Anda di halaman 1dari 23

BAGIAN RADIOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

REFERAT
JULI 2012

PNEUMOTHORAX

Oleh :
Andi Renny Amita
10542 0006 08
Pembimbing
dr.Iriani Bahar M.Kes.Sp.Rad
Penguji
dr. H. Isqandar Masoud, Sp.Rad

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN RADIOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2012

HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama

: ANDI RENNY AMITA

Stambuk

: 10542 0006 08

Judul Refarat

: PNEUMOTHORAX

Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraaan klinik pada bagian radiologi Fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Makassar, Juli 2012
Penguji,

Pembimbing,

(dr. H. Isqandar Masoud, Sp.Rad)

(dr.Iriani Bahar M.Kes.Sp.Rad)

Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar

(dr. Isqandar Masoud. Sp.Rad)

DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ................................................................................... i


LEMBAR PENGESAHAN ......................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................ iii
A. PENDAHULUAN .................................................................................. 1
B. DEFINISI ................................................................................................ 2
C. INSIDENDENSI DAN EPIDEMIOLOGI .............................................. 4
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI................................................................ 4
E. ETIOLOGI .............................................................................................. 8
F. PATOFISIOLOGI ................................................................................... 8
G. DIAGNOSIS ........................................................................................... 10
H. DIAGNOSIS BANDING........................................................................ 15
I. PENATALAKSANAAN ........................................................................ 15
J. KOMPLIKASI ....................................................................................... 17
K. PROGNOSIS .......................................................................................... 18
L. KESIMPULAN ....................................................................................... 18
DAFTAR PUSTAKA

A. PENDAHULUAN
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam cavum pleura,
maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak
mengembang dengan maksimal. Pneumothoraks dapat terjadi baik secara spontan atau
traumatik. Pneumothoraks spontan

itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder.

Sedangkan pneumothoraks traumatik dapat bersifat iatrogenik dan non iatrogenic(1).


Paru-paru dibungkus oleh pleura parietalis dan pleura visceralis. Diantara pleura
parietalis dan visceralis terdapat cavum pleura. Cavum pleura normal berisi sedikit cairan
sereous jaringan. Tekanan intrapleura selalu berupa tekanan negatif. Tekanan negatif
intrapleural membantu dalam proses respirasi(1).
Insidensi pneumothorax sulit diketahui karena episodenya banyak tidak diketahui.
Namun dari sejumlah penelitian yang pernah dilakukan menunjukkan bahwa pneumothorax
sering terjadi pada penderita dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki leih sering
daripada wanita, dengan perbandingan 5:1. Pada pria, resiko pneumothorax spontan akan
meningkat pada perokok berat dibanding non prokok. Pneumothorax spontan sering terjadi
pada usia muda, dengan insidensi puncak dekade ketiga kehidupan (20-40 tahun)(1,2).
Untuk diagnosis dilakukan dengan beberapa tahap dari melakukan anamnesis dengan
adanya gejala nyeri dada, sesak, mudah lelah dan denyut jantung yang cepat. Dan juga
dilakukan pemeriksaan fisik yang terdiri dari inspeksi, palpasi, perkusi,dan auskultasi.
Kemudian dilakukan juga pemeriksaan radiologi yang di dapatkan pada foto thorax adanya
bayangan udara dalam cavum pleura memberikan bayangan radiolusen yang tanpa struktur
jaringan paru (avascular pattern), dan juga bisa didapatkan pendorongan jantung dan trakea
ke kontralateral(3).

B. DEFINISI
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam cavum pleura.
Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada.(4)
Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru (5).
Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu;(5,6)
1. Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis yaitu;
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering
pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil
(12cm) subpleural, terutama dibagian puncak paru.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering
pada pasien bronkhitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema
subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia,
abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.
2. Pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru(5,6).
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.

b. Pneumothorax traumatik iatrogenik aksidental adalah suatu pneumothorax yang


terjadi akibat komplikasi dari tindakan tersebut medis. Pneumothorax jenis ini
pun masih dibedakan menjadi dua, yaitu:
1) Pneumothorax

traumatik

iatrogenik

aksidental

adalah

suatu

pneumothorax yang terjadi akibat tindakan medis karena kesalahan atau


komplikasi dari tindakan tersebut, misalnya pada parasentesis dada,
biopsi pleura.
2) Pneumothorax traumatik iatrogenik artifisisal (deliberate) adalah suatu
pneumothorax yang sengaja dilakukan dengan cara mengisikan udara ke
dalam cavum pleura. Biasanya tindakan ini dilakukan untuk tujuan
pengobatan, misalnya pada pengobatan tuberkulosis sebelum era
antibiotik, maupun untuk menilai permukaan paru-paru(5,6).
Dan berdasarkan jenis fistulanya, maka pneumothorax dapat diklasifikasikan kedalam
tiga jenis yaitu(2) ;
1) Pneumothorax tertutup (simple pneumothorax) pada tipe ini, pleura dalam keadaan
tertutup (tidak ada jejas terbuka pada dinding dada), sehingga tidak ada hubungan
dengan dunia luar.
2) Pneumothorax terbuka (Open Pneumothorax), yaitu pneumothorax dimana terdapat
hubungan antara czvum pleura dengan bronkus yang merupakan bagian dari dunia
luar (terdapat luka terbuka pada dada).
3) Pneumothorax ventil (Tension Pneumothorax) adalah pneumothorax dengan
tekanan intra pleural yang positif dan makin lama makin bertambah besar karena
ada fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil.
Sedangkan menurut luasnya paru mengalami kolaps, maka pneumothorax dapat di
klasifikasikan menjadi dua, yaitu(2) :
1) Pneumothorax parsialis, yaitu pneumothorax yang menekan pada sebagian kecil
paru (<50% volume paru).

2) Pneumothorax totalis, yaitu pneumothorax yang mengenai sebagian besar paru


(>50% volume paru)

C. INSIDENSI DAN EPIDEMIOLOGI


Didapatkan dari literatur lain Pneumothorax lebih sering terjadi pada penderita
dewasa yang berumur sekitar 40 tahun. Laki-laki leih sering daripada wanita.
Pneumothorax sering dijumpai pada musim penyakit batuk(2).
Di RSUD Dr. Soetomo, leih kurang 55% kasus pneumothorax disebabkan oleh
penyakit dasar seperti tuberculosis paru aktif, tuerkulosis paru disertai fibrosis atau
emfiesema local, bronkotis kronis dan emfiesema. Selain karena penyakit tersebut di atas,
pneumothorax pada wanita dapat terjadi saat menstruasi dan sering berulang. Keadaan ini
disebut pneumothorax katamenial yang disebabkan oleh endometriosis di pleura. Kematian
akibat pneumothorax lebih kurang 12%(2).

D. ANATOMI DAN FISIOLOGI

Gambar 1. Anatomi paru-paru dan pleura(1)

1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yang
membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari
interna ke externa terbagi atas 2 bagian(1) :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan
pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum
pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah rongga
yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfrungsi agar
tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan(1).
Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas :
a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :
Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak melebihi dari
collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial
os.clavicula.
b. Pleura parietalis pars diafraghmatica :
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang dipisahkan oleh
fascia endothoracica.
c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial dan membentuk
bagian lateral dari mediastinum(1).
Refleksi Pleura
a. Refleksi vertebrae :

Pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di depan columna vertebralis


membentuk refleksi vertebrae yang membentang dari SIC I-XII.
b. Refleksi costae :
Pleura costalis melanjut sebagai pleuraq diaphramatica membentuk refleksi costae.
c. Refleksi sternal :
pleura costalis melanjut sebagai pleura mediastinalis di belakang dari os.sternum
membentuk refleksi sternal.
d. Pleura mediastinalis melanjut sebagai pleura diaphragma(1).
Garis Refleksi Pleura
Garis refleksi pleura antara dextra dan sinistra terdapat perbedaan, yakni ;
a. Garis refleksi pleura dextra :
Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis dextra lalu bertemu
kontralateralateralnya di planum medianum pada angulus ludovichi/ angulus Louis
setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan ke caudal sampai di posterior dari
procesus Xiphoideus pada linea mediana anterior/ linea midclavicularis, menyilang
costae X pada linea axillaris media dan menyilang cartilage costa XII pada collum
costaenya.

b. Garis refleksi pleura sinistra :


Garis refleksi dimulai pada articulation sternoclavicularis sinistra lalu bertemu
kontralateral nya di planum medianum pada angulus ludovichi/ angulus Louis
setinggi cartilage costae II. Lalu berjalan turun sampai cartilage costa IV dan
membelok di tepi sternum lalu mengikut cartilage costa VIII pada linea
midclavicularis dan menyilang costae X pada linea axillaris anterior dan menyilang
costa XII pada collum costaenya(1).

Vaskularisasi pleura
Pleura

parietal

divaskularisasi

oleh

Aa.

Intercostalis,

a.mammaria,

a.musculophrenica. Dan vena-venanya bermuara pada system vena dinding thorax.


Sedangkan pleura visceralisnya mendapatkan vskularisasi dari Aa. Bronchiales(1).
Innervasi Pleura
a. Pleura parietalis pars costalis diinervasi oleh Nn. Intercostalis
b. Pleura paritalis pars diaphramatica bagian perifer diinervasi oleh Nn. Intercostales,
sedangkan bagian central oleh n.phrenicus
c. Pleura visceralis diinervasi oleh seraut afferent otonom dari plexus pulmonalis(1).

2. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paruparu yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (restting
pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative di
apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -25
sampai -35 cm H2O(1).
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya
bertindak sebagai lubrikans(1).
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik dengan
kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam(1).

D. ETIOLOGI
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh tikaman dan
tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain
misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.
Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan
kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi berulang kali(5). Udara
dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed
pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka
udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum

kearah

kontralateral

dan

menyebabkan

terjadinya

tension

pneumothorax.
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat
ekspirasi, tekanan

rongga dada meningkat, akibatnya udara dari kavum pleura

keluar melalui lubang tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax(5,7).

E. PATOFISIOLOGI
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar patofisiologi
yang hampir sama(8).

Pneumothorax spontan terjadi karena lemahnya dinding alveolus dan pleura


visceralis. Apabila dinding alveolus dan pleura visceralis yang lemah ini pecah, maka aka
nada fistel yang menyebabkan udara masuk ke cavum pleura. Mekanismenya pada saat
inpirasi rongga dada mengembang, disertai pengembangan cavum pleura yang kemudian
menyebabkan paru dipaksa ikut mengembang seperti balon yang dihisap. Pengembangan
paru menyebabkan tekanan intraaveolar menjadi negatif sehingga udara luar masuk. Pada
pneumothorax spontan, paru-paru kolaps, udara inspirasi bocor masuk ke cavum pleura
sehingga tekanan intrapleura tidak negatif. Pada saat ekspirasi mediastinal ke sisi yang
sehat. Pada saat ekspirasi mediastinal kembali lagi ke posisi semula. Proses yang terjadi ini
dikenal dengan mediastinal flutter(8).
Pneumothorax ini terjadi biasanya pada satu sisi, sehingga respirasi paru sisi
sebaliknya masih bisa menerima udara secara maksimal dan bekerja dengan sempurna(8).
Terjadinya hipereksansi cavum pleura tanpa disertai gejala pre-shock atau shock
dikenal dengan simple pneumothorax. Berkumpulnya udara pada cavum pleura dengan
tidak adanya hubungan dengan lingkungan luar dikenal dengan closed pneumothorax. Pada
saat ekspirasi, udara juga tidak dipompakan balik secara maksimal karena elastic recoil dari
kerja alveoli tidak bekerja sempurna. Akibatnya bilamana proses ini semakin berlanjut,
hipereksansi cavum pleura pada saat inspirasi menekan mediastinal ke sisi yang sehat dan
saat ekspirasi udara terjebak pada paru dan cavum pleura karena luka yang bersifat katup
tertutup terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang sehat, dan obstruksi
jalan napas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock oleh karena penekanan
vena cava. Kejadian ini dikenal dengan tension pneumothorax(8).
Pada open pneumothorax terdapat hubungan antara cavum pleura dengan
lingkungan luar. Open pneumothorax dikarenakan trauma penetrasi. Perlukaan dapat
inkomplit (sebatas pleura parietalis) atau komplit (pleura parietalis dan visceralis).
Bilamana terjadi open pneumothorax inkomplit pada saat inspirasi udara luar akan masuk
kedalam kavum pleura. Akibatnya paru tidak dapat mengembang karena tekanan

intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang
sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat
inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension pneumothorax(8).

F. DIAGNOSIS
1. Dari anamnesis di dapatkan gejala yang sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah
udara yang masuk ke cavum pleura, gejalanya bisa berupa(9) :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi keiruan akibat kekurangan oksigen

2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada dada), pada
waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat, deviasi trakea, ruang intercostals yang melebal.
b. Palpasi :
pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung
terdorong ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang pada
sisi yang sakit.

10

c. Perkusi :
suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, batas
jantung terdorong kearah thorax yang sehat, apabila tekanan intrapleural tinggi,
pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler
syok.
d. Aukustalsi :
pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara vocal
melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative(4,5).

3. Pemeriksaan radiologi :
1. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
pneumothorax antara lain(3,10) :
a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiooaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
nafas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostalis melear, diafragma mendatar dan tertekan kebawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intrapleura yang
tinggi.

11

Gambar 3. foto Pneumothorax dengan bayangan udara dalam cavum pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern)(11).

Gambar 4. Tension Pneumothorax total kiri dengan cairan (hidropneumothorax)


mendorong jantung, trakea, ke kontralateral(11).

12

Gambar 5. Pneumothorax pada sisi sebelah kiri dengan kolaps pada sebagian pada paru
kiri. Lapangan paru luar terlihat hitam(11).

Gambar 6. Pneumothorax bilateral pada arah panah tebal dan pneumomediastinym pada
arah panah yang tipis(11).
2. CT-scan thorax
Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps
paru, udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum.

13

Pemeriksaan CT-scan lebih sensitif daripada foto toraks pada pneumotoraks


yang kecil walaupun gejala klinisnya masih belum jelas. Penggunaan USG
untuk mendiagnosis pneumotoraks masih dalam pengembangan(12).

Gambar 7. Pneumothorax ct scan potongan axial Tampak udara dan colaps paru(12).

Gambar 8. Pneumothorax potongan axial tampak udara dan terjadinya colaps paru (12).

14

G. DIAGNOSIS BANDING
1. Emfiesema paru
2. Asma bronchial
3. Bula yang besar(13).

H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan pneumothorax (umum)
Primary survey dengan memperhatikan :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation

2. Tindakan bedah emergency


1. Krikotiroidotomi
2. Trakheostomi
3. Tuetorakostomi
4. Torakostomi
5. Eksplorasi vascular

3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada

kasus pneumothorax yang

luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura
dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara(2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan berubah
menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut(2).

15

b. Mempuat hubungan dengan udara luar melalui kontra ventil :


1) Dapat memakai infuse set jarum ditusukkan ke dinding dada sampai kedalam
rongga pleura, kemudian infuse set yang telah dipotong pada pangkal saringan
tetesan dimasukkan ke botol yang berisi air(2).
2) Jarum abbocath merupakan alat yang terdiri dari gabungan jarum dan kanula.
Setelah jarum ditusukkan pada posisi yang tetap di dinding thorax sampai
menebus ke cavum pleura, jarum dicabut dan kanula tetap ditinggal. Kanula ini
kemudian dihubungkan dengan pipa plastic infuse set. Pipa infuse ini
selanjutnya dimasukkan ke botol yang berisi air (2).
3) Pipa water sealed drainage (WSD) pipa khusus (thorax kateter) steril,
dimasukkan ke rongga pleura dengan perantaraan troakar atau dengan bantuan
klem penjempit. Setelah troakar masuk, maka thorax kateter segera dimasukkan
ke rongga pleura dan kemudian troakar dicabut, sehingga hanya kateter thorax
yang masih tertinggal di rongga pleura. Selanjutnya ujung kateter thorax yang
ada di dada dan di pipa kaca WSD dihubungkan melalui pipa kaca WSD
dihubungkan melalui pipa plastic lainnya. Penghisapan dilakukan terus-menerus
apabila tekanan intrapleural tetap positif, Penghisapan ini dilakukan dengan
memberi tekanan negative sebesar 10-20 cm H2O.

4. Pengobatan tambahan
a. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan
bronkodilator(4).
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat diperimbangkan,
untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfiesema(5).

16

5. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin terlalu
keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan
d. Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
nafas(4,5).

I. KOMPLIKASI
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks
2. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke
daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara
bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula
bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini
biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah)(15).

17

J. PROGNOSIS
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan.
Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan
ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%.
Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu
pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka
kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%;
kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun(15).

K. KESIMPULAN
Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebakan pendesakkan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan
dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada
pasien sering mengeluhkan adanya sesak nafas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya
pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatic.
Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumothorax traumatic dapat bersifat iatrogenic dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumothorax dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnose pneumothorax seringkali didasarkan pada hasil foto
rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru yang terkena, disertai danya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari
hasil rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area dapat
diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsinya, penanganan pneumothorax
berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.

18

DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. BukuAjarFisiologi Kedokteran.ED:11. Jakarta :
EGC; 2007.P.598.
2. Alsgaff ,Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-DasarIlmuPenyakitParu.

Surabaya

:Airlangga University Press; 2009. P. 162-179


3. Rasad, Sjahriar .RadiologiDiagnostik. Jakarta : Indonesia University; 2008. P. 120
4. Sudoyo, aru, W. setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. K, Marcellus, Simadibrata.
Setiati,

Siti.

BukuAjarIlmuPenyakitDalam.

Jilid

II.

Edisi

V.

Jakarta

:PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia; 2009. P. 1063
5. Bowman, Jeffery, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Update: 2010
May

27;

cited

2011

January

10.

Available

from

http://emedicine.medscape.com/article/827551
6. Price, Sylvia A. danLorrainne M. Willson.2008. PatofisiologiKonsepKlinis ProsesProses Penyakit. Vol 2. Ed. 7. Jakarta EGC.
7. Prabowo, A. Y. (2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada Pneumothorax
Post

Trauma

Dinding

Thorax.

BagianIlmuPenyakitDalam.

RSUD

PanembahanSenopatiBantul; 2010. Available fromhttp://www.fkumycase.net/


8. Srillian, Vera. Pneumothorax, Tension and Traumatic. 2011. Available from
http://ad.z5x.net/...,http://scribd.com/doc/48405598/pneumothorax
9. Fahmi. KolapsParu-Paru (Pneumothorax). (2010, februari 02).Available from
http://referat.um.ac.id/...7ed4eed11a.474&topic=9843.msg9932#msg9932
10. Malueka, rusdy, ghazali. RadiologiDiagnostik. Yogyakarta:PustakaCendekia Press;
2007. P. 56
11. John, Thomas. Gargkavita. Radiological Society. Update: 2011 maret 19;cited 2012
juni. Available from http://emedicine.medscape.com/19031988
12. Jaeniro, de, rio. Department Of Radiologi. Aacepted 30 may 2010; received 15 feb
2011. Available from http://www.hindawi.jurnals/crim/2010/961984

13. Harrisons. principle of Internal Medicine Volume II. Editor. Fauci, Braunwald,
Kasper, Hauser. Longo, Jameson, Loscalso. Penerbit; The McGraw-Hill companies.
Amerika 2008. Hal 1660.
14. Rubenstein, David. Wayne, David. Bradley, John. KedokteranKlinis. Edisi VI.
Erlangga; 2007. P. 285
15. Fishman P.A, Elias. A, Fishman. A, Grippi M, A, Senior R, M. Pack, A, I. 2008.
Fishmans Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United States of America;
The McGraw. Hill Companies.

Anda mungkin juga menyukai