Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN HASIL DISKUSI

PROBLEM-BASED LEARNING
PBL Blok Klinik
SKENARIO Makan apa..makan apa..makan apa sekarang
Minggu ke-5
Tanggal 20 s.d 26 Maret 2015
Grup H

ZUNIA NGESTI RACHMAWATI (125070300111005)


DEWI NOORSYALI HANDAYANI

(125070300111006)

FINDY SIRATU PUTRI

(125070300111012)

RIZKI SATRIA AVICENA

(125070300111023)

AFRIELIA LAILY W

(125070300111032)

VIVIAN DEVI EKA E

(125070300111043)

RIZKA AYU RIFDAH I

(125070300111047)

REDY AMUKTI

(125070300111050)

SOFIE AYU MISRINA

(125070301111001)

DESAK MADE TRISNA ULANDARI (125070301111002)


RACHMI FARICHA

(125070301111005)

MAULIDATUL KHASANAH (125070301111020)


MONISKA DWIJANTI LUKIS (125070302111001)
RUDI NURYADI

(125070307111002)
i

JURUSAN GIZI FAKULTAS KEDOKTERAN


UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2015
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ............................................................................................................
DAFTAR ISI .....................................................................................................................
ISI ..................................................................................................................................
A. SKENARIO ............................................................................................................
B. DAFTAR UNCLEAR TERM ......................................................................................
C. DAFTAR CUES ......................................................................................................
D. DAFTAR LEARNING OBJECTIVE .............................................................................
E. HASIL BRAINSTORMING .......................................................................................
F. HIPOTESIS ............................................................................................................
G. PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVE ...................................................................
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI ..................................................................................
A. KESIMPULAN ........................................................................................................
B. REKOMENDASI .....................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................
TIM PENYUSUN ...............................................................................................................

i
ii
1
1
1
2
2
2
5
6
14
14
15
16
18

ii

ISI
A. SKENARIO
Makan apa..makan apa..makan apa sekarang
Ahli gizi dihadapkan pada pasien Ny. S (78 th) dengan diagnosis Ileus
obstruksi akibat Ca Kolon tranversum yang sudah dilakukan operasi laparatomi
reseksi dan anastomosis. Hasil monitoring pagi ini menunjukkan LLA 21 cm, TL 42
cm, KU cukup, tekanan darah 120/70, nasi 80x/menit, RR 20x/menit, hasil lab. Hb
10,10 g/dl (N: 11,4-15,1 g/dl); MCV 72,30 fL (N: 80-93 fL); MCH 24,30 Pg (N: 27-31
Pg): MCHC 33,7 g/dl (32-36 g/dl); albumin 3 g/dl (N: 3,5-5,5 g/dl); natrium 138
mmol/L (N: 136-145 mmol/L); kalium 2,91 mmol/L (N: 3,5-5,0 mmol/L); klorida 114
mmol/L

(N:

98-106).

Berdasarkan

pengamatan

pasca

bedah,

setelah

bisa

mendapatkan makanan oral Ny. S lebih menyukai makanan cair kental. Hari ini Ny. S
berencana pulang paksa. Oleh karena itu, anak Ny. S meminta ahli gizi untuk
mendesainkan menu yang sesuai dengan kondisi pasien mengingat kondisi sosial
ekonominya yang rendah, karena jika pemberian makanan kurang tepat selama di
rumah maka pasien akan berpotenssi mengalami penurunan status gizi dan
kesehatan.
B. DAFTAR UNCLEAR TERM
1. Ileus obstruksi
Penyumbatan bagian distal dari usus halus (Dorland, 2009).
2. Anastomosis
Pembukaan yang terjadi karena pembedahan antardua tempat atau organ yang
sebenarnya berbeda (Dorland, 2009).
3.Kanker kolon tranversum
Kanker yang terjadi kolon yang meluas dari sisi ke sisi atau pada usus bagian
horizontal (Dorland, 2009).
4.Laparatomi reseksi
Operasi pengangkatan masa jaringan yang berbentuk segitiga melalui dinding
perut (Dorland, 2009).
5.Makanan cair kental
Makanan dalam bentuk halus dengan konsentrasi cairan yang tinggi (Kamus Gizi,
2010).
6.Makanan oral
Makanan yang berbentuk lunak, saring, ataupun padat yang dikonsumsi melalui
mulut.
7.Desain menu
Rancangan susunan makanan yang dikonsumsi seseorang untuk sekali makan
1

atau sehari (PERSAGI, 2009).

C. DAFTAR CUES
Ahli gizi mampu mendesain menu selama pasien di rumah atau rawat jalan yang
disesuaikan

dengan

kondisi

pasien

pasca

operasi

laparatomi

reseksi

dan

anastomosis dengan memperhatikan status gizi dan sosial ekonomi pasien yang
rendah agar pasien tidak mengalami penurunan status gizi.
D. DAFTAR LEARNING OBJECTIVES
1.

Bagaimana keterkaitan dari kanker kolon tranversum dengan ileus obstruksi?

2.

Bagaimana hasil interpretasi data antropometri, biokimia, dan fisik klinis dari
pasien?

3.

Bagaimana preskripsi diet untuk pasien tersebut meliputi tujuan, prinsip, dan
syarat diet; kebutuhan energi dan zat gizi; bahan makanan yang dianjurkan,
dibatasi, dan dihindari? Bagaimana cara meningkatkan kadar albumin?

4.

Bagaimana cara mendesain menu secara individu? Apa saja syarat dan faktor
yang mempengaruhi dalam mendesain menu?

5.

Bagaimana menu yang baik sesuai dengan kondisi pasien? (Membuat menu
sehari dengan bentuk makanan cair kental)

E. HASIL BRAINSTORMING
1.

Bagaimana keterkaitan dari kanker kolon tranversum dan ileus obstruksi?


Adanya kanker kolon, sehingga kanker tersebut menyebar ke ileus yang
mengakibatkan obstruksi ileus. Kanker terjadi dengan cara proliferasi sel, yang
akhirnya

melampaui

batas

teritorial

sehingga

menyebabkan

terjadinya

obstruksi ileus. Efek dari kanker kolon seperti mendesak ileus karena adanya
hipertrofi jaringan, sehingga ileus terjadi obstruksi.
2.

Bagaimana hasil interpretasi data antropometri, biokimia, dan fisik klinis dari
pasien?
Antropometri:
LLA 74% (menggunakan rumus hasil lila dibagi standar lila dikali 100%).
Status gizi pasien termasuk underweight karena persen LLA < 90%.
Biokimia:
Hb rendah, MCV rendah, MCH rendah, albumin rendah, kalium rendah,
klorida tinggi. Hal ini dikarenakan efek samping dari operasi laparastomi
reseksi.
Fisik klinis:
KU cukup, RR normal, nadi normal, tekanan darah normal.

3.

Bagaimana preskripsi diet untuk pasien tersebut meliputi tujuan, prinsip, dan
syarat diet; kebutuhan energi dan zat gizi; bahan makanan yang dianjurkan,
dibatasi, dan dihindari? Bagaimana cara meningkatkan kadar albumin?
3

Tujuan diet:
Meningkatkan status gizi mencapai normal
Mempercepat penyembuhan pasca operasi
Menormalkan data biokimia
Prinsip diet:
Tinggi energi, karena untuk meningkatkan status gizi pasien hingga mencapai
normal
Tinggi protein, karena albumin dari pasien rendah.
Tinggi zat besi, karena Hb pasien rendah. Dikatakan tinggi zat besi jika AKG dari
Fe ditambahkan 20-25 mg.
Syarat diet:
Dicantumkan zat gizi makro, mikro, bentuk makanan, dan cara meningkatkan
albumin.
Bahan makanan yang dianjurkan:
1.

Daging-dagingan, hati ayam, ikan-ikanan, telur, tempe dan tahu karena


tinggi zat besi dan protein.

2.

Tomat, pisang, dan bahan makanan tinggi kalium lainnya.

3.

Kangkung dan bayam karena tinggi Fe.

4.

Bahan makanan sumber vitamin C, seperti jeruk, untuk membantu


penyerapan Fe.

Bahan makanan yang dibatasi:


Bahan makanan sumber tanin, seperti teh dan kopi.
Bahan makanan yang dihindari:
1.

Bahan makanan tinggi gas, seperti nangka, durian, brokoli kembang kol,
dan sawi.

2.

Bahan

makanan

yang

tinggi

fitat,

seperti

biji-bijian,

karena

dapat

menghambat penyerapan Fe.


4. Bagaimana cara mendesain menu secara individu? Apa saja syarat, dan faktor
yang mempengaruhi dalam mendesain menu?
Cara mendesain menu secara individu untuk home made:
1.

Menghitung kebutuhan dari pasien, kemudian membagi porsi dari pagi,


siang, dan malam yang terdiri dari makan utama dan snack.

2.

Melihat jenis makanan yang akan dibuat, apakah cair, cair kental, dan
seterusnya.

3.

Pemilihan bahan makanan sesuai kondisi pasien.

4.

Cara pengolahan disesuaikan.

5.

Setiap bahan makanan yang ada dalam menu dilihat dari energi, protein,
lemak, dan karbohidrat dibandingkan dengan persen kebutuhan.

6.

Bahan Makanan Penukar.


4

Syarat mendesain menu:


1.

Dapat memenuhi kebutuhan pasien.

2.

Bahan makanan mudah didapatkan oleh pasien.

3.

Harganya terjangkau, karena sosial ekonomi pasien rendah, sehingga


pasien dapat memenuhi asupan makannya.

4.

Makanan dapat diterima pasien.


Faktor-faktor yang mempengaruhi menu:

5.

1.

Sosial ekonomi dan kondisi pasien.

2.

Memilih bahan makanan yang tidak musiman.

3.

Kesukaan dan rasa dari makanan tersebut.

4.

Faktor akses jalan menuju ke tempat pembelian bahan makanan.

Bagaimana menu yang baik sesuai dengan kondisi pasien? (Membuat menu
sehari dengan bentuk makanan cair kental)
Membuat 1 menu makanan utama dan snack yang sama, yang kemudian akan
dibagi-bagi menjadi 3 kali makan utama dan 2 kali snack.
Menu makanan utama dibagi 3 kali:
Sup krim (komposisi: jagung, telur, maizena, gula atau menggunakan kentang,
ayam, garam atau menggunakan kentang, tahu, dan tempe) atau sup merah
(komposisi: kentang, wortel, buncis, ayam, kuahnya dari tomat yang dipasta)
Snack dibagi 2 kali:
Kolak labu kuning yang diblenderized (komposisi, santan, labu kuning, susu)
atau bubur kacang hijau yang diblenderized

F.

HIPOTESIS
Kanker kolon
Kanker bermetastase
Lumen usus tersumbat dan
teregang
Ilues obstruktif
Operasi laparatomi reseksi dan
anastomosis
Pemeriksaan
Antropometri
Lila 70 %
(Underweight)

Biokimia
Hb, MCV, MCH rendah =
anemia
Albumin rendah =
malnutrisi
Kalium rendah, klorida
tinggi = ketidakseimbangan

Diet Tinggi
Energi
Energi: 1509,8

MENU Makanan cair


kental

Fisik klinis
Nadi, tekanan darah, RR
normal

Diet tinggi protein,


tinggi Fe tinggi
kalium
Protein (21%) = 79,3 gr
Fe = 15 mg
Kalium =3 mEq/kg BB

Faktor:
Kebutuhan energi,
sosek, jenis penyakit dll

F.

PEMBAHASAN LEARNING OBJECTIVES


1.

Bagaimana keterkaitan kanker kolon tranversum bisa mengakibatkan ileus


obstruksi?
1.

Mayoritas kanker kolon menyebabkan obstruksi pada sisi kiri ileus, yang
dikarenakan adanya metastasis pada kanker yang menyebar ke ileus
sehingga menyebabkan penyumbatan pada ileus (ASGE, 2010). Terjadinya
kanker kolon berawal dari lapisan terluar lumen usus yang disebut lapisan
mukosa, mengalami kontak langsung dengan faktor penyebab sehingga
membuatnya rentan terhadap kerusakan. Kemudian kerusakan dari lapisan
mukosa tersebut berkembang dan mengganggu pembentukan sel yang
menyebabkan inflamasi dan hiperproliferasi sel yang akhirnya dapat
berubah menjadi suatu adenoma kecil. Adenoma tersebut kemudian
berkembang

menjadi

karsinoma

(VanBlarcom,

2011).

Jika

kanker

berkembang di kolon transversum, menyebabkan kumpulan metastasis di


peritoneum atau di mesenterium yang menekan usus, sehingga lumen usus
tersumbat. Lumen usus yang tersumbat secara progresif akan teregang
oleh cairan dan gas (70% dari gas yang ditelan) akibat peningkatan
tekanan intralumen yang menurunkan pengaliran air dan natrium dari
lumen ke darah, sehingga menyebabkan ileus obstruktif, yaitu suatu
penyumbatan mekanis pada usus, dimana merupakan penyumbatan yang
sama sekali menutup atau menganggu jalannya isi usus (Naibaho, 2012;

Indrayani, 2014; Sabara, 2007 dalam Faradilla, 2009).


2.

Dalam kasus ini, pasien mengalami kanker kolon transversum. Penanganan


dari

kanker

kolon

transversum

adalah

dengan

cara

pembedahan,

kemoterapi, dan terapi radiasi (VanBlarcom, 2011). Oleh karena itu


dilakukanlah operasi laparotomi reseksi dan anastomosis pada pasien.
Kemudian setelah dilakukan operasi dimungkinkan terjadi adhesi, dimana
adhesi merupakan suatu jaringan parut yang menyebabkan organ dalam
atau jaringan tetap melekat setelah pembedahan dilakukan. Adanya
perlekatan ini dapat menyebabkan obstruksi usus. Selain itu, adhesi juga
dapat membelit jaringan atau organ dan menariknya dari tempat semula
yang akhirnya dapat menyebabkan ileus obstruksi (Sanggara, 2010; Gold,
1999; Davey, 2005).
2.

Bagaimana interpretasi data antropometri, biokimia, dan fisik klinis dari pasien?
Interpretasi Antropometri
TB estimasi = 84,88 - (0,24 x usia(tahun)) + (1,83 x tinggi lutut(cm))
= 84,88 - (0,24 x 78) + (1,83 x 42)
= 84,88 - 18,72 + 76,86
= 143,02 cm (Fatmah, 2006)
7

BB estimasi = (TL x 0,826 + LLA x 2,116 - U x 0,133) - 31,48


= ( 42 x 0,826 + 21 x 2,116 - 78 x 0,133) - 31,48
= 37,274 kg (Jung, 2004)
Persen LLA = [LLA aktual : Standar LLA] x 100%
= [21 : 29,9] x 100%
= 70,2%, interpretasinya underweight (McDowell, 2009)
Interpretasi Biokimia
1.

Kadar Hb pasien rendah, yang mengindikasikan pasien mengalami anemia.


Selain itu, konsentrasi Hb juga dapat berfluktuasi pada pasien yang
mengalami pendarahan (Kemenkes RI, 2011). Anemia merupakan salah
satu gejala umum pada penyakit kanker kolon, namun tidak semua pasien
mengalami anemia. Salah satu penyebab anemia pada pasien dengan
kanker kolorektal adalah karena pendarahan (Jong, 2013 dalam Rizqhan,
2014).

2.

Indeks eritrosit
a.

MCH

rendah,

yang

mengindikasikan

pasien

mengalami

anemia

b.

mikrositik.
MCV rendah dapat terjadi pada kondisi anemia kekurangan besi disebut

c.

juga anemia mikrositik.


MCHC normal (Kemenkes RI, 2011).

Indeks eritrosit menggambarkan morfologi dari sel darah merah. Pada


pasien kanker kolorektal, prevalensi anemia sebesar 51% dan jenis
anemianya adalah anemia defisiensi besi (Ho C.H dkk, 2008 dalam
Rizqhan, 2014). Hal ini terjadi karena adanya pendarahan kronis traktus
digestivus yang menyebabkan deplesi besi dalam tubuh, dimana besi
adalah salah satu faktor penting untuk pembentukan sel darah (Turgeon,
2005 dalam Rizqhan, 2014).
3.

Rendahnya nilai albumin mengindikasikan adanya malnutrisi, defisiensi


protein, stres akut, dan pembedahan (Kemenkes RI, 2011 dan 2012).

4.

Rendahnya nilai kalium mengindikasikan terjadinya hipokalemia akibat


keseimbangan elektrolit menurun, adanya asidosis pada tubulus ginjal, dan
adanya faktor stres kronik (Kemenkes, 2011).

5.

Nilai klorida pasien 114 mmol/L.. Kadar normal klorida adalah 98-105
mmol/L, sehingga nilai klorida pasien diinterpretasikan tinggi (Mahan,
2008). Klorida tinggi mengindikasikan dehidrasi dengan penurunan berat
badan dan ketidakseimbangan elektrolit dalam tubuh karena pasca operasi
yang menyebabkan kehilangan cairan dan gangguan elektrolit meningkat
(Puri, 2011 dan Wall, 1993).

Interpretasi Fisik Klinis:


8

KU cukup, tekanan darah normal, nadi normal, RR normal.


3.

Bagaimana preskripsi diet meliputi tujuan, prinsip, dan syarat diet; kebutuhan
energi dan zat gizi; bahan makanan yang dianjurkan dan dihindari untuk
pasien? Bagaimana cara meningkatkan kadar albumin?
Tujuan Diet:
1.

Mengoptimalkan status gizi pasien dan mencegah penurunan berat badan


secara berlebih.
Karena

pasien

mengalami

underweight

sehingga

status

gizi

harus

ditingkatkan untuk mempercepat penyembuhan dan meningkatkan daya


tahan tubuh pasien, serta mencegah penurunan berat badan secara
berlebih.
2.

Memberikan kebutuhan dasar dari energi tanpa memperberat kerja usus.


Karena

diketahui

memenuhi

pasien

kebutuhan

mengalami

dasar

berupa

underweight,
energi.

Diet

sehingga

perlu

diberikan

tanpa

memperberat kerja usus karena pasien baru saja melakukan operasi


laparatomi reseksi dan anastomosis.
3.

Memperbaiki ketidakseimbangan elektrolit dan cairan.


Karena kadar kalium yang rendah dan klorida yang tinggi pasca bedah
sehingga perlu diperbaiki agar tidak terjadi dehidrasi.

4.

Mengganti kehilangan protein dan zat besi.


Karena diketahui kadar albumin, Hb, MCV, dan MCH pasien rendah,
sehingga perlu digantikan agar pasien tidak mengalami hipoalbuminemia
dan anemia pasca operasi.

5.

Memberikan makanan sesuai daya terima.


Karena untuk memenuhi kebutuhan energi dan zat gizi pasien. Jika tidak
diberikan makanan sesuai daya terima, dikhawatirkan pasien tidak mau
makan yang akhirnya pasien dapat berpotensi mengalami penurunan
status gizi yang dapat mempengaruhi kondisi kesehatannya (Almatsier,
2008; Mahan, 2008; Sianturi, 2012).

Prinsip Diet:
1.

Tinggi energi dan tinggi protein


Karena pasien membutuhkan energi dan protein yang lebih untuk proses
pemulihan pasca operasi atau pembedahan dan selama sakit. Selain itu,
protein dibutuhkan untuk penyembuhan luka dan meningkatkan daya tahan
tubuh, serta untuk meningkatkan kadar albumin (Monfort Hospital, 2009
dan Supriyanta, 2012).

2.

Tinggi Fe, vitamin B12, dan asam folat


Diberikan tinggi Fe karena untuk meningkatkan kadar Hb, MCV dan MCH
pasien pasca operasi karena pasien mengalami anemia. Selain itu, jika
9

terlalu lama kehilangan vitamin B12, asam folat, dan zat besi ketika pasca
operasi akan menyebabkan terjadinya homosistein darah (OKane, 2014).
3.

Tinggi kalium
Diberikan tinggi kalium karena untuk menyeimbangkan elektrolit dalam
tubuh (Bayless, 2005).

4.

Serat cukup
Diberikan serat cukup karena pada kasus ini pasien bisa menerima
makanan secara oral dan tidak ada gejala tertentu, seperti diare. Kecuali
jika masih ada gejala, pasien harus menempuh fase-fase mulai dari
dipuasakan, menerima makanan parenteral, makanan cair melalui peroral
atau enteral, kemudian meningkat menjadi diet rendah sisa atau rendah
serat. Bila gejala hilang, dapat diberikan makanan biasa (Almatsier, 2008
dan Yeatman, 2001).

5.

Tinggi vitamin C
Diberikan tinggi vitamin C untuk pembentukan kolagen bagi penyembuhan
luka yang optimal, serta membantu penyerapan zat besi.

6.

Tinggi vitamin A
Diberikan tinggi vitamin A untuk proses penyembuhan luka dan epitalisasi,
serta deposisi fibroblas dari kolagen.

7.

Tinggi zink
Diberikan tinggi zink untuk meningkatkan kekuatan tegangan (gaya yang
diperlukan untuk memisahkan tepi tepi) pada penyembuhan luka.

8.

Tinggi selenium
Diberikan tinggi selenium karena selenium diperlukan

untuk proses

glutation antioksidan intraseluler sebagai proteksi sel selama proses


penyembuhan luka (Moore, 2012 dan Meilany, 2012).
9.

Tinggi vitamin D dan kalsium


Pasien membutuhkan vitamin D dan kalsium tinggi karena pasien telah
mengalami operasi pada daerah usus, dimana daerah usus atau GIT
membutuhkan vitamin D untuk membantu penyerapan kalsium (OKane,
2014).

10. Tinggi vitamin K


Diberikan tinggi vitamin K untuk membantu penyembuhan luka dan
pembekuan darah (Hospital for Special Surgery, 2000).
Syarat Diet:
1.

Tinggi

energi,

yang

diberikan

sesuai

dengan

kondisi

pasien

untuk

meningkatkan status gizi pasien.


Energi= BMR x AF x FS
= (655 + (9.6 x BBI) + (1.8 x TB) - (4,7 x U)) x FA x FS
10

= (655 + (9.6 x 43) + (1.8 x 143) - (4.7 x 78)) x 1.5 x 1.05


= 1509,8 kkal
2.

Tinggi protein, yaitu 21% dari kebutuhan energi total untuk meningkatkan
kadar albumin dan untuk meningkatkan daya tahan tubuh pasien pasca
operasi.
Protein = [21% x Energi] : 4
= [21% x 1509,8] : 4
= 79,3 gr

3.

Lemak diberikan cukup, yaitu 22% dari kebutuhan energi total.


Lemak

= [22% x Energi] : 9

= [22% x 1509,8] : 9
= 36,9 gr
4.

Karbohidrat cukup, yaitu 57% dari kebutuhan energi total.


Karbohidrat = [57% x Energi] : 4
= [57% x 1509,8] : 4
= 215,1 gr

5.

Pastikan asupan cairan tercukupi, yaitu 40 mL/kgBB.


Cairan= 40 mL/kg x BBI
= 40 mL/kg x 43 kg
= 1720 mL

6.

Memenuhi kebutuhan vitamin dan mineral meliputi kalsium 1500 mg/hari,


besi 15 mg/hari untuk mengatasi anemia (lebih baik jika dikonsumsi
bersama vitamin C), vitamin A 5.000 IU untuk membantu penyembuhan
luka, vitamin D 1000 mg untuk membantu penyerapan kalsium, vitamin K
65 mcg untuk membantu proses penyembuhan luka dan pembekuan darah,
zink

50

mg/hari

untuk

meningkatkan

kekuatan

tegangan

pada

penyembuhan luka, vitamin C 500 mg untuk pembentukan kolagen sebagai


proses penyembuhan luka dan membantu penyerapan zat besi, selenium
100 mcg untuk proteksi selama penyembuhan luka, dan kalium 3
mEq/kgBB (1 mEq = 39 mg, sehingga kebutuhannya 4364,1 mg) (Hospital
for Special Surgery, 2000; Moore, 2012; Meilany, 2012).
7.

Jenis makanan disesuaikan dengan kondisi dan kesukaan pasien dalam


bentuk mudah dicerna, yaitu makanan cair kental.

8.

Diberikan dalam porsi kecil tapi sering, yaitu 2-3 jam sehari (Almatsier,
2008).

Bahan Makanan yang Dianjurkan:


- Sumber karbohidrat, seperti kentang, gelatin dan tepung tapioka dibuat
puding, nasi, roti, mie, makaroni.
- Sumber protein, seperti susu, es krim, yogurt, telur ayam, tahu giling,
11

kacang-kacangan, daging sapi, daging ayam, ikan.


Sumber lemak, seperti margarin dan mentega
Semua jenis sayuran dan buah-buahan. Bisa dibuat jus.
Bumbu-bumbu, seperti garam, gula, bawang merah (Almatsier ,2008).
Makanan tinggi kalium:
a. apel mengandung 159 mg kalium,
b. jeruk mengandung 250 mg kalium,
c. tomat mengandung 366 mg kalium,
d. pisang mengandung 251 mg kalium,
e. susu skim 1 gelas mengandung 406 mg kalium (Depkes RI, 2002).
Bahan Makanan yang Dibatasi:
Membatasi makanan tinggi fitat dan tinggi polifenol karena dapat menghambat
-

absorpsi dari zat besi Fe, sehingga dapat memperparah anemia. Contoh
makanan tinggi fitat adalah biji - bijian, sereal, sayuran seperti bayam. Contoh
makanan tinggi polifenol adalah kopi, teh, sayuran dan kacang - kacangan
(Aditian, 2009).
Bahan Makanan yang Tidak Dianjurkan:
- Makanan yang berbumbu tajam.
- Makanan yang beralkohol dan daging yang diawetkan karena dapat
menimbulkan senyawa karsinogenik (Almatsier, 2008 dan Yeatman, 2001).
- Seafood seperti kerang, udang, kepiting, dan cumi terdapat kandungan lemak
tinggi.
- Ikan asin diolah dari bahan tidak segar yang mengalami penguraian,
sehingga menjadi bahan alergen yang mengandung reaksi imunitas tubuh.
Akibatnya tubuh akan merasa meriang, gatal-gatal, bahkan bengkak.
- Tauge mengandung zat yang dapat mendorong pertumbuhan sel kanker.
- Sawi putih dan kangkung mengurangi efektivitas kinerja obat-obatan.
- Cabai dapat merangsang aktifitas bawah sadar sehingga menurunkan jumlah
oksigen dalam tubuh.
- Nangka dan lengkeng, terdapat zat yang mendorong pertumbuhan sel
kanker.
- Durian menghasilkan alkohol sehingga merangsang berkembangnya sel
kanker.
- Menghindari terlalu banyak teh, kopi dan alkohol, yang dapat membuat tubuh
kehilangan air dan meninggalkan haus.
- Bahan makanan bergas seperti kol, brokoli, kubis.
- Makanan dimasak dengan minyak dan bersantan (American Institute Cancer
Research, 2011; Martini, 2010; Almatsier, 2008; Sianturi, 2012).
Cara meningkatkan kadar albumin :

Pemberian suplemen oral tinggi proteinn berupa pemberian putih telur dan

konsumsi ikan terutama ikan gabus.


Dengan menggunakan modisco putih telur yang terdiridari putih telur
ayam, agar-agar, gula pasie dan susu skim dengan kandungan energi 80
kkal dan 5 gr protein untuk 1 porsinya. Penelitian yang dilakukan oleh
Supriyanta (2012) membuktikan bahwa pemberian modisco putih telur ini
efektif

untuk

menaikkan

kadar

albumin

pada

orang

dengan
12

hipoalbuminemia (Supriyanta, 2012).


4.

Bagaimana cara mendesain menu secara individu untuk home made? Apa saja
syarat dan faktor yang mempengaruhi dari mendesain menu?
Cara Mendesain Menu:
1.

Melihat penyakit pasien


Sebelum

mendesain

menu

harus

melihat

kondisi

pasien

untuk

menentukan diet yang dibutuhkan pasien.


2.

Menentukan energi dan zat gizi yang dibutuhkan.


Setelah mengetahui penyakit pasien, selanjutnya menentukan diet
yang sesuai untuk pasien. Kemudian menghitung energi dan zat gizi
yang dibutuhkan pasien.

3.

Menentukan bahan makanan untuk menu


Setelah menghitung energi dan zat gizi yang dibutuhkan, kemudian
dari perhitungan tersebut diterjemahkan ke bahan makanan yang
sesuai dengan kondisi pasien.

4.

Menentukan jumlah bahan yang digunakan


Jumlah yang dikonsumsi harus memenuhi kecukupan gizi yang
dianjurkan.

5.

Menentukan cara persiapan makanan


Setelah perencanaan tersebut, kemudian menentukan cara persiapan
makanan dengan memperhatikan rasa, jenis bahan makanan, dan
tekstur dari makanan tersebut (Blanzieri, 2000).

Faktor-faktor yang Mempengaruhi Desain Menu:


Faktor yang perlu diperhatikan dalam mendesain menu, yaitu kebutuhan gizi
pada individu yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, TB, jenis penyakit
pada pasien, serta gaya hidup meliputi psikologis dan sosial. Selain itu, perlu
diperhatikan adanya variasi makanan, kebiasaan makan, dan sosial budaya dari
pasien, iklim atau musim, keadaan pasar, letak geografis, peralatan, dana yang
tersedia, teknik dan cara pemasakan serta modifikasi menu (Subandriyo dan
Santosa dalam Mutmainah, 2008 dan Food Science and Technology Strand,
2009).
Syarat Mendesain Menu:

5.

Makanannya harus sehat,


Sesuai dengan kondisi pasien,
Sesuai dengan rekomendasi untuk pasien,
Makanan aman di konsumsi,
Makanan terbebas dari allergen,
Makanan tidak terkontaminasi (HSG, 2003).

Bagaimana menu yang baik sesuai dengan kondisi pasien? (membuat menu
sehari dengan bentuk makanan cair kental)
13

Karena memperhatikan sosio ekonomi pasien yang rendah dan biasanya


sebagian besar orang malas untuk memasak beberapa kali tiap kali ingin
makan, sehingga kami memilih untuk membuat 1 macam menu makanan
utama yang dibagi 3 kali makan dan 1 macam snack yang dibagi 3 kali makan.
Makanan cair kental diberikan setiap 2-3 jam sehari, sehingga jadwal makan
pasien adalah makan utama dimulai pada pukul 07.00 WIB, kemudian dilanjut
makan snack pada pukul 09.00 WIB, dilanjutkan kembali makan utama pukul
13.00 WIB, dilanjutkan kembali makan snack pada pukul 15.00 WIB, dilanjutkan
kembali makan utama pukul 18.00 WIB, dan makan snack terakhir pada pukul
20.00 WIB. Berikut adalah menu sehari untuk pasien.

14

MENU SEHARI

Makanan

Menu

Sup
Utama

krim

jagung
(blenderized)

Bahan
Makanan

Tepung
terigu

Vit

Vit

(mg)

(mg

(mc

g)

48,2

572

75,3

1,8

0,6

14,4

0,8
0

0,5
10,8

87,2

8,5

200

231,8

20
300

Ber

Ca

Zinc

at

(kkal

(mg

(mg

(gr)

45

163,8

4,6

0,4

34,3

0,5

6,8

0,3

400

199,8

42

24

300

324,1

9,9

3,9

747

18

39

1,5

300

77,4

2,9

6,3

870

21

123

1,9

1,2
0

0,2
0

22,5
0

0
0

2
0
37,5

150
15

11,8
95,4

0
0

0,5

12,3

415

2,5

2,5

3
0
307,

250

1,6

0,4

62,4

1,2

930

22

182

0,2

77,4
213
1481

0
2,1
72,

0
20,1

20
9
232,

0
1,5
11,

0,4
213

0
3

,8
1509

4
79,

9
215,

66,5

0,2
9
483,

0
0,6

3818

0
0
498
3
500

5
150

,8

3
91,

KH

(gr)

(gr)

(gr)

Fe
(m
g)

Telur ayam
bagian
putih
Jagung
kuning
Wortel
Kaldu ayam
Margarin
Susu skim

Snack

Kolak pisang

Pisang

(blenderized)

kepok
Gula pasir
Santan

TOTAL
KEBUTUHAN
PERSENTASE PEMENUHAN (%)

98,1

37,2
36,9

15

100,

1
108,

76,

4364
,1
87,5

500

472

13,3 99,6

32,2

5,5
50
11
15

16

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI


A. KESIMPULAN
1.

Kanker kolon transversum menyebabkan kumpulan metastasis di peritoneum


atau di mesenterium yang menekan usus, sehingga lumen usus tersumbat,
sehingga menimbulkan terjadinya ileus obstruksi. Selain itu, jika penanganan
kanker kolon transversum dengan cara pembedahan, dapat menimbulkan
jaringan parut akibat pasca operasi. Oleh karenanya terjadi peningkatan adhesi
atau perlekatan. Hal ini dapat menyebabkan ileus obstruksi.

2.

Interpretasi dari data antropometri, biokimia, dan fisik klinis yaitu status gizi
pasien underweight dilihat dari nilai persen LLA; albumin rendah yang
mengindikasikan malnutrisi; Hb rendah, MCH rendah, MCV rendah yang
mengindikasikan

anemia;

kalium

rendah

dan

klorida

tinggi

yang

mengindikasikan ketidakseimbangan cairan dan elektrolit akibat passca bedah;


KU cukup; tekanan darah normal; nadi normal; RR normal.
3.

Pemberian diet pada pasien bertujuan untuk meningkatkan status gizi hingga
mencapai normal dengan cara memberikan dan meningkatkan kebutuhan
energi tanpa memperberat kerja usus, mengganti protein dan zat besi akibat
pasca bedah dengan cara meningkatkan kebutuhan protein dan zat besi,
memperbaiki keseimbangan cairan dan elektrolit dengan cara meningkatkan
kebutuhan kalium dan cairan, dan memberikan makanan sesuai daya terima
pasien. Makanan diberikan dalam porsi kecil namun sering dengan cara
memberikannya setiap 2-3 jam sehari. Semua bahan makanan dianjurkan,
namun memperhatikan jenis-jenis bahan makanan yang memiliki kandungan
fitat dan polifenol tinggi karena dapat menghambat penyerapan Fe, serta
menghindari makanan yang bergas.

4.

Desain menu dilakukan dengan cara melihat penyakit pasien terlebih dahulu
untuk

menentukan

diet

yang

digunakan.

Kemudian

menentukan

dan

menghitung kebutuhan energi dan zat gizi sesuai kondisi pasien yang
selanjutnya diterjemahkan ke dalam bahan makanan yang dipakai beserta
jumlahnya. Kemudian dari bahan makanan tersebut ditentukan cara persiapan
makanannya untuk selanjutnya dikembangkan menjadi menu makanan. Faktorfaktor yang mempengaruhi desain menu adalah kebutuhan gizi pada individu
yang didasarkan pada umur, jenis kelamin, TB, serta jenis penyakit pada pasien.
Selain itu, perlu diperhatikan adanya variasi makanan, kebiasaan makan, dan
sosial budaya dari pasien, iklim atau musim, keadaan pasar, peralatan, dana
yang tersedia, teknik dan cara pemasakan serta modifikasi menu. Syarat dalam
mendesain menu adalah makanannya harus sehat, sesuai dengan kondisi
pasien dan rekomendasi untuk pasien, makanan aman dikonsumsi dan terbebas
17

dari kontaminasi dan bahan alergen.


5.

Menu yang didesain untuk pasien dengan memperhatikan sosio ekonomi pasien
yang rendah dan biasanya sebagian besar orang malas untuk memasak
beberapa kali tiap kali ingin makan, sehingga kami memilih untuk membuat 1
macam menu makanan utama, yaitu sup krim jagung (blenderized) yang dibagi
3 kali makan dan 1 macam snack yaitu kolak pisang (blenderized) yang dibagi 3
kali makan. Makanan ini diberikan setiap 2-3 jam sehari, sehingga jadwal makan
pasien adalah makan utama dimulai pada pukul 07.00 WIB, kemudian dilanjut
makan snack pada pukul 09.00 WIB, dilanjutkan kembali makan utama pukul
13.00 WIB, dilanjutkan kembali makan snack pada pukul 15.00 WIB, dilanjutkan
kembali makan utama pukul 18.00 WIB, dan makan snack terakhir pada pukul
20.00 WIB.

B. REKOMENDASI
Skenario klinik pada week 5 ini mampu mengingatkan kembali dan memberikan
pengetahuan mengenai bagaimana keterkaitan kanker dengan obstruksi, cara
mendesain menu yang baik dengan memperhatikan sosial ekonomi pasien, serta
prinsip-prinsip diet sesuai kondisi pasien. Sebelumnya skenario ini cukup menjebak
mahasiswa dengan menyebutkan bagaimana ADIME untuk pasien, sehingga terkait
maksud dari skenario diharapkan dapat diperjelas kembali pada skenario week
berikutnya.

18

DAFTAR PUSTAKA
Aditian, Nari. 2009. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia Gizi Remaja Putri
SMP 133 Di Pulau Pramuka Kepulauan Seribu Tahun 2009. Tidak diterbitkan,
Universitas Indonesia, Depok.

Almatsier, Sunita. 2008. Penuntun Diet. Jakarta : PT Gramedia Pustaka Utama.


American Institute for Cancer Research. 2011. Colorectal Cancer 2011 Report: Food,
Nutrition, Physical Activity, and the Prevention of Colorectal Cancer. USA : World
Cancer Research Fund.

American Society for Gastrointestinal Endoscopy (ASGE). 2010. The Role of


Endoscopy in the Management of Patient with Known and Suspected Colonic
Obstruction and Pseudo-Obstruction. Gastrointestinal Endoscopy Journal, 71 (4):
669-679.
Bayless, Theodore M dan Anna Diehl. 2005. Advanced Therapy in Gastroenterology and
Liver Disease Fifth Edition. USA : BC Decker Inc.
Blanzieri, Enrico dan Luigi Portinale. 2000. Advances in Case Based Reasoning.
Germany : Springer.
Davey, Patrick. 2005. At A Glance Medicine. Jakarta : Erlangga.

Dorland, Newman. 2009. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 28. Jakarta : EGC.
Faradilla, Nova. 2009. Ileus Obstruksi. Tidak diterbitkan, Fakultas Kedokteran Universitas
Riau.
Fatmah. 2006. Persamaan (Equation) Tinggi Badan Manusia Usia Lanjut (Manula)
Berdasarkan Usia dan Etnis pada 6 Panti Terpilih di DKI Jakarta dan Tangerang
Tahun 2005. Makara Kesehatan, 10 (1): 7-16.
Food Science and Technology Strand. 2009. Diet and Planning. Technology and Living.
Gold, Michael S et al. 1999. General Surgery Board Review. USA : Lippincott Williams &
Wilkins.
Hospital For Special Surgery. 2000. Nutrition for Healing. New York : Womens Sports
Medicine Center.
HSG. 2008. Food in Hospital (National Catering and Nutrition Specification for Food and
Fluid Provision in Hospitals in Scotland). Edinburgh : The Scottish Government.
Indrayani. MN. 2014. Diagnosis dan Tata Laksana Ileus Obstruktif. Tidak diterbitkan,
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana.
Jung, MY et al. 2004. Estimating geriatric patients body weight using the knee height
caliper and mid-arm circumference in Hong Kong Chinese. Asia Pac J Clin Nutr,
13 (3): 261-264.
Kemenkes RI. 2011. Pedoman Interprestasi Data Klinik. Jakarta : Kementrian Kesehatan
Rupublik Indonesia.
__________. 2012. Pedoman Pelayanan Gizi Lanjut Usia. Jakarta : Kementrian Kesehatan
19

Republik Indonesia.
Mahan, LK dan Silvya E S. 2008. Krauses Food and Nutrition Therapy 12th Edition.
Philadelphia : Saunders Elsevier.
Martini ED. 2010. Nutrisi Penghambat Kanker Usus Besar. Tidak diterbitkan, Universitas
Indonesia, Depok.
McDowell MA, Fryar CD, Ogden CL. 2009. Antropometric Reference Data for Children and
Adults: United States, 1988-1994. USA : National Center for Health States.
Meilany, Tinuk A dkk.2012. Pengaruh Malnutrisi dan Faktor Lainnya terhadap Kejadian
Wound

Dehiscence

pada

Pembedahan

Abdominal

Anak

pada

Periode

Perioperatif. Sari Pediatri, 14 (2): 110-116.


Montfort Hospital. 2009. Patient Information Bowel Resection Surgery. Kanada : Monfort
Hospital.
Moore, Mary C. 2012. Buku Pedoman Terapi Diet dan Nutrisi Edisi 2. Jakarta : Hipokrates.
Mutmainah. 2008. Daya Terima Makanan dan Tingkat Konsumsi Energi Protein Pasien
Rawat Inap Penderita Penyakit Dalam di RS. Dr.H Moerzaki Mahdi. Tidak
diterbitkan, Institut Pertanian Bogor.
Naibaho, DNN. 2012. Karakteristik Penderita Kanker Kolorektal Yang Dirawat Inap di
RSUP H. Adam Malik Medan Tahun 1998-2001. Tidak diterbitkan, Universitas
Sumatera Utara.
OKane, Mary et al. 2014. BOMSS Guideline on Perioperative and Postoperative
Biochemical Monitoring and Micronutrient Replacement for Patients undergoing
Bariatric Surgery, September 2014. UK : BOMSS.

Persatuan Ahli Gizi Indonesia (PERSAGI). 2009. Kamus Gizi, Pelengkap Kesehatan
Keluarga. Jakarta : Buku Kompas.
Puri, Prem. 2011. Newborn Surgery Third Edition. London : Hodder Education.
Rizqhan, Muhammad. 2014. Hubungan Indeks Eritrosit dan Kadar Hemoglobin
terhadap Lokasi Tumor pada Pasien Kanker Kolorektal, Studi Kasus di
RSUP Dr. Kariadi. Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro, Semarang.
Sianturi, VM. 2012. Analisis Diet pada Pasien Pascabedah Sectio Caesarea di RSUD
Sidikalang. Tidak diterbitkan, Universitas Sumatera Utara.
Supriyanta. 2012. Pengaruh Suplementasi Modisco Putih Telur terhadap Perubahan Kadar
Albumin pada Pasien Bedah dengan Hypoalbuminemia di RSUP Dr. Kariadi
Semarang. Medica Hospitalia, 1 (2): 130-133.
VanBlarcom, Ahleigh. 2011. An Altered Life Process: Colorectal Cancer. College of Health
and Human Services, Saginaw Valley State University, USA.
Wall, CR et al. 1993. Osmolality Electrolyte and Carbohydrate Type and Oral Rehydration
Solutions: A Controlled Study to Compare the Efficacy of Two Commercially
Available Solutions (Osmolalities 240mmol/L and 340mmol/L).

Journal of
20

Diarrhoeal Disease, 11 (4): 222-226.


Yeatman, Timothy J. 2001. Colon Cancer . USA : Macmillan Publishers Ltd.

21

TIM PENYUSUN
A. KETUA

MAULIDATUL KHASANAH (125070301111020)


B. SEKERTARIS

SOFIE AYU MISRINA

(125070301111001)

RACHMI FARICHA

(125070301111005)

C. ANGGOTA

ZUNIA NGESTI RACHMAWATI

(125070300111005)

DEWI NOORSYALI HANDAYANI (125070300111006)


FINDY SIRATU PUTRI

(125070300111012)

RIZKI SATRIA AVICENA

(125070300111023)

AFRIELIA LAILY W

(125070300111032)

VIVIAN DEVI EKA E

(125070300111043)

RIZKA AYU RIFDAH I

(125070300111047)

REDY AMUKTI

(125070300111050)

DESAK MADE TRISNA ULANDARI

(125070301111002)

MONISKA DWIJANTI LUKIS (125070302111001)


RUDI NURYADI

(125070307111002)

D. FASILITATOR
Adi Lukas Kurniawan
E. PROSES DISKUSI
1. KEMAMPUAN FASILITATOR DALAM MEMFASILITASI
Mampu mengarahkan berjalannya diskusi mahasiswa agar fokus pada
kompetensi dan skenario.
Mampu membantu mahasiswa dalam menggali dan memecahkan masalah
yang terdapat dalam skenario.
Mampu membantu mahasiswa untuk berpikir kritis dalam menanggapi
masalah pada skenario.
Mampu mendampingi mahasiswa dalam melakukan diskusi dengan lancar dan
mengarahkan apabila topik pembahasan mulai menyimpang.
2. KOMPETENSI/HASIL BELAJAR YANG DICAPAI OLEH ANGGOTA DISKUSI
Mahasiswa mampu memahami keterkaitan antara penyakit kanker kolon
transverssum dengan ileus obstruksi.
22

Mahasiswa mampu memahami penyebab dan alasan mengapa nilai-nilai


biokimia terjadi ketidakabnormalan.
Mahasiswa mampu memahami dan membuat desain menu untuk pasien
sesuai dengan kondisi sosial ekonomi pasien.

23

Anda mungkin juga menyukai