Anda di halaman 1dari 88

MAKALAH CASE 1

BLOK SPECIAL SENSORY SYSTEM


KONJUNGTIVITIS

Disusun Oleh : TUTORIAL A2


Tutor

: dr. Citra

1210211199

SABRINA ANDHINI

1210211039

GESTI CHAIRUNISA

1210211099

NAJIBAH ZULFA

1210211079

DEA NOVIANDA

1210211176

CHEVI HIDAYAT

1210211003

ABDUL AZIS BOENJAMIN

1210211070

WISESA NANDIWARDHANA

1210211074

DEVANTI EKA UTAMI

1210211035

DEBBY SHERLY AMANDA

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya maka
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah mengenai kasus pertama di
blok SSS.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Citra atas segala pengarahan,
bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses tutorial. Terima kasih juga
kepada kelompok tutorial B1 atas kerjasamanya mulai dari proses pembahasan hingga
pembuatan makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan kesimpulan dari
diskusi yang telah kami lakukan dalam pembahasan kasus pertama ini serta untuk menambah
pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami
dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
Terima kasih atas segala perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.

Jakarta,

Februari 2015

Tutorial B1

DAFTAR ISI

Case ................................................................................................................ 4
Embriologi ..................................................................................................... 8
Anatomi ...........................................................................................................15
Histologi .......................................................................................................... 25
Fisiologi .......................................................................................................... 32
Mikroorganisme .............................................................................................. 39
Konjungtivitis .................................................................................................. 49
Pterygium ......................................................................................................... 65
Hematomsnkonjungtiva ................................................................................... 69
Blefaritis ........................................................................................................... 70
Hordeolum ....................................................................................................... 76
Khalazion ......................................................................................................... 78
Skleritis .............................................................................................................. 80
Daftar pustaka ................................................................................................... 87

CASE

Halaman 1
Seorang pasien laki-laki bernama Tn. M usia 20 tahun datang ke poliklonik tempat anda
bekerja dengan keluhan mata sebelah kiri terlihat merah sejak 3 hari yang lalu. Ia merasa
seperti menangis karena air mata matanya sering keluar. Selama ini ketika mengalami mata
merah ia selalu menggunakan tetes mata insto yang dibeli di warung dekat rumah, namun
untuk keluhan yang sekarang ia merasa tidak ada perbaikan.

Halaman 2
Selain mata merah, pasien juga merasakan gatal, lengket, dan berlendir pada mata kirinya
tersebut. Pasien bercerita bahwa setiap pagi ia sulit membuka mata karena banyak kototran
berwarna kuning yang menempel pada kelopak matanya. Ia mengaku masih dapat melihat
dengan jelas dan tidak silauterhadap cahaya. Ia menyangkal adanya demam . riwayat trauma
tidak ada. Mata sebelah kanan tidak ada keluhan. Pasien mengaku tidak pernah sakit seperti
ini sebelumnya. 3 saudara kandu yang tinggal serumah dengan pasien tidak ada yang
menderita keluhan yang sama dengan pasien. Pasien adalah anak kelima dari enam
bersaudara, belum mempunyai pekerjaan tetap dan hanya sekolah tamatan SD.

Halaman 3
Pemeriksaan fisik
Status generalisata :
Keadaan umum

: tampak skait rringan

Kesadaran

: compos mentis kooperatif

Tekanan darah

: 120/80mmHg

Nadi

: 86x/menit

Nafas

: 18x/menit

Suhu

: 37,2oC

Mata

: konjungtiva tidak anemis, sclera tidak ikterik

THT
membesar

: tidak ditemukan kelainan, kelenjar getah bening preaurikular tidak

Leher

: KGB tidak membesar

Thorak

: paru dan jantung dalam batas normal

Abdomen
: perut tidak tampak membesar, hepar dan lien ridak teraba, pekusi,
timpani bising usus normal
Ekstremitas

: perfusi baik, akral hangat

Status opjtalmikus
Status ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia

OD
6/6
+
Madarosis (-), trikiasis (-)

Palpebra superior
Palpebra inferior
Margo palpebra

Udem (-)
Udem (-)
Hordeolum (-), khalazion (-)

Aparat lakrimalis
Konjungtiva tarsalis

Lakrimasi normal
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
Khemosis (-)
Hiperemis (-), injeksi

Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi

OS
6/6
+
Madarosis (-), trikiasis (-),
krusta (=)
Udem (+)
Udem (+)
Horedoulum (-), khalazion ()
hiperlakrimasi
Hiperemis (+), papil (-),
folikel (-)
Khemosis (+)
Hiperemis (+), injeksi

Sclera
Korena
Kamera okuli anterior
Iris
Pupil
Lensa
Korpus vitreum
Fundus
Tekanan bulbi okuli
Gerakan bulbus okuli

konjungtiva (-), injeksi


siliaris (-)
Puting
bening
Cukup dalam
Rugae (+), coklat
Bulat, diameter 3 mm,
refleks (+)
bening
Bening
Tidak diperiksa
Normal palpasi
Bebas kesegala arah

konjungtiva (+), injeksi


siliaris (-), sekret (+), mukoid
putih
Bening
Cukup dalam
Rugae (+), coklat
Bulat, diameter 3 mm,
refleks (+)
Bening
Bening
Tidak diperiksa
Normal palpasi
Bebas kesegala arah

Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan pewarnaan gram terhadap secret didapatkan hasil sebagai berikut :
Bentuk

: cocus

Susunan

: bergerombol seperti anggur

Warna

: ungu

EMBRIOLOGI MATA

Mata berkembang dari 3 lapis embrional primitif :


1. Ectoderm permukaan, membentuk : lensa mata, glandula lacrimalis, epitel kornea,
konjungtiva, adneksa dan epidermis palpebra.
2. Krista Neuralis : keratosit kornea, endotel kornea, jalinan trabekulum, stroma iris dan
koroid, otot siliaris, fibroblas dari sklera, vitreus dan selaput meningen dari n. optikus.
3. Ectoderm neural: menghasilkan vesikel optik dan mangkok optik. Mangkok optik :
retina, epitel pigmen retina, muskulus dilatator pupil, spingter pupil pada iris dan serat
n. optikus.
4. Mesoderm, membentuk otot extraokuler, endotel pembuluh darah orbita dan bola
mata.

TAHAPAN PERKEMBANGAN EMBRIOLOGIS BOLA MATA


1. Tahap Vesikel Optik.
Pada janin 2,5 mm (2 minggu) terbentuk plika neuralis, kemudian menyatu
membentuk tuba neuralis pada minggu ke3.
Pada janin 9 mm (4 minggu), tuba neuralis membentuk vesikel Optik berhubungan
dengan otak depan melalui tangkai optik dan penebalan ektoderm permukaan (lempeng
lensa) yang berhadapan dengan ujung vesikel optik.

2. Tahap Mangkok Optik.


Pada janin 5 mm, vesikel optik berinvaginasi membentuk mangkok optik. Tepi
mangkok optik mengitari fisura optik dan bersamaan dengan itu lempeng lensa invaginasi
membentuk mangkok, kemudian menjadi bola berongga yang dikenal dengan vesikel lensa.
Pada janin 9 mm (4 minggu) : vesikel lensa melepaskan diri dari ektoderm permukaan
dan terletak bebas dekat tepian mangkok optik.

PERKEMBANGAN EMBRIOLOGIS STRUKTUR SPESIFIK


1. Palpebra & Apparatus Lacrimalis.
Kuncup palpebra mulai terbentuk pada janin 16 mm (6 minggu), menyatu pada janin
37 mm (8 minggu), kemudian memisah pada bulan ke5. Saluran lakrimalis : dari korda
epitel membentuk saluran sesaat sebelum lahir.
8

2. Sclera & Otot Extraoculer.


Terbentuk pada janin 20 mm (7 minggu) dan selesai pada saat janin 5 bulan.

3. Lensa Mata.
Janin 13 mm (6 minggu) : sel-sel dinding posterior vesikel lensa memanjang dan
mengisi vesikel lensa, akhirnya penuh pada janin 26 mm (7 minggu), Pembentukan lensa ini
selesai pada bulan ke7.

4. Retina.
Lapisan luar mangkok optik menjadi lapisan pigmen epitelium retina pada janin 10
mm (5 minggu). Lapisan dalam mangkok optik membentuk 9 lapisan retina yang lainnya.
Pada bulan ke8, makula lebih tebal dari bagian lain retina dan terjadi pencekungan makula
lutea. Makula berkembang secara anatomis sampai bayi berumur 6 bulan sesudah lahir.

B. ANATOMI MATA
I. RONGGA ORBITA
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, bola mata hanya mengisi 1/5 rongga
orbita, sisanya lemak dan otot ekstraokuler, pembuluh darah, saraf, kelenjar getah bening dan
jaringan ikat. Rongga orbita berbentuk limas segi 4 dengan puncaknya arah ke dalam.

Dinding orbita terdiri atas :


1. Atap Orbita
Yaitu tulang frontal, dimana terdapat sinus frontalis.
2. Dinding Lateral
Yaitu tulang Sphenoidale dan tulang Zygomaticus.
3. Dinding Medial
Yaitu tulang Ethmoidale yang tipis, disini terdapat Sinus Ethmoidale dan Sinus
sphenoidale.
4. Dasar Orbita
Yaitu tulang Maxillaris dan tulang Zygomatikus. Pada tulang Maxillaris terdapat
9

Sinus Maxillaris.

Kelenjar Lacrimalis terletak dalam fossa lacrimallis di bagian anterior lateral atap
orbita. APEKS atau puncak rongga orbita adalah :
1. Tempat masuk saraf dan pembuluh darah ke mata.
2. Origo semua otot ekstra okuler, kecuali otot obliqus inferior

II. KELOPAK MATA


Kelopak Mata dari luar ada 5 lapisan :
1. Lapisan Kulit.
Kulit kelopak mata merupakan kulit yang paling tipis dari bagian tubuh manusia, dan
tanpa adanya lemak subcutan.
2. Lapisan Otot Orbicularis Oculi.
Menutup mata, disarafi oleh n. VII. Otot ini ada 2 bagian yaitu Pratarsal yaitu otot
yang terdapat dalam kelopak mata dan bagian Preseptal yaitu terdapat diatas septum orbitale.
3. Jaringan Areolar.
Yaitu rongga di bawah otot orbicularis oculi, yang berhubungan antara mata kanan
dan kiri dan juga berhubungan dengan lapisan sub apponeurotik dari kulit kepala.
4. Tarsus.
Merupakan jaringan fibrous padat dengan sedikit jaringan elastis. Dibagi menjadi
tarsus superior dan inferior. Tarsus superior lebih lebar dari yang inferior.
5. Konjungtiva Palpebra atau Konjungtiva Tarsalis.
Bagian dalam kelopak mata yang berhubungan langsung dengan bola mata, melekat
erat dengan tarsus.

Tepian Palpebra (Margo Palpebra).


Pinggir bebas palpebra panjangnya 2530 mm dan lebarnya 2 mm. Pinggir anterior
(luar) dipisahkan dari pinggir posterior (dalam) oleh garis kelabu (Schwabel Line).

A. Tepi Anterior.
Disini terdapat :
10

1. Bulu Mata.
2. Kelenjar Zeiss dan Moll

B. Tepi Posterior.
Yang langsung kontak dengan bola mata, disini terdapat kelenjar Meibom.

C. Punctum Lacrimalis.
Terdapat pada ujung medial dari tepi posterior palpebra. Punctum ini berfungsi
sebagai ekskresi air mata melalui kanalis lakrimalis terus menuju ke sakkus lakrimalis.

Retraktor Palpebra (Membuka Palpebra).


Pada palpebra superior (atas) terdapat Musculus Levator Palpebra dan Musculus
Muller yang berfungsi untuk membuka mata yang dipersarafi oleh N. III. Pada palpebra
inferior yang ada hanya Musculus Muller sehingga Palpebra inferior tidak bisa membuka
dengan lebar.

III. SISTIM LAKRIMAL


Sistim lakrimal terdiri dari :
I. Sekresi yaitu Kelenjar Lakrimalis.
II.Excresi terdiri dari :
1. Pungtum Lakrimalis.
2. Kanalis Lakrimalis.
3. Sakkus Lakrimalis.
4. Duktus Nasolakrimalis.

Kelenjar Lakrimalis terdiri atas 2 bagian :


1. Bagian Orbita.
Dalam fossa lakrimalis di bagian temporal anterior rongga orbita. Dari luar dicapai
dengan irisan kulit menembus muskulus orbikularis okuli dan septum orbitale.

2. Bagian Palpebra.
Terletak di segmen temporal dari fornik konjungtiva superior.

11

IV. BOLA MATA


I. Dinding Bola Mata
1. Konjungtiva terdiri dari :
a. Konjungtiva palpebra.
Permukaan dalam palpebra dan melekat erat pada tarsus.
b. Konjungtiva fornik.
Peralihan konjungtiva palpebra ke konjungtiva bulbi.
c. Konjungtiva bulbi.
Yaitu lanjutan konjungtiva fornik yang melekat longgar ke septum orbitale
di fornik melanjutkan melekat longgar ke kapsul tenon dan sklera di
bawahnya

2. Sklera dan Episklera


Sklera adalah jaringan fibrous pelindung mata di bagian luar. Permukaan luar
anterior dibungkus oleh jaringan elastis halus yang disebut episklera.

3. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan dengan ketebalan : di tengah 0,54 mm, di
tepi 0,65 mm, dan diameternya sekitar 11,50 mm. kekuatan refraksi kornea 40
Dioptri.

Dari luar ke dalam kornea terdiri atas 5 lapisan sbb :


1. Lapisan Epitel : 5-6 lapis sel.
2. Lapisan Bowman : satu lapis sel.
3. Stroma : 90% ketebalan kornea.
4. Membran Desement : lapisan membran elastis jernih.
5. Lapisan Endotel : berhubungan langsung dengan cairan aquos humor.

V. Isi bola mata


A. Segmen anterior terdiri dari :
1. Uvea Anterior (iris dan badan siliaris).
Uvea terdiri atas 3 bagian :
12

Iris
Perpanjangan korpus siliaris ke anterior, merupakan permukaan pipih dengan

lubang di tengah yang disebut pupil. Pupil mengendalikan cahaya yang masuk
dengan mengecil (miosis) akibat aktivitas parasimpatis melalui N. III dan juga
pupil bisa melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis.
-

Badan siliaris
Badan siliaris mempunyai processus ciliaris berfungsi membentuk aquous

humor.
-

Choroid
Choroid segmen posterior uvea, di antara lapisan retina dan sklera. Choroid di

sebelah dalam dibatasi oleh membran Brunch dan sebelah luar di batasi oleh sklera.

2. Lensa mata.
Lensa bentuk bikonvek, avaskuler, tidak berwarna, hampir transparan sempurna.
Tebal 4 mm dan diameternya 9 mm. kekuatan refraksi lensa 20 Dioptri. Digantung Zonulla
Zinii yang menghubungkannya dengan corpus siliare. Lensa terdiri dari 65 % air dan 35 %
protein.

B. Segmen posterior terdiri dari :


1. Badan Kaca (Korpus Vitreus).
Vitreus adalah suatu bahan Gellatin yang jernih dan avasculer yang membentuk 2/3
dari volume dan berat bola mata. Vitreus terdiri dari air 99 %, dan sisanya 1 % meliputi
kolagen dan asam hialuronat. Yang memberi bentuk dan konsistensi mirip gel karena
kemampuannya mengikat air.

2. Choroid.

3. Retina.
Selembar tipis jaringan saraf, semitransparan multilapis, melapisi bagian dalam 2/3
posterior dinding bola mata. Retina terdiri dari 10 lapisan pigmen epitelium. Berhubungan
langsung dengan membran Brunch dari Choroid, permukaan dalam yaitu membrane
limitan interna berhubungan langsung dengan badan kaca.

13

Di tengah retina bagian posterior terdapat makula lutea yang di tengahnya ada
cekungan yang disebut fovea. Pada fovea ini, fotoreseptornya hanya terdiri dari selkerucut
saja.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid yang berada di luar
membran Brunch. 1/3 retina diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid, sedangkan 2/3 bagian
dalam retina diperdarahi oleh cabang-cabang arteri sentralis retina, kecuali daerah macula
lutea hanya diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid secara difusi. Lapisan retina mulai dari
bagian dalam adalah sebagai berikut

Membran limitan interna.

Lapisan serat saraf.

Lapisan sel ganglion.

Lapisan sel flexiform dalam.

Lapisan nucleus dalam sel bipolar.

Lapisan sel flexiform luar.

Lapisan nucleus luar sel fotoreceptor.

Membran limitan externa.

Lapisan sel batang dan kerucut.

Lapisan pigmen epithelium retina.

4. Papil Saraf Optik.


Papil saraf optik merupakan cekungan dipermukaan retina. Dengan diameter 1,5
mm. pencekungan mempunyai arti klinis penting pada glaucoma kronik simple.

14

ANATOMI MATA

ORBITA

Rongga orbita (klik gambar untuk perbesar)


Orbita digambarkan sebagai piramid berdinding empat yang berkonvergensi ke arah
belakang. Dinding medial orbita kiri dan kanan terletak paralel dan dipisahkan oleh hidung.
Pada setiap orbita, dinding lateral dan medial membentuk sudut 45 derajat.
Lima tulang pembentuk orbita :
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.

Os. Frontal
Os. Spenoidal
Os. Zygomaticus
Os. Palatinum
Os. Maxila
Os. Ethmoidales
Os. Lakrimalis

15

Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya. Lingkaran anterior
lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam tepiannya yang merupakan pelindung
yang kuat.
Volume orbita kira-kira 30cc dan bola mata hanya menempati seperlima bagian ruangan,
selebihnya diisi lemak dan otot. Pada bagian anterior, terdapat septum orbitae (pemisah
antara palpebra dan orbita).
Orbita berisi :

Otot penggerak bola mata


N. Optikus
Glandula Lakrimalis
Lemak

Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, sinus
ethmoidalis dan sinus sphenoid di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma
langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan 'fraktur blow-out' dengan herniasi isi
orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus ethmoidalis dan sphenoid dapat
mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai orbita.
Defek pada atapnya (misal : neurofibromatosis) dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola
mata yang berasal dari otak.
Dinding Orbita:

Atap orbita => terdiri dari facies orbitalis osis frontalis. Di bagian anterior lateral atas,
terdapat fosa lakrimalis yang berisi kelenjar lakrimal. Di posterior atap, terdapat ala
parva osis sphenoid yang mengandung kanalis optikus.
Dinding lateral => dipisahkan dari bagian atap oleh fisura ortalis superior yang
memisahkan ala parva dan ala magna osis sphenoidalis. Bagian anterior dinding
lateral dibentuk oleh facies orbitalis osis zygomatici (malar), merupakan bagian
terkuat orbita.
Dasar orbita => dipisahkan dari dinding lateral oleh fisura orbitalis inferior. Bagian
dasar yang luas terbentuk dari pars orbitalis osis maksilaris (merupakan tempat yang
paling sering terjadinya fraktur). Processus orbitalis osis platini membentuk daerah
segitiga kecil pada dasar posterior.

Apeks Orbita => merupakan tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke mata
serta merupakan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.
16

Fisura orbitalis superior =>


o vena ophthalmika superior, nervus lakrimalis, frontalis, dan trabekularis =>
berjalan di bagian lateral fisura (di luar anulus Zinn)
o Ramus superior dan inferior nervus okulomotorius, nervus abducens dan
nasosiliaris => berjalan di bagian medial fisura (di dalam anulus Zinn)
o Vena ophthalmika superior sering bergabung dengan vena ophthalmika
inferior sebelum keluar dari orbita.
Kanalis Optikus (di dalam anulus Zinn) => dilalui nervus optikus dan arteri
ophthalmika

Perdarahan
Arteri Carotis Interna => Arteri Ophtalmika (berjalan dengan nervus optikus menuju orbita
dan bercabang)

=> Arteri Retina Sentralis (cabang intraorbita pertama, memasuki nervus optikus
sekitar 8-15mm di belakang bola mata.
=> Arteri Lakrimalis => perdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas.
=> Arteri Siliaris Posterior Longa dan Brevis (cabang muskularis ke berbagai otot
orbita)
o Longa => perdarahi korpus siliare dan beranastomose dengan arteri siliaris
anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.
o Brevis => perdarahi khoroid dan bagian nervus optikus.
=> Arteri Siliaris Anterior (cabang muskularis menuju muskuli recti) => perdarahi
sklera, episklera, limbus, konjungtiva.
=> Arteri Palpebralis (cabang ke kelopak mata)

ACPL (Artery Cyliaris Posterior Longus) + ACA (Artery Cyliaris Anterior) => di pangkal
iris membentuk sirkulus arteriosus mayor.
Bola Mata
Bola mata dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior sekita
24,5 mm. Pada saat bayi, panjangnya 16,5 mm.

Bola Mata (klik gambar untuk perbesar)


Konjungtiva
=> merupakan membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus :
17

Permukaan posterior kelopak mata => konjungtiva palpebralis


K. Palpebralis melekat erat ke tarsus
Permukaan anterior sklera => konjungtiva bulbaris
K. bulbaris melekat longgar ke septum orbitale di fornices dan melipat berkali-kali.
Pelipatan ini memungkinkan bola mata bergerak dan memperbesar permukaan
konjungtiva sekretorik. Kecuali di limbus (tempat kapsul tenon menyatu dengan
konjungtiva sejauh 3 mm), konjungtiva bulbaris melekat longgar dengan kapsul tenon
dan sklera di bawahnya.
Konjungtiva fornik

Perdarahan konjungtiva versal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Persarafannya
berasal dari cabang pertama N. V.
Kapsula Tenon (Fascia Bulbi)
Kapsula Tenon merupakan membran fibrosa yang membungkus bola mata dari limbus
sampai ke nervus optikus. Di dekat limbus, konjungtiva-kapsula tenon-dan episklera
menyatu. Segmen bawah kapsula tenon tebal dan menyatu dengan fasia muskulus rektus
inferior dan muskulus obliquus inferior membentuk ligamentum suspensorium
bulbi(Ligamentum Lock-wood), tempat terletaknya bola mata.
Sklera dan Episklera

Sklera merupakan 5/6 bagian dinding bola mata berupa jaringan kuat yang berwarna putih.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastik halus yang
disebut episklera.
Dibagian anterior, sklera bersambung dengan kornea dan dibagian belakang bersambung
dengan duramater nervus optikus. Beberapa sklera berjalan melintang bagian anterior nervus
optikus sebagai Lamina Cribrosa. Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf siliaris.
Episklera banyak mengandung pembuluh darah.
Lapisan pembungkus mata bagian luar :
1. Episklera
2. Sklera
3. Lamina Fusca=> lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera yang
membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.

18

Kornea
Kornea merupakan lapisan transparan yang melapisi 1/3 depan bola mata. Permukaannya
licin dan mengkilat. Lebih tebal di bagian pinggir dari pada sentral. Indeks biasnya 1,337
dengan daya refraksi + 42 dioptri.
Kornea bersifat avaskuler sehingga nutrisinya berasal dari pembuluh darah limbus, air mata,
dan akuos humor. Dipersarafi oleh N. V1 (N. Ophthalmicus).
Lapisan kornea :
1.
2.
3.
4.
5.

Epitel : terdiri dari 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng.
Membrana Bowman : Lapisan jernih aseluler.
Stroma : terdiri dari kumpulan sel yang membentuk jaringan ikat yang kuat.
Membrana Dessement : sebuah membran jernih yang elastik, tampak amorf.
Endotel : merupakan satu lapis sel berbentuk kubus.

Bila ada infeksi kronik, kornea akan memutih dan terbentuk vaskuler pada kornea.
Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan. Bagian ini ikut
memasok darah ke retina. Terdiri dari :
19

Iris => merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior. Di dalam stroma iris
terdapat sfingter dan otot dilatator. Perdarahan iris berasal dari circulus mayor iris,
persarafannya berasal dari serat di dalam nervi siliare.
Iris berfungsi mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik
yang dihantarkan melalui N. Kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik.
Korpus Siliare
Korpus siliare dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi untuk produksi akuos
humor. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, radial.
Fungsi serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat Zonula yang
berorigo di lembah di antara prosesus siliaris.
Koroid => merupakan segmen posterior dari uvea, di antara retina dan sklera.
Tersusun dari 2 lapis pembuluh darah

Lensa
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Lensa Kristalin => saat neonatal bentuknya hampir bulat dengan konsentrasi cair.
Daya akomodasinya sangat kuat. Lensa kristalin ini tumbuh seumur hidup di ekuator lensa
sehingga semakin tua lensanya semakin padat dan daya akomodasinya turun.
Saat dewasa, bentuknya cembung ganda, permukaan anterior lebih flat dibanding posterior.
Diameter 9 mmm, tebal 4,5-6 mm. Warnanya bening keabuan, transparan, avaskuler. Daya
refraksinya +16 dioptri, indeks bias 1,337.
Konsistensinya 65% air dan 35% protein (kristalin). Kandungan kalsium lensa lebih banyak
dari pada jaringan tubuh lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah.
Menggantung pada korpus siliare melalui Zonula Zinii. Di anteriornya terdapat akuos humor
dan di posteriornya terdapat vitreus humor.
Aquaeus Humor

klik untuk perbesar gambar


Akuos humor merupakan cairan yang mengisi COA, diproduksi oleh korpus siliare di COP
(Kamera Okuli Posterior) yang selanjutnya mengisi COA dan dieksresi melalui trabekula.
Sepuluh persennya dieksresikan melalui iris.
Fungsi :

20

Nutrisi lensa dan kornea sampai epitel


Pertahankan TIO normal 10-20 mmHg.

Kamera Okuli Anterior (COA)


Sudut COA merupakan terbentuk dari perifer kornea dengan akar iris, besarnya 45'. COA
berisi cairan Akuos humor yang dihasilkan corpus siliaris.
Garis Schwalbe merupakan tanda dari berakhirnya kornea. Jalinan trabekula terdapat di atas
kanalis Schlemm.
Retina
Retina merupakan jaringan saraf tipis yang semi transparan, membentang dari papil saraf
optic ke depan sampai Oraserata. Tebalnya 0,1 mm, dan semakin tebal pada bagian posterior.
Pada retina terdapat :

Makula => merupakan pigmentasi kekuningan (Xantofil) yang membatasi arcade


arteri retina sentralis sehingga Fovea menjadi avaskular
Fovea => merupakan bagian di tengah makula, merupakan cekungan sehingga
menghasilkan pantulan khusus dengan ophthalmoscop yang disebut refleks fovea.
Foveola => bagian paling tengah dari Fovea. Seluruhnya berupa sel Cone/ Sel kerucut
(sel foto reseptor) dan semakin ke perifer digantikan oleh sel Rod.

Vitreus
Korpus vitreus mengisi 2/3 bagian isi bola mata dan mempertahankan bentuknya selalu bulat.
Konsistensinya 99% air dan berbentuk gel.

ADNEKSA MATA
Alis Mata
Alis mata merupakan lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut. Lipatan kulit ini ditunjang
oleh serat otot di bawahnya. Glabela merupakan prominentia tanpa rambut di antara alis.
Palpebra
Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata
bagian anterior. Struktur palpebra :

Lapisan Kulit => lapisan kulit luar, berbeda dengan kulit pada bagian tubuh lain
karena lebih longgar, tipis, dan elastik. Terdapat sedikit folikel rambut dan lemak
subkutan.
Muskulus Orbikularis Okuli => berfungsi untuk menutup palpebra. Dipersarafi oleh
N. Facialis.
Jaringan Alveolar => jaringan aerolar submuskular yang terdapat di bawah muskulus
orbikularis okuli.
Tarsus => struktur penyokong utama palpebra berupa jaringan fibrosa padat. Terdapat
tarsus superior dan inferior.
Konjungtiva Palpebra => selapis membran yang melekat pada tarsus di bagian
posterior palpebra.

Tepian Palpebra :
21

1. Tepian Anterior
o Bulu mata
o Glandula Zeis => modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara ke dalam
folikel rambut pada dasar bulu mata.
o Glandula Moll => modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.
2. Tepian Posterior => bagian posterior palpebra yang berkontak dengan mata dan di
sepanjangnya bermuara dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (Glandula
Meibom)
3. Punktum Lakrimale

Aparatus Lakrimalis

Terdiri dari glandula lakrimalis > duktus sekretori > menyebar di permukaan mata > masuk
ke punctum superior atau inferior > menuju kanalis superior atau inferior > menyatu di
kanalis komunis > sakus lakrimalis > duktus lakrimalis > bermuara pada meatus inferior dari
rongga nasal.
Pasokan darah dari aparat lakrimal berasal dari arteria lakrimalis
PERSYARAFAN MATA
Nervus Optikus
Nervus opticus merupakan kumpulan dari 1 juta serat saraf. Terdapat beberapa bagian :

Pars Intra Okuler


Terdapat papil saraf optik berwarna merah muda dengan diameter 1,5 mm, berbatas
tegas, tempat keluar masuk arteri dan vena sentralis retina. Terdapat cekungan (cup)
normal dibanding papil (disc) dengan C/D = 0,3.
Pars Intra Orbita
Keluar dari sklera, diameter 3 mm, panjang 25-30 mm. Berbentuk S dan berjalan
dalam muskular memasuki foramen optikum 4-9 mm.
Pars Intra Kranial
Panjangnya 10 mm dan bergabung dengan nervus optikum sebelahnya membentuk
kiasma optikum

Ganglion retina dan aksonnya merupakan bagian dari susunan saraf pusat sehingga tidak
dapat beregenerasi bila terpotong. Mendapat pasokan darah dari cabang arteri retina.

22

Kiasma Optikus
Kiasma dibentuk dari pertemuan kedua nervi optici dan merupakan tempat penyilangan seratserat nasal ke tractus optikus. Kiasma menerima perdarahan dari circulus Willis.
Anatomi dan Fisiologi Otot Penggerak Bola Mata
Untuk diagnosis kelainan pergerakan mata, diperlukan penentuan kedudukan atau posisi bola
mata. Ada 9 posisi:
1. Posisi primer => mata melihata lurus ke depan
2. Posisi Sekunder => mata melihat lurus ke atas, bawah, kiri, dan kanan
3. Posisi Tertier => mata melihat ke atas kanan, atas kiri, bawah kanan, dan bawah kiri.
Pergerakan bola mata dilakukan oleh 3 pasang otot mata luar.

23

1. Otot rektus medius (N III = okulomotorius)


=> adduksi => gulirkan bola mata ke arah nasal
2. Otot rektus lateral (N VI = abdusen)
=> abduksi => gulirkan bola mata ke arah temporal
3. Otot rektus superior (N III)
=> elevasi, adduksi, intorsi bola mata.
4. Otot rektus inferior (N III)
5. Otot oblik superior (N IV = troklear)
6. Otot oblik inferior (N III)
Masing-masing otot rectus berorigo pada sklera di depan ekuator (bagian tengah mata).
Masing-masing otot obliq berorigo pada sklera bagian lateral di belakang ekuator. Otot
levator tidak termasuk otot mata karena tidak berorigo pada bola mata. Fungsi levator :
menaikkan bola mata.

24

HISTOLOGI MATA DAN ADNEKSA


Mata

Terdiri dari 3 lapisan tunika konsentris


o Tunika fibrosa
o Tunika vascularis
o Retina

25

tampak
A.kornea
1.kamera okuli anterior
B.iris+sel pigmen
2. Kamera okuli posterior
C.Lensa
3.pupil

Tunika fibrosa

Sklera
o
o
o
o

Lap. Luar berwarna opak pada 5/6 bagian posterior bola mata
Ketebalan rerata 0.5 mm
Relatif avaskular
Terdiri dari jaringan ikat kuat

Kornea

26

o Transparan
o Sepenuhnya avaskular
o Terdiri dari 5 lapis

Ep. Berlapis gepeng eksternal tanpa lap tanduk

Membran Bowman

Stroma

Membran Descemet

Endotel selapis gepeng internal

Limbus
o Pertemuan antara kornea dan sklera
o Memiliki mikrovaskular dan humor aquosa pada bilik anterior
o Membran Descemet dan endotel selapisnya diganti oleh suatu sistem kanal
berlapis iregular (jalinan trabekular)

Tunika vascularis (Uvea)

Choroid

27

o Lap yg sangat vaskular pada 2/3 posterior mata


o Jar. Ikat longgar bervaskular yang banyak mengandung serat kolagen dan
elastin, fibroblas, makrofag, limfosit, sel mast, dan sel plasma
o Khas warna hitam (banyak melanosit)

Iris

o Perluasan uvea anterior yang sebagian menutupi lensa


o Perm. anterior tidak ada epitel
o Perm. posterior terdiri dari 2 lapis epitel kuboid

Lensa

28

o Jar. avaskular
o Sifatnya sangat elastis
o Terdiri dari 3 komponen utama

Kapsul lensa

Epitel lensa

Serat lensa

Retina

Pars optika terdiri dari 10 lapis


o Lap epitel pigmen retina
o Lap sel batang dan kerucut
o Membran limitans ext
29

o Lap pleksiform luar


o Lap inti dalam
o Lap pleksiform dalam
o Lap ganglionar
o Lap serat n. optikus
o Membran limitans int
o Fovea sentralis
Adneksa

Palpebra

o Bagian luar lapisannya sama dengan lap kulit


o Bagian dalam berupa ep berlapis silindris dengan sel goblet
o Dermis di ujung palpebra lebih padat dan terdapat papil dermis yang lebih
tinggi (ada bulu mata)
o Di bawah dermis terdapat m. orbicularis oculi
o Di bagian tengah palpebra terdapat tarsus, yang di bag tengahnya terdapat kel.
Meibom

Konjungtiva

30

o Terdiri atas epitel berlapis kolumnar dengan banyak sel kecil yang menyerupai
sel goblet
o Ditunjang oleh selapis tipis lamina propria jaringan ikat longgar

Kelenjar lakrimalis

o Kelenjar eksokrin
o Mirip kelenjar parotis
o Menghasilkan serosa

31

FISIOLOGI MATA
Mata adalah organ indra komplek yang peka terhadap cahaya. Yang dilakukan mata yang
paling sederhana hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap.
Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Organ luar
Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.
Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.
Kelopak mata ( Palebra) berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.

Organ dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari sumbernya menuju
ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia. Bagian-bagian tersebut adalah:

Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata (pars anterior) yang menerima cahaya dari
sumber cahaya.

Sklera
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih (pars posterior). Tebalnya ratarata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.

Pupil dan iris


Dari kornea, cahaya akan diteruskan ke pupil. Pupil menentukan kuantitas cahaya
yang masuk ke bagian mata yang lebih dalam. Pupil mata akan melebar jika kondisi
ruangan yang gelap, dan akan menyempit jika kondisi ruangan terang. Lebar pupil
32

dipengaruhi oleh iris di sekelilingnya.Iris berfungsi sebagai diafragma. Iris inilah


terlihat sebagai bagian yang berwarna pada mata.

Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa
mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning
retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan
menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa
mata akan menebal.

Retina atau Selaput Jala


Retina adalah bagian mata yang paling peka terhadap cahaya, khususnya bagian retina
yang disebut bintik kuning. Setelah retina, cahaya diteruskan ke saraf optik.

Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.

33

Sistem cairan mata - Intraokular

Mata diisi dengan cairan intraokuolar, yang mempertahankan tekanan yang cukup pada bola
mata untuk menjaga distensinya. Cairan ini dibagi dua : Humor aqueous (anterior lensa),
Humor vitreus (posterior lensa & retina).

Humor aqueous berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di dalam
mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga berguna untuk
mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan
tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekanan intra okuler.

34

Sirkulasi Aqueous Humor

Susunan Retina

35

Reaksi Gelap dan Terang

36

PROSES PRESEPSI CAHAYA


Cahaya adalah suatu gelombang elktromagnetik yang dapat diterima mata hanya sebesar 400700 nm. Mata dapat melihat warna, karena perbedaan dari gelombang yang diterima, semakin
pendek semakin gelap warna yang dipersepsikan.

Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Iris mengatur jumlah cahaya yang
masuk dengan cara membuka dan menutup, seperti halnya celah pada lensa kamera. Jika
lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang masuk akan lebih banyak; jika lingkungan di
sekitar terang, maka cahaya yang masuk menjadi lebih sedikit. Ukuran pupil dikontrol oleh
otot sfingter pupil, yang membuka dan menutup iris.
Lensa terdapat di belakang iris. Dengan merubah bentuknya, lensa memfokuskan cahaya ke
retina. Jika mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot silier akan berkontraksi,
sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Jika mata memfokuskan pada objek yang
jauh, maka otot silier akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Sejalan
dengan pertambahan usia, lensa menjadi kurang lentur, kemampuannya untuk menebal
menjadi berkurang sehingga kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia.
Retina mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian retina yang paling
sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini
menyebabkan gambaran visuil yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi
gelombang listrik yang oleh saraf optikus dibawa ke otak.
Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya. Sebagian serat saraf
menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma optikus (suatu daerah yang berada tepat di
bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian belakang, berkas saraf
tersebut akan bergabung kembali.

37

38

Mikroorganisme
Infeksi bakterial :

H a e m o p h yl u s i n f l u e n z a e : c o n j u n c t i v i t i s

Naesseria gonnorrhae : neonatal opthalmia

C h l a m yd i a t r a c h o m a t i s : t r a c h o m a & i n c l u s i o n c o n j u n c t i v i t i s .

S t a p h yl o c o c c u s a u r e u s : c o n j u n c t i v i t i s

Infeksi viral :

Adenovirus : viral conjunctivitis

Herpes simplex type 1 : Herpetic keratitis

Herpes zoster : Herpes Zoster Ophthalmicus (HZO)

Infeksi jamur :

Histoplasma capsulatum : Histoplasmosis

Neisseria gonorrhoeae

39

Morfologi dan Identifikasi :


Berbentuk ginjal, diameter 0,8 mikrometer
Gram negatif
Diplokokus
Gerak (+), Spora (-)
Sisi yang cekung akan berdekatan sehingga menyerupai bentuk biji kopi
Pili Virulen (+), subkultur (jarang/sedikit)

Antigenisitas dan Faktor Virulensi


Por (P.I) Protein porin utama, pada membrane permukaan bakteri bersifat invasif
yang membantu penetrasi pada sel-sel host
Opa (P.II) Protein membrane permukaan, tempat perlekatan gonococcus didalam
koloninya dan pada sel inang
Rmp (P.III) Protein permukaan yang mampu memperkuat infeksi oleh Neisseria
gonorrhoeae. Bekerjasama dengan Por
Lipooligosaccharide (LOS) dan Peptidoglycan dilepaskan melalui proses autolysis
dari sel pada saat infeksi.
IgA1 protease mampu mengurai immunoglobulin dalam berbagai region di tubuh
manusia
Pili Perlekatan pada sel epitel mukosa inang

Chlamydia trachomatis

40

Obligat intraseluler
DNA dan RNA
Dinding sel kaku (rigid), tidak mempunyai lapisan peptidoglikan/muramic acid
Gram positif
Replikasi dimulai dari elementary body (sporelike), memasuki sel dan mengalami
reorganisasi dan menjadi besar (reticulate body) dan terjadi pembelahan binary fission
Tipe A,B, C penyebab trachoma
Tipe D-K penyebab penyakit genital tract yang menularkan ke mata neonatus
Cara penularan : melalui kontak tangan ke mata
Hanya menginfeksi manusia

41

Staphylococcus aureus

Bentuk : kokus atau bulat tunggal


Susunan : berkelompok seperti anggur
Warna : ungu
Sifat : Gram +
Metode : pewarnaan Gram

Merupakan patogen utama pada manusia


Memfermentasikan banyak karbohidrat secara lambat, menghasilkan asam laktat, tapi
tidak menghasilkan gas
Koloni MSA berwarna kuning karena meragi mannitol
Enzim dan toksin yang dihasilkan:
Katalase mengubah hidrogen menjadi air dan oksigen
42

Koagulase dan faktor penggumpal dapat menggumpalkan plasma


berpotensi menjadi patogen invasif
Eksotoksin hemolisin
Infeksi pada mata konjungtivitis, blefaritis, hordeolum, dakrosistitis, keratitis

S T R E P T O C O C C U S S P.
Bentuk : kokus atau bulat tunggal
Susunan : berkelompok membentuk rantai
Wa r n a : u n g u
Sifat : Gram +
Metode : pewarnaan Gram
P e n ya k i t :

Konjungtivitis Streptococcus pneumoniae

Dakrosistitis Streptococcus beta hemolyticus

43

Haemophilus aegypticus
Bentuk : kokobasil, pleomorfik
Susunan : tunggal
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram

Dahulu disebut basil Koch-Weeks, kadang disebut H.influenzae tipe III

Mirip dengan Haemophilus influenzae

Dikaitkan dengan konjungtivitis yang sangat menular

Moraxella catharallis
Bentuk : kokobasil
Susunan : diplococcus tersusun dua dua
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram
-

Tidak motil, tidak dapat melakukan fermentasi, bersifat oksidase positif

Merupakan bagian dari flora normal pada saluran napas atas dan kadang
menyebabkan bakteremia, endokarditis, konjungtivitis, meningitis, dll
44

Sering menghasilkan enzim lactamase dapat resisten penisilin

Corynebacterium diphtheriae
Bentuk : basil
Susunan : tunggal
Warna : ungu
Sifat : Gram +
Metode : pewarnaan Gram
-

Memiliki diameter 0,5-1 m dan panjang beberapa mikrometer

Bersifat khas dgn memiliki pembengkakan yg tidak teratur pada satu ujungnya
sjg memberi gambaran bentuk gada

Pada agar darah kecil, granular, abu-abu, tepi tidak beraturan, mungkin
memiliki zona hemolisis kecil

Toksin menyebabkan destruksi epitel dan respons radang superfisial, sering


menyebabkan paralisis otot mata

45

Pseudomonas aeruginosa
Bentuk : batang
Susunan : tunggal
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram
*koloni mueller hinton agar

Merupakan bakteri obligat aerob, beberapa strain dpt menyebabkan hemolisis


darah

Koloni bulat halus dengan warna fluorosensi kehijauan. Menghasilkan beberapa


pigmen warna dalam koloni piosianin (kebiruan); pioverdin (kehijauan);
piorubin (merah gelap); piomelanin (hitam)

Bersifat oksidase-positif, tidak memfermentasi karbohidrat, tapi byk strain yg


memfermentasi glukosa

Mempunyai pili u/ perlekatan

Menghasilkan enzim ekstraselular elastase, protease, hemolisin (fosfolipase C


tdk tahan panas dan glikolipid tahan panas)

Byk strain menghasilkan eksotoksin A menghambat sintesis protein nekrosis


jaringan

infeksi mata yg terjadi biasanya setelah trauma atau prosedur pembedahan


46

Jamur
Penyebab keratomycosis (corneal infection)
47

- Fusobacterium solani
- Candida albicans
- Aspergillus fumigatus
Penyebab Chorioretinal infection,endopthalmitis
- Candida albicans
- Torulapsis glabrata
- Petriellidium boydii

48

Konjungtivitis Bakteri Dan Virus

Definisi
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum di dunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa juga endogen.
Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme danfaktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanismemelindungi permukaan mata dari
substansi luar: pada film air mata, komponenakueosa mengencerkan materi infeksi, mucus
menangkap debris, dan aktivitaspompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara
konstan; air matamengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG
dan IgA).
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling seringdihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
49

Etiologi
1. Hiperakut
Neiserria gonore
Neiserria kachii
Neiseria meningitidis
2. Akut
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Haemophilus aegyptus
3. Subakut
Haemophilus influenzae
Escherichia colli
4. Kronik
Stafilococcus aureus
E.coli
Morax axenfield

b. Konjungtivitis viral

Konjungtivitis bakterialis non trachoma


o Inclusion conjungtivitis
o Demam faringo konjungtival

Disebabkan oleh adenovirus tipe 3 /4

Suhu 38,3 40 C

Limfadenopati tidak nyeri tekan


50

Folikel yang mencolok (1/2 mata)

Sakit tenggorokan

o Keratokonjungtivitis epidemika

Adenovirus subtipe 19 , 29 , 37

Umumnya bilateral ,nyeri , mata berair (5 14 hari)

Fotofobia , keratitis epitel , kekeruhan subepitel

Proses berlangsung 3-4 minggu

o Konjungtivitis new castle


o Konjungtivitis hemoragik akut

Enterovirus tipe 70 /coxakie tipe A24

Khas : inkubasi yang pendek 8-48 jam

Berlangsung singkat 5-7 hari

Nyeri mata , fotofobia ,sensasi benda asing

Kemosis (kadang kadang)

Lakrimasi

Perdarahan subkonjungtiva

o Konjungtivitis herpes simplex

Umumnya pada anak anak

Pelebaran pembuluh darah unilateral ,iritasi ,disertai sekret


mukoid

Vesikel Virus herpes kadang muncul di tepian palpebra

Nodus priaurikular disertai nyeri tekan

Konjungtivitis trakoma

c. Konjungtivitis klamidia
d. Konjungtivitis ricketsia.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.

51

h. Konjungtivitis kimia atau iritatif (Vaughan, 2008).

52

Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
a. Injeksi Konjungtiva : Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).

Gbr.1 Injeksi Konjungtiva


b. Produksi air mata berlebihan (Lakrimasi)

53

c. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konkungtivitis alergika (eksudasi).

d. Terkulainya palpebra superior karena infiltrasi di otot Muller (pseudoptosis)


e. Penumpukan Limfosit di pembuluh darah (fliktenula).
f. Pengentalan (koagulum) di atas permukaan epitel (pseudomembran).
g. Edema dari konjungtiva mata (Chemosis)
h.Konjungtivitis membranosa

i.Konjungtivitis pseudomembranosa

54

Gejala
Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni:
- Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar.
- Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia
- Mata pada pagi hari akan terasa lengket
- Visus normal

Patogenesis

55

Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisamenyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkankomplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
i. Ulserasi kornea.
ii. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
v. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis)

56

Diagnosa
a. Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata
merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabia kornea ikut terlibat akan
terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir.
Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial
akut.

b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning
atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh
darah konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
c. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan pewarnaan
gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun adanya infeksi
sekunder (Vaughan, 2008).
Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi antimikroba spectrum luas
(mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya
menunjukkan diplokokus gram negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi topical
dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal per
intramuscular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena,
dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas
dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan hygiene perorangan
secara khusus.

57

Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai dengan tetracycline, 11,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu, dozycycline, 100 mg peroral dua
kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin, 1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu.
Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun
ablasi retina .

58

KONJUNGTIVITIS ALERGI

DEFINISI
Radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat
seperti alergi biasa dan reaksi terlambat (sesudah beberapa hari kontak) seperti pada reaksi
terhadap obat, bakteri, dan toksik

GEJALA KLINIS

Radang (merah, sakit, bengkak, panas)


Gatal
Silau berulang dan menahun
Papil besar pada konjungtiva, datang bermusim, dapat mengganggu penglihatan

DIAGNOSIS
Pemeriksaan Lab: ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, basofil

PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Hindarkan penyebab pencetus penyakit
Kompres dingin untuk menghilangkan edem
Farmakologi

Steroid topikal dosis rendah co: salep hidrokortison 0,5%, larutan prednisolon
natrium fosfat 0,125%
Tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal co: antazolin fosfat 0,25-0,5%,
pheniramine maleate 0,3%
Antihistamin dan steroid sistemik (kasus berat)

KOMPLIKASI

Ulkus kornea
Infeksi sekunder

KLASIFIKASI
59

1. Konjungtivitis Vernal
2. Konjungtivitis flikten
3. Konjungtivitis iatrogenik akibat pengobatan
4. Sindrom Steven Johnson
5. Konjungtivitis atopik alergi terhadap polen disertai demam

KONJUNGTIVITIS VERNAL
DEFINISI
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang megenai kedua mata dan bersifat
rekuren. Sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan
EPIDEMIOLOGI

Prevalensi: usia 3-25 tahun


=
Jarang di daerah beriklim sedang daripada di daerah hangat, hampir tidak ada di
daerah dingin
KLASIFIKASI
1. Bentuk palpebral
-

Terutama mengenai konjungtiva tarsal superior


Terdapat pertumbuhan papil yang besar diliputi sekret mukoid
Konjungtiva tarsal inferior hiperemi, edema, terdapat papil halus dengan
kelainan kornea yang lebih berat daripada bentuk limbal
2. Bentuk limbal
-

Hipertrofi papil pada limbus superior yng dapat membentuk jaringan


hiperplastik gelatin
- Trantas dot yang merupakan degenerasi epitel kornea/eosinofil di bagian
limbus kornea
- Terbentuknya pannus
GEJALA KLINIS
Sangat gatal dengan kotoran mata berserat-serat
DIAGNOSIS

Riwayat alergi (hay fever, eksim) pada pasien/keluarga


Konjungtiva tampak putih-susu
60

Papil besar dengan permukaan rata pada konjungtiva tarsal


Sekret gelatin berisi eosinofil/granula eosinofil
Keratitis
Neovaskularisasi
Tukak indolen
Pemeriksaan Histopatologi: hiperplasia dan hialinisasi jaringan ikat disertai proliferasi
sel epitel dan sebukan sel limfosit, sel plasma, dan sel eosinofil
PENATALAKSANAAN

Kompres dingin
Vasokonstriktor co: antazolin fosfat 0,25-0,5%, pheniramine maleate 0,3%
Larutan cromolyn sodium 4%
Kombinasi antihistamin (sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang-berat)
Antibiotik co: bacitracin (salep, 500 U/g), erythromycin (salep, 0,5%), nemoycin
(larutan, 2,5 dan 5 mg/ml; salep, 3,5-5 mg/g) (bila terdapat tukak mata)
PROGNOSIS

Dapat sembuh sendiri tanpa diobati


Kekambuhan pasti terjadi, khususnya pada musim semi dan musim panas

KONJUNGTIVITIS FLIKTEN
DEFINISI
Konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri/antigen tertentu
(tuberkuloprotein, staphylococcus, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit,
infeksi di tempat lain dalam tubuh) hipersensitivitas tipe IV
EPIDEMIOLOGI
Sering pada anak-anak di daerah padat dan gizi kurang
GEJALA KLINIS
Mata berair
Iritasi dengan rasa sakit
Fotofobia ringan-berat
Rasa silau disertai blefarospasme (bila kornea ikut terkena)
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Histopatologi:

Kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, kadang sel datia
berinti banyak
61

Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular
limfosit

PENATALAKSANAAN

Steroid topical co: salep hidrokortison 0,5%, larutan prednisolon natrium fosfat
0,125%

Midriatika co: phenylephrine hydrochloride (larutan 0,12%, 2,5%, 10%) (bila


terjadi penyulit pada kornea)

Antibiotik salep mata co: bacitracin (salep, 500 U/g), erythromycin (salep, 0,5%),
nemoycin (larutan, 2,5 dan 5 mg/ml; salep, 3,5-5 mg/g)

Vitamin dan makanan tambahan

PROGNOSIS
Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan

SINDROM STEVEN JOHNSON


DEFINISI
Suatu penyakit eritema multiform mayor akibat reaksi alergi terhadap obat-obat sulfonamid,
barbiturat, salisilat
EPIDEMIOLOGI
Sering pada usia 35 tahun
GEJALA KLINIS

Pada akulit: lesi eritem yang timbul mendadak dan tersebar simetris, vesikel, bula
Pada mata: mata merah
Demam
Malaise
Sakit pada sendi

DIAGNOSIS

Pada mata: vaskularisasi kornea, parut konjungtiva, konjungtiva kering, simblefaron,


tukak, perforasi kornea
Pada mukosa: konjungtivitis pseudomembran
PENATALAKSANAAN
62

Sistemik: kortikosteroid, infus cairan antibiotic


Lokal (pada mata): pembersihan sekret, midriatika, steroid topikal

KONJUNGTIVITIS ATOPIK
DEFINSI
Konjungtivitis yang sering terjadi pada pasien dermatitis atopik (eksim)
EPIDEMIOLOGI
Cenderung kurang aktif saat pasien telah berusia 50 tahun
GEJALA KLINIS
Sensasi terbakar
Pengeluaran sekret mukoid
Mata merah
Fotofobia
Ketajaman penglihatan menurun
DIAGNOSIS

Riwayat alergi (hay fever, asma, eksim) pada pasien/keluarga


Pemeriksaan Fisik: tepian palpebra eritem, konjungtiva tampak putih-susu, terdapat
papil-papil halus, papil-papil raksasa kurang nyata dan sering terdapat di tarsus
inferior, kornea tampak kabur dan mengalami vaskularisasi (kasus berat)
Pemeriksaan Histopatologi: eosinofil pada kerokan konjungtiva
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Kontrol lingkungan dan jaga higienitas
Farmakologi

Penstabil sel mast (terapi topikal jangka panjang)


Antihistamin oral
NSAID co: ketorolac, lodoxamide
Plasmaferesis atau imunosupresan sistemik (pada kasus berat)
Transplantasi kornea (kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat)

63

Tabel perbedaan Konjungtivitis bakteri, Konjungtivitis viral, Konjungtivitis jamur,


dan Konjungtivitis alergika

64

PTERYGIUM

DEFINISI
Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva
menuju kornea pada daerah interpalpebra

EPIDEMIOLOGI

Tersebar di seluruh dunia (banyak di daerah iklim panas, kering, berdebu)


Insiden di Indonesia (daerah ekuator) 13,1%
Prevalensi meningkat dengan bertambahnya umur, terutama dekade ke-2 dan ke-3
Insiden tinggi pada usia antara 20 dan 49 tahun
:=4:1

FAKTOR RISIKO

Radiasi ultraviolet sinar matahari


Iritasi kronik dari bahan tertentu di udara
Herediter
Lain-lain (debu, kelembaban yang rendah, dry eye, virus papilloma)

ETIOLOGI

Iritasi kronis akibat debu, cahaya sinar matahari, udara panas


Degenerasi
Neoplasma

KLASIFIKASI

Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium)
Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular
Klasifikasi lainnya:
1. Tipe I
- Meluas < 2 mm dari kornea
- Stoker's line/deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterygium
- Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan
65

- Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat
2. Tipe II
- Menutupi kornea sampai 4 mm
- Menimbulkan astigmatisma
3. Tipe III
- Mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual
- Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata

GEJALA KLINIS
Lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura
interpalpebra (bagian nasal/temporal)

DIAGNOSIS
Tahap awal biasanya ringan bahkan sering asimptomatik. Keluhan yang sering dialami:

Mata sering berair dan tampak merah


Merasa seperti ada benda asing
Timbul astigmatisme akibat kornea tertarik oleh pertumbuhan pterigium sehingga
mengganggu penglihatan
Pada tahap lanjut (derajat 3 dan 4) dapat menutupi pupil dan aksis visual tajam
penglihatan menurun
Derajat
Pemeriksaan oftalmologis:

Derajat 1 : terbatas pada limbus kornea


66

Derajat 2 : melewati limbus kornea tetapi tidak > 2 mm melewati kornea


Derajat 3 : melebihi derajat 2 tetapi tidak melebihi pinggiran pupil mata dalam
keadaan cahaya normal (diameter pupil sekitar 3 4 mm)
Derajat 4 : pertumbuhan melewati pupil mengganggu penglihatan

DIAGNOSIS BANDING
Pseudopterigium

Perlekatan konjungtiva dengan kornea yang cacat

Sering ditemukan pada proses penyembuhan ulkus kornea, sehingga konjungtiva


menutupi kornea

Letak: daerah konjungtiva yang terdekat dengan proses kornea sebelumnya

Tidak harus pada celah kelopak/fisura palpebra

PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Edukasi untuk mengurangi iritasi/paparan terhadap ultraviolet
Farmakologi

Pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3x sehari selama 5-7 hari
Pterigium derajat 3-4 tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Setelah avulsi
pterigium bagian konjungtiva tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang
diambil dari konjungtiva bagian superior untuk mengurangi kekambuhan
#N.B: Pasca operasi pasien diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3x
sehari sampai tampak tenang (21 hari pasca operasi)

KOMPLIKASI

Merah, iritasi, scar kronis pada konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum
eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada otot rektus medial yang
dapat menyebabkan diplopia
67

Komplikasi saat operasi: perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft
retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial
inclusion cysts, scar konjungtiva, scar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus

PROGNOSIS

Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada
hari pertama pasca operasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post
operasi dapat beraktivitas kembali
Rekurensi pasca operasi dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transplantasi membran amnion (umumnya rekurensi terjadi pada 3 6
bulan pertama pasca operasi)
Pasien dengan resiko tinggi (riwayat keluarga/terpapar sinar matahari yang lama)
dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi paparan sinar matahari

68

HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA

DEFINISI
Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi pada keadaan pembuluh darah rapuh (usia,
hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan
batuk rejan)

PROGNOSIS
Tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam 1-3 minggu

69

BLEFARITIS
Definisi Blefaritis
Blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak
dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel
dan kelenjar rambut

Etiologi Blefaritis
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman Streptococcus alfa atau beta,
Pneumococcus dan Pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat merupakan penyebab
dapat pula merupakan vektor untuk terjadinya infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk
blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif dan blefaritis angularis. Blefaritis sering disertai
dengan konjungtivitis dan keratitis

Faktor Resiko Blefaritis


Berdasarkan American Optometric Association 2002, ada beberapa hal faktor resiko
blefaritis antara lain:
Penyakit sistemik yang mendasarinya
Dermatitis seboroik
Akne rosasea
Dermatitis atopik dan psoriasis
Sika keratokojuntivitis

Manifestasi Klinis Blefaritis

Iritasi
Gatal pada pinggir palpebral
Rasa terbakar
Kemerahan

70

Klasifikasi Blefaritis
2.7.1

Blefaritis Bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai sangat berat. Diduga sebagian besar

infeksi kulit superficial kelopak diakibatkan Streptococcus. Bentuk infeksi kelopak dikenal
sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eskematoid. Pengobatan pada infeksi ringan ialah
dengan memberikan antibiotic lokal dan kompres basah dengan asam borat, Pada blefaritis
sering diperlukan pemakaian kompres hangat. Infeksi yang berat diberikan antibiotic
sistemik.
2.7.2 Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superficial disebabkan oleh Staphylococcus maka pengobatan yang
terbaik adalah dengan salep antibiotic seperti sulfasetamid dan sulfisoksazol. Sebelum
pemberian antibiotic krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun
maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar
Meibom yang biasa menyertainya.
2.7.3. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun) dengan keluhan
mata kotor, panas, dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar
meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hyperemia, hipertrofi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis, dan jaringan
keropeng.
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.
Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari
kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan
dengan nitras argenti 1%. Salep sulfonamide berguna aksi keratolitiknya. Kompres hangat
selama 5-10 menit. Kelenjar meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Pada
blefaritis sebore antibiotik diberikan lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4 kali 250 mg.
2.7.4. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada
pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan
peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit di daerah akar bulu mata dan
sering terdapat pada orang dengan kulit berminyak. Blefaritis ini berjalan bersama dengan
dermatitis sebore.

71

Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolic ataupun oleh jamur. Pasien
dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat
sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik ini
mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan
shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme
pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis dan konjungtiva.
2.7.5. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
Staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekuning-kuningan
yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu
mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila
diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit ini bersifat infeksius. Ulserasi
berjalan lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok
(madarosis).
Pengobatan dengan antibiotic dan hygiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis
ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan
stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus
ditambah antibiotic sistemik dan diberi roboransia. Penyulitnya adalah madarosis akibat
ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superficial, keratitis
pungtata, hordeolum, dan kalazion.
2.7.6. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi kelopak di sudut
kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus
eskternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi pungtum
lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan Staphylococcus aureus atau Morax Axenfeld.
Biasanya kelainan bersifat rekuren. Blefaritis angularis dapat diobati dengan sulfa, tetrasiklin
dan seng sulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut balik mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal.
2.7.7. Blefaritis Virus
2.7.7.1. Herpes Zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus.
Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion

72

cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata
atas.
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat
pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa demam. Pada kelopak
mata terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang
oftalmik saraf trigeminus superficial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes
zoster mata.
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi hanya simtomatik.
Pengobatan steroid superficial tanpa masuk ke dalam mata akan mengurangkan gejala
radang. Terdapat berbagai pendapat mengenai pengobatan steroid sistemik. Pengobatan stroid
dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. Hati-hati kemungkinan terjadinya viremia
pada penderita penyakit yang menahun. Infeksi herpes zoster diberi analgesic untuk
mengurangkan rasa sakit, penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik adalah
uveitis, parese otot penggerak mata, glaucoma, dan neuritis optik.
2.7.7.2. Herpes Simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang sama pada
bibir merupakan tanda herpes simpleks kronik. Dikenal bentuk blefaritis simpleks yang
merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi
bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket.
Tidak terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberi
antibiotic sistemik atau topikal. Pemberian kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena
dapat mengakibatkan menularnya herpes simpleks pada kornea. Asiklovir dan IDU dapat
diberikan terutama pada infeksi dini.
2.7.8. Blefaritis Jamur
2.7.8.1. Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superficial biasanya diobati dengan griseofulvin terutama
efektif untuk eipdermomikosis. Diberikan 0,5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi
rata. Pengobatan diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi
kandida diberi pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per gram.
2.7.8.2. Infeksi Jamur Dalam
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi Actinomyces dan
Nocardia efektif diobati dengan sulfonamid, penisilin atau antibiotic spektrum luas.
Amfoterisin B dipergunakan untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis,
torulosis, kriptokokosis dan blastomikosis.
73

Pengobatan Amferoterisin B dimulai dengan 0,05-0,1 mg/Kg BB, yang diberikan


intravena lambat selama 6-8 jam. Dilarutkan dalam dekstrose 5% dalam air. Dosis dinaikkan
sampai 1 mg/Kg BB, dosis total tidak boleh melebihi 2 gram. Pengobatan diberikan setiap
hari selama 2-3 minggu setelah gejala berkurang. Penyulit yang terberat adalah kerusakan
ginjal yang akan membuat urea darah meningkat dan terdapatnya cast dan darah dalam urin.
Bila terjadi peningkatan urea nitrogen darah melebihi 50 atau kreatinin lebih 2 maka
pengobatan harus dihentikan. Obat ini toksik dan memerlukan penentuan indikasi pemakaian
yang tepat.
2.7.8.3. Blefaritis Pedikulosis
Kadang-kadang pada penderita dengan hygiene yang buruk akan dapat bersarang tuma
atau kutu pada pangkal silia didaerah margo palpebra. Pengobatan pedikulosis adalah dengan
aplikasi salep merupakan ammoniated 3%. Salep fisotigmin dan tetes mata DFP cukup efektif
untuk tuma atau kutu ini.
2.7.9. Alergi
2.7.9.1. Dermatitis Kontak
Dermatitis kontak penyebabnya adalah bahan yang berkontak pada kelopak, maka
dengan berjalannya waktu gejala akan berkurang. Pengobatan dengan melakukan
pembersihan kelopak dari bahan penyebab, cuci dengan larutan NaCl, beri salep mengandung
steroid sampai gejala berkurang.
2.7.9.2. Blefaritis Urtikaria
Urtikaria pada kelopak terjadi akibat masuknya obat atau makanan pada pasien yang
rentan. Untuk mengurangi keluhan umum diberikan steroid topikal ataupun sistemik, dan
dicegah pemakaian steroid lama. Obat antihistamin untuk mengurangi gejala alergi.

Penatalaksanaan Blefaritis
Pengobatan pada blefaritis akut adalah menjaga kebersihan dan pemberian obat
antibiotik Tidak ada pengobatan yang lengkap untuk blefaritis kronik. Pengobatan blefaritis
antara lain :
1. Menjaga higene (misalnya kompres)
2. Pemakaian shampoo anti ketombe misalnya selenium
3. Obat tetes mata atau salep antibiotik misalnya eritromisin, bacitracin, polimiksin,
gentamisin
Peradangan yang jelas pada struktur-struktur mengharuskan pengobatan aktif, termasuk
terapi antibiotik sistemik dosis rendah jangka panjang, biasanya doxycyline (100 mg dua kali
74

sehari) atau eritromisin (250 mg tiga kali sehari), tetapi juga berpedoman pada hasil biakan
bakteri dari tepi palpebra dan steroid topikal lemah (sebaiknya jangka pendek) misalnya
prednisolon 0,125% dua kali sehari.

75

HORDEOLUM

DEFINISl
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum biasanya
merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sabasea kelopak mata.
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis penyakit
infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktek kedokteran. Insidensitidak
bergantung pada ras dan jenis kelamin. Dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering
padaorang dewasa, kemungkinan karena kombinasi dari beberapa faktor seperti tingginya
levelandrogen dan peningkatan insidensi meibomitis dan rosacea pada dewasa.
ETIOLOGI
Biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus adalah penyebab pada
90 95% kasus). Biasanya dapat dicetuskan oleh stress, nutrisi yang buruk, penggunaan
pisau cukur yang sama untuk mencukur rambut disekitar mata dan kumisatau tempat lain.
Infeksi ini mudah menyebar, sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai kebersihan
individual. Yaitu dengan tidak menyentuh mata yang terinfeksi, pemakaiankosmetik
bersama-sama, pemakaian handuk dan washcloth bersama-sama.
GEJALA KLINIS
Gejala :
- Pembengkakan
- Rasa nyeri pada kelopak mata
- Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
- Riwayat penyakit yang sama
Tanda :
- Eritema
- Edema
- Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
- Seperti gambaran abses kecil
PATOFISIOLOGI
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya.
Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.
Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan pembentukan nanah dalamlumen
kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya mengenai kelenjar Zeis dan Moll.
Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Statis ini akan
mencetuskan infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
PENATALAKSANAAN

76

Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu. Namun tak
jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik)
maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:

Kompres hangat selama sekitar 10-15 menit, 4 kali sehari.

Antibiotik topikal (salep, tetes mata), misalnya: Gentamycin, Neomycin, Polimyxin B,


Chloramphenicol, Dibekacin, Fucidic acid, dan lain-lain. Obat topikal digunakan selama 7-10
hari, sesuai anjuran dokter, terutama pada fase peradangan.

Antibiotika oral (diminum), misalnya: Ampisilin, Amoksisilin, Eritromisin, Doxycyclin.


Antibiotik oral digunakan jika hordeolum tidak menunjukkan perbaikan dengan antibiotika
topikal. Obat ini diberikan selama 7-10 hari. Penggunaan dan pemilihan jenis antibiotika oral
hanya atas rekomendasi dokter berdasarkan hasil pemeriksaan.
Adapun dosis antibiotika pada anak ditentukan berdasarkan berat badan sesuai dengan
masing-masing jenis antibiotika dan berat ringannya hordeolum.
Obat-obat simptomatis (mengurangi keluhan) dapat diberikan untuk meredakan keluhan
nyeri, misalnya: asetaminofen, asam mefenamat, ibuprofen, dan sejenisnya.
Pada nanah dan kantong nanah tidak dapat keluar dilakukan insisi. Pada insisi hordeolum
terlebih dahulu diberikan anestesia topikal dengan pentokain tetes mata. Dilakukan anestesi
infiltrasi dengan prokain atau lidokain di daerah hordeolum dan dilakukan insisi yang bila :

Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.

Hordeolum eksternum dibuat insisi sejajar dengan margo palpebra.


Setelah dilakukan insisi dilakukan ekskohleasi atau kuretase seluruh isi jaringan meradang di
dalam kantongnya dan kemudian diberi salep antibiotik.
PROGNOSIS
Hordeola biasanya sembuh spontan dalam waktu 1-2 minggu. Resolusi lebih cepat dengan
penggunaan kompres hangat dan ditutup yang bersih. Hordeola Internal terkadang
berkembang menjadi chalazia, yang mungkin memerlukan steroid topikal atau intralesi atau
bahkan insisi dan kuretase.
PENCEGAHAN
Pencegahan hordeolum dapat dilakukan dengan menjaga kebersihan wajah danmembiasakan
mencuci tangan sebelum menyentuh wajah agar hordeolum tidak mudah berulang,dengan
mengusap kelopak mata dengan lembut menggunakan washlap hangat untuk membersihkan
ekskresi kelenjar lemak, menjaga kebersihan peralatan make-up mata agar tidak
terkontaminasi oleh kuman, dan menggunakan kacamata pelindung jika bepergian di daerah
berdebu.

77

Kalazion
Definisi
Peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat dengan infeksi ringan
mengakibatkan peradangan kronis.

Etiologi
Timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar atau sekunder dari
hordeolum internum
Higiene yang buruk pada palpebra dan faktor stress juga sering dikaitkan dengan
terjadinya kalazion.

Epidemiologi
Pada semua umur

78

Umur yang lebih tinggi jarang terjadi

Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra barubaru ini
Diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan, perlunakan).
Riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau (kecenderungan kambuh pada
individu-individu tertentu).

Gejala Klinis
Benjolan kelopak mata
Tidak hiperemis
Tidak ada nyeri tekan
Pseudoptosis
Kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanan sehingga terjadi
kelainan refraksi pada mata
Setelah beberapa hari, gejala awal hilang, tanpa rasa sakit, tumbuh lambat, benjolan
tegas dalam kelopak mata. Kulit di atas benjolan dapat digerakkan secara longgar
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior (jumlah kelenjar Meibom >>
palpebra inferior)
dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom karena penebalan dari saluran
kelenjar Meibom, gk: keluarnya cairan putih seperti pasta gigi

Diagnosis
Berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata
Saluran Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit
Lakukan BIOPSI !

Tatalaksana
Kadang dapat sembuh atau hilang sendiri akibat diabsorbsi setelah beberapa bulan
atau tahun.
Kompres hangat 10-20 menit 4x/hr

79

Antibiotik topikal dan steroid disertai kompres panas -> tidak berhasil -> lakukan
pembedahan
Bila kecil dapat disuntik steroid dan yg besar dilakukan pengeluaran isinya
Bila terdapat sisa lakukan kompres panas
Pada abses palpebra pengobatan dilakukan insisi dan pemasangan drain, diberi
antibiotik lokal dan sistemik
Analgetik dan sedatif sangat diperlukan untuk rasa sakit
Untuk mengurangi gejala:
Ekskokleasi isi abses atau dilakukan ekstirpasi
Terjadi kalazion berulang kali -> pemeriksaan biopsi

Komplikasi
Kalazion besar -> mengubah kontur kornea -> astigmatisma
Kemungkinan karsinoma sel sebasea
Rusaknya sistem drainase dapat menyebabkan trichiasis dan kehilangan bulu mata

80

SKLERITIS
1.

DEFINISI
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai

olehdestruksi
kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
Skleritis adalah peradangan sklera pada mana pembuluh darah cenderung tampak
bewarna purpel.
2.

ETIOLOGI
Pada

banyak

kasus,

kelainan-kelainan

skelritis

murni

diperantarai

oleh

proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III
(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi
mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan
oleh proses-proses lokal,misalnya bedah katarak.Berikut ini adalah beberapa penyebab
skleritis, yaitu:

a)

Penyakit Autoimun Spondilitis ankylosing, Artritis rheumatoid, Poliartritis nodosa,

Polikondritis berulang,Granulomatosis Wegener, Lupus eritematosus sistemik, Pioderma


gangrenosum, Kolitisulserativa, Nefropati IgA, Artritis psoriatic
b)

Penyakit Granulomatosa Tuberkulosis, Sifilis, Sarkoidosis, Lepra, Sindrom Vogt-

Koyanagi-Harada
c)

Gangguan metabolik Gout, Tirotoksikosis, Penyakit jantung rematik aktif

InfeksiOnkoserkiasis,

Toksoplasmosis,

Herpes

Zoster,

Herpes

Simpleks,

Infeksi

olehPseudomonas,Aspergillus, Streptococcus, Staphylococcus


d)

Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa),

Mekanis (cederatembus), Limfoma, Rosasea, Pasca ekstraksi katarak Tidak diketahui

81

3.

PENGKLASIFIKASIAN SKLERITIS

Skleritis diklasifikasikan menjadi 3 antara lain:


1. Episkleritis
a. Simple
Biasanya
muda yang

jinak,

sering

bilateral,

reaksi

inflamasi

terjadi

pada

usia

berpotensi mengalami rekurensi .Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak

nyaman pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran
pembuluh darah baik difus maupunsegmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan
sering mengenai usia decade 40 an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis.
Sekitar30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5%
dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan
dengan herpeszoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2. Skleritis Anterior
Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis
anterior adalah:
a) Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh
permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.
b) Nodular anterior scleritis.Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodulradang yang
eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior.Sekitar 20% kasus
berkembang menjadi skleritis nekrosis.
c) Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit sistemik
seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan
d) kerusakan padasklera terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal
sebagaisklerokeratitis.

82

e) Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang
sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul
rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai
3.

Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis

anterior.Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan
melihat.

Dari pemeriksaan objektif didapatkan

adanya

perubahan

fundus7,

adanya

perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina,
udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut
dapat

menyebabkan ruang okuli anteriordangkal, proptosis, pergerakan ekstra ocular yang

terbatas dan retraksi kelopak mata bawah.


a)

Dapat ditemukan tahanan gerakan mata, sensitivitas pada palpasi danproptosis.

b)

Dilatasi fundus dapat berguna dalam mengenali skleritis posterior.Skleritis


posterior

c)

dapat menimbulkan amelanotik koroidal.

Pemeriksaan funduskopi dapat menunjukan papiledema, lipatankoroid, dan


perdarahan atau ablasio retina.

4.

PATOFISIOLOGI
Penyakit tersering yang menyebabkan skleritis antara lain adalah rheumatoid

arthritis, ankylosing spondylitis,systemic lupus erythematosus, polyarteritis nodosa,


Wegener's granulomatosis, herpes zoster virus, gout dan sifilis.Karena sklera terdiri dari
jaringan ikat dan serat kolagen, skleritis adalah gejala utama dari gangguan vaskular kolagen
pada 15% dari kasus. Gangguan regulasi autoimun pada pasien yang memiliki predisposisi
genetik dapat menjadi penyebab terjadinya skleritis. Faktor pencetus dapat berupa organisme
menular, bahanendogen, atau trauma.Proses peradangan dapat disebabkan oleh kompleks
imun yang mengakibatkan kerusakan vaskular (hipersensitivitas tipe III) atau pun
respon granulomatosa kronik (hipersensitivitas tipe IV).
Hipersensitivitas tipe III dimediasi oleh kompleks imun yang terdiri dari antibody
IgG dengan antigen. Hipersensitivitas tipe III terbagi menjadi reaksi local (reaksi Arthus) dan
reaksi sistemik. Reaksi lokal dapat diperagakan dengan menginjeksi secara subkutan larutan
antigen kepada penjamu yang memiliki titer IgG yang signifikan. Karena FcgammaRIII
adalah reseptor dengan daya ikat rendah dan juga karena ambang batas aktivasi melalui
reseptor ini

lebih tinggi dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama
83

dibandingkan

dengan tipe I, secara umum memakan waktu maksimal 4 8 jam dan

bersifat lebih menyeluruh.


Reaksi sistemik

terjadi

dengan

adanya

antigen

dalam

sirkulasi

yang

mengakibatkan pembentukan kompleks antigen antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi.
Patologiutama
oleh
mast

dikarenakan

deposisi

kompleks

yang

ditingkatkan

peningkatan permeabilitas vaskular yang diakibatkan oleh pengaktivasian dari sel


melaluiFcgammaRIII.

Kompleks
dan

imun

yang

terdeposisi

menyebabkan

netrofil

mengeluarkan isi

granul

membuat kerusakan pada endotelium dan membrane basement sekitarnya.

Kompleks tersebut

dapat terdisposisi pada bermacam macam lokasi seperti kulit,

ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe IIIadalah komplikasi post
infeksi seperti arthritis dan

glomerulonephritis.

Hipersensitivitas tipe IV adalah satu satunya reaksi hipersensitivitas

yang

disebabkan

oleh sel T spesifik antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga hipersensitivitas tipe
lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel jaringan dendritik

telah mengangkat

antigen lalu memprosesnya dan menunjukkan pecahanpeptida yang sesuai

berikatan

dengan MHC kelas II, kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada

dalam

jaringan.
Aktivasi dari sel T tersebut,membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin untuk
makrofag, sel T lainnya,dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah
adanya

infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung

mendominasi. Reaksi maksimal memakan waktu 48 72 jam. Contoh klasik dari


hipersensitivitas tipe lambat adalah tuberkulosis. Contoh yang paling sering adalah
hipersensitivitas kontak yang

diakibatkan dari pemaparan seorang individu dengan garam

metal atau bahan kimia reaktif. Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan
kerusakan sklera, yaitudeposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul
poskapiler (peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis
dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.

84

5.

TANDA DAN GEJALA

Gejala-gejala

dapat

meliputi

rasa

nyeri,

mata

berair,

fotofobia,

spasme,

dan

penurunan ketajaman penglihatan.Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala
yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul
dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik
nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan
sinus, pasien terbangunsepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang
sementara dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa
disertai sekret mukopurulen.

6.

KOMPLIKASI
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio

retina eksudatif, proptosis, katarak, dan hipermetropia. Keratitis bermanifestasi sebagai


pembentukan alur perifer, vaskularisasi perifer, atau vaskularisasi dalam dengan atau tanpa
pengaruh kornea.
Uveitis adalah tanda buruk karena sering tidak berespon terhadap terapi.
Kelainan ini sering disertai oleh penurunan penglihatan akibat edema makula. Dapat terjadi
galukoma sudut terbuka dan tertutup. Juga dapat terjadi glaukom akibat steroid.Skleritis
biasanya disertai dengan peradangan di daerah sekitarnya seperti uveitis atau keratitis
sklerotikan. Pada skleritis akibat terjadinya nekrosis sclera atau skleromalasia maka
dapat terjadi perforasi pada sklera. Penyulit pada kornea dapat dalam bentuk keratitis
sklerotikan,dimana terjadi kekeruhan kornea akibat peradangan sklera terdekat. Bentuk
keratitis sklerotikan adalah segitiga yang terletak dekat skleritis yang sedang meradang. Hal
ini terjadi akibat gangguan susunan

serat

kolagen stroma. Pada keadaan

ini

tidak pernah terjadi neovaskularisasi kedalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea
yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yangdimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral
kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.

85

7.

PEMERIKASAAN FISIK

a) Daylight,Sklera bisa terlihat merah kebiruan atau keunguan yang difus.


b) Pemeriksaan Slit Lamp, Pada skleritis, terjadi bendungan yang masif di jaringan
dalam episklera dengan

beberapabendungan pada jaringan superfisial episklera.

c) Pemeriksaan Red-free Light ,Pemeriksaan ini dapat membantu menegakkan area


yang

mempunyai kongesti vaskularyang maksimum, area dengan

tampilan vaskular yang baru

dan juga area yang avaskular

total.Selain itu perlu pemeriksaan secara umum pada mata

meliputi

otot ekstra okular, kornea, uvea,lensa, tekanan intraokular dan fundus.

8.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemerikasaan Lab
a)

Hitung darah lengkap dan laju endap

b)

Kadar komplemen serum (C3)

c)

Antibody antinukleus serum

d)

Imunologi E

e)

Kadar asam urat serum

9.

PENATALAKSANAAN
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis

adalah obat antiinflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti
oleh penguranganperadangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera
setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis
tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan
dengan cepat dalam 2minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala,
penyakit yang beratmengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g
86

setiap minggu.Obat- obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat
bermanfaatapabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja
tidak bermanfaattetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila
dapat diidentifikasiadanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid
sistemik kemudian akanditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya
merupakan suatu responhipersensitif atau efek dari invasi langsung mikroba.Tindakan bedah
jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera ataukornea. Tindakan ini
kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasilangsung
mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit
perforasi kornea.Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung
terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi.
Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi
tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberian
kemoterapi.Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi
diberikanpada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium inijarang timbul gejala,
sebagian besarkasus tidak diobati sampai timbul penyulit.

87

Daftar pustaka

Anatomi sobota
Embriologi langman
Histologi trisakti dan junquera
Sherwood
Ophtalmologi vaughan
Buku kesehatan mata

88

Anda mungkin juga menyukai