Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH

Nasab dan radlaah


Makalah ini disusun guna memenuhi tugas:
Mata Kuliah
: Hadits Ahkam I
Dosen Pengampu : Hasan Suaidi, M.S.I

Disusun Oleh:
Nikmatul Barokah

(2011113014)

Ahmad Abdurrokhim

(2011113019)

Mustaqim

(2011113028)

Suhadi

(2011113075)

AHWAL SYAKHSHIYYAH
SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM NEGERI
PEKALONGAN
2014
Hadits Ahkam I | 0

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum, Wr. Wb.
Alhamdulillah, Sungguh merupakan suatu kebahagiaan yang tak terhingga,
sehingga puja dan puji syukur wajiblah kita panjatkan ke hadirat Allah SWT yang
berkenan memberikan kesempatan kepada kami untuk menyelesaikan makalah
ini. Untaian Sholawat dan Salam akan selalu terhaturkan kepada Nabi Muhammad
SAW sang pemimpin ummat manusia dengan harapan semoga kita mampu meraih
Syafaatnya diakhir masa.
Ungkapan rasa terima kasih juga kami haturkan kepada dosen pengajar
khususnya Bapak Hasan Suaidi, M.S.I. yang telah membimbing dan selalu
memberikan semangat yang pada akhirnya bisa membantu untuk lebih sedikit
demi

sedikit

memperluas

wawasan

pengetahuan

kami

sehingga

dapat

terselesaikannya makalah ini, meskipun jika ditinjau lebih jauh makalah ini masih
belum sempurna untuk dikatakan sebagai makalah yang baik, dan kami menyadari
bahwa kami bukanlah manusia yang tercipta dalam kesempurnaan, namun kami
akan tetap berusaha untuk menjadi lebih baik dengan terus belajar.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih terdapat
kekurangan. Oleh karena itu, kami mengharap kritik dan saran dari pembaca yang
dapat membangun agar makalah selanjutnya bisa lebih baik.
Wassalamualaikum, Wr. Wb.

Pekalongan, September 2014

Penyusun

Hadits Ahkam I | 1

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Nasab adalah hubungan kekerabatan yang diambil dari bahasa arab al qarabah,
sedangkan radlaah adalah kegiatan menyusui yang dilakukan oleh seorang
wanita terhadap seorang anak (bayi) yang usianya masih kurang dari dua tahun
atau dalam masa sebelum penyapihan. Dalam dunia sosial radlaah sudah
berkembang sejak sebelum nabi dilahirkan dan menjadi sebuah adat yang
berlaku bagi bangsa arab.
Radlaah mempunyai konsekuensi ke-Mahram-an seperti halnya pada
hubungan kekerabatan (nasab). Oleh karena itu dalam makalah ini akan
dijelaskan mengenai hadits yang membahas masalah radlaah guna dalam
proses pembelajaran mata kuliah Hadits Ahkam I.
B. Rumusan Masalah
1. Pengertian Nasab dan Radlaah
2. Hadits-hadits tentang Radlaah
a. Hadits apa saja yang menjadi dasar mengenai hal yang menimbulkan
ke-Mahraman terhadap radlaah.
b. Berapa frekuensi susuan yang menimbulkan kemahraman.
c. Apakah susuan terhadap orang dewasa menimbulkan ke-Mahraman.
d. Elemen (rukun) persusuan.
e. Bagaimana hukum persaksian seorang wanita dalam masalah Radlaah.

Hadits Ahkam I | 2

PEMBAHASAN
A. Pengertian Nasab dan Radlaah
1. Nasab
Nasab secara etimologis berarti al qarabah (kekerabatan).
Sedangkan nasab secara terminologis, para ulama tidak merumuskan
definisi. Mereka mencukupkan makna nasab secara umum yang digunakan
pada makna etimologisnya, yaitu al qarabah bayna syakhsain (kekerabatan
diantara dua orang) tanpa memberikan definisi terminologinya. 1
2. Radlaah
Radlaah, Ridlaah, radla atau ridla secara bahasa menurut Jalal al-Din alSuyuthi adalah:



Istilah (yang menunjuk) pada menghisap areola (payudara) dan meminum
susu darinya.
Pengertian Radlaah secara bahasa tersebut menegaskan bahwa persusuan
terjadi secara langsung oleh bayi pada areola ibu. Sehingga meminum susu
yang telah diperah dari ibu secara bahasa tidak disebut dengan radllaah.
Namun pengertian radlaah secara teknis (syara) berkembang secara lebih
luas. Menurut istilah, al-Suyuthi mendefinisikan radlaah dengan:





Istilah (yang menunjuk) pada sampainya susu dari (seorang) perempuan
atau benda yang dihasilkan dari susu tersebut ke dalam perut atau
otak/sumsum anak-anak.
Definisi senada dikemukakan oleh Abdurrahman Al-Jaziry. Al-Jaziry
menegaskan bahwa pengertian radlaah adalah:

Akhmad Jalaludin, Nasab : Antara Hubungan Darah dan Hukum serta Implikasinya terhadap
kewarisan, Ishraqi. (Surakarta: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta,
Vol. 10. No. 1, Juni, 2012), Hlm. 67

Hadits Ahkam I | 3




Sampainya susu manusia ke rongga anak yang usianya tidak melewati dua
tahun.2
B. Hadits-hadits Tentang Radlaah
1. Haram Karena Susuan Apa-apa Yang Haram Karena Hubungan Nasab

,

:








,




( ) .






Artinya: Dari Ibnu Abbas RA bahwa dia mengizinkan agar Nabi SAW
menikahi putri hamzah. Beliau bersabda: Dia itu tidak halal untukku. Dia
adalah putri saudaraku sesusuan dan apa yang diharamkan karena nasab
(keturunan) juga diharamkan karena penyusuan. (Muttafaq alaih).3

-



-




: .










,



2

Ahwan Fanani, Bank Air Susu Ibu (ASI) Dalam Tinjauan Hukum Islam, Ishraqi. (Surakarta:
Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah Surakarta, Vol. 10. No. 1, Juni, 2012), Hlm. 88
3
Ibnu Hajar al-Asqalani, Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, terjemahan Khalifaturrahman
dan Haer Haeruddin (Jakarta : Gema Insani, 2013), Hlm. 502

Hadits Ahkam I | 4




.




:

()
Artinya: Dari Aisyah RA, bahwa suatu ketika Aflah - saudara Abu Quais
datang meminta izin untuk bertemu dengannya setelah ada perintah hijab.
Aisyah berkata, Aku tidak mengizinkannya. Ketika Rasulullah SAW
datang, aku beritahukan apa yang telah aku lakukan. Lalu beliau
menyuruhku untuk mengizinkkannya seraya bersabda, Sesugguhnya dia
itu pamanmu (sesusuan). (Muttafaq alaih).4
Secara umum, hadits-hadits yang telah dikutip mengandung makna bahwa
dampak dari penyusuan adalah ke-Mahram-an. Dengan kata lain haditshadits tersebut menetapkan bahwa dampak susuan itu mengharamkan
pernikahan.5
Berkenaan dengan itu, Ali Bassam dalam syarahnya menyatakan bahwa
yang haram dinikahi karena susuan, yaitu: semua anak ibu susuan, baik dari
suaminya (ayah susuan) maupun dari suaminya yang lain, karena mereka
menjadi saudara anak yang disusui. Demikian pula anak-anak suaminya
yang pemilik susu dari wanita yang menyusui dan dari istri lainnya karena
mereka menjadi saudara bagi anak yang menyusui.6
2. Bilangan dan Bentuk Susuan yang Dapat Mengharamkan


:








).

:






(
Artinya : Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda: sekali dan
dua kali isapan itu tidak di haramkan. (HR. Muslim).

Ibid. Hlm. 501


Hasbi ash-Shidieqy, 2002 Mutiara Hadits, jilid V (Semarang: PT Pustaka Rizki Putra, 2003),
Hlm. 74
6
Munir, Pemikiran Hadits-Hadits Radlaah dalam Kitab Taysiir Allam, Subul al-Salam, dan 2002
Mutiara Hadits, Al-Fikr. (Makassar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar , Vol. 16, No. 1, 2012), Hlm. 51
5

Hadits Ahkam I | 5

Ulasan: Berdasarkan hadits diatas, maka Abu Sauri, Abu Ubaid, Ibn
Munzir, dan Daud berpendapat bahwa frekuensi susuan yang
mengakibatkan mahram adalah yang dilakukan sebanyak tiga kali atau jika
kurang dari itu maka kegiatan penyusuan tidak mengakibatkan mahram.
Kemudian golongan lain berpendapat bahwa kadar susuan yang berdampak
mahram, paling sedikit lima kali susuan, ini menurut pendapat Abdullah
Ibnu Masud, Abdullah bin Zubair, Atha, Thawus dan Madzhab Imam
Syafii, Ahmad, dan Ibnu Hazm. Alasan mereka yaitu hadits:




( ) .


Artinya: Dari Aisyah RA berkata: Yang diharamkan Al Quran adalah
sepuluh susuan yang dikenal, kemudian dihapus dengan lima susuan
tertentu dan Rasulullah SAW wafat ketika keadaan masih tetap,
sebagaimana ayat Al Quran yang dibaca. (HR. Muslim).7






,



( ) .




Artinya : Dari Aisyah RA, bahwa Rasulullah SAW bersabda : (wahai
kaum wanita) lihatlah saudara saudaramu (sesusuan), sebab penyusuan
itu hanyalah karena lapar. (Muttafaq alaih).
Ulasan: Menurut Pensyarah Taysiir Allam, al-Bassam, Hadits tersebut
menegaskan tentang susuan yang mengharamkan adalah susuan yang
7

Ibid, Hlm. 51

Hadits Ahkam I | 6

menguatkan badan. Kesimpulannya adalah bahwa hadits tersebut


memberikan pengertian tentang susuan yang mengharamkan nikah adalah
susuan yang menguatkan badan dan menghilangkan lapar.8 Dan diperkuat
dengan hadits:

:












:






).

( ,
Artinya: Dari Ummu Salamah RA bahwa Rasulullah SAW bersabda:
Tidak haram karena penyusuan kecuali yang membekas di perut, yaitu
sebelum anak disapih. (HR Tirmidzi, Hadits ini shahih menurutnya dan
al-Hakim).







:




,
:


( ) .



Artinya: Dari Ibnu Masud RA bahwa Rasulullah SAW bersabda: Tidak
ada susuan kecuali yang menguatkan tulang dan menumbuhkan daging.
(HR. Abu Dawud).9

8
9

Ibid, Hlm. 49
Al-Asqalani. Op. Cit. Hlm. 502-503

Hadits Ahkam I | 7

3. Menyusui Orang Dewasa


:




:
,


,




.



:


) (
Artinya : Dari Aisyah RA berkata : Sahlah binti Suhail datang dan
berkata, Wahai Rasulullah, sesungguhnya Salim, budak kecil yang telah
dimerdekakan Abu Hudzaifah, tinggal bersama kami di rumah kami,
padahal ia sudah dewasa. Beliau bersabda : Susuilah dia agar engkau
)menjadi haram dengannya. ( HR. Muslim





) (
Hadits Ahkam I | 8

Artinya : Dari Zainab binti Ummu Salamah, Bahwa ibunya, yakni Ummu
Salamah (isteri Nabi SAW) berkata, semua isteri-isteri Nabi menolak
untuk memasukkan Laki-laki yang pernah mereka susui pada usia dewasa
kedalam rumah mereka. mereka mengatakan kepada Aisyah, Demi Allah!
apa yang berhak kepada Salim dengan Sahlah tersebut hanyalah
Dispensasi yang diberikan Rasulullah, SAW khusus untuk Salim, sehingga
laki-laki yang pernah kita susui pada usia dewasa seperti itu tidak boleh
masuk kerumah kita dan kita tidak boleh melihatnya. (HR. Muslim)10
Berkenaan dengan kasus salim sebagai orang dewasa (baligh). Dalam hal
ini al-Shanani menjelaskan bahwa tetang menyusui orang dewasa ada dua
pandangan, yakni membolehkan dan tidak membolehkan . golongan yang
membolehkan, adalah berdasar pada riwayat Muslim dari Aisyah tetang
salim tersebut yang diperintahkan untuk disusui. Golongan yang tidak
membolehkan dengan alasan merujuk pada QS. Al Baqarah : 233







Artinya: Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun
penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.
Serta berdasar pada hadits riwayat Muslim dari Zainab binti Ummu
Salamah yang menyatakan bahwa hal tersebut hanya berlaku bagi Salim
dan Sahlah.11
Pendapat Jumhur adalah berpegang pada hadits:







).
:


( ,
Artinya: Dari Ibnu Abbas RA berkata: Tidak ada susuan kecuali dalam
dua tahun. (Hadits Marfu dan Mauquf riwayat Ad-Daruquthni dan ibnu
adi. Namun mereka lebih menilainya Mauquf)12
10

Ibnu Hajar al-Asqalani. Op. Cit. Hlm. 500-501


Munir, Op. Cit, Hlm. 49
12
Ibnu Hajar al-Asqalani. Op. Cit, Hlm. 502
11

Hadits Ahkam I | 9

4. Elemen (rukun) persusuan


Definisi al-Jazary mengenai radlaah telah memasukan penjelasan yang
lebih spesifik mengenai persusuan (yang mengandung konsekuensi
hukum), yaitu susu manusia yang masuk ke perut bayi yang belum berusia
dua tahun atau lebih. Patokan dua tajun sebagai batass persusuan yang
membawa akibat hukummerupakan hassil pembaaan dalildan berdasarkan
mafhum (makna tidak langsung) dari al-Quran, yang di dukung leh haditshadits lainnya, seperti hadits riwayat al-Turmudzi:






( , ) .

Artinya: tidak ada persusuan kecuali yang membuat usus terbuka
(kenyang), yatu sebelum usia dua tahun. (HR. Al-Tirmidzi, dan dihasankan
olehnya).
Sementara itu, hadits tentang perintah Rasulullah kepada Sahlah binti
Suhail agar menyusui salim meskipun sudah berusia baligh agar bebas
masuk kerumah sebagaimana mahram dipandang sebagai dalil yang di
nasakh atau dalil yang marjuh (diganti). Definisi a-Suyuthi dan
Abdurrahman al-Jaziry mengenai susuan diatas dapat dilacak akarnya
dalam fiqh islam. Abu Zakariyya Yahya al-Nawawi , misalnya melakukan
pemetaan mengenai elemen (rukun) persusuan, yaitu 1) orang yang
menyusui, 2) susu, dan 3) tempat susu itu masuk.
Elemen pertama , yaitu orang yang menyusui dispesifikasi lebih lanjut oleh
al-Nawawi dengan 3 syarat: a) perempuan, b) hidup, dan c)sudah mungkin
melahirkan. Elemen kedua yaitu susu tidak disyaratkan susu yang telah
terpisah dari areola itu harus tetap berbentuk susu, melainkan bisa berubah
dalam wujud lainatau bahkan bercampur dengan benda lain.
Pendapat berbeda disampaikan oleh Sayyid Sabiq. Sabiq berpendapat
bahwa persusuan yang mengakibatkan terjadinya pengharaman (dalam
pernikahan) akibat terjadinya hubungan persaudaraan adalah penyusuan
yang sempurna, yaitu yang terjadi dengan bayi yang menyusu langsung ke
areola ibu. Elemen ketiga, yakni tempat susu masuk dispesifikasi oleh alNawai dengan tiga syarat: a) perut, b) anak kecil (kurang dua tahun) dan c)
hidup.
Elemen-elemen diatas dapat membantu untuk melihat berbagai dimesi
persusuan yang diinduksikan dalil syari kemudian dirumuskan secara
sistematis menjadi fiqh. Tiga elemen yang dikemukakan oleh al-Nawawi
Hadits Ahkam I | 10

tersebut membentuk tiga rukun menyususi, yang pada masing-massing


rukun terdapat syarat-syarat.13
5. Wanita Dapat Menjadi Saksi Dalam Hal Susuan
Ibnu Qayyim al-Jauziyah dalam kitab at-Taruq al-Hukmiyyah fi al-Siyasah
al-Syariiiyyah berbicara tentang saksi satu orang perempuan dalam
perkara susuan dalam kitab tersebut Ibnu al-Qayyim al-Jauziyah
menjelaskan bahwa Dalam perkara susuan, Nabi SAW menerima kesaksian
seorang perempuan, yang memberikan kesaksian atas perbuatan yang
dilakukan oleh dirinya sendiri. Berdasarkan pada hadits:

,






,








,
.


:










.




:
( ) .




Artinya: Dari Uqbah bin Harits RA bahwa ia telah menikah dengan
Ummu Yahya binti Abu Ihab, lalu datanglah seorang perempuan dan
berkata: Aku telah menyusui engkau berdua. Kemudian ia bertanya
kepada Nabi SAW dan beliau bersabda: Bagaimana lagi? Sudah ada
orang yang mengatakannya. Lalu uqbah menceraikannya dan wanita itu
kawin dengan laki-laki lainnya. (HR. Bukhari)
Imam Ahmad memperkuat pendapat didukung ketentuan hukum acara
pembuktian dalam perkara susuan ini dengan kesaksian seorang
perempuan, melalui riwayat Bakar bin Muhammad, dari ayahnya. Dia
berpendapat bahwa dalam hal seorang perempuan memberi kesaksian
terhadap sesuatu yang lazimnya tidak dilihat oleh laki-laki, seperti
mengenali suara bayi, peristiwa yang terjadi di kamar mandi khusus wanita
atau tempat pemandian khusus untuk perempuan. Maka, masalah tersebut
akan diperoleh gambaran yang lebih transparan apabila dilakukan diantara
sesama mereka.14
13

Afnan Fanani, Op. Cit, Hlm. 88-89


Ibnu Qayyim al-Jauziyah, al-Taruq al-Hukmiyyah fi al-Siyasah al-Syariiiyyah (Beirut: Dar alKutub al-Ilmiyyah, t.th), Hlm. 92
14

Hadits Ahkam I | 11

KESIMPULAN
1. Nasab secara etimologis yaitu al qarabah bayna syakhsain (kekerabatan
diantara dua orang)
2. Radlaah menurut bahasa adalah Istilah (yang menunjuk) pada menghisap
areola dan meminum susu darinya.
sedang menurut istilah syara radlaah adalah Istilah (yang menunjuk) pada
sampainya susu dari (seorang) perempuan atau benda yang dihasilkan dari susu
tersebut ke dalam perut atau otak/sumsum anak-anak.
3. Secara umum berdasarkan hadits-hadist yang telah dikutip bahwa dampak dari
radlaah adalah ke-Mahram-an.
4. Mengenai frekuensi (kuantitas) susuan yang menimbulkan ke-Mahram-an para
ulama berbeda pendapat.
5. Mengenai susuan terhadap orang dewasa juga terdapat dua pendapat yakni
membolehkan (menimbulkan ke-Mahram-an) dan tidak membolehkan (tidak
menimbulkan ke-Mahram-an)
6. Elemen (rukun) radlaah ada tiga, yaitu: a) orang yang menyusui, b) susu, dan
c) tempat susu itu masuk.
7. Dalam perkara radlaah, Nabi SAW menerima kesaksian seorang perempuan,
yang memberikan kesaksian atas perbuatan yang dilakukan oleh dirinya
sendiri.

Hadits Ahkam I | 12

DAFTAR PUSTAKA
Al-Jauziyah, Ibnu Qayyim. t.th. al-Taruq al-Hukmiyyah fi al-Siyasah alSyariiiyyah. Beirut: Dar al-Kutub al-Ilmiyyah.
Ash-Shidieqy, Hasbi. 2003. 2002 Mutiara Hadits, jilid V. Semarang: PT Pustaka
Rizki Putra.
Al-Asqalani, Ibnu Hajar. 2013. Bulughul Maram min Adillatil Ahkam, terjemahan
Khalifaturrahman dan Haer Haeruddin. Jakarta : Gema Insani.
Fanani, Ahwan. 2012 Bank Air Susu Ibu (ASI) Dalam Tinjauan Hukum Islam.
Ishraqi Vol. 10. No. 1, Juni. Hlm. 83-96. Surakarta: Fakultas Agama Islam
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Jalaludin, Akhmad. 2012. Nasab : Antara Hubungan Darah dan Hukum serta
Implikasinya terhadap kewarisan. Ishraqi Vol. 10. No. 1, Juni, 2012. Hlm.
65-82. Surakarta: Fakultas Agama Islam Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
Munir. 2012. Pemikiran Hadits-Hadits Radlaah dalam Kitab Taysiir Allam,
Subul al-Salam, dan 2002 Mutiara Hadits Al-Fikr. Vol. 16, No. 1. 2012
Makasar: Fakultas Ushuluddin dan Filsafat Universitas Islam Negeri
Alauddin Makassar.

Hadits Ahkam I | 13

Anda mungkin juga menyukai