebut nantinya dapat dibuat sistem
informasi geografis yang memperlihatkan informasi sebelum dan sesudah terjadi
bencana dengan melakukan overlay. Sehingga dapat ditentukan dengan tepat dan cepat
jumlah kerugian jiwa, materi dan sarana-prasarana di daerah kejadian bencana.

29
DAFTAR PUSTAKA

Ahyudin (2005), Peran Masyarakat Dalam Penanganan Bencana,

http://www.mpbi.org/pustaka/files/Makalah%20 Ahyudin.pdf.

Aini, A. Sistem Informasi Geografi Pengertian dan Aplikasinya. STMIK AMIKOM

Yogyakarta. Yogyakarta. (diakses tgl 7 Januari 2010)

BMKG. 2012. Buku Pedoman Pelayanan Peringatan Dini Tsunami InaTEWS – Edisi Kedua.

www.bmkg.go.id

Ernawati Fitrianingsih. 2012. Sistem Informasi Pendistribusian Bantuan Korban Bencana

Alam Berbasis Web (Studi Kasus : Paguyuban Jalin Merapi). Amikom : Yogyakarta

Haifani, A.M. 2008. Aplikasi Sistem Informasi Geografi Untuk Mendukung Penerapan

system Manajemen Resiko Bencana di Indonesia. Prosiding Seminar Nasional Sains

dan Teknologi – II, Universitas Lampung, Lampung.

H. Assilzadeha,*, S.B. Mansora. Natural Disaster Data And Information Management

System. Institute of Advanced Technology (ITMA), University Putra Malaysia, 43400

UPM, Serdang hamid@cilix.org , shattri@eng.upm.edu.my

Minnesota, 2000. Disaster Management Handbook,

Pujiono (editor-2006), Piagam Kemanusiaan dan Standar Minimum dalam Respons

Bencana, Proyek SPHERE, Grasindo.

Risma Fadhilla Arsy. 2008. Pemanfaatan Citra ASTER Digital Untuk Estimasi dan Pemetaan

Erosi Tanah Di Daerah Aliran Sungai Oyo Propinsi DIY. Tesis S2 UGM Yogyakarta.

30
Rienna Oktarina. 2008. Pemetaan Sistem Informasi Manajemen Logistik Dalam

Penanggulangan Bencana Di Indonesia. Seminar Nasional Aplikasi Teknologi

Informasi 2008 (SNATI 2008) ISSN: 1907-5022 Yogyakarta, 21 Juni 2008

Sukojo, B.M. & Susilowati, D. 2003. Penerapan Metode Penginderaan Jauh dan Sistem

Informasi Geografi Untuk Analisa Perubahan Penggunaan Lahan. Jurnal Makara

Teknologi, Vol. 7, No.1. ITS Surabaya.

UNDP-United Nations Development Programme, Mitigasi Bencana, Edisi ke-2, 1994.

UNDP-United Nations Development Programme, Tinjauan Umum Manajemen Bencana,

Edisi ke-2, 1992.

UNDP-United Nations Development Programme, Disaster Assessment, 2 nd. Edition, 1994.

31

Anda mungkin juga menyukai