Referat Pneumothorax A Renny Amita 10542 0006 08 PDF
Referat Pneumothorax A Renny Amita 10542 0006 08 PDF
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
REFERAT
JULI 2012
PNEUMOTHORAX
Oleh :
Andi Renny Amita
10542 0006 08
Pembimbing
dr.Iriani Bahar M.Kes.Sp.Rad
Penguji
dr. H. Isqandar Masoud, Sp.Rad
HALAMAN PENGESAHAN
Yang bertanda tangan di bawah ini menyatakan bahwa :
Nama
Stambuk
: 10542 0006 08
Judul Refarat
: PNEUMOTHORAX
Telah menyelesaikan tugas dalam rangka kepaniteraaan klinik pada bagian radiologi Fakultas
kedokteran Universitas Muhammadiyah Makassar
Makassar, Juli 2012
Penguji,
Pembimbing,
Mengetahui,
Kepala Bagian Radiologi
Fakultas Kedokteran
Universitas Muhammadiyah Makassar
DAFTAR ISI
A. PENDAHULUAN
Pneumothoraks adalah keadaan dimana terdapatnya udara bebas dalam cavum pleura,
maka akan menimbulkan penekanan terhadap paru-paru sehingga paru-paru tidak
mengembang dengan maksimal. Pneumothoraks dapat terjadi baik secara spontan atau
traumatik. Pneumothoraks spontan
B. DEFINISI
Pneumothorax adalah keadaan dimana terdapat udara atau gas dalam cavum pleura.
Pada kondisi normal, cavum pleura tidak terisi udara sehingga paru-paru dapat leluasa
mengembang terhadap rongga dada.(4)
Pneumothorax adalah suatu keadaan terdapatnya udara atau gas di dalam pleura yang
menyebabkan kolapsnya paru (5).
Klasifikasi menurut penyebabnya, pneumothorax dapat dikelompokkan menjadi dua
yaitu;(5,6)
1. Pneumothorax spontan yaitu setiap pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba.
Pneumothorax tipe ini dapat diklasifikasikan lagi kedalam dua jenis yaitu;
a. Pneumothorax spontan primer, yaitu pneumothorax yang terjadi secara tiba-tiba
tanpa diketahui sebabnya atau tanpa penyakit dasar yang jelas. Lebih sering
pada laki-laki muda sehat dibandingkan wanita. Timbul akibat ruptur bulla kecil
(12cm) subpleural, terutama dibagian puncak paru.
b. Pneumothorax spontan sekunder, yaitu pneumothorax yang terjadi dengan
didasari oleh riwayat penyakit paru yang telah dimiliki sebelumnya, tersering
pada pasien bronkhitis dan emfisema yang mengalami ruptur emfisema
subpleura atau bulla. Penyakit dasar lain: Tb paru, asma lanjut, pneumonia,
abses paru atau ca paru. Fibrosis kistik, penyakit paru obstruktif kronis (PPOK),
kanker paru-paru, asma, dan infeksi paru-paru.
2. Pneumothorax traumatik, yaitu pneumothorax yang terjadi akibat adanya suatu
trauma, baik trauma penetrasi maupun bukan yang menyebabkan robeknya pleura,
dinding dada maupun paru(5,6).
Pneumothorax tipe ini juga dapat diklasifikasikan lagi dua jenis, yaitu:
a. Pneumothorax traumatik non-iatrogenik, yaitu pneumothorax yang terjadi
karena jejas kecelakaan, misalnya jejas pada dinding dada, barotrauma.
traumatik
iatrogenik
aksidental
adalah
suatu
1. Anatomi pleura
Pleura merupakan lapisan pembungkus paru (pulmo). Dimana antara pleura yang
membungkus pulmo dextra et sinistra dipisahkan oleh adanya mediastinum. Pleura dari
interna ke externa terbagi atas 2 bagian(1) :
a. Pleura visceralis / pulmonis, yaitu pleura yang langsung melekat pada permukaan
pulmo.
b. Pleura parietalis, yaitu bagian pleura yang beratasan dengan dinding thorax.
Kedua lapisan ini saling berhubungan pada hilus pulmonale sebagai ligamentum
pulmonale (pleura penghubung). Diantara kedua lapisan pleura terdapat sebuah rongga
yang disebut dengan cavum pleura ini terdapat sedikit cairan pleura yang berfrungsi agar
tidak terjadi gesekan antar pleura ketika proses pernafasan(1).
Pleura parietal bedasarkan letaknya terbagi atas :
a. Cupula pleura (pleura cervicalis) :
Merupakan pleura parietalis yang terletak diatas costa I namun tidak melebihi dari
collum costae nya. Cupula pleura terletak setinggi 1-1,5 inchi di atas 1/3 medial
os.clavicula.
b. Pleura parietalis pars diafraghmatica :
Pleura yang menghadap ke diafraghma permukaan thoracal yang dipisahkan oleh
fascia endothoracica.
c. Pleura parietalis pars mediastinalis (medialis) :
Pleura yang menghadap ke mediastinum/ terletak di bagian medial dan membentuk
bagian lateral dari mediastinum(1).
Refleksi Pleura
a. Refleksi vertebrae :
Vaskularisasi pleura
Pleura
parietal
divaskularisasi
oleh
Aa.
Intercostalis,
a.mammaria,
2. Fisiologi Pleura
Fungsi mekanis pleura adalah meneruskan tekanan negative thorax kedalam paruparu yang elastic dapat mengembang. Tekanan pleura pada waktu istirahat (restting
pressure) dalam posisi tiduran adalah -2 sampai -5 cm H2O; sedikit bertambah negative di
apex sewaktu posisi berdiri. Sewaktu inspirasi tekanan negative meningkat menjadi -25
sampai -35 cm H2O(1).
Selain fungsi mekanis, seperti telah disinggung diatas, cavum pleura steril karena
mesothelial bekerja melakukan fagositosis benda asing; dan cairan yang diproduksinya
bertindak sebagai lubrikans(1).
Cairan cavum pleura sangat sedikit, sekitar 0,3 ml/ kg, bersifat hipoonkotik dengan
kosentrasi protein 1g/ dl. Gerakan pernafasan dan gravitasi kemungkinan besar ikut
mengatur jumlah produksi dan resorbsi cairan cavum pleura. Resobsi terjadi terutama pada
pembuluh limfe pleura parietalis, dengan kecepatan 0,1 sampai 0,15 ml/kg/jam(1).
D. ETIOLOGI
Etiologi trauma thorax kebanyakan diakibatkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebakan oleh tikaman dan
tembakan. Trauma pada bagian ini juga sering disertai dengan cedera pada tempat lain
misalnya abdomen, kepala, dan ekstremitas sehingga merupakan cedera majemuk.
Tersering disebabkan oleh ruptur spontan pleura visceralis yang menimbulkan
kebocoran udara ke rongga thorax. Pneumothorax dapat terjadi berulang kali(5). Udara
dalam kavum pleura ini dapat ditimbulkan oleh:
a) Robeknya pleura visceralis sehingga saat inspirasi udara yang berasal dari alveolus
akan memasuki kavum pleura. Pneumothorax jenis ini disebut sebagai closed
pneumothorax. Apabila kebocoran pleura visceralis berfungsi sebagai katup, maka
udara yang masuk saat inspirasi tak akan dapat keluar dari kavum pleura pada saat
ekspirasi. Akibatnya, udara semakin lama semakin banyak sehingga mendorong
mediastinum
kearah
kontralateral
dan
menyebabkan
terjadinya
tension
pneumothorax.
b) Robeknya dinding dada dan pleura parietalis sehingga terdapat hubungan antara
kavum pleura dengan dunia luar. Apabila lubang yang terjadi lebih besar dari 2/3
diameter trakea, maka udara cenderung lebih melewati lubang tersebut dibanding
traktus respiratorius yang seharusnya. Sehingga udara dari luar masuk ke kavum
pleura lewat lubang tadi dan menyebabkan kolaps pada paru ipsi lateral. Saat
ekspirasi, tekanan
keluar melalui lubang tersebut, kondisi ini disebut sebagai open pneumothorax(5,7).
E. PATOFISIOLOGI
Secara garis besar kesemua jenis pneumothorax mempunyai dasar patofisiologi
yang hampir sama(8).
intrapleural tidak negatif. Efeknya akan terjadi hiperekspansi cavum pleura yang menekan
mediastinal ke sisi paru yang sehat. Saat ekspirasi mediastinal bergerser kemediastinal yang
sehat. Terjadilah mediastinal flutter. Bilamana open pneumothorax komplit maka saat
inspirasi dapat terjadi hiperekspansi cavum pleura mendesak mediastinal kearah yang sehat
dan saat ekspirasi udara terjebak pada cavum pleura dan paru karena luka yang bersifat
katup tertutup. Selanjutnya terjadilah penekanan vena cava, shunting udara ke paru yang
sehat, dan obstruksi jalan nafas. Akibatnya dapat timbullah gejala pre-shock atau shock
oleh karena penekanan vena cava, yang dapat menyebabkan tension pneumothorax(8).
F. DIAGNOSIS
1. Dari anamnesis di dapatkan gejala yang sangat bervariasi, tergantung kepada jumlah
udara yang masuk ke cavum pleura, gejalanya bisa berupa(9) :
a. Nyeri dada tajam yang timbul secara tiba-tiba, dan semakin nyeri jika penderita
menarik nafas dalam atau terbatuk
b. Sesak nafas
c. Dada terasa sempit
d. Mudah lelah
e. Denyut jantung yang cepat
f. Warna kulit menjadi keiruan akibat kekurangan oksigen
2. Pemeriksaan fisik
a. Inspeksi :
dapat terjadi pencembungan pada sisi yang sakit (hiper ekspansi pada dada), pada
waktu respirasi, bagian yang sakit gerakannya tertinggal, trakea dan jantung
terdorong ke sisi yang sehat, deviasi trakea, ruang intercostals yang melebal.
b. Palpasi :
pada sisi yang sakit, ruang antar iga dapat normal atau melebar, iktus jantung
terdorong ke sisi thorax yang sehat, fremitus suara melemah atau menghilang pada
sisi yang sakit.
10
c. Perkusi :
suara ketok pada sisi sakit, hipersonor sampai timpani dan tidak menggetar, batas
jantung terdorong kearah thorax yang sehat, apabila tekanan intrapleural tinggi,
pada tingkat yang berat terdapat gangguan respirasi sianosis, gangguan vaskuler
syok.
d. Aukustalsi :
pada bagian yang sakit , suara nafas melemah sampai mengilang, suara vocal
melemah dan tidak menggetar serta bronkofoni negative(4,5).
3. Pemeriksaan radiologi :
1. Foto rontgen gambaran radiologis yang tampak pada foto rontgen kasus
pneumothorax antara lain(3,10) :
a. Bagian pneumothorax akan tampak lusen, rata dan paru yang kolaps akan
tampak garis-garis yang merupakan tepi paru. Kadang-kadang paru yang
kolaps tidak membentuk garis, akan tetapi berentuk lobuler sesuai dengan
lobus paru.
b. Paru yang mengalami kolaps hanya tampak seperti massa radiooaque yang
berada di daerah hilus. Keadaan ini menunjukkan kolaps paru yang luas
sekali. Besar kolaps paru tidak selalu berkaitan dengan berat ringan sesak
nafas yang dikeluhkan.
c. Jantung dan trakea mungkin terdorong ke sisi yang sehat, spatium
intercostalis melear, diafragma mendatar dan tertekan kebawah. Apabila ada
pendorongan jantung atau trakea ke arah paru yang sehat, kemungkinan
besar telah terjadi pneumothorax ventil dengan tekanan intrapleura yang
tinggi.
11
Gambar 3. foto Pneumothorax dengan bayangan udara dalam cavum pleura memberikan
bayangan radiolusen yang tanpa struktur jaringan paru (avascular pattern)(11).
12
Gambar 5. Pneumothorax pada sisi sebelah kiri dengan kolaps pada sebagian pada paru
kiri. Lapangan paru luar terlihat hitam(11).
Gambar 6. Pneumothorax bilateral pada arah panah tebal dan pneumomediastinym pada
arah panah yang tipis(11).
2. CT-scan thorax
Pada pemeriksaan CT-scan pneumotoraks tension didapatkan adanya kolaps
paru, udara di rongga pleura, dan deviasi dari struktur mediastinum.
13
Gambar 7. Pneumothorax ct scan potongan axial Tampak udara dan colaps paru(12).
Gambar 8. Pneumothorax potongan axial tampak udara dan terjadinya colaps paru (12).
14
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Emfiesema paru
2. Asma bronchial
3. Bula yang besar(13).
H. PENATALAKSANAAN
1. Penatalaksaan pneumothorax (umum)
Primary survey dengan memperhatikan :
a. Airway
b. Breathing
c. Circulation
3. Tindakan dekompresi
Hal ini sebaiknya dilakukan seawal mungkin pada
luasnya >15%. Pada intinya, tindakan ini bertujuan untuk mengurangi tekanan intrapleura
dengan membuat hubungan antara cavum pleura dengan udara luar dengan cara(2) :
a. Menusukkan jarum melalui dinding dada terus masuk rongga pleura akan berubah
menjadi negative karena mengalir ke luar melalui jarum tersebut(2).
15
4. Pengobatan tambahan
a. Apabila terdapat proses lain diparu, maka pengobatan tambahan ditujukan
terhadap penyebabnya, misalnya : terhadap proses TB paru diberi OAT,
terhadap bronchitis dengan obstruksi saluran nafas diberi antibiotic dan
bronkodilator(4).
b. Istirahat total untuk menghindari kerja paru yang berat
c. Pemberian antibiotik profilaksis setelah tindakan bedah dapat diperimbangkan,
untuk mengurangi insidensi komplikasi, seperti emfiesema(5).
16
5. Rehabilitasi
a. Penderita yang telah sembuh dari pneumothorax harus dilakukan pengobatan
secara tepat untuk penyakit dasarnya.
b. Untuk sementara waktu penderita dilarang mengejan, batuk, atau bersin terlalu
keras.
c. Bila mengalami kesulitan defekasi karena pemberian antitusif, berilah laksan
ringan
d. Control penderita pada waktu tertentu, terutama kalau ada keluhan batuk, sesak
nafas(4,5).
I. KOMPLIKASI
1. Pneumomediastinum, terdapat ruang atau celah hitam pada tepi jantung, mulai dari
basis sampai ke apeks
2. Emfiesema subkutan, biasanya merupakan kelanjutan dari pneumomediastinum.
Udara yang tadinya terjebak di mediastinum lambat laun akan bergerak menuju
daerah yang lebih tinggi, yaitu daerah leher. Di sekitar leher terdapat banyak
jaringan ikat yang mudah ditembus udara, sehingga bila jumlah udara yang terjebak
cukup banyak maka dapat mendesak jaringan ikat tersebut, bahkan sampai ke
daerah dada dan belakang.
3. Piopneumothorax : Berarti terdapatnya pneumothorax disertai emfiesema secara
bersamaan pada satu sisi paru.
4. Pneumothorax kronik : menetap selama lebih dari 3bulan. Terjadi bila fistula
bronkopleura tetap membuka.
5. Hidro-pneumothorax : ditemukan adanya cairan dalam pleuranya. Cairan ini
biasanya bersifat serosa, serosanguinea atau kemerahan (berdarah)(15).
17
J. PROGNOSIS
Hasil dari pneumothorax tergantung pada luasnya dan tipe dari pneumothorax.
Spontaneous pneumothorax akan umumnya hilang dengan sendirinya tanpa perawatan.
Secondary pneumothorax yang berhubungan dengan penyakit yang mendasarinya, bahkan
ketika kecil, adalah jauh lebih serius dan membawa angka kematian sebesar 15%.
Secondary pneumothorax memerlukan perawatan darurat dan segera. Mempunyai satu
pneumothorax meningkatkan risiko mengembangkan kondisi ini kembali. Angka
kekambuhan untuk keduanya primary dan secondary pneumothorax adalah kira-kira 40%;
kebanyakan kekambuhan terjadi dalam waktu 1,5 sampai 2 tahun(15).
K. KESIMPULAN
Pneumothorax merupakan suatu keadaan dimana rongga pleura terisi oleh udara,
sehingga menyebakan pendesakkan terhadap jaringan paru yang menimbulkan gangguan
dalam pengembangannya terhadap rongga dada saat proses respirasi. Oleh karena itu, pada
pasien sering mengeluhkan adanya sesak nafas dan nyeri dada. Berdasarkan penyebabnya
pneumothorax dapat terjadi baik secara spontan maupun traumatic.
Pneumothorax spontan itu sendiri dapat bersifat primer dan sekunder. Sedangkan
pneumothorax traumatic dapat bersifat iatrogenic dan non iatrogenik. Dan menurut fistel
yang terbentuk, maka pneumothorax dapat bersifat terbuka, tertutup dan ventil (tension).
Dalam menentukan diagnose pneumothorax seringkali didasarkan pada hasil foto
rontgen berupa gambaran translusen tanpa adanya corakan bronkovaskuler pada lapang
paru yang terkena, disertai danya garis putih yang merupakan batas paru (colaps line). Dari
hasil rontgen juga dapat diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area dapat
diketahui seberapa berat proses yang terjadi melalui luas area paru yang terkena
pendesakan serta kondisi jantung dan trakea. Pada prinsinya, penanganan pneumothorax
berupa observasi dan pemberian O2 yang dilanjutkan dengan dekompresi.
18
DAFTAR PUSTAKA
1. Guyton, Arthur, C. Hall, John, E. BukuAjarFisiologi Kedokteran.ED:11. Jakarta :
EGC; 2007.P.598.
2. Alsgaff ,Hood. Mukty, H. Abdul. Dasar-DasarIlmuPenyakitParu.
Surabaya
Siti.
BukuAjarIlmuPenyakitDalam.
Jilid
II.
Edisi
V.
Jakarta
:PusatPenerbitanDepartemenIlmuPenyakitDalamFakultasKedokteranUniversitas
Indonesia; 2009. P. 1063
5. Bowman, Jeffery, Glenn. Pneumothorax, Tension and Traumatic. Update: 2010
May
27;
cited
2011
January
10.
Available
from
http://emedicine.medscape.com/article/827551
6. Price, Sylvia A. danLorrainne M. Willson.2008. PatofisiologiKonsepKlinis ProsesProses Penyakit. Vol 2. Ed. 7. Jakarta EGC.
7. Prabowo, A. Y. (2010, Desember 20). Water Seal Drainage Pada Pneumothorax
Post
Trauma
Dinding
Thorax.
BagianIlmuPenyakitDalam.
RSUD
13. Harrisons. principle of Internal Medicine Volume II. Editor. Fauci, Braunwald,
Kasper, Hauser. Longo, Jameson, Loscalso. Penerbit; The McGraw-Hill companies.
Amerika 2008. Hal 1660.
14. Rubenstein, David. Wayne, David. Bradley, John. KedokteranKlinis. Edisi VI.
Erlangga; 2007. P. 285
15. Fishman P.A, Elias. A, Fishman. A, Grippi M, A, Senior R, M. Pack, A, I. 2008.
Fishmans Pulmonary Disease and Disorder 4th edition. United States of America;
The McGraw. Hill Companies.