: dr. Citra
1210211199
SABRINA ANDHINI
1210211039
GESTI CHAIRUNISA
1210211099
NAJIBAH ZULFA
1210211079
DEA NOVIANDA
1210211176
CHEVI HIDAYAT
1210211003
1210211070
WISESA NANDIWARDHANA
1210211074
1210211035
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL VETERAN JAKARTA
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT. Yang dengan izinnya maka
makalah ini dapat diselesaikan. Makalah ini merupakan makalah mengenai kasus pertama di
blok SSS.
Kami juga mengucapkan terima kasih kepada dr. Citra atas segala pengarahan,
bimbingan, dan kasih sayang yang telah dicurahkan selama proses tutorial. Terima kasih juga
kepada kelompok tutorial B1 atas kerjasamanya mulai dari proses pembahasan hingga
pembuatan makalah ini.
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah sebagai laporan dan kesimpulan dari
diskusi yang telah kami lakukan dalam pembahasan kasus pertama ini serta untuk menambah
pengetahuan penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih sangat jauh dari kesempurnaan, maka dari
itu penulis sangat mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca agar kami
dapat lebih baik lagi untuk kedepannya.
Terima kasih atas segala perhatiannya dan semoga makalah ini dapat bermanfaat.
Jakarta,
Februari 2015
Tutorial B1
DAFTAR ISI
Case ................................................................................................................ 4
Embriologi ..................................................................................................... 8
Anatomi ...........................................................................................................15
Histologi .......................................................................................................... 25
Fisiologi .......................................................................................................... 32
Mikroorganisme .............................................................................................. 39
Konjungtivitis .................................................................................................. 49
Pterygium ......................................................................................................... 65
Hematomsnkonjungtiva ................................................................................... 69
Blefaritis ........................................................................................................... 70
Hordeolum ....................................................................................................... 76
Khalazion ......................................................................................................... 78
Skleritis .............................................................................................................. 80
Daftar pustaka ................................................................................................... 87
CASE
Halaman 1
Seorang pasien laki-laki bernama Tn. M usia 20 tahun datang ke poliklonik tempat anda
bekerja dengan keluhan mata sebelah kiri terlihat merah sejak 3 hari yang lalu. Ia merasa
seperti menangis karena air mata matanya sering keluar. Selama ini ketika mengalami mata
merah ia selalu menggunakan tetes mata insto yang dibeli di warung dekat rumah, namun
untuk keluhan yang sekarang ia merasa tidak ada perbaikan.
Halaman 2
Selain mata merah, pasien juga merasakan gatal, lengket, dan berlendir pada mata kirinya
tersebut. Pasien bercerita bahwa setiap pagi ia sulit membuka mata karena banyak kototran
berwarna kuning yang menempel pada kelopak matanya. Ia mengaku masih dapat melihat
dengan jelas dan tidak silauterhadap cahaya. Ia menyangkal adanya demam . riwayat trauma
tidak ada. Mata sebelah kanan tidak ada keluhan. Pasien mengaku tidak pernah sakit seperti
ini sebelumnya. 3 saudara kandu yang tinggal serumah dengan pasien tidak ada yang
menderita keluhan yang sama dengan pasien. Pasien adalah anak kelima dari enam
bersaudara, belum mempunyai pekerjaan tetap dan hanya sekolah tamatan SD.
Halaman 3
Pemeriksaan fisik
Status generalisata :
Keadaan umum
Kesadaran
Tekanan darah
: 120/80mmHg
Nadi
: 86x/menit
Nafas
: 18x/menit
Suhu
: 37,2oC
Mata
THT
membesar
Leher
Thorak
Abdomen
: perut tidak tampak membesar, hepar dan lien ridak teraba, pekusi,
timpani bising usus normal
Ekstremitas
Status opjtalmikus
Status ophtalmikus
Visus tanpa koreksi
Visus dengan koreksi
Refleks fundus
Silia/supersilia
OD
6/6
+
Madarosis (-), trikiasis (-)
Palpebra superior
Palpebra inferior
Margo palpebra
Udem (-)
Udem (-)
Hordeolum (-), khalazion (-)
Aparat lakrimalis
Konjungtiva tarsalis
Lakrimasi normal
Hiperemis (-), papil (-),
folikel (-)
Khemosis (-)
Hiperemis (-), injeksi
Konjungtiva forniks
Konjungtiva bulbi
OS
6/6
+
Madarosis (-), trikiasis (-),
krusta (=)
Udem (+)
Udem (+)
Horedoulum (-), khalazion ()
hiperlakrimasi
Hiperemis (+), papil (-),
folikel (-)
Khemosis (+)
Hiperemis (+), injeksi
Sclera
Korena
Kamera okuli anterior
Iris
Pupil
Lensa
Korpus vitreum
Fundus
Tekanan bulbi okuli
Gerakan bulbus okuli
Pemeriksaan mikrobiologi
Pemeriksaan pewarnaan gram terhadap secret didapatkan hasil sebagai berikut :
Bentuk
: cocus
Susunan
Warna
: ungu
EMBRIOLOGI MATA
3. Lensa Mata.
Janin 13 mm (6 minggu) : sel-sel dinding posterior vesikel lensa memanjang dan
mengisi vesikel lensa, akhirnya penuh pada janin 26 mm (7 minggu), Pembentukan lensa ini
selesai pada bulan ke7.
4. Retina.
Lapisan luar mangkok optik menjadi lapisan pigmen epitelium retina pada janin 10
mm (5 minggu). Lapisan dalam mangkok optik membentuk 9 lapisan retina yang lainnya.
Pada bulan ke8, makula lebih tebal dari bagian lain retina dan terjadi pencekungan makula
lutea. Makula berkembang secara anatomis sampai bayi berumur 6 bulan sesudah lahir.
B. ANATOMI MATA
I. RONGGA ORBITA
Volume rongga orbita orang dewasa 30 mL, bola mata hanya mengisi 1/5 rongga
orbita, sisanya lemak dan otot ekstraokuler, pembuluh darah, saraf, kelenjar getah bening dan
jaringan ikat. Rongga orbita berbentuk limas segi 4 dengan puncaknya arah ke dalam.
Sinus Maxillaris.
Kelenjar Lacrimalis terletak dalam fossa lacrimallis di bagian anterior lateral atap
orbita. APEKS atau puncak rongga orbita adalah :
1. Tempat masuk saraf dan pembuluh darah ke mata.
2. Origo semua otot ekstra okuler, kecuali otot obliqus inferior
A. Tepi Anterior.
Disini terdapat :
10
1. Bulu Mata.
2. Kelenjar Zeiss dan Moll
B. Tepi Posterior.
Yang langsung kontak dengan bola mata, disini terdapat kelenjar Meibom.
C. Punctum Lacrimalis.
Terdapat pada ujung medial dari tepi posterior palpebra. Punctum ini berfungsi
sebagai ekskresi air mata melalui kanalis lakrimalis terus menuju ke sakkus lakrimalis.
2. Bagian Palpebra.
Terletak di segmen temporal dari fornik konjungtiva superior.
11
3. Kornea
Kornea adalah jaringan transparan dengan ketebalan : di tengah 0,54 mm, di
tepi 0,65 mm, dan diameternya sekitar 11,50 mm. kekuatan refraksi kornea 40
Dioptri.
Iris
Perpanjangan korpus siliaris ke anterior, merupakan permukaan pipih dengan
lubang di tengah yang disebut pupil. Pupil mengendalikan cahaya yang masuk
dengan mengecil (miosis) akibat aktivitas parasimpatis melalui N. III dan juga
pupil bisa melebar (midriasis) oleh aktivitas saraf simpatis.
-
Badan siliaris
Badan siliaris mempunyai processus ciliaris berfungsi membentuk aquous
humor.
-
Choroid
Choroid segmen posterior uvea, di antara lapisan retina dan sklera. Choroid di
sebelah dalam dibatasi oleh membran Brunch dan sebelah luar di batasi oleh sklera.
2. Lensa mata.
Lensa bentuk bikonvek, avaskuler, tidak berwarna, hampir transparan sempurna.
Tebal 4 mm dan diameternya 9 mm. kekuatan refraksi lensa 20 Dioptri. Digantung Zonulla
Zinii yang menghubungkannya dengan corpus siliare. Lensa terdiri dari 65 % air dan 35 %
protein.
2. Choroid.
3. Retina.
Selembar tipis jaringan saraf, semitransparan multilapis, melapisi bagian dalam 2/3
posterior dinding bola mata. Retina terdiri dari 10 lapisan pigmen epitelium. Berhubungan
langsung dengan membran Brunch dari Choroid, permukaan dalam yaitu membrane
limitan interna berhubungan langsung dengan badan kaca.
13
Di tengah retina bagian posterior terdapat makula lutea yang di tengahnya ada
cekungan yang disebut fovea. Pada fovea ini, fotoreseptornya hanya terdiri dari selkerucut
saja.
Fovea sepenuhnya diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid yang berada di luar
membran Brunch. 1/3 retina diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid, sedangkan 2/3 bagian
dalam retina diperdarahi oleh cabang-cabang arteri sentralis retina, kecuali daerah macula
lutea hanya diperdarahi oleh khoriokapiler khoroid secara difusi. Lapisan retina mulai dari
bagian dalam adalah sebagai berikut
14
ANATOMI MATA
ORBITA
Os. Frontal
Os. Spenoidal
Os. Zygomaticus
Os. Palatinum
Os. Maxila
Os. Ethmoidales
Os. Lakrimalis
15
Orbita berbentuk buah pir, dengan nervus optikus sebagai tangkainya. Lingkaran anterior
lebih kecil sedikit dari pada lingkaran di bagian dalam tepiannya yang merupakan pelindung
yang kuat.
Volume orbita kira-kira 30cc dan bola mata hanya menempati seperlima bagian ruangan,
selebihnya diisi lemak dan otot. Pada bagian anterior, terdapat septum orbitae (pemisah
antara palpebra dan orbita).
Orbita berisi :
Orbita berhubungan dengan sinus frontalis di atas, sinus maksilaris di bawah, sinus
ethmoidalis dan sinus sphenoid di medial. Dasar orbita yang tipis mudah rusak oleh trauma
langsung terhadap bola mata sehingga menimbulkan 'fraktur blow-out' dengan herniasi isi
orbita ke dalam antrum maksilaris. Infeksi pada sinus ethmoidalis dan sphenoid dapat
mengikis dinding medialnya yang setipis kertas (lamina papyracea) dan mengenai orbita.
Defek pada atapnya (misal : neurofibromatosis) dapat berakibat timbulnya pulsasi pada bola
mata yang berasal dari otak.
Dinding Orbita:
Atap orbita => terdiri dari facies orbitalis osis frontalis. Di bagian anterior lateral atas,
terdapat fosa lakrimalis yang berisi kelenjar lakrimal. Di posterior atap, terdapat ala
parva osis sphenoid yang mengandung kanalis optikus.
Dinding lateral => dipisahkan dari bagian atap oleh fisura ortalis superior yang
memisahkan ala parva dan ala magna osis sphenoidalis. Bagian anterior dinding
lateral dibentuk oleh facies orbitalis osis zygomatici (malar), merupakan bagian
terkuat orbita.
Dasar orbita => dipisahkan dari dinding lateral oleh fisura orbitalis inferior. Bagian
dasar yang luas terbentuk dari pars orbitalis osis maksilaris (merupakan tempat yang
paling sering terjadinya fraktur). Processus orbitalis osis platini membentuk daerah
segitiga kecil pada dasar posterior.
Apeks Orbita => merupakan tempat masuknya semua saraf dan pembuluh darah ke mata
serta merupakan tempat asal semua otot ekstraokuler kecuali obliquus inferior.
16
Perdarahan
Arteri Carotis Interna => Arteri Ophtalmika (berjalan dengan nervus optikus menuju orbita
dan bercabang)
=> Arteri Retina Sentralis (cabang intraorbita pertama, memasuki nervus optikus
sekitar 8-15mm di belakang bola mata.
=> Arteri Lakrimalis => perdarahi glandula lakrimalis dan kelopak mata atas.
=> Arteri Siliaris Posterior Longa dan Brevis (cabang muskularis ke berbagai otot
orbita)
o Longa => perdarahi korpus siliare dan beranastomose dengan arteri siliaris
anterior membentuk circulus arterialis mayor iris.
o Brevis => perdarahi khoroid dan bagian nervus optikus.
=> Arteri Siliaris Anterior (cabang muskularis menuju muskuli recti) => perdarahi
sklera, episklera, limbus, konjungtiva.
=> Arteri Palpebralis (cabang ke kelopak mata)
ACPL (Artery Cyliaris Posterior Longus) + ACA (Artery Cyliaris Anterior) => di pangkal
iris membentuk sirkulus arteriosus mayor.
Bola Mata
Bola mata dewasa normal hampir mendekati bulat dengan diameter anteroposterior sekita
24,5 mm. Pada saat bayi, panjangnya 16,5 mm.
Perdarahan konjungtiva versal dari arteri siliaris anterior dan arteri palpebralis. Persarafannya
berasal dari cabang pertama N. V.
Kapsula Tenon (Fascia Bulbi)
Kapsula Tenon merupakan membran fibrosa yang membungkus bola mata dari limbus
sampai ke nervus optikus. Di dekat limbus, konjungtiva-kapsula tenon-dan episklera
menyatu. Segmen bawah kapsula tenon tebal dan menyatu dengan fasia muskulus rektus
inferior dan muskulus obliquus inferior membentuk ligamentum suspensorium
bulbi(Ligamentum Lock-wood), tempat terletaknya bola mata.
Sklera dan Episklera
Sklera merupakan 5/6 bagian dinding bola mata berupa jaringan kuat yang berwarna putih.
Permukaan luar sklera anterior dibungkus oleh lapisan tipis jaringan elastik halus yang
disebut episklera.
Dibagian anterior, sklera bersambung dengan kornea dan dibagian belakang bersambung
dengan duramater nervus optikus. Beberapa sklera berjalan melintang bagian anterior nervus
optikus sebagai Lamina Cribrosa. Persarafan sklera berasal dari saraf-saraf siliaris.
Episklera banyak mengandung pembuluh darah.
Lapisan pembungkus mata bagian luar :
1. Episklera
2. Sklera
3. Lamina Fusca=> lapisan berpigmen coklat pada permukaan dalam sklera yang
membentuk lapisan luar ruang suprakoroid.
18
Kornea
Kornea merupakan lapisan transparan yang melapisi 1/3 depan bola mata. Permukaannya
licin dan mengkilat. Lebih tebal di bagian pinggir dari pada sentral. Indeks biasnya 1,337
dengan daya refraksi + 42 dioptri.
Kornea bersifat avaskuler sehingga nutrisinya berasal dari pembuluh darah limbus, air mata,
dan akuos humor. Dipersarafi oleh N. V1 (N. Ophthalmicus).
Lapisan kornea :
1.
2.
3.
4.
5.
Epitel : terdiri dari 5-6 lapis sel berbentuk kubus sampai gepeng.
Membrana Bowman : Lapisan jernih aseluler.
Stroma : terdiri dari kumpulan sel yang membentuk jaringan ikat yang kuat.
Membrana Dessement : sebuah membran jernih yang elastik, tampak amorf.
Endotel : merupakan satu lapis sel berbentuk kubus.
Bila ada infeksi kronik, kornea akan memutih dan terbentuk vaskuler pada kornea.
Uvea
Uvea merupakan lapisan vaskuler tengah mata dan dilindungi oleh sklera dan. Bagian ini ikut
memasok darah ke retina. Terdiri dari :
19
Iris => merupakan perpanjangan korpus siliare ke anterior. Di dalam stroma iris
terdapat sfingter dan otot dilatator. Perdarahan iris berasal dari circulus mayor iris,
persarafannya berasal dari serat di dalam nervi siliare.
Iris berfungsi mengendalikan banyak cahaya yang masuk ke dalam mata. Ukuran
pupil ditentukan oleh keseimbangan antara konstriksi akibat aktivitas parasimpatik
yang dihantarkan melalui N. Kranialis III dan dilatasi yang ditimbulkan oleh aktivitas
simpatik.
Korpus Siliare
Korpus siliare dan epitel siliaris pembungkusnya berfungsi untuk produksi akuos
humor. Muskulus siliaris tersusun dari gabungan serat longitudinal, sirkuler, radial.
Fungsi serat sirkuler adalah untuk mengerutkan dan relaksasi serat Zonula yang
berorigo di lembah di antara prosesus siliaris.
Koroid => merupakan segmen posterior dari uvea, di antara retina dan sklera.
Tersusun dari 2 lapis pembuluh darah
Lensa
Lensa merupakan struktur bikonveks, avaskuler, tak berwarna, dan hampir transparan
sempurna. Lensa Kristalin => saat neonatal bentuknya hampir bulat dengan konsentrasi cair.
Daya akomodasinya sangat kuat. Lensa kristalin ini tumbuh seumur hidup di ekuator lensa
sehingga semakin tua lensanya semakin padat dan daya akomodasinya turun.
Saat dewasa, bentuknya cembung ganda, permukaan anterior lebih flat dibanding posterior.
Diameter 9 mmm, tebal 4,5-6 mm. Warnanya bening keabuan, transparan, avaskuler. Daya
refraksinya +16 dioptri, indeks bias 1,337.
Konsistensinya 65% air dan 35% protein (kristalin). Kandungan kalsium lensa lebih banyak
dari pada jaringan tubuh lain. Asam askorbat dan glutation terdapat dalam bentuk teroksidasi
maupun tereduksi. Tidak ada serat nyeri, pembuluh darah.
Menggantung pada korpus siliare melalui Zonula Zinii. Di anteriornya terdapat akuos humor
dan di posteriornya terdapat vitreus humor.
Aquaeus Humor
20
Vitreus
Korpus vitreus mengisi 2/3 bagian isi bola mata dan mempertahankan bentuknya selalu bulat.
Konsistensinya 99% air dan berbentuk gel.
ADNEKSA MATA
Alis Mata
Alis mata merupakan lipatan kulit menebal yang ditutupi rambut. Lipatan kulit ini ditunjang
oleh serat otot di bawahnya. Glabela merupakan prominentia tanpa rambut di antara alis.
Palpebra
Palpebra merupakan modifikasi lipatan kulit yang dapat menutup dan melindungi bola mata
bagian anterior. Struktur palpebra :
Lapisan Kulit => lapisan kulit luar, berbeda dengan kulit pada bagian tubuh lain
karena lebih longgar, tipis, dan elastik. Terdapat sedikit folikel rambut dan lemak
subkutan.
Muskulus Orbikularis Okuli => berfungsi untuk menutup palpebra. Dipersarafi oleh
N. Facialis.
Jaringan Alveolar => jaringan aerolar submuskular yang terdapat di bawah muskulus
orbikularis okuli.
Tarsus => struktur penyokong utama palpebra berupa jaringan fibrosa padat. Terdapat
tarsus superior dan inferior.
Konjungtiva Palpebra => selapis membran yang melekat pada tarsus di bagian
posterior palpebra.
Tepian Palpebra :
21
1. Tepian Anterior
o Bulu mata
o Glandula Zeis => modifikasi kelenjar sebasea kecil yang bermuara ke dalam
folikel rambut pada dasar bulu mata.
o Glandula Moll => modifikasi kelenjar keringat yang bermuara ke dalam satu
baris dekat bulu mata.
2. Tepian Posterior => bagian posterior palpebra yang berkontak dengan mata dan di
sepanjangnya bermuara dari kelenjar sebasea yang telah dimodifikasi (Glandula
Meibom)
3. Punktum Lakrimale
Aparatus Lakrimalis
Terdiri dari glandula lakrimalis > duktus sekretori > menyebar di permukaan mata > masuk
ke punctum superior atau inferior > menuju kanalis superior atau inferior > menyatu di
kanalis komunis > sakus lakrimalis > duktus lakrimalis > bermuara pada meatus inferior dari
rongga nasal.
Pasokan darah dari aparat lakrimal berasal dari arteria lakrimalis
PERSYARAFAN MATA
Nervus Optikus
Nervus opticus merupakan kumpulan dari 1 juta serat saraf. Terdapat beberapa bagian :
Ganglion retina dan aksonnya merupakan bagian dari susunan saraf pusat sehingga tidak
dapat beregenerasi bila terpotong. Mendapat pasokan darah dari cabang arteri retina.
22
Kiasma Optikus
Kiasma dibentuk dari pertemuan kedua nervi optici dan merupakan tempat penyilangan seratserat nasal ke tractus optikus. Kiasma menerima perdarahan dari circulus Willis.
Anatomi dan Fisiologi Otot Penggerak Bola Mata
Untuk diagnosis kelainan pergerakan mata, diperlukan penentuan kedudukan atau posisi bola
mata. Ada 9 posisi:
1. Posisi primer => mata melihata lurus ke depan
2. Posisi Sekunder => mata melihat lurus ke atas, bawah, kiri, dan kanan
3. Posisi Tertier => mata melihat ke atas kanan, atas kiri, bawah kanan, dan bawah kiri.
Pergerakan bola mata dilakukan oleh 3 pasang otot mata luar.
23
24
25
tampak
A.kornea
1.kamera okuli anterior
B.iris+sel pigmen
2. Kamera okuli posterior
C.Lensa
3.pupil
Tunika fibrosa
Sklera
o
o
o
o
Lap. Luar berwarna opak pada 5/6 bagian posterior bola mata
Ketebalan rerata 0.5 mm
Relatif avaskular
Terdiri dari jaringan ikat kuat
Kornea
26
o Transparan
o Sepenuhnya avaskular
o Terdiri dari 5 lapis
Membran Bowman
Stroma
Membran Descemet
Limbus
o Pertemuan antara kornea dan sklera
o Memiliki mikrovaskular dan humor aquosa pada bilik anterior
o Membran Descemet dan endotel selapisnya diganti oleh suatu sistem kanal
berlapis iregular (jalinan trabekular)
Choroid
27
Iris
Lensa
28
o Jar. avaskular
o Sifatnya sangat elastis
o Terdiri dari 3 komponen utama
Kapsul lensa
Epitel lensa
Serat lensa
Retina
Palpebra
Konjungtiva
30
o Terdiri atas epitel berlapis kolumnar dengan banyak sel kecil yang menyerupai
sel goblet
o Ditunjang oleh selapis tipis lamina propria jaringan ikat longgar
Kelenjar lakrimalis
o Kelenjar eksokrin
o Mirip kelenjar parotis
o Menghasilkan serosa
31
FISIOLOGI MATA
Mata adalah organ indra komplek yang peka terhadap cahaya. Yang dilakukan mata yang
paling sederhana hanya mengetahui apakah lingkungan sekitarnya adalah terang atau gelap.
Mata yang lebih kompleks dipergunakan untuk memberikan pengertian visual.
Organ luar
Bulu mata berfungsi menyaring cahaya yang akan diterima.
Alis mata berfungsi menahan keringat agar tidak masuk ke bola mata.
Kelopak mata ( Palebra) berfungsi untuk menutupi dan melindungi mata.
Organ dalam
Bagian-bagian pada organ mata bekerjasama mengantarkan cahaya dari sumbernya menuju
ke otak untuk dapat dicerna oleh sistem saraf manusia. Bagian-bagian tersebut adalah:
Kornea
Merupakan bagian terluar dari bola mata (pars anterior) yang menerima cahaya dari
sumber cahaya.
Sklera
Merupakan bagian dinding mata yang berwarna putih (pars posterior). Tebalnya ratarata 1 milimeter tetapi pada irensi otot, menebal menjadi 3 milimeter.
Lensa mata
Lensa mata menerima cahaya dari pupil dan meneruskannya pada retina. Fungsi lensa
mata adalah mengatur fokus cahaya, sehingga cahaya jatuh tepat pada bintik kuning
retina. Untuk melihat objek yang jauh (cahaya datang dari jauh), lensa mata akan
menipis. Sedangkan untuk melihat objek yang dekat (cahaya datang dari dekat), lensa
mata akan menebal.
Saraf optik
Saraf yang memasuki sel tali dan kerucut dalam retina, untuk menuju ke otak.
33
Mata diisi dengan cairan intraokuolar, yang mempertahankan tekanan yang cukup pada bola
mata untuk menjaga distensinya. Cairan ini dibagi dua : Humor aqueous (anterior lensa),
Humor vitreus (posterior lensa & retina).
Humor aqueous berperan sebagai pembawa zat makanan dan oksigen untuk organ di dalam
mata yang tidak berpembuluh darah yaitu lensa dan kornea, disamping itu juga berguna untuk
mengangkut zat buangan hasil metabolisme pada kedua organ tersebut. Adanya cairan
tersebut akan mempertahankan bentuk mata dan menimbulkan tekanan dalam bola
mata/tekanan intra okuler.
34
Susunan Retina
35
36
Cahaya yang masuk melalui kornea diteruskan ke pupil. Iris mengatur jumlah cahaya yang
masuk dengan cara membuka dan menutup, seperti halnya celah pada lensa kamera. Jika
lingkungan di sekitar gelap, maka cahaya yang masuk akan lebih banyak; jika lingkungan di
sekitar terang, maka cahaya yang masuk menjadi lebih sedikit. Ukuran pupil dikontrol oleh
otot sfingter pupil, yang membuka dan menutup iris.
Lensa terdapat di belakang iris. Dengan merubah bentuknya, lensa memfokuskan cahaya ke
retina. Jika mata memfokuskan pada objek yang dekat, maka otot silier akan berkontraksi,
sehingga lensa menjadi lebih tebal dan lebih kuat. Jika mata memfokuskan pada objek yang
jauh, maka otot silier akan mengendur dan lensa menjadi lebih tipis dan lebih lemah. Sejalan
dengan pertambahan usia, lensa menjadi kurang lentur, kemampuannya untuk menebal
menjadi berkurang sehingga kemampuannya untuk memfokuskan objek yang dekat juga
berkurang. Keadaan ini disebut presbiopia.
Retina mengandung saraf-saraf cahaya dan pembuluh darah. Bagian retina yang paling
sensitif adalah makula, yang memiliki ratusan ujung saraf. Banyaknya ujung saraf ini
menyebabkan gambaran visuil yang tajam. Retina mengubah gambaran tersebut menjadi
gelombang listrik yang oleh saraf optikus dibawa ke otak.
Saraf optikus menghubungkan retina dengan cara membelah jalurnya. Sebagian serat saraf
menyilang ke sisi yang berlawanan pada kiasma optikus (suatu daerah yang berada tepat di
bawah otak bagian depan). Kemudian sebelum sampai ke otak bagian belakang, berkas saraf
tersebut akan bergabung kembali.
37
38
Mikroorganisme
Infeksi bakterial :
H a e m o p h yl u s i n f l u e n z a e : c o n j u n c t i v i t i s
C h l a m yd i a t r a c h o m a t i s : t r a c h o m a & i n c l u s i o n c o n j u n c t i v i t i s .
S t a p h yl o c o c c u s a u r e u s : c o n j u n c t i v i t i s
Infeksi viral :
Infeksi jamur :
Neisseria gonorrhoeae
39
Chlamydia trachomatis
40
Obligat intraseluler
DNA dan RNA
Dinding sel kaku (rigid), tidak mempunyai lapisan peptidoglikan/muramic acid
Gram positif
Replikasi dimulai dari elementary body (sporelike), memasuki sel dan mengalami
reorganisasi dan menjadi besar (reticulate body) dan terjadi pembelahan binary fission
Tipe A,B, C penyebab trachoma
Tipe D-K penyebab penyakit genital tract yang menularkan ke mata neonatus
Cara penularan : melalui kontak tangan ke mata
Hanya menginfeksi manusia
41
Staphylococcus aureus
S T R E P T O C O C C U S S P.
Bentuk : kokus atau bulat tunggal
Susunan : berkelompok membentuk rantai
Wa r n a : u n g u
Sifat : Gram +
Metode : pewarnaan Gram
P e n ya k i t :
43
Haemophilus aegypticus
Bentuk : kokobasil, pleomorfik
Susunan : tunggal
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram
Moraxella catharallis
Bentuk : kokobasil
Susunan : diplococcus tersusun dua dua
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram
-
Merupakan bagian dari flora normal pada saluran napas atas dan kadang
menyebabkan bakteremia, endokarditis, konjungtivitis, meningitis, dll
44
Corynebacterium diphtheriae
Bentuk : basil
Susunan : tunggal
Warna : ungu
Sifat : Gram +
Metode : pewarnaan Gram
-
Bersifat khas dgn memiliki pembengkakan yg tidak teratur pada satu ujungnya
sjg memberi gambaran bentuk gada
Pada agar darah kecil, granular, abu-abu, tepi tidak beraturan, mungkin
memiliki zona hemolisis kecil
45
Pseudomonas aeruginosa
Bentuk : batang
Susunan : tunggal
Warna : merah
Sifat : Gram Metode : pewarnaan Gram
*koloni mueller hinton agar
Jamur
Penyebab keratomycosis (corneal infection)
47
- Fusobacterium solani
- Candida albicans
- Aspergillus fumigatus
Penyebab Chorioretinal infection,endopthalmitis
- Candida albicans
- Torulapsis glabrata
- Petriellidium boydii
48
Definisi
Radang konjungtiva (konjungtivitis) adalah penyakit mata paling umum di dunia.
Penyakit ini bervariasi mulai dari hyperemia ringan dengan mata berair sampai konjungtivitis
berat dengan banyak sekret purulen. Penyebab umumnya eksogen, tetapi bisa juga endogen.
Karena lokasinya, konjungtiva terpajan oleh banyak mikroorganisme danfaktor-faktor
lingkungan lain yang mengganggu. Beberapa mekanismemelindungi permukaan mata dari
substansi luar: pada film air mata, komponenakueosa mengencerkan materi infeksi, mucus
menangkap debris, dan aktivitaspompa palpebra membilas air mata ke duktus air mata secara
konstan; air matamengandung substansi antimikroba, termasuk lisozim dan antibody (IgG
dan IgA).
Patogen umum yang dapat menyebabkan konjungtivitis adalah Streptococcus pneumonia,
Haemophilus influenza, Staphylococcus aureus, Neisseria meningitides, sebagian besar strain
adenovirus manusia, virus herpes simpleks tipe1 dan 2, dan dua picornavirus. Dua agen yang
ditularkan secara seksual dapat menimbulkan konjungtivitis adalah Chlamydia trachomatis
dan Neisseria gonorrhoeae (Vaughan, 2008).
Epidemiologi
Konjungtivitis adalah penyakit yang terjadi di seluruh dunia dan dapat diderita oleh
seluruh masyarakat tanpa dipengaruhi usia. Walaupun tidak ada dokumen yang secara rinci
menjelaskan tentang prevalensi konjungtivitis, tetapi keadaan ini sudah ditetapkan sebagai
penyakit yang sering terjadi pada masyarakat (Chiang YP, dkk, 1995 dalam Rapuano et al,
2005).
Di Indonesia penyakit ini masih banyak terdapat dan paling seringdihubungkan dengan
kondisi lingkungan yang tidak Hygiene.
Etiologi
Konjungtivitis dapat disebabkan oleh berbagai macam hal, seperti:
a. Konjungtivitis bakteri.
49
Etiologi
1. Hiperakut
Neiserria gonore
Neiserria kachii
Neiseria meningitidis
2. Akut
Streptococcus pneumonia
Staphylococcus aureus
Haemophilus aegyptus
3. Subakut
Haemophilus influenzae
Escherichia colli
4. Kronik
Stafilococcus aureus
E.coli
Morax axenfield
b. Konjungtivitis viral
Suhu 38,3 40 C
Sakit tenggorokan
o Keratokonjungtivitis epidemika
Adenovirus subtipe 19 , 29 , 37
Lakrimasi
Perdarahan subkonjungtiva
Konjungtivitis trakoma
c. Konjungtivitis klamidia
d. Konjungtivitis ricketsia.
e. Konjungtivitis jamur.
f. Konjungtivitis parasit.
g. Konjungtivitis alergi.
51
52
Manifestasi Klinis
Tanda-tanda konjungtivitis, yakni:
a. Injeksi Konjungtiva : Kemerahan di forniks dan makin berkurang ke arah limbus karena
dilatasi pembuluh-pembuluh konjungtiva posterior (Hiperemia).
53
c. Eksudat yang berlapis-lapis dan amorf pada konjungtivitis bakteri dan berserabut pada
konkungtivitis alergika (eksudasi).
i.Konjungtivitis pseudomembranosa
54
Gejala
Gejala-gejala pada konjungtivitis, yakni:
- Sensasi benda asing, yaitu sensasi tergores atau terbakar.
- Sensasi penuh di sekeliling mata, gatal, dan fotofobia
- Mata pada pagi hari akan terasa lengket
- Visus normal
Patogenesis
55
Komplikasi
Penyakit radang mata yang tidak segera ditangani/diobati bisamenyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan pada mata dan menimbulkankomplikasi. Beberapa komplikasi dari
konjungtivitis yang tidak tertangani diantaranya:
i. Ulserasi kornea.
ii. Membaliknya bulu mata ke dalam (trikiasis).
iii. Membaliknya seluruh tepian palpebra (enteropion).
iv. Obstruksi ductus nasolacrimalis.
v. Turunnya kelopak mata atas karena kelumpuhan (ptosis)
56
Diagnosa
a. Gejala Subjektif
Konjungtivitis biasanya hanya menyebabkan iritasi dengan rasa sakit dengan mata
merah dan lakrimasi. Khasnya pada konjungtivitis flikten apabia kornea ikut terlibat akan
terdapat fotofobia dan gangguan penglihatan. Keluhan lain dapat berupa rasa berpasir.
Konjungtivitis flikten biasanya dicetuskan oleh blefaritis akut dan konjungtivitis bekterial
akut.
b. Gejala Objektif
Dengan Slit Lamp tampak sebagai tonjolan bulat ukuran 1-3 mm, berwarna kuning
atau kelabu, jumlahnya satu atau lebih yang di sekelilingnya terdapat pelebaran pembuluh
darah konjungtiva (hyperemia). Bisa unilateral atau mengenai kedua mata.
c. Laboratorium
Dapat dilakukan pemeriksaan kultur konjungtiva. Pemeriksaan dengan pewarnaan
gram pada sekret untuk mengidentifikasi organisme penyebab maupun adanya infeksi
sekunder (Vaughan, 2008).
Penatalaksanaan
Terapi spesifik konjungtivitis bakteri tergantung pada temuan agen mikrobiologiknya.
Sambil menunggu hasil laboratorium, dokter dapat memulai terapi antimikroba spectrum luas
(mis., polymyxin-trimethoprim). Pada setiap konjungtivitis purulen yang pulasan gramnya
menunjukkan diplokokus gram negative, dugaan neisseria, harus segera dimulai terapi topical
dan sistemik. Jika kornea tidak terlibat, ceftriaxone 1g diberikan dosis tunggal per
intramuscular biasanya merupakan terapi sistemik yang adekuat. Jika kornea terkena,
dibutuhkan ceftriaxone parental, 1-2g perhari selama 5 hari.
Pada konjungtivitis purulen dan mukopurulen, saccus conjunctivalis harus dibilas
dengan larutan saline agar dapat dihilangkan sekret konjungtiva. Untuk mencegah
penyebaran penyakit ini, pasien dan keluarga diminta memperhatikan hygiene perorangan
secara khusus.
57
Perbaikan klinis pada konjungtivitis klamidia umunya dapat dicapai dengan tetracycline, 11,5g/hari peroral dalam empat dosis selama 3-4 minggu, dozycycline, 100 mg peroral dua
kali sehari selama 3 minggu, atau erythromycin, 1g/hari peroral dibagi dalam empat dosis
selama 3-4 minggu.
Prognosis
Bila segera diatasi, konjungtivitis ini tidak akan membahayakan. Namun jika bila
penyakit radang mata tidak segera ditangani/diobati bisa menyebabkan kerusakan pada
mata/gangguan dan menimbulkan komplikasi seperti Keratitis, Glaukoma, katarak maupun
ablasi retina .
58
KONJUNGTIVITIS ALERGI
DEFINISI
Radang konjungtiva akibat reaksi alergi terhadap noninfeksi, dapat berupa reaksi cepat
seperti alergi biasa dan reaksi terlambat (sesudah beberapa hari kontak) seperti pada reaksi
terhadap obat, bakteri, dan toksik
GEJALA KLINIS
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Lab: ditemukan sel eosinofil, sel plasma, limfosit, basofil
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Hindarkan penyebab pencetus penyakit
Kompres dingin untuk menghilangkan edem
Farmakologi
Steroid topikal dosis rendah co: salep hidrokortison 0,5%, larutan prednisolon
natrium fosfat 0,125%
Tetesan vasokonstriktor-antihistamin topikal co: antazolin fosfat 0,25-0,5%,
pheniramine maleate 0,3%
Antihistamin dan steroid sistemik (kasus berat)
KOMPLIKASI
Ulkus kornea
Infeksi sekunder
KLASIFIKASI
59
1. Konjungtivitis Vernal
2. Konjungtivitis flikten
3. Konjungtivitis iatrogenik akibat pengobatan
4. Sindrom Steven Johnson
5. Konjungtivitis atopik alergi terhadap polen disertai demam
KONJUNGTIVITIS VERNAL
DEFINISI
Konjungtivitis akibat reaksi hipersensitivitas (tipe I) yang megenai kedua mata dan bersifat
rekuren. Sering menunjukkan gejala-gejala alergi terhadap tepung sari rumput-rumputan
EPIDEMIOLOGI
Kompres dingin
Vasokonstriktor co: antazolin fosfat 0,25-0,5%, pheniramine maleate 0,3%
Larutan cromolyn sodium 4%
Kombinasi antihistamin (sebagai profilaksis dan pengobatan pada kasus sedang-berat)
Antibiotik co: bacitracin (salep, 500 U/g), erythromycin (salep, 0,5%), nemoycin
(larutan, 2,5 dan 5 mg/ml; salep, 3,5-5 mg/g) (bila terdapat tukak mata)
PROGNOSIS
KONJUNGTIVITIS FLIKTEN
DEFINISI
Konjungtivitis nodular yang disebabkan alergi terhadap bakteri/antigen tertentu
(tuberkuloprotein, staphylococcus, limfogranuloma venerea, leismaniasis, infeksi parasit,
infeksi di tempat lain dalam tubuh) hipersensitivitas tipe IV
EPIDEMIOLOGI
Sering pada anak-anak di daerah padat dan gizi kurang
GEJALA KLINIS
Mata berair
Iritasi dengan rasa sakit
Fotofobia ringan-berat
Rasa silau disertai blefarospasme (bila kornea ikut terkena)
DIAGNOSIS
Pemeriksaan Histopatologi:
Kumpulan sel leukosit neutrofil dikelilingi sel limfosit, makrofag, kadang sel datia
berinti banyak
61
Flikten merupakan infiltrasi seluler subepitel yang terutama terdiri atas sel monokular
limfosit
PENATALAKSANAAN
Steroid topical co: salep hidrokortison 0,5%, larutan prednisolon natrium fosfat
0,125%
Antibiotik salep mata co: bacitracin (salep, 500 U/g), erythromycin (salep, 0,5%),
nemoycin (larutan, 2,5 dan 5 mg/ml; salep, 3,5-5 mg/g)
PROGNOSIS
Dapat sembuh sendiri dalam 2 minggu dengan kemungkinan terjadi kekambuhan
Pada akulit: lesi eritem yang timbul mendadak dan tersebar simetris, vesikel, bula
Pada mata: mata merah
Demam
Malaise
Sakit pada sendi
DIAGNOSIS
KONJUNGTIVITIS ATOPIK
DEFINSI
Konjungtivitis yang sering terjadi pada pasien dermatitis atopik (eksim)
EPIDEMIOLOGI
Cenderung kurang aktif saat pasien telah berusia 50 tahun
GEJALA KLINIS
Sensasi terbakar
Pengeluaran sekret mukoid
Mata merah
Fotofobia
Ketajaman penglihatan menurun
DIAGNOSIS
63
64
PTERYGIUM
DEFINISI
Pertumbuhan jaringan fibrovaskular berbentuk segitiga yang tumbuh dari arah konjungtiva
menuju kornea pada daerah interpalpebra
EPIDEMIOLOGI
FAKTOR RISIKO
ETIOLOGI
KLASIFIKASI
Progresif pterygium : tebal dan vaskular dengan beberapa infiltrat di depan kepala
pterygium (disebut cap pterygium)
Regresif pterygium : tipis, atrofi, sedikit vaskular
Klasifikasi lainnya:
1. Tipe I
- Meluas < 2 mm dari kornea
- Stoker's line/deposit besi dapat dijumpai pada epitel kornea dan kepala
pterygium
- Lesi sering asimptomatis meskipun sering mengalami inflamasi ringan
65
- Pasien dengan pemakaian lensa kontak dapat mengalami keluhan lebih cepat
2. Tipe II
- Menutupi kornea sampai 4 mm
- Menimbulkan astigmatisma
3. Tipe III
- Mengenai kornea > 4 mm dan mengganggu aksis visual
- Lesi yang luas terutama yang rekuren dapat berhubungan dengan fibrosis
subkonjungtiva yang meluas ke fornik dan biasanya menyebabkan gangguan
pergerakan bola mata
GEJALA KLINIS
Lipatan berbentuk segitiga pada konjungtiva yang meluas ke kornea pada daerah fissura
interpalpebra (bagian nasal/temporal)
DIAGNOSIS
Tahap awal biasanya ringan bahkan sering asimptomatik. Keluhan yang sering dialami:
DIAGNOSIS BANDING
Pseudopterigium
PENATALAKSANAAN
Non Farmakologi
Edukasi untuk mengurangi iritasi/paparan terhadap ultraviolet
Farmakologi
Pterigium derajat 1-2 yang mengalami inflamasi diberikan obat tetes mata
kombinasi antibiotik dan steroid 3x sehari selama 5-7 hari
Pterigium derajat 3-4 tindakan bedah berupa avulsi pterigium. Setelah avulsi
pterigium bagian konjungtiva tersebut ditutupi dengan cangkok konjungtiva yang
diambil dari konjungtiva bagian superior untuk mengurangi kekambuhan
#N.B: Pasca operasi pasien diberikan obat tetes mata kombinasi antibiotik dan steroid 3x
sehari sampai tampak tenang (21 hari pasca operasi)
KOMPLIKASI
Merah, iritasi, scar kronis pada konjungtiva dan kornea, pada pasien yang belum
eksisi, distorsi dan penglihatan sentral berkurang, scar pada otot rektus medial yang
dapat menyebabkan diplopia
67
Komplikasi saat operasi: perforasi korneosklera, graft oedem, graft hemorrhage, graft
retraksi, jahitan longgar, korneoskleral dellen, granuloma konjungtiva, epithelial
inclusion cysts, scar konjungtiva, scar kornea dan astigmatisma, disinsersi otot rektus
PROGNOSIS
Penglihatan dan kosmetik pasien setelah dieksisi adalah baik, rasa tidak nyaman pada
hari pertama pasca operasi dapat ditoleransi, kebanyakan pasien setelah 48 jam post
operasi dapat beraktivitas kembali
Rekurensi pasca operasi dilakukan eksisi ulang dan graft dengan konjungtiva
autograft atau transplantasi membran amnion (umumnya rekurensi terjadi pada 3 6
bulan pertama pasca operasi)
Pasien dengan resiko tinggi (riwayat keluarga/terpapar sinar matahari yang lama)
dianjurkan memakai kacamata sunblock dan mengurangi paparan sinar matahari
68
HEMATOMA SUBKONJUNGTIVA
DEFINISI
Perdarahan subkonjungtiva yang terjadi pada keadaan pembuluh darah rapuh (usia,
hipertensi, arteriosklerosis, konjungtivitis hemoragik, anemia, pemakaian antikoagulan, dan
batuk rejan)
PROGNOSIS
Tidak perlu pengobatan karena akan diserap dengan spontan dalam 1-3 minggu
69
BLEFARITIS
Definisi Blefaritis
Blefaritis adalah radang yang sering terjadi pada kelopak merupakan radang kelopak
dan tepi kelopak. Radang bertukak atau tidak pada tepi kelopak biasanya melibatkan folikel
dan kelenjar rambut
Etiologi Blefaritis
Blefaritis dapat disebabkan infeksi dan alergi yang biasanya berjalan kronis atau
menahun. Blefaritis alergi dapat terjadi akibat debu, asap, bahan kimia iritatif dan bahan
kosmetik. Infeksi kelopak dapat disebabkan kuman Streptococcus alfa atau beta,
Pneumococcus dan Pseudomonas. Demodex folliculorum selain dapat merupakan penyebab
dapat pula merupakan vektor untuk terjadinya infeksi Staphylococcus. Dikenal bentuk
blefaritis skuamosa, blefaritis ulseratif dan blefaritis angularis. Blefaritis sering disertai
dengan konjungtivitis dan keratitis
Iritasi
Gatal pada pinggir palpebral
Rasa terbakar
Kemerahan
70
Klasifikasi Blefaritis
2.7.1
Blefaritis Bakterial
Infeksi bakteri pada kelopak dapat ringan sampai sangat berat. Diduga sebagian besar
infeksi kulit superficial kelopak diakibatkan Streptococcus. Bentuk infeksi kelopak dikenal
sebagai folikulitis, impetigo, dermatitis eskematoid. Pengobatan pada infeksi ringan ialah
dengan memberikan antibiotic lokal dan kompres basah dengan asam borat, Pada blefaritis
sering diperlukan pemakaian kompres hangat. Infeksi yang berat diberikan antibiotic
sistemik.
2.7.2 Blefaritis Superfisial
Bila infeksi kelopak superficial disebabkan oleh Staphylococcus maka pengobatan yang
terbaik adalah dengan salep antibiotic seperti sulfasetamid dan sulfisoksazol. Sebelum
pemberian antibiotic krusta diangkat dengan kapas basah. Bila terjadi blefaritis menahun
maka dilakukan penekanan manual kelenjar Meibom untuk mengeluarkan nanah dari kelenjar
Meibom yang biasa menyertainya.
2.7.3. Blefaritis Sebore
Blefaritis sebore biasanya terjadi pada laki-laki usia lanjut (50 tahun) dengan keluhan
mata kotor, panas, dan rasa kelilipan. Gejalanya adalah sekret yang keluar dari kelenjar
meibom, air mata berbusa pada kantus lateral, hyperemia, hipertrofi papil pada konjungtiva.
Pada kelopak dapat terbentuk kalazion, hordeolum, madarosis, poliosis, dan jaringan
keropeng.
Blefaritis sebore merupakan peradangan menahun yang sukar penanganannya.
Pengobatannya adalah dengan memperbaiki kebersihan dan membersihkan kelopak dari
kotoran. Dilakukan pembersihan dengan kapas lidi hangat. Dapat dilakukan pembersihan
dengan nitras argenti 1%. Salep sulfonamide berguna aksi keratolitiknya. Kompres hangat
selama 5-10 menit. Kelenjar meibom ditekan dan dibersihkan dengan shampoo bayi. Pada
blefaritis sebore antibiotik diberikan lokal dan sistemik seperti tetrasiklin oral 4 kali 250 mg.
2.7.4. Blefaritis Skuamosa
Blefaritis skuamosa adalah blefaritis disertai terdapatnya skuama atau krusta pada
pangkal bulu mata yang bila dikupas tidak mengakibatkan terjadinya luka kulit. Merupakan
peradangan tepi kelopak terutama yang mengenai kelenjar kulit di daerah akar bulu mata dan
sering terdapat pada orang dengan kulit berminyak. Blefaritis ini berjalan bersama dengan
dermatitis sebore.
71
Penyebab blefaritis skuamosa adalah kelainan metabolic ataupun oleh jamur. Pasien
dengan blefaritis skuamosa akan merasa panas dan gatal. Pada blefaritis skuamosa terdapat
sisik berwarna halus-halus dan penebalan margo palpebra disertai dengan madarosis. Sisik ini
mudah dikupas dari dasarnya tanpa mengakibatkan perdarahan.
Pengobatan blefaritis skuamosa ialah dengan membersihkan tepi kelopak dengan
shampoo bayi, salep mata, dan steroid setempat disertai dengan memperbaiki metabolisme
pasien. Penyulit yang dapat terjadi pada blefaritis skuamosa adalah keratitis dan konjungtiva.
2.7.5. Blefaritis Ulseratif
Merupakan peradangan tepi kelopak atau blefaritis dengan tukak akibat infeksi
Staphylococcus. Pada blefaritis ulseratif terdapat keropeng berwarna kekuning-kuningan
yang bila diangkat akan terlihat ulkus yang kecil dan mengeluarkan darah disekitar bulu
mata. Pada blefaritis ulseratif skuama yang terbentuk bersifat kering dan keras, yang bila
diangkat akan luka dengan disertai perdarahan. Penyakit ini bersifat infeksius. Ulserasi
berjalan lanjut dan lebih dalam dan merusak folikel rambut sehingga mengakibatkan rontok
(madarosis).
Pengobatan dengan antibiotic dan hygiene yang baik. Pengobatan pada blefaritis
ulseratif dapat dengan sulfasetamid, gentamisin atau basitrasin. Biasanya disebabkan
stafilokok maka diberi obat staphylococcus. Apabila ulseratif luas pengobatan harus
ditambah antibiotic sistemik dan diberi roboransia. Penyulitnya adalah madarosis akibat
ulserasi berjalan lanjut yang merusak folikel rambut, trikiasis, keratitis superficial, keratitis
pungtata, hordeolum, dan kalazion.
2.7.6. Blefaritis Angularis
Blefaritis angularis merupakan infeksi Staphylococcus pada tepi kelopak di sudut
kelopak atau kantus. Blefaritis angularis yang mengenai sudut kelopak mata (kantus
eskternus dan internus) sehingga dapat mengakibatkan gangguan pada fungsi pungtum
lakrimal. Blefaritis angularis disebabkan Staphylococcus aureus atau Morax Axenfeld.
Biasanya kelainan bersifat rekuren. Blefaritis angularis dapat diobati dengan sulfa, tetrasiklin
dan seng sulfat. Penyulit pada pungtum lakrimal bagian medial sudut balik mata yang akan
menyumbat duktus lakrimal.
2.7.7. Blefaritis Virus
2.7.7.1. Herpes Zoster
Virus herpes zoster dapat memberikan infeksi pada ganglion gaseri saraf trigeminus.
Biasanya herpes zoster akan mengenai orang dengan usia lanjut. Bila yang terkena ganglion
72
cabang oftalmik maka akan terlihat gejala-gejala herpes zoster pada mata dan kelopak mata
atas.
Gejala tidak akan melampaui garis median kepala dengan tanda-tanda yang terlihat
pada mata adalah rasa sakit pada daerah yang terkena dan badan terasa demam. Pada kelopak
mata terlihat vesikel dan infiltrate pada kornea bila mata terkena. Lesi vesikel pada cabang
oftalmik saraf trigeminus superficial merupakan gejala yang khusus pada infeksi herpes
zoster mata.
Pengobatan herpes zoster tidak merupakan obat spesifik tapi hanya simtomatik.
Pengobatan steroid superficial tanpa masuk ke dalam mata akan mengurangkan gejala
radang. Terdapat berbagai pendapat mengenai pengobatan steroid sistemik. Pengobatan stroid
dosis tinggi akan mengurangkan gejala yang berat. Hati-hati kemungkinan terjadinya viremia
pada penderita penyakit yang menahun. Infeksi herpes zoster diberi analgesic untuk
mengurangkan rasa sakit, penyulit yang dapat terjadi pada herpes zoster oftalmik adalah
uveitis, parese otot penggerak mata, glaucoma, dan neuritis optik.
2.7.7.2. Herpes Simpleks
Vesikel kecil dikelilingi eritema yang dapat disertai dengan keadaan yang sama pada
bibir merupakan tanda herpes simpleks kronik. Dikenal bentuk blefaritis simpleks yang
merupakan radang tepi kelopak ringan dengan terbentuknya krusta kuning basah pada tepi
bulu mata, yang mengakibatkan kedua kelopak lengket.
Tidak terdapat pengobatan spesifik. Bila terdapat infeksi sekunder dapat diberi
antibiotic sistemik atau topikal. Pemberian kortikosteroid merupakan kontraindikasi karena
dapat mengakibatkan menularnya herpes simpleks pada kornea. Asiklovir dan IDU dapat
diberikan terutama pada infeksi dini.
2.7.8. Blefaritis Jamur
2.7.8.1. Infeksi Superfisial
Infeksi jamur pada kelopak superficial biasanya diobati dengan griseofulvin terutama
efektif untuk eipdermomikosis. Diberikan 0,5-1 gram sehari dengan dosis tunggal atau dibagi
rata. Pengobatan diteruskan 1-2 minggu setelah terlihat gejala menurun. Untuk infeksi
kandida diberi pengobatan nistatin topikal 100.000 unit per gram.
2.7.8.2. Infeksi Jamur Dalam
Pengobatan infeksi jamur dalam adalah secara sistemik. Infeksi Actinomyces dan
Nocardia efektif diobati dengan sulfonamid, penisilin atau antibiotic spektrum luas.
Amfoterisin B dipergunakan untuk pengobatan Histoplasmosis, sporotrikosis, aspergilosis,
torulosis, kriptokokosis dan blastomikosis.
73
Penatalaksanaan Blefaritis
Pengobatan pada blefaritis akut adalah menjaga kebersihan dan pemberian obat
antibiotik Tidak ada pengobatan yang lengkap untuk blefaritis kronik. Pengobatan blefaritis
antara lain :
1. Menjaga higene (misalnya kompres)
2. Pemakaian shampoo anti ketombe misalnya selenium
3. Obat tetes mata atau salep antibiotik misalnya eritromisin, bacitracin, polimiksin,
gentamisin
Peradangan yang jelas pada struktur-struktur mengharuskan pengobatan aktif, termasuk
terapi antibiotik sistemik dosis rendah jangka panjang, biasanya doxycyline (100 mg dua kali
74
sehari) atau eritromisin (250 mg tiga kali sehari), tetapi juga berpedoman pada hasil biakan
bakteri dari tepi palpebra dan steroid topikal lemah (sebaiknya jangka pendek) misalnya
prednisolon 0,125% dua kali sehari.
75
HORDEOLUM
DEFINISl
Hordeolum merupakan peradangan supuratif kelenjar kelopak mata. Hordeolum biasanya
merupakan infeksi staphylococcus pada kelenjar sabasea kelopak mata.
EPIDEMIOLOGI
Data epidemiologi internasional menyebutkan bahwa hordeolum merupakan jenis penyakit
infeksi kelopak mata yang paling sering ditemukan pada praktek kedokteran. Insidensitidak
bergantung pada ras dan jenis kelamin. Dapat mengenai semua usia, tapi lebih sering
padaorang dewasa, kemungkinan karena kombinasi dari beberapa faktor seperti tingginya
levelandrogen dan peningkatan insidensi meibomitis dan rosacea pada dewasa.
ETIOLOGI
Biasanya disebabkan oleh kuman Stafilokokus (Staphylococcus aureus adalah penyebab pada
90 95% kasus). Biasanya dapat dicetuskan oleh stress, nutrisi yang buruk, penggunaan
pisau cukur yang sama untuk mencukur rambut disekitar mata dan kumisatau tempat lain.
Infeksi ini mudah menyebar, sehingga diperlukan pencegahan terutama mengenai kebersihan
individual. Yaitu dengan tidak menyentuh mata yang terinfeksi, pemakaiankosmetik
bersama-sama, pemakaian handuk dan washcloth bersama-sama.
GEJALA KLINIS
Gejala :
- Pembengkakan
- Rasa nyeri pada kelopak mata
- Perasaan tidak nyaman dan sensasi terbakar pada kelopak mata
- Riwayat penyakit yang sama
Tanda :
- Eritema
- Edema
- Nyeri bila ditekan di dekat pangkal bulu mata
- Seperti gambaran abses kecil
PATOFISIOLOGI
Hordeolum externum timbul dari blokade dan infeksi dari kelenjar Zeiss atau Moll.
Hordeolum internum timbul dari infeksi pada kelenjar Meibom yang terletak di dalam tarsus.
Obstruksi dari kelenjar-kelenjar ini memberikan reaksi pada tarsus dan jaringan sekitarnya.
Kedua tipe hordeolum dapat timbul dari komplikasi blefaritis.
Patogenesis terjadinya hordeolum eksterna diawali dengan pembentukan nanah dalamlumen
kelenjar oleh infeksi Staphylococcus aureus. Biasanya mengenai kelenjar Zeis dan Moll.
Selanjutnya terjadi pengecilan lumen dan statis hasil sekresi kelenjar. Statis ini akan
mencetuskan infeksi sekunder oleh Staphylococcus aureus.
PENATALAKSANAAN
76
Pada umumnya hordeolum dapat sembuh sendiri (self-limited) dalam 1-2 minggu. Namun tak
jarang memerlukan pengobatan secara khusus, obat topikal (salep atau tetes mata antibiotik)
maupun kombinasi dengan obat antibiotika oral (diminum).
Urutan penatalaksanaan hordeolum adalah sebagai berikut:
Hordeolum internum dibuat insisi pada daerah fluktuasi pus, tegak lurus pada margo
palpebra.
77
Kalazion
Definisi
Peradangan granulomatosa kelenjar Meibom yang tersumbat dengan infeksi ringan
mengakibatkan peradangan kronis.
Etiologi
Timbul spontan disebabkan oleh sumbatan pada saluran kelenjar atau sekunder dari
hordeolum internum
Higiene yang buruk pada palpebra dan faktor stress juga sering dikaitkan dengan
terjadinya kalazion.
Epidemiologi
Pada semua umur
78
Anamnesis
Pasien biasanya datang dengan riwayat singkat adanya keluhan pada palpebra barubaru ini
Diikuti dengan peradangan akut (misalnya merah, pembengkakan, perlunakan).
Riwayat keluhan yang sama pada waktu yang lampau (kecenderungan kambuh pada
individu-individu tertentu).
Gejala Klinis
Benjolan kelopak mata
Tidak hiperemis
Tidak ada nyeri tekan
Pseudoptosis
Kadang mengakibatkan perubahan bentuk bola mata akibat tekanan sehingga terjadi
kelainan refraksi pada mata
Setelah beberapa hari, gejala awal hilang, tanpa rasa sakit, tumbuh lambat, benjolan
tegas dalam kelopak mata. Kulit di atas benjolan dapat digerakkan secara longgar
Kalazion lebih sering timbul pada palpebra superior (jumlah kelenjar Meibom >>
palpebra inferior)
dapat menimbulkan disfungsi dari kelenjar Meibom karena penebalan dari saluran
kelenjar Meibom, gk: keluarnya cairan putih seperti pasta gigi
Diagnosis
Berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan kelopak mata
Saluran Meibom bisa tersumbat oleh suatu kanker kulit
Lakukan BIOPSI !
Tatalaksana
Kadang dapat sembuh atau hilang sendiri akibat diabsorbsi setelah beberapa bulan
atau tahun.
Kompres hangat 10-20 menit 4x/hr
79
Antibiotik topikal dan steroid disertai kompres panas -> tidak berhasil -> lakukan
pembedahan
Bila kecil dapat disuntik steroid dan yg besar dilakukan pengeluaran isinya
Bila terdapat sisa lakukan kompres panas
Pada abses palpebra pengobatan dilakukan insisi dan pemasangan drain, diberi
antibiotik lokal dan sistemik
Analgetik dan sedatif sangat diperlukan untuk rasa sakit
Untuk mengurangi gejala:
Ekskokleasi isi abses atau dilakukan ekstirpasi
Terjadi kalazion berulang kali -> pemeriksaan biopsi
Komplikasi
Kalazion besar -> mengubah kontur kornea -> astigmatisma
Kemungkinan karsinoma sel sebasea
Rusaknya sistem drainase dapat menyebabkan trichiasis dan kehilangan bulu mata
80
SKLERITIS
1.
DEFINISI
Skleritis didefinisikan sebagai gangguan granulomatosa kronik yang ditandai
olehdestruksi
kolagen, sebukan sel dan kelainan vaskular yang mengisyaratkan adanya vaskulitis.
Skleritis adalah peradangan sklera pada mana pembuluh darah cenderung tampak
bewarna purpel.
2.
ETIOLOGI
Pada
banyak
kasus,
kelainan-kelainan
skelritis
murni
diperantarai
oleh
proses imunologi yakni terjadi reaksi tipe IV (hipersensitifitas tipe lambat) dan tipe III
(kompleks imun) dan disertai penyakit sistemik. Pada beberapa kasus, mungkin terjadi invasi
mikroba langsung, dan pada sejumlah kasus proses imunologisnya tampaknya dicetuskan
oleh proses-proses lokal,misalnya bedah katarak.Berikut ini adalah beberapa penyebab
skleritis, yaitu:
a)
Koyanagi-Harada
c)
InfeksiOnkoserkiasis,
Toksoplasmosis,
Herpes
Zoster,
Herpes
Simpleks,
Infeksi
Lain-lain Fisik (radiasi, luka bakar termal), Kimia (luka bakar asam atau basa),
81
3.
PENGKLASIFIKASIAN SKLERITIS
jinak,
sering
bilateral,
reaksi
inflamasi
terjadi
pada
usia
berpotensi mengalami rekurensi .Gejala klinis yang muncul berupa rasa tidak
nyaman pada mata, disertai berbagai derajat inflamasi dan fotofobia. Terdapat pelebaran
pembuluh darah baik difus maupunsegmental. Wanita lebih banyak terkena daripada pria dan
sering mengenai usia decade 40 an.
b. Nodular
Baik bentuk maupun insidensinya hampir sama dengan bentuk simple scleritis.
Sekitar30% penyebab skleritis nodular dihubungkan dengan dengan penyakit sistemik, 5%
dihubungkan dengan penyakit kolagen vaskular seperti artritis rematoid, 7% dihubungkan
dengan herpeszoster oftalmikus dan 3% dihubungkan dengan gout.
2. Skleritis Anterior
Skleritis dapat diklasifikasikan menjadi anterior atau posterior. Empat tipe dari skleritis
anterior adalah:
a) Diffuse anterior scleritis. Ditandai dengan peradangan yang meluas pada seluruh
permukaan sklera. Merupakan skleritis yang paling umum terjadi.
b) Nodular anterior scleritis.Ditandai dengan adanya satu atau lebih nodulradang yang
eritem, tidak dapat digerakkan, dan nyeri pada sklera anterior.Sekitar 20% kasus
berkembang menjadi skleritis nekrosis.
c) Necrotizing anterior scleritis with inflammation. Biasa mengikuti penyakit sistemik
seperti rheumatoid arthtitis. Nyeri sangat berat dan
d) kerusakan padasklera terlihat jelas. Apabila disertai dengan inflamasi kornea, dikenal
sebagaisklerokeratitis.
82
e) Necrotizing anterior scleritis without inflammation. Biasa terjadi pada pasien yang
sudah lama menderita rheumatoid arthritis. Diakibatkan oleh pembentukan nodul
rematoid dan absennya gejala. Juga dikenal sebagai
3.
Skleritis Posterior
Sebanyak 43% kasus skleritis posterior didiagnosis bersama dengan skleritis
anterior.Biasanya skleritis posterior ditandai dengan rasa nyeri dan penurunan kemampuan
melihat.
adanya
perubahan
fundus7,
adanya
perlengketan massa eksudat di sebagian retina, perlengketan cincin koroid, massa di retina,
udem nervus optikus dan udem makular. Inflamasi skleritis posterior yang lanjut
dapat
b)
c)
4.
PATOFISIOLOGI
Penyakit tersering yang menyebabkan skleritis antara lain adalah rheumatoid
lebih tinggi dari pada untuk reseptor IgE, reaksi hipersensitivitas lebih lama
83
dibandingkan
terjadi
dengan
adanya
antigen
dalam
sirkulasi
yang
mengakibatkan pembentukan kompleks antigen antibodi yang dapat larut dalam sirkulasi.
Patologiutama
oleh
mast
dikarenakan
deposisi
kompleks
yang
ditingkatkan
Kompleks
dan
imun
yang
terdeposisi
menyebabkan
netrofil
mengeluarkan isi
granul
Kompleks tersebut
ginjal, atau sendi. Contoh paling sering dari hipersensitivitas tipe IIIadalah komplikasi post
infeksi seperti arthritis dan
glomerulonephritis.
yang
disebabkan
oleh sel T spesifik antigen. Tipe hipersensitivitas ini disebut juga hipersensitivitas tipe
lambat. Hipersensitivitas tipe lambat terjadi saat sel jaringan dendritik
telah mengangkat
berikatan
dengan MHC kelas II, kemudian mengalami kontak dengan sell TH1 yang berada
dalam
jaringan.
Aktivasi dari sel T tersebut,membuatnya memproduksi sitokin seperti kemokin untuk
makrofag, sel T lainnya,dan juga kepada netrofil. Konsekuensi dari hal ini adalah
adanya
infiltrasi seluler yang mana sel mononuklear (sel T dan makrofag) cenderung
metal atau bahan kimia reaktif. Jaringan imun yang terbentuk dapat mengakibatkan
kerusakan sklera, yaitudeposisi kompleks imun di kapiler episklera, sklera dan venul
poskapiler (peradangan mikroangiopati). Tidak seperti episkleritis, peradangan pada skleritis
dapat menyebar pada bagian anterior atau bagian posterior mata.
84
5.
Gejala-gejala
dapat
meliputi
rasa
nyeri,
mata
berair,
fotofobia,
spasme,
dan
penurunan ketajaman penglihatan.Tanda primernya adalah mata merah. Nyeri adalah gejala
yang paling sering dan merupakan indikator terjadinya inflamasi yang aktif.. Nyeri timbul
dari stimulasi langsung dan peregangan ujung saraf akibat adanya inflamasi. Karakteristik
nyeri pada skleritis yaitu nyeri terasa berat, nyeri tajam menyebar ke dahi, alis, rahang dan
sinus, pasien terbangunsepanjang malam, kambuh akibat sentuhan. Nyeri dapat hilang
sementara dengan penggunaan obat analgetik. Mata berair atau fotofobia pada skleritis tanpa
disertai sekret mukopurulen.
6.
KOMPLIKASI
Penyulit skleritis adalah keratitis, uveitis, galukoma, granuloma subretina, ablasio
serat
ini
tidak pernah terjadi neovaskularisasi kedalam stroma kornea. Proses penyembuhan kornea
yaitu berupa menjadi jernihnya kornea yangdimulai dari bagian sentral. Sering bagian sentral
kornea tidak terlihat pada keratitis sklerotikan.
85
7.
PEMERIKASAAN FISIK
meliputi
8.
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemerikasaan Lab
a)
b)
c)
d)
Imunologi E
e)
9.
PENATALAKSANAAN
Terapi skleritis disesuaikan dengan penyebabnya. Terapi awal skleritis
adalah obat antiinflamasi non-steroid sistemik. Obat pilihan adalah indometasin 100 mg
perhari atau ibuprofen300 mg perhari. Pada sebagian besar kasus, nyeri cepat mereda diikuti
oleh penguranganperadangan. Apabila tidak timbul respon dalam 1-2 minggu atau segera
setelah tampak penyumbatan vaskular harus segera dimulai terapi steroid sistemik dosis
tinggi. Steroid ini biasanya diberikan peroral yaitu prednison 80 mg perhari yang ditirunkan
dengan cepat dalam 2minggu sampai dosis pemeliharaan sekitar 10 mg perhari. Kadangkala,
penyakit yang beratmengharuskan terapi intravena berdenyut dengan metil prednisolon 1 g
86
setiap minggu.Obat- obat imunosupresif lain juga dapat digunakan. 2 Siklofosfamid sangat
bermanfaatapabila terdapat banyak kompleks imun dalam darah. Tetapi steroid topikal saja
tidak bermanfaattetapi dapat dapat menjadi terapi tambahan untuk terapi sistemik. Apabila
dapat diidentifikasiadanya infeksi, harus diberikan terapi spesifik. Peran terapi steroid
sistemik kemudian akanditentukan oleh sifat proses penyakitnya, yakni apakah penyakitnya
merupakan suatu responhipersensitif atau efek dari invasi langsung mikroba.Tindakan bedah
jarang dilakukan kecuali untuk memperbaiki perforasi sklera ataukornea. Tindakan ini
kemungkinan besar diperlukan apabila terjadi kerusakan hebat akibat invasilangsung
mikroba, atau pada granulomatosis Wegener atau poliarteritis nodosa yang disertai penyulit
perforasi kornea.Penipisan sklera pada skleritis yang semata-mata akibat peradangan jarang
menimbulkan perforasi kecuali apabila juga terdapat galukoma atau terjadi trauma langsung
terutama pada usaha mengambil sediaan biopsi.
Tandur sklera pernah digunakan sebagai tindakan profilaktik dalam terapi skleritis, tetapi
tandur semacam itu tidak jarang mencair kecuali apabila juga disertai pemberian
kemoterapi.Skleromalasia perforans tidak terpengaruh oleh terapi kecuali apabila terapi
diberikanpada stadium paling dini penyakit. Karena pada stadium inijarang timbul gejala,
sebagian besarkasus tidak diobati sampai timbul penyulit.
87
Daftar pustaka
Anatomi sobota
Embriologi langman
Histologi trisakti dan junquera
Sherwood
Ophtalmologi vaughan
Buku kesehatan mata
88