Anda di halaman 1dari 8

KURIKULUM KADERISASI

KOMUNE RAKAPARE

Materi & Metode Kaderisasi


Komune Rakapare
Based on 5 Guidances of Komune
& The Rakayana (Rakapare Teachings)
Disusun oleh:

Amangkurat Kaderisasi Komune Rakapare

KOMUNE RAKAPARE
BANDUNG
2015

Materi 1 : Panca Niti


Latar Belakang Materi
Dalam hidup seseorang, ia akan selalu menemui banyak hal untuk
dipelajari, mulai dari buku-buku, cerita-cerita, kisah, mitos, narasi
yang berseliweran di telinga dan menunggu untuk diserap kemudian
diterjemahkan setiap harinya. Seseorang dapat menyerap dan
menerjemahkan hal tersebut dengan baik menjadi sebuah ilmu
apabila ia memahami juga caranya untuk menyerap dan
menerjemahkan apa yang ia pelajari. Perlu diingat bahwa segala
sesuatu yang disebut ilmu itu pada dasarnya adalah baik, ia menjadi
baik apabila ia dipahami sepenuhnya dengan selengkaplengkapnya. Maka dari itu, ilmu itu akan menjadi baik dan seseorang
akan menggunakannya untuk hal-hal yang baik karena ia pun
memahami kebaikan yang dibawa ilmu-ilmu tersebut.
Tapi dalam kondisi zaman yang telah memasuki zaman kontemporer
ini. Ilmu sangat mudah untuk didapatkan, dan terkadang ilmu
tersebut juga tidak ditampilkan sepenuhnya, karena ilmu tadi telah
bercampur-campur dan menjadi satu ilmu yang tidak komprehensif
lagi. Penyebabnya sangat banyak, semuanya dimulai karena
sesuatu yang timbul akibat dampak dari kecepatan arus informasi
kepada seseorang yang disebut dengan fallacies atau kesalahan
berpikir, yang akan berujung pada satu keakutan yang disebut
dengan cacat pikir, dan berakhir kepada cacat laku-lampah, atau
kesalahan dalam tingkah laku menghadapi persoalan-persoalan
hidup.
Kesalahan ini dimulai ketika seseorang sudah mulai salah dalam
melakukan proses pembelajaran, karena tidak tahu bagaimana
caranya untuk belajar, kesalahan pola belajar ini membuat pelajar
tidak menghayati lagi sebuah proses pembelajaran untuk
mendapatkan sebuah ilmu, karena inginnya yang instan-instan saja.
Untuk menghadapi salah satu persoalan ini, Rakapare mencoba
mendidik kader-kadernya dengan memberikan bekal berupa
pendidikan kaderisasi tahap awal, pendidikan mengenai bagaimana
caranya belajar untuk memahami penghayatan dalam proses
pembelajaran. Agar seorang kader dapat meraih suatu ilmu yang ia
inginkan secara komprehensif, dan memahaminya secara penuh
agar ilmu tersebut menjadi tajam dan baik guna mencapai suatu
pola pikir dan paradigma yang sehat.
Pola kaderisasi ini meliputi peleburan antara pola pendidikan
Andragogy (Pelibatan peserta didik dalam struktur pembelajaran),
Neoplatonisme
dalam
Dialektika
Menurun
(Hierarki
yang
berkesimpulan segala sesuatu itu kasar dan mewujud), Dialektika
Menaik (Hierarki yang berkesimpulan mengenai pentingnya akhlak

dan jiwa dan idea tentang akal budi), dan Emanasi (Kesatuan
hierarki yang kemudian menggerakkan) yang dikemas dalam satu
ajaran Penghayatan Kebatinan Nusantara Mama Mei Kartawinata
yang kemudian seluruhnya dilebur menjadi suatu kurikulum yang
disebut dengan Panca Niti.

Silabus : Panca Niti


Panca Niti, kemudian ditinjau secara leksikal setelah dibentuk dari
berbagai filsafat ilmu pengetahuan kemudian dijabarkan sebagai
berikut.
Panca dalam bahasa Sanskrit adalah sebutan untuk angka 5, dalam
sebuah makna yang merujuk kepada proses dan pendidikan, Panca
artinya adalah 5 ajaran. Sedangkan Niti adalah Tahapan. Jadi, Panca
Niti adalah 5 Tahap pembelajaran, yang mengajarkan seseorang
caranya untuk mempelajari tahapan belajar.
Panca Niti terdiri
1.
Niti Harti
2.
Niti Surti
3.
Niti Bukti
4.
Niti Bakti
5.
Niti Sajati

dari :
(Tahap
(Tahap
(Tahap
(Tahap
(Tahap

Mengerti)
Memahami)
Membuktikan)
Membaktikan)
Kesejatian)

Sebelum masuk ke Panca Niti, ada tahap yang tidak disebutkan


yaitu tahap ke 0 yang dikenal dengan Niti Apal, yaitu tahap
mengetahui. Di tahap ini seseorang baru mengenal subjeknya tanpa
mengerti konteksnya lebih dalam, maka dari itu ini adalah tahap
yang dapat dilalui orang secara singkat hanya dengan melihat,
mendengar, atau mengingat tentang suatu subjek yang pernah
terekam dalam dirinya. Ia hanya tahu nama dari sebuah subjek, tapi
tidak memaknai subjeknya sendiri. Mereka yang masih ada di tahap
ini disebut dengan manusia dalam tahapan "Tahu" tapi tidak
mendalami sama sekali makna dan konteks dari suatu subjek.
Tahap ke-1 yang disebut Niti Harti atau Tahap Mengerti adalah
sebuah tahap dimana seseorang sudah mencapai kedalaman makna
dari suatu subjek. Mengerti dalam konteks ini berarti ia memahami
makna yang mengkonstruksi suatu subjek yang hendak
didalaminya, untuk mencapai tahap ini, seseorang mesti
mendapatkan informasi mengenai subjek dan hubungannya dengan
makna tersebut. Mereka yang sudah sampai di tahap ini disebut
dengan manusia dalam tahapan "Mengerti" dimana mereka sudah
mengerti apa arti dari suatu subjek dan kenapa ia berarti seperti itu.
Tahap ke-2 yang disebut Niti Surti atau Tahap Memahami adalah
satu tahapan yang dibutuhkan penghayatan lebih dalam dan
mendetail terhadap suatu subjek, untuk mendapatkan tahap ini
tidaklah mudah karena seseorang mesti mengalami suatu
pengalaman yang substansial dan memiliki momen dengan subjek
tersebut sehingga ia bisa mengerti lebih dalam sebab-akibat dari
terjadinya suatu makna terhadap subjek, mengapa dan bagaimana
suatu makna bisa terkonstruksi sedemikian rupa terhadapnya.
Dalam tahapan ini seorang sampai pada tahap "Paham" dimana

mereka sudah dapat memahami konteks secara keseluruhan dan


alasan seperti kapan, mengapa, kenapa, dan bagaimana suatu
konteks bisa berada di dalam subjek tertentu. Tapi tidak cukup
sampai sini, seseorang bisa sampai ke tahapan Paham yang
sepenuhnya apabila ia dengan bahasanya sendiri dapat
menjelaskan secara singkat dan jelas akan konteks dalam suatu
subjek sesuai dengan yang dia pernah alami dan rasakan.
Tahapan ke-0 sampai tahap ke-2 masih berada dalam tahap
mengolah Budi atau akal dan perasaan, atau disebut juga
pengolahan yang halus sehingga terjadinya suatu koneksi antara
alam pikiran, alam perasaan dan alam bawah sadar hingga ia
mencapai tahap transenden terhadap suatu subjek dan dapat
merasakan menjadi subjek itu sendiri dan menjelaskan
keberadaannya, tahap ini hanya dibutuhkan suatu Dialektika Menaik
dalam diri seseorang dan mencapai suatu tahap Emanasi pertama.
Tahap ke-3 yang disebut Niti Bukti atau Tahap Membuktikan adalah
suatu tahapan yang lebih jauh karena disini seseorang sudah harus
menemukan ke-Budi-annya, dan setelah tiga alam dalam diri
terkoneksi, dengan sendirinya ia akan menggerakkan tangannya
untuk melakukan sesuatu lewat Pemahaman yang telah dicapainya
barusan. Disini seseorang mulai menggunakan Daya, yaitu suatu
energi yang menggerakkan dan digerakkan oleh Budi, sehingga
menjadi sesuatu bentuk yang kasar dan dapat dilihat wujudnya
yang kemudian dapat ditangkap oleh orang lain. Dalam tahapan ini
seseorang akan sampai pada tahap "Pembuktian" dimana ia dapat
memperlihatkan secara wujudiah dan lahiriah tentang apa yang ia
pahami dari suatu subjek yang telah didalami. Makna dan konteks
yang telah ia konstruksi dari pemahamannya tadi dapat
diaplikasikan dalam kegiatannya sehari-hari. Daya pertama dalam
tahap Pembuktian ini menjadi tesisnya dalam Dialektika Menurun
untuk dibenturkan kemudian pada tahap selanjutnya.
Tahap ke-4 yang disebut Niti Bakti atau Tahap Membaktikan adalah
suatu tahapan yang dicapai seseorang ketika ia secara kontinu
melakukan Pembuktian terhadap apa yang telah dipahaminya. Disini
ia akan menemukan sebuah nilai dalam moralitasnya terhadap apa
yang dia lakukan dan menentukan apa manfaat dari Pembuktian
tersebut. Kemudian tahap ini dapat dilihat ketika ia tidak cuma
membuktikan apa yang telah dipahami, tapi dapat memposisikan
hal tersebut di tengah-tengah kehidupannya, hidup bermasyarakat,
dan hidup dalam semesta. Dalam tahap ini seseorang sampai pada
tahap "Kebaktian" dimana seseorang telah mendapatkan
pemahaman secara penuh yang dibuktikan sehingga ia
mendapatkan manfaatnya untuk diri sendiri dan orang lain. Disini
Pembuktian menemukan anti-tesisnya yang berupa Kebaktian dan
melengkapi proses Dialektika Menurun untuk menjadi sintesis di
tahap selanjutnya.

Tahap ke-5 adalah tahap terakhir yang disebut Niti Sajati atau Tahap
Kesejatian, adalah suatu tahapan paling sempurna yang dicapai
seseorang ketika ia secara kontinu dan konsisten membaktikan apa
yang telah ia pahami dan buktikan selama ini. Sehingga konteks dan
maknanya telah melebur dalam dirinya dan menjadi arti yang sejati
bersamanya. Ia menjadi subjek itu sendiri dan tidak akan pernah
lepas darinya. Ia akan selalu ada dalam Budi dan Daya hidup
seseorang, sampai hal tersebut tidak perlu dipertanyakan dan
dijawab lagi, karena subjek tersebut telah hidup dalam diri
seseorang dan orang tersebut sampai dalam tahap terakhir.
"Kesejatian" yang berarti menjadi identitas seseorang. Hal
tersebut akan selalu menjadi awal dan akhir, dan mempengaruhi
tindak-tanduk dalam hidup seseorang.
Disini orang tersebut telah mencapai Emanasi Penuh dan menjadi
seorang Manusia tingkat tertinggi dalam pemahamannya terhadap
suatu subjek. Sehingga ia dapat disebut Manusia yang ber-Budi
Daya atau Berbudaya. Setelah mencapai tahap ini ia akan mencapai
suatu kesadaran penuh terhadap dirinya dan hubungannya dengan
subjek yang telah menjadi dirinya tersebut, dan secara otomatis
tinggal dalam dirinya dan berbakti bersamanya.
Metode Pembelajaran Panca Niti
Sebelum dimulainya proses pendidikan Panca Niti, pendidikan mesti
berbasis kepada tahap Experiental Learning, menggunakan metode
DRM (Do, Reflect, Modify). Disini juga sangat diperlukan kesabaran
dalam mendidik dan menggunakan metode Andragogy. Dimana
kader jangan ditekan untuk memahami dan mendengar materi dari
pengkader dan buat ia merasa dalam pembentukan makna dari
kaderisasi itu sendiri. Dalam konteks ini, biarkan pengkader dan
yang dikader melebur dan menemukan bersama-sama Panca Niti
dari suatu subjek meskipun pengkader telah mencapai tahap yang
lebih jauh dari kadernya.
Metode yang biasa digunakan untuk memahami materi ini dengan
sebuah proses Story Telling atau mendongengkan sesuatu kepada
seorang kader. Biasa dimulai dengan cerita segelas teh yang
ditawarkan kepadanya. Untuk secara permukaan memahami
kelimanya, biarkan kader diberikan pertanyaan yang membangun
dan pengkader membantunya merefleksikan dirinya dalam
merasakan teh tersebut.
Contoh :
Niti Apal
Tawarkan ia teh manis, dan bilang bahwa teh itu manis.

Biarkan ia merespon.
Kemudian tanyakan, darimana anda tahu teh tersebut manis tanpa
mencobanya? Apakah anda percaya dengan kata-kata saya bahwa
teh itu manis?
Biarkan ia merespon, berikan jawaban bila perlu, jawaban mesti
menyesuaikan dan sifatnya tidak mendikte.
Niti Harti
Biarkan ia mencoba teh tersebut.
Minta ia mendeskripsikan rasanya.
Kemudian tanyakan, anda sekarang tahu rasanya ternyata manis,
tapi apakah anda tahu kenapa teh tersebut bisa manis? Apa yang
membentuk rasa manis di dalam teh tersebut?
Biarkan ia mendeskripsikan jawabannya. Jawab bila perlu, selalu
menyesuaikan dan tidak mendikte.
Minta ia membuat sebuah teh manis, dan biarkan anda dan dia
mencoba bersamanya, dan sama-sama menjelaskan perbedaan
manis di lidah yang anda rasakan.
Niti Surti
Biarkan ia mengerti tentang manis yang berbeda di lidah setiap
orang.
Kemudian tanyakan, apa yang membuat rasa manis tersebut
menjadi berbeda.
Biarkan ia merespon.
Kemudian sekali lagi minum teh tersebut bersama, dan berikan gula
lebih dalam teh tersebut.
Biarkan ia meminum dan mendeskripsikan rasa teh yang baru.
Kemudian refleksikan bahwa manis yang ia rasakan belum tentu
manis di lidah orang, tahap mengerti orang akan rasa manis
berbeda-beda tergantung terhadap pengalaman rasa manis yang
membentuk diri seseorang.
Kemudian tanyakan, apa yang membuat rasa manis tersebut cukup
manis di lidahnya? Kenapa tidak sama dengan yang saya rasakan?

Pengalaman apa yang membuat rasa manis tersebut dalam dirimu


demikian?
Kemudian tanyakan, sejauh apa dia tahu perbedaan gula yang satu
dengan yang lain yang membuat rasa manis dalam suatu teh?
Terus buat pertanyaan yang membangun sehingga ia paham betul
dengan rasa manis dan dapat membuat makna rasa manisnya
sendiri.
Niti Bukti
Biarkan ia membuat teh manisnya sendiri sekali lagi, dan minta
orang untuk mencicipi teh manis yang ia buat.
Refleksikan bahwa rasa manis yang ada dalam dirinya kemudian
mendorongnya untuk membuat teh manis dengan ukuran manis
yang selalu sama dan seperti itu.
Biarkan ia menghayati teh manis tersebut sampai habis.
Niti Bakti
Biarkan ia membuat teh manis untuk sekumpulan orang, dan minta
orang-orang tersebut mencicipi teh manisnya sampai habis.
Biarkan ia menyaksikan orang-orang tersebut menyeruput habis teh
manis yang telah ia buat.
Refleksikan dengan pertanyaan. Bagaimana perasaanmu melihat
teh dengan rasa manis yang kamu buat diminum orang lain dan
melepaskan dahaga mereka?
Niti Sajati
Biarkan ia menghayati dan menyerap empat tahapan tersebut.
Tahapan ini tidak dapat dibimbing ataupun dipaksakan, biarkan ia
memilih apa yang akan ia lakukan berikutnya.
Refleksikan makna dari Kesejatian, Emanasi Penuh, dan Budi Daya
yang telah dijelaskan di atas. Biarkan ia mengerti maksud dari apa
yang telah dia lakukan.

Anda mungkin juga menyukai