Anda di halaman 1dari 45

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Senyawa asetanilida merupakan bahan baku yang dapat menunjang industri kimia.
Kebutuhan akan senyawa ini semakin meningkat sehingga dilakukan berbagai cara dalam
memperoleh senyawa ini. Anilin merupakan senyawa kimia dengan rumus C 5H6NH2 yang
digunakan sebagai bahan dasar dalam sintesis asetanilada yang direaksikan dengan asam asetat.
Pada sintesis senyawa ini biasanya digunakan metode pemanasan agar kedua senyawa dapat
bereaksi sempurna. Mula mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida
dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.1[1]
1
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida
primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida
berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan
bantuan kloral anhidrat. Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih
ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang
dilengkapi dengan pengaduk. Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC160oC. Produk
dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.2[2]
2
Berdasarkan uraian diatas maka untuk memperdalam pengetahuan tentang asetinilida maka
dilakukanlah percobaan tentang sintesis asetinilida.
B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah dari percobaan ini adalah bagaimana cara mensintesis asetanilida ?
C. Tujuan Percobaan
Tujuan dari percobaan ini adalah untuk mensintesis asetanilida.

1[1]Asetinilida (Wikipedia). http: //id.wikip_edia. Org/wiki/asetinilida (4 Desember


2012).

2[2]Ibid.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Asam Karboksilat
Asam karboksilat mempunyai gugus fungsi COOH yang merupakan produk oksidasi
aldehida, sama seperti aldehida yang merupakan produk oksidasi alkohol primer. Perubahan
anggur menjadi cuka ialah oksidasi dua langkah yang dimulai dari etanol berubah menjadi
asetaldehida kemudian menjadi asam asetat. Dalam industri, asam asetat dapat diproduksi

melalui oksidasi udara dari asetaldehida dengan katalis mangan asetat pada suhu 55 sampai
800C.
O

O
CH3C

+ H2

CH3C

Mn (CH3COO)2

OH

Reaksi yang sekarang disukai untuk produksi asam asetat, karena alasan ekonomi ialah
kombinasi dari metanol dengan karbon monoksida keduanya diturunkan dari gas alam dengan
katalis yang mengandung rodium dan iodin.3[3]

B. Amina
3
Amina adalah turunan dari amonia dengan rumus umum R3N, R dapat berupa gugus hidrokarbon
atau hidrogen. Jika hanya satu atom hidrogen dari amonia digantikan oleh satu gugus
hidrokarbon, hasilnya ialah amina primer. Contohnya ialah etilamina dan anilin. Jika dua gugus
hidrokarbon menggantikan atom-atom hidrogen dalam molekul amonia, senyawa ini ialah amina
sekunder seperti dimetilamina dan tiga penggantian menghasilkan amina tersier (trimetilamina)
amina bersifat basa sebab ada pasangan elektron menyendiri pada atom nitrogen yang dapat
menerima satu ion hidrogen, sama seperti pasangan menyendiri pada nitrogen dalam amonia.
Amina primer atau sekunder dapat bereaksi dengan asam karboksilat membentuk amida. Reaksi
kondensasi yang lain dan analog dengan pembentukan ester dari reaksi alkohol dengan asam
karboksilat.contoh pembentukan amida ialah
4
O
O
CH3C-OH + H N(CH3)

CH3C-N(CH3)2 + H2O
Asetamida

Jika amonia adalah reaktan, suka gugus NH2 menggantikan gugus OH dalam asam karboksilat
dan amida terbentuk:
O
CH3C-OH + NH3

O
CH3C-NH2 + H2O

3[3]Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, Prinsip-prinsip Kimia Modern, (Jakarta:


Erlangga,2003), h. 126-127.

Ikatan amida ada dalam tulang punggung setiap molekul protein dan oleh karena itu, sangat
penting dalam biokimia.4[4]
Semakin banyak amina yang tersubsitusi oleh gugus alkil pelepas elektron, makin basa
amina tersebut. Gugus pelepas elektron dapat menstabilkan muatan positif ion amonium yang
digantikan . jadi trimetil amina merupakan basa yang lebih kuat daripada amonia. Trimetil amina
yaitu terdapat tiga gugus amina dalam suatu senyawa. Secara umum amina aromatik merupakan
basa ynag lebih lemah daripada amonia akibat stabilitas resonansi yang dimiliki senyawa
aromatik.5[5]

C.
5
Refluks
Refluks digunakan untuk melakukan reaksi kimia dalam larutan yang memerlukan suhu
tinggi diatas suhu kamar. Pelarut yang digunakan biasanya adalah pelarut yang mudah menguap.
Untuk menjaga agar pelarut tidak hilang karena penguapan, maka diperlukan seperangkat alat
refluks. Alat refluks memungkinkan pelarut atau senyawa lain yang sedang direaksikan akan
kembali ke larutan karena proses pendinginan uap yang ditimbulkan oleh pemanasan. Cara
melakukan refluks adalah larutan yang akan direfluks dimasukkan ke dalam labu alas bulat
setelah itu labu alas bulat dipasangkan dengan pendingin sedangkan dibawah diletakkan mantel
pemanas. Setelah itu pendingin air dialirkan secara kontinu sambil mantel pemanas dihidupkan. 6
[6]
D. Karbon Aktif
4[4] Oxtoby, Gillis, dan Nachtrieb, op. cit., h. 126-1138.
5[5] Stephen D. Bresnick, Intisari Kimia Organik, (Jakarta: Hipokrates, 2003) h. 80.
6[6]Khamidinal, Teknik Laboratorium Kimia (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2009), h.
136.

Karbon aktif merupakan golongan karbon amorph yang diproduksi dari bahan dasar
dengan susunan senyawa mayoritas mengandung karbon. Karbon aktif dapat digunakan untuk
mengadsorbsi bahan yang berasal dari cairan maupun fasa gas. Daya adsobsi tergantung pada
besar atau volume pori-pori dan luas permukaan. Saat ini karbon aktif banyak digunakan sebagai
bahan penyaring, pengolahan limbah, pengolahan air, dan lain-lain.7[7]
Banyaknya bentuk amorf, seperti arang adalah bentuk-bentuk Kristal mikro
sesungguhnya dari grafit. Sifat-sifat fisika dari bahan-bahan seperti ini terutama ditentukan oleh
sifat dan luas permukaannya. Bentuk-bentuk yang dipisahkan dengan halus yang memberikan
permukaan relatif luas dengan gaya tarik yang sebagian jenuh, dengan mudah menyerap
sejumlah besar gas dan terlarut zat dari larutan. Karbon aktif yang dijenuhkan dengan palladium,
platina atau logam-logam lain, digunakan secara luas sebagai katalis di industri. Struktur lapisan
grafik yang longgar menyebabkan banyak molekul dan ion menembus lapisan.8[8]
6
E. Kristalisasi
Kristalisasi merupakan pengkristalan kembali (rekristalisasi) melibatkan pemurnian suatu
zat padat dengan jalan melarutkan zat padat tersebut, mengurangi volume larutannya dengan
pemanasan dan kemudian mendinginkan larutan, dengan memanaskan larutan, pelarut akan
menguap hingga larutan mencapai titik lewat jenuh. Saat larutan mendingin, larutan akan
berkurang secara cepat dan senyawa mulai mengendap. Agar rekristalisasi berjalan baik, kotoran
setidak-tidaknya harus larut dalam pelarut untuk rekristalisasi atau mempunyai kelarutan lebih
besar dari pada senyawa yang dinginkan. Jika hal ini tidak terpenuhi, kotoran akan ikut

7[7]Anton Prasetryo, Ahmad Yudi, dan Rini Nafsiati Astuti, Adsorpsi Metilen Blue
pada Karbon Aktif dari Ban Bekas dengan Variasi Konsentrasi NaCL pada Suhu
Pengaktifan 600 oC dan 650 oC, 4, no. 1 (Oktober, 2011)
8[8]Cotton, F. Albert, Kimia Anorgaik Dasar, (Cet: 1, Jakarta: UI-Press, 1989), h. 300301.

mengristal bersama senyawa yang dinginkan. Rekristalisasi yaitu suatu pemurnian atau
pencucian kembali kristal.9[9]
F. Rekristalisasi
Rekristalisasi digubakan untuk memisahkan dua campuran senyawa atas dasar perbedaan
kelarutan pada suhu yang berbeda. Pertama, larutan dipanaskan terlebih dahulu sampai mendidih
kemudian larutan disaring dengan corong Buchner dalam keadaan panas. Kemudian filtrate
didinginkan sampai terbentuk endapan di dasar tabung atau erlenmeyer, setelah terbentuk
endapan maka endapan dapat dipisahkan dengan cara disaring menggunakan kertas saring
selanjutnya dapat dikeringkan menggunakan oven.10[10]
G.
7
Pemisahan Endapan
Dalam gravimetri, endapan biasanya dikumpulkan dengan penyaringan cairan induknya
melalui kertas saring atau alat penyaring kaca masir. Kertas yang digunakan dalam gravimetri
terbuat dari selulosa yang sangat murni sehingga jika dibakar hanya meninggalkan sisa abu
sangat sedikit. Lazimnya kertas saring itu dibagi atas tiga kelompok yakni kertas saring yang
berpori besar, sedang dan kecil. Pemilihan kertas saring itu tergantung pada sifat endapan yang
akan disaring tidak akan dipijar setelah penyaringan, tetapi hanya dikeringkan.11[11]
H. Corong Buchner
Corong buchner adalah peralatan laboratorium yang digunakan untuk proses penyaringan.
Corong Buchner biasanya terbuat dari bahan porselin akan tetapi ada juga yang terbuat dari
9[9]Stephen Bresnick, op. cit., h. 59-60.
10[10]Khamidinal, op. cit., h. 139.
11[11] Rival, Harrizul, Kimia Analisis, (Jakarta: UI-Press, 1995), h. 305-306.

bahan gelas atau plastic. Corong Buchner memiliki alas dalam datar dan terdapat pori-pori. Pada
saat akan melakukan penyaringan maka pada permukaan alas dalam ini diberi kertas saring yang
sudah dipotong berbentuk bulat seperti alas tersebut. Agar dapat menempel lekat pada alas maka
setelah kertas saring diletakkan pada alas dalam kemudian dibasahi dengan sedikit pelarut yang
sama dengan larutan yang disaring. Corong Buchner digunakan untuk menyaring dengan
dipasangkan pada labu penyaring dan pompa penghisap. Keuntungan menyaring dengan
menggunakan corong ini adalah dapat menyaring dengan lebih cepat jika dibandingkan dengan
penyaringan menggunakan corong gelas.12[12]

BAB III
METODE PERCOBAAN

A. Waktu dan Tempat


Hari / Tanggal : Rabu / 5 Desember 2012
Pukul

: 08.00 13.00 WITA

Tempat

: Laboratorium Kimia Organik Fak. Sains dan Teknologi


Universitas Islam Negeri (UIN) Alauddin Makassar

B. Alat dan Bahan


1. Alat
Alat yang digunakan pada percobaan ini adalah rangkaian alat destilasi, oven, pompa
vakum, batu didih, penangas listrik, labu alas bulat 500 mL, corong bucher, labu isap, gelas
12[12] Khamidinal, op. cit., h. 46

kimia 500 mL, erlenmeyer 250 mL, gelas kimia 250 mL botol semprot, pengaduk dan batu
didih.
2. Bahan
Bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah air suling (H 2O), aluminium foil, anilin
(C6H5NH2), asam asetat glacial (CH3COOH), es batu, karbon aktif, kertas saring dan tissue.

8
C.
9
Prosedur Kerja
Prosedur kerja dari percobaan ini adalah:
1. Menyiapkan labu alas bulat 500 mL yang dilengkapi dengan pendingin tegak.
2. Memasukkan anilin 20 mL dan asam asetat glacial 20 mL.
3. Mendidihkan campuran tersebut di atas asbes dan merevlux selama 2 jam dengan hati-hati.
4. Jika pemanasan selesai, menuangkan isi labu alas bulat tersebut dalam keadaan panas ke dalam
gelas kimia yang berisi air dingin 500 mL lalu mengaduknya terus-menerus.
5. Memisahkan endapan kristal dengan penyaring vakum dan mencucinya dengan sedikit air.
6. Memisahkan kristal ke dalam erlenmeyer, jika kristal masih kotor maka kristal direkristalisasi
dengan cara menambahkan air ke dalam erlenmeyer kemudian memanaskan dengan hati-hati di
atas asbes sampai melebur.
7. Menambahkan sedikit karbon aktif lalu memanaskan beberapa menit kemudian menyaring
dalam keadaan panas dengan penyaring vakum.
8. Mencuci filtrate dengan sedikit air dan mengeringkan.
9. Mengoven filtrate pada suhu 600C untuk menghilangkan kadar air.

10. Menimbang kristal yang diperoleh.

BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Pengamatan
Hasil pengamatan dalam percobaan ini adalah sebagai berikut:
1. Tabel Pengamatan
No

Perlakuan

.
1.

Aniln + asam asetat glacial +


batu didih

2.

Proses refluks anilin + asam


asetat glacial

Gambar

3.

Proses penuangan larutan dari


labu alas bulat ke dalam gelas
kimia yang beriusi air dingin

10
4.

Pengadukan larutan anilin +


asam asetat + air dingin

5.

Proses penyaringan larutan


dengan menggunakan corong
Buchner

yang

dilengkapi

dengan pompa vakum


6.

Proses pemanasan Kristal

7.

Kristal asetinilida

11

B.
12
Mekanisme Reaksi
1. Reaksi anilin dan asam asetat
C6H5NH2(l) + CH3COOH(l)
Anilin
O

C6H5NHCOCH3(s) + H2O(l)

Asam asetat
O

Asetanilida
O

H+

CH3-C-O-C-CH3

OH

CH3-C-O-C-CH3
NH2

O H

CH3-C-O-C-CH3

CH3-C-O-C-CH3

H+-N-H

H+-N-H

CH3-C-OH + C-CH3
NH

Asetanilida
2. Reaksi asetanilida + karbon aktif
O

Air

2C2H5-NH2 + CH3-C-O-CH-CH3

C6H2NH-C-CH3 +

O
CH3-C-O-C6H5NH3+

C.
13
Analisa Data
Bobot kosong cawan penguap (A)

= 47,2304 gram

Bobot cawan + kristal asetinilida (B) = 51,6270 gram


Bobot kristal asetinilida (C)

= (A) (B)
= 47,2304 gram 51,6270 gram
= 4,3966 gram

D. Pembahasan
Tujuan dari percobaan ini adalah melakukan sintesis asetinilida dengan menggunakan
anilin (C6H5NH2) dan asam asetat glacial (CH3COOH). Asetanilida merupakan senyawa turunan
asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada
anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak
larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat.
Pada percobaan ini langkah awal yang dilakukan yaitu dengan memasukkan larutan anilin
dan larutan asam asetat kedalam labu alas bulat, warna campuran kedua larutan tersebut pun
menjadi menjadi lebih pekat dari yang semula. Reaksi antara anilin dengan asam asetat
merupakan reaksi eksotermis karena reaksi ini menghasilkan panas sehingga panas dilepas ke
lingkungan. Hal inilah yang menyebabkan labu alas bulat menjadi panas. Penambahan asam
asetat glacial digunakan untuk mengkondisikan suasana asam karena pada suasana asam ini
dapat menghidrolisa senyawa turunan diasetil yang terbentuk menjadi senyawa turunan

monoasetil sehingga asam asetat glasial ini dapat mencegah terjadinya reaksi samping senyawa
turunan diasetil. Ditambahkan pula batu didih yang berfungsi untuk mengeluarkan udara sedikit
demi sedikit sehingga menyebabkan pemanasan menjadi teratur dan mencegah terjadinya
bumping. Kemudian dilakukan refluks selama 2 jam dan campuran tersebut pun tidak
mengalami perubahan sama sekali. Refluks sendiri dilakukan untuk pemanasan selama proses
reaksi berlangsung namun tetap menjaga kesetimbangan uap cair karena cairan yang menguap
akan mencair kembali dan seterusnya secara kontinu sehingga tidak perlu dilakukan penambahan
larutan untuk mereaksikan senyawasenyawa tersebut.
14
Setelah direfluks campuran tersebut pun dituangkan kedalam gelas kimia yang telah berisi air
dingin sebanyak 250 ml sehingga terbentuk adanya endapan dan larutanpun berubah dari warna
pekat menjadi kuning muda. kemudian diaduk sampai larutan dingin kemudian endapan tadi
disaring dengan menggunakan kertas saring, proses penyaringan dilakukan dalam keadaan panas
agar tidak terbentuk kristal kembali lalu dicuci dengan menggunakan sedikit air dingin. Tujuan
pendinginan dengan air adalah agar diperoleh kristal asetanilida, sedangkan penggunaan air
disini dimaksudkan sebagai pelarut yang akan menghidrolisis asam asetat yang masih tersisa
dalam larutan. Larutan tersebut kemudian disaring dengan penyaring buchner. Proses
penyaringan ini menggunakan prinsip sedimentasi dan dibantu menggunakan vakum pump, yaitu
alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan cepat selesai.
kemudian dikeringkan sehingga diperoleh asetanilida kasar (belum murni).
Selanjutnya untuk memperoleh asetanilida murni harus dilakukan dengan penambahan
karbon aktif untuk memperoleh asetanilida murni. Fungsi dari karbon aktif ini adalah untuk
menyerap zat warna dan pengotor-pengotor yang berukuran besar karena karbon aktif memiliki
pori-pori yang besar. Dengan penambahan karbon aktif ini diharapkan diperoleh kristal yang
lebih bersih dan murni daripada sebelumnya. Setelah larutan mendidih, maka larutan disaring
kembali menggunakan vakum pump dalam keadaan panas/ dari hasil tersebut didapatkan kristal
asetinilida seanyak 4,3966 gram akan tetapi kristal yang didapatkan tidak sempurna karena ada
beberapa kesalahan dalam proses sintesis asetinilida ini. Kesalahan yang terjadi pada percobaan
disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu waktu revlux yang tidak maksimal dan

pada saat

rekristalisasi dalam proses penyaringan, proses penyaringan tidak sempurna karena larutan lebih
tinggi daripada kertas saring sehingga larutan merembes disamping kertas saring dan pengotor
ikut masuk ke dalam Erlenmeyer vakum.

15

BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan
Kesimpulan dari percobaan ini adalah senyawa asetanalida terbentuk melalui reaksi
antara anilin dengan asam asetat glacial melalui proses pemanasan sehingga membentuk kristal
melalui proses pendinginan secara cepat. Asetanalida yang diperoleh sebanyak 4, 3966 gram.

B. Saran
Adapun saran dari percobaan ini adalah sebaiknya untuk praktikum selanjutnya dilakukan
uji penentuan titik leleh pada asetinilida yang diperoleh.

16

DAFTAR PUSTAKA
Achamdi, Suminar. Kimia Organik. Jakarta: Erlangga, 1983
Albert, F. Cotton. Kimia Anorganik Dasar. Jakarta: UI-Press. 1989
Asetinilida. http: //Wikipedia. org. (2 Desember 2012)
Bresnick, Stephen. Kimia Organik. Jakarta: Hipokrates, 2003
Hamzul, Rivai. Kimia Analisis. Jakarta: UI-Press, 1995
Prasetyo, Anton, Ahmad Yudi, dan Rini Nafsiati Astuti. Adsorpsi Metilen Blue pada Karbon Aktif dari
Ban Bekas dengan Variasi Konsentrasi NaCl pada Suhu Pengaktifan 600 oC dan 650 oC, 4, no.
1, Oktober, 2011

Respati. Pengantar Kimia Organik. Jakarta: Aksara Baru, 1986


Oxtoby, Gillis dan Nachtrieb. Prinsip-prinsip Kimia Modern. Jakarta: Erlangga, 2003

Pembuatan Asetanilida
LAPORAN AKHIR PRAKTIKUM KIMIA ORGANIK I
PERCOBAAN VIII
A. JUDUL

:
PEMBUATAN ASETANILIDA

B. TUJUAN
Mahasiswa dapat melakukan sintesis senyawa organic dilaboratorium
C. DASAR TEORI
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam
air dengan bantuan kloral anhidrat.
Asetanilida

atau

sering

disebut

phenilasetamida

mempunyai

rumus

molekul

C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 gr/mol.


Asetanilida pertama kali ditemukan oleh Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara
mereaksikan asethopenon dengan NH2OH sehingga terbentuk asetophenon oxime yang
kemudian dengan bantuan katalis dapat diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand

menemukan asetanilida dari reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun
1905 Weaker menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat.
Macam-Macam Proses
Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu;
Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan aniline
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad direfluk
dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang tersisa.
2 C6H5NH2 + (CH2CO)2O

2C6H5NHCOCH3 + H2O

Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dengan pendinginan,
sedangkan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetat anhidrad dapat diganti dengan
asetil klorida.
Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan aniline
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin
dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan
pengaduk.
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + H2O

Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC 160oC. Produk dalam keadaan panas
dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.
Pembuatan asetanilida dari ketene dan aniline
Ketene (gas) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan
menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O

C6H5NHCOCH3

Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan aniline


Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan menghasilkan
asetanilida dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 + CH3COSH

C6H5NHCOCH3 + H2S

Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses antara asam asetat dengan anilin.
Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah;
1. Reaksinya sederhana

2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis dan tidak
perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi lebih
murah.
Kegunaan Produk
Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia , antara lain;
a.
b.
c.
d.

Sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan


Sebagai zat awal penbuatan penicilium
Bahan pembantu dalam industri cat dan karet
Bahan intermediet pada sulfon dan asetilklorida

Sifat Fisis dan Kimia


1. Anilin

Sifat sifat fisis:

Rumus molekul : C6H5NH2

Berat molekul : 93,12 g/gmol

Titik didih normal : 184,4 oC

Suhu kritis : 426 oC

Tekanan kritis : 54,4 atm

Wujud : cair

Warna : jernih

Spesifik gravitu : 1,024 g/cm3

Sifat-sifat kimia:

Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer menghasilkan endapan 2, 4,
6 tribromo anilin.

Pemanasan anilin hipoklorid dengan senyawa anilin sedikit berlebih pada tekanan sampai 6 atm
menghasilkan senyawa diphenilamine.

Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135 170oC dan tekanan 50 500 atm
menghasilkan 80% cyclohexamine (C6H11NH2 ). Sedangkan hidrogenasi anilin pada fase uap
dengan menggunakan katalis nikel menghasilkan 95% cyclohexamine.

Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada sushu -20oC menghasilkan mononitroanilin, dan nitrasi
anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0oC menghasilkan 2, 4 dinitrophenol.

2. Asam Asetat

Sifat sifat fisis:

Rumus molekul : CH3COOH

Berat molekul : 6.,053 g/gmol

Titik didih normal : 117,9 oC

Titik leleh : 16,7 oC

Berat jenis : 1,051 gr/ml

Suhu kritis : 321,6 oC

Tekanan kritis : 57,2 atm

Wujud : cair

Warna : jernih

Panas pembakaran : 208,34 kkal/mol

Panas penguapan : 96,8 kal/gr ( 118 oC )

Sifat sifat kimia:

Dengan alkohol menghasilkan proses esterifikasi


R-OH + CH3COOH

Pembentukan garam keasaman


2 CH3COOH + Zn

(CH3COO)2 Zn2+ + H

Konversi ke klorida klorida asam


CH3COOH + PCl3

CH3COOR + H2O

3CH3COOCl + H3PO3

Pembentukan ester
CH3COOH + CH3CH2OH + H+

CH3COOC2H5 + H2O

Reaksi dari halida dengan ammoniak


CH3COOHCl + ClCH2COOHNH3

3. Asetetanilida

Sifat sifat fisis:

Rumus molekul : C6H5NHCOCH3

Berat molekul : 135,16 g/gmol

Titik didih normal : 305 oC

Titik leleh : 114,16 oC

Berat jenis : 1,21 gr/ml

Suhu kritis : 843,5 oC

NH2CH2COONH H+ NH2CH2COOH

Titik beku : 114 oC

Wujud : padat

Warna : putih

Bentuk : butiran / Kristal

Sifat-sifat kimia:

Pirolysis dari asetanilida menghasilkan N-diphenil urea, anilin, benzene dan hydrocyanic acid.

Asetanilida merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, hydrolisa dengan alkali
cair atau dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan kembali ke bentuk semula.

Adisi sodium dalam larutan panas Asetanilida didalam xilena menghasilkan N-Sodium
derivative.
C6H5NHCOCH3 + HOH

C6H5NH2 + CH3COOH

Bila dipanaskan dengan phospor pentasulfida menghasilkan thio Asetanilida ( C6H5NHC5CH3 ).

Bila di treatmen dengan HCl, Asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan 2 garam ( 2
C6H5NHCOCH3 ).

Dalam larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N- bromo asetanilida.

Nitrasi asetanilida dalam larutan asam asetaat menghasilkan p-nitro Asetanilida.

Tinjauan Proses Secara Umum


Asetanilida dibuat dari reaksi antara anilin dengan asam asetat. Produknya berupa kristal
yang dimurnikan dengan kristalisasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Dasar Reaksi
Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat
berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi :
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Mekanisme Reaksi
Mekanisme reaksi pembuatan Asetanilida disebut juga dengan reaksi asilasi amida yang
diberikan oleh Fessenden, sebagai berikut :
Mula-mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi,
kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.
D. ALAT DAN BAHAN
a. Alat yang digunakan
b. Bahan yang digunakan

1) Anilin
Sifat sifat fisis:
-

Rumus molekul : C6H5NH2

Berat molekul : 93,12 g/gmol

Titik didih normal : 184,4 oC

Suhu kritis : 426 oC

Tekanan kritis : 54,4 atm

Wujud : cair

Warna : jernih

Spesifik gravitu : 1,024 g/cm3


Sifat-sifat kimia:

Halogenasi senyawa anilin dengan brom dalam larutan sangat encer menghasilkan endapan 2, 4,
6 tribromo anilin.

Pemanasan anilin hipoklorid dengan senyawa anilin sedikit berlebih pada tekanan sampai 6 atm
menghasilkan senyawa diphenilamine.

Hidrogenasi katalitik pada fase cair pada suhu 135 170oC dan tekanan 50 500 atm
menghasilkan 80% cyclohexamine (C6H11NH2 ). Sedangkan hidrogenasi anilin pada fase uap
dengan menggunakan katalis nikel menghasilkan 95% cyclohexamine.

Nitrasi anilin dengan asam nitrat pada sushu -20oC menghasilkan mononitroanilin, dan nitrasi
anilin dengan nitrogen oksida cair pada suhu 0oC menghasilkan 2, 4 dinitrophenol.

2) Asam Asetat
Sifat sifat fisis:
-

Rumus molekul : CH3COOH

Berat molekul : 6.,053 g/gmol

Titik didih normal : 117,9 oC

Titik leleh : 16,7 oC

Berat jenis : 1,051 gr/ml

Suhu kritis : 321,6 oC

Tekanan kritis : 57,2 atm

Wujud : cair

Warna : jernih

Panas pembakaran : 208,34 kkal/mol

Panas penguapan : 96,8 kal/gr ( 118 oC )


Sifat sifat kimia:

Dengan alkohol menghasilkan proses esterifikasi


R-OH + CH3COOH

CH3COOR + H2O

Pembentukan garam keasaman


2 CH3COOH + Zn

(CH3COO)2 Zn2+ + H

Konversi ke klorida klorida asam


CH3COOH + PCl3

3CH3COOCl + H3PO3

Pembentukan ester
CH3COOH + CH3CH2OH + H+

CH3COOC2H5 + H2O

Reaksi dari halida dengan ammoniak


CH3COOHCl + ClCH2COOHNH3

NH2CH2COONH H+ NH2CH2COOH

E. PROSEDUR KERJA
21,5 g Asam asetat anhidris (20 ml)
20,5 g Anilin
(20 ml)

- dimasukkan kedalam labu bulat 500 ml yang dilengkapidengan pendingin tegak


Campuran : 20,5 gr anilin (20 ml)
+
21,5 gr CH3COOH anhidris (20 ml)
- di didihkan selama 30 menit
- dituangkan perlahan-lahan cairan yang masih panas kedalam 500 ml air dingin yang terapat
-

dalam beaker gelas 1 liter.


diaduk terus ( bila sudah dingin lebih baik didinginkan didalam es)
disaring dengan menggunakan saringan pengisap pada hasil yang masih kasar ini.
dicuci dengan sedikit air dingin
dikeringkan diatas kertas saring (hasil asetanilida kasar ini adalah 30 gram dgn titik lebur 113
0

C
- direkristalisasi
HASIL PENGAMATAN

F. HASIL PENGAMATAN
Pembuatan Asetanilida
Perlakuan
Pengamatan
Kedalam labu dasar bulat dimasukkan 20
Ailin + asam asetat terjadi perubahan warna
ml aniline dan 20 ml asam asetat
dari pekat menjadi lebih pekat
Dilakukan refluks selama 30 menit
Tidak terjadi perubahan warna
Dituangkan kedalam gelas kimia yang
Terdapat endapan dan larutan menjadi
telah berisi air sebanyak 500 ml
kuning muda
Diaduk sampai dingin kemudian disaring
Diperoleh endapan asetanilida (belum
dengan menggunakan kertas saring
Dicuci dengan sedikit air dingin
dikeringkan
dilakukan uji titik leleh

murni)
Diperoleh setanilida kasar
Suhu titik leleh awal 113oC
Suhu titik leleh tengah 115oC
Suhu titik leleh akhir 116oC
Sehingga diperoleh titik leleh rata-rata
adalah 114oC.

G. PEMBAHASAN
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam

air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai
rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 gr/mol.
Pada percobaan pembuatan asetanilida ini langkah awal yang kami lakukan yaitu dengan
memasukkan 20 ml larutan aniline dan 20 ml larutan asam asetat kedalam labu bulat, warna
campuran kedua larutan tersebut pun menjadi menjadi lebih pekat dari yang semula. Reaksi yang
terjadi adalah sebagai berikut:
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Kemudian dilakukan refluks selama 30 menit dan campuran tersebut pun tidak
mengalami perubahan sama sekali. Setelah direfluks campuran tersebut pun dituangkan kedalam
gelas kimia yang telah berisi air sebanyak 500 ml sehingga terbentuk adanya endapan dan
larutanpun berubah dari warna pekat menjadi kuning muda kemudian diaduk sampai larutan
dingin kemudian endapan tadi disaring dengan menggunakan kertas saring lalu dicuci dengan
menggunakan sedikit air dingin kemudian dikeringkan sehingga diperoleh asetanilida kasar
(belum murni). Selanjutnya untuk memperoleh asetanilida murni harus dilakukan uji penentuan
titik leleh untuk membuktikan apakah asetanilida yang kami peroleh murni atau masi terdapat zat
pengotor. Dari hasil uji titik leleh diperoleh titik leleh asetanilida sebesar 114

C, ini

membuktikan bahwa asetanilida yang kami peroleh benar-benar murni dan tidak tercemar oleh
zat pengotor karena titik lelehnya sesuai dengan yang ada pada teoritis yaitu titik leleh
asetanilida sebesar 114,16 oC.
Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat
berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi :
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Mekanisme reaksi pembuatan Asetanilida disebut juga dengan reaksi asilasi amida yang
diberikan oleh Fessenden, sebagai berikut :
Mula-mula anilin bereaksi dengan asam asetat membentuk suatu amida dalam keadaan transisi,
kemudian diikuti dengan reduksi H2O membentuk asetanilida.
H. KESIMPULAN
Dari hasil percobaan yang kami telah lakukan maka kami dapat menyimpulkan sebagai berikut :
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak parafin dan larut dalam

air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai
rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 gr/mol.
Asetanilida dibuat dari reaksi antara anilin dengan asam asetat. Produknya berupa kristal
yang dimurnikan dengan kristalisasi. Reaksi yang terjadi adalah sebagai berikut:
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat
berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi :
C6H5NH2 + CH3COOH

C6H5NHCOCH3 + HOH

Mekanisme reaksi pembuatan Asetanilida disebut juga dengan reaksi asilasi amida yang
diberikan oleh Fessenden, sebagai berikut : Mula-mula anilin bereaksi dengan asam asetat
membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H 2O
membentuk asetanilida. Asetanilida memiliki titik leleh 114,16 oC sama dengan hasil uji titik
leleh yang kami lakukan yaitu 114oC.
I.

DAFTAR PUSTAKA

hhtp://www. Asetanilida Inuyashaku's Blog.htm


hhtp://www. Asetanilida Kimiadotcoms Weblog.htm
Team teaching. 2011. Modul Penuntun Praktikum Kimia Organik I. Gorontalo : _______Jurusan
Pendidikan Kimia FMIPA UNG
hhtp://www.emocutez.com
http:\\www.chem-is-try.org.asam asetat.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. ASETANILIDA Asetanilida merupakan senyawa turunan


asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada
anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak
larut dalam minyak parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat. Asetanilida atau
sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul
135,16. B. SIFAT FISIKA DAN KIMIA 1. Sifat sifat fisis: a. Rumus molekul :
C6H5NHCOCH3 b. Berat molekul : 135,16 g/gmol c. Titik didih normal : 305 oC d. Titik leleh :
114,16 oC e. Berat jenis : 1,21 gr/ml f. Suhu kritis : 843,5 oC g. Titik beku : 114 oC h. Wujud :
padat i. Warna : putih j. Bentuk : butiran / kristal 2. Sifat sifat kimia: a. Pirolysis dari
asetanilida menghasilkan N diphenil urea, anilin, benzene dan ydrocyanic acid. b. Asetanilida
merupakan bahan ringan yang stabil dibawah kondisi biasa, c. Hidrolisa dengan alkali cair atau
dengan larutan asam mineral cair dalam kedaan panas akan kembali ke bentuk semula. d. Adisi
sodium dlam larutan panas asetanilida didalam xilena menghasilkan N-Sodium derifat.
C6H5NHCOCH3 + HOH C6H5NH2 + CH3COOH e. Bila dipanaskan dengan phospo
pentasulfida menghasilkan thioasetanilida ( C6H5NHC5CH3 ). f. Bila di treatmen dengan HCl,
Asetanilida dalam larutan asam asetat menghasilkan 2 garam ( 2 C6H5NHCOCH3 ). g. Dalam
larutan yang memgandung pottasium bicarbonat menghasilkan N- bromo asetanilida. h. Nitrasi
asetanilida dalam larutan asam asetaat menghasilkan p-nitro asetanilida. C. SINTESA
ASETANILIDA Ada beberapa proses pembuatan asetanilida, yaitu; 1). Pembuatan asetanilida
dari asam asetat anhidrid dan anilin Larutan benzen dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian
asam asetat anhidrad direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak
ada anilin yang tersisa. 2 C6H5NH2 + ( CH2CO )2O 2C6H5NHCOCH3 + H2O Campuran
reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan pendinginan, sdan filtratnya
direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrat dapat diganti dengan asetil klorida. 2).
Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin Metode ini merupakan metode awal yang
masih digunakan karena lebih ekonomis. Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan
dalam sebuah tangki yang dilengkapi dengan pengaduk. C6H5NH2 + CH3COOH
C6H5NHCOCH3 + H2O Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150C 160C. Produk
dalam keadaan panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer. 3). Pembuatan asetanilida
dari ketene dan anilin Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang
diperkenankan akan menghasilkan asetanilida. C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3 4).
Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin Asam thioasetat direaksikan dengan anilin
dalam keadaan dingin akan menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S. C6H5NH2 +
CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S Dalam perancangan pabrik asetanilida ini digunakan proses
antara asam asetat dengan anilin. Pertimbangan dari pemilihan proses ini adalah; 1. Reaksinya
sederhana 2. Tidak menggunakan katalis sehingga tidak memerlukan alat untuk regenerasi katalis
dan tidak perlu menambah biaya yang digunakan untuk membeli katalis sehingga biaya produksi
lebih murah. Tinjauan Proses Secara Umum Asetanilida dibuat dari reaksi antara anilon dengan
asam asetat. Produknya berupa kristal yang dimurnikan dengan kristalisasi. Reaksi yang terjadi
adalah sebagai berikut: C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O Anilin dan asam
asetat ( 100% berlebih ) dimasukkan kedalam tangki berpengaduk yang dilengkapi dengan jaket.
Reaksi berlangsung selama 6 jam pada temperatur 155oC dan tekanan 2,5 atm. Produk kemudian
dikristalkan, dicentrifuge, dicuci dan kemudian dikeringkan. . D. MEKANISME DAN PRINSIP
REAKSI Mekanisme reaksi pembuatan Asetanilida disebut juga dengan reaksi asilasi amida
yang diberikan oleh Fessenden, sebagai berikut : Mula mula anilin bereaksi dengan asam asetat
membentuk suatu amida dalam keadaan transisi, kemudian diikuti dengan reduksi H2O

membentuk asetanilida. Substitusi aromatik elektrofilik adalah reaksi organik dimana sebuak
atom, biasanya hidrogen, yang terikat pada sistem aromatis diganti dengan elektrofil. Reaksi
terpenting di kelas ini adalah nitrasi aromatik, halogenasi aromatik, sulfonasi aromatik dan
asilasi dan alkilasi reaksi Friedel-Crafts. Penggunaan Derivat Asam Karboksilat dalam Sintesis
Asam karboksilat dan derivat (turunan-turunannya) semua bersifat dapat diubah satu menjadi
yang lain secara sintetik. Namun dari antara derivat asam karboksilat ini, halida asam dan
anhidrida agaknya yang paling serbaguna, karena keduanya lebih reakstif daripada senyawa
karbonil yang lain. Keduanya dapat digunakan untuk mensintesis ester yang terintangi (secara
sterik) dan ester fenil, yang tidak dapat dibuat dengan rendemen yang baik dengan pemanansan
RCOOH dan ROH dengan katalis asam, karena kesetimbangan tidak menguntungkan. Kedua
derivat ini juga merupakan reagensia yang paling berguna untuk membuat amida tersubtitusi-N.
Ruduksi suatu klorida asam dengan LiAlH(OR)3 menyajikan satu dari hanya sedikit jalur ke
aldehida. Meskipun ester tidak sereaktif klorida asam atau anhidrida, mereka berguna dalam
sintesis alkohol (dengan reduksi atau dengan reaksi Grignard) dan merupakan bahan awal yang
berharga dalam mensintesis molekul rumit. Sintesis nitril memberikan satu dari teknik-teknik
yang paling mudah untuk memperpanjang rantai karbon alifatik dengan satu rantai lagi, atau
untuk menambahkan suatu gugus karboksil atau suatu gugus NH2. Seperti telah disebut, reaksi
RX dan CN- memberikan rendemen terbaik dengan alkil halide primer. Alkil halide sekunder
dapat juga digunakan, tetapi rendemennya lebih rendah. Asetilasi Amina Aromatis Anilin
merupakan amina aromatis primer. Reaksi subtitusi terhadap amina aromatis dapat berupa
subtitusi pada cincin benzene atau subtitusi pada gugus amina. Asetilasi amina aromatis primer
atau sekunder banyak dilakukan dengan klorida asam dalam suasana basa atau dengan
mereaksikan amina dengan asetat anhidrida. Aniline primer bereaksi dengan asetat anhidrida
menghasilkan asetanilida. Jika asetat anhidrida yang digunakan berlebihan dan pemanasan
dilakukan pada waktu yang lama, maka sejumlah turunan diasetil akan terbentuk. Namun
demikian, turunan diasetil tidak stabil dengan kehadiran air dan mengalami hidrolisis
menghasilkan senyawa monoasetil. Amina dapat mengalami reaksi hidrolisa dalam suasana asam
membentuk asam karboksilat dan garam amina, sedangkan dalam suasana basa membentuk ion
karboksilat dan amina. E. KEGUNAAN ASETANILIDA Asetanilida banyak digunakan dalam
industri kimia , antara lain; 1. Sebagai bahan baku pembuatan obat obatan 2. Sebagai zat awal
penbuatan penicilium 3. Bahan pembantu dalam industri cat dan karet 4. Bahan intermediet pada
sulfon dan asetilklorida BAB III METODELOGI SINTESIS 1. ALAT DAN BAHAN A. Bahanbahan yang digunakan dalam percobaan adalah sebagai berikut : 1. Anilin 2. Asetat anhidrida 3.
Abu zink 4. Asam asetat glacial 5. Akuades 6. Es batu 7.Norit 8. Batu didih B. Alat-alat yang
digunakan pada percobaan adalah sebagai berikut : 1.Labu alas bulat dan pendingin bola (alat
refluks). 2. Gelas ukur 3. Gelas beker 4. Pipet 5. Corong gelas 6. Kertas saring 7. Alat penyaring
panas 8. Gelas Erlenmeyer 9. Lampu pemanas 10.Gelas arloji 11.Penyaring Buchner 12.Pipa
kapiler 13.Alat penimbang 14.Alat penentuan titik lebur 2. CARA KERJA Sintesis asetanilida
5.125g Anilin 5.37g asetat anhidrat 5.25g asam asetat glacial Abu zink secukupnya Labu Alas
Bulat 500 mL Refluks selama 30 menit Kristal disaring dengan penyaring BAB IV
PEMBAHASAN Reaksi antara anhidrida asam asetat dan anilin merupakan reaksi asetilasi yang
membentuk amida dalam hal ini asetanilida. Anilin merupakan suatu amina primer. Reaksi antara
amonia dan anhidrida asam asetat menghasilkan asetamida, sedangkan amina dan anhidrida asam
asetat menghasilkan asetamida tersubtitusi. Satu mol amina dihabiskan dalam netralisasi asam
asetat yang terbentuk dalam reaksi itu. Reaksi yang terjadi antara anilin dan anhidrida asam
asetat adalah sebagai berikut : Anhidrida asam asetat dan anilin direaksikan dengan metode

refluks. Anhidrida asam asetat dan aniline bereaksi pada suhu yang relative tinggi hal ini dapat
dilakukan dengan metode refluks dimana pada proses refluks terjadi penguapan dan
pengembunan kembali secara berangsur dan diharapkan volume reaktan tetap hingga
menghasilkan produk yang diinginkan. Alat refluks terdiri atas labu alas bulat dan pendingin
bola. Labu alas bulat merupakan tempat reaktan sedangkan pendingin bola berfungsi untuk
mengkondensasi reaktan/produk yang terbentuk, mekanisme pendinginannya dilakukan secara
bertahap/tingkat pada tiap bola. Refluks juga sering disebut pendingin alur balik, karena
pendingin alur balik, karena pendinginan air dilakukan dari bawah keatas sehingga tidak ada
gelembung udara yang akan menurunkan efisiensi pendinginan. Pada labu alas bulat, selain
dimasukan anilin dan anhidrida asam asetat, dimasukan juga asam asetat glacial dan abu zink.
Penambahan asam asetat glasial dilakukan untuk membuat larutan bersifat asam. Larutan yang
bersifat asam akan mengakibatkan gugus karbonil pada anhidrida asam asetat akan lebih positif
sehingga penyerangan gugus karbonil oleh nukleofil yaitu electron menyendiri pada aniline, akan
lebih mudah terjadi. Abu zink berfungsi sebagai katalis yang menyajikan reaksi alternative untuk
mendapatkan jalan reaksi dengan energy aktivasi yang lebih rendah. Pada saat melakukan reaksi
diperhatikan agar tidak terdapat air, air dapat menyebabkan terjadinya reaksi hidrolisis dalam
suasana asam dari asetanilida menjadi asam asetat dan aniline. Rekristalisasi dilakukan untuk
memurnikan zat yang telah didapat, diketahui bahwa produk hasil reaksi masih mengandung
pengotor. Rekristalisasi didasarkan pada perbedaan kelarutan senyawa dalam suatu pelarut
tunggal atau campuran. Keadaan dalam rekristalisasi pada percobaan yang dilakukan yaitu
kelarutan pengotor lebih kecil dari pada senyawa yang dimurnikan sehingga pengotor dapat
dipisahkan dengan kertas saring pada penyaring panas, penyaringan dilakukan pada kondisi
panas bertujuan agar produk hasil sintesis yang berupa kristal tidak ikut tersaring karena larut
pada suhu tersebut dan hanya pengotor saja yang tersaring dan dipisahkan. Berikut merupakan
persyaratan suatu pelarut agar dapat dipakai dalam proses rekristalisasi : a. Memberikan
perbedaan daya larut yang cukup besar antara zat yang dimurnikan dan zat pengotor b. Tidak
meninggalkan zat pengotor pada kristal c. Mudah dipisahkan dari Kristal d. Bersifat inert (tidak
udah bereaksi) dengan kristal Pada percobaan yang dilakukan pelarut yang digunakan adalah air.
Penggunaan air sebagai pelarut sesuai dengan syarat pelarut untuk asetanilida dan pengotor yang
terkandung (Zn, zat lain yang terbentuk) dimana perbedaan kelarutan pengotor dan asetanilida
pada air pada suhu tertentu berbeda dan dapat dengan mudah dipisahkan. Untuk menghilangkan
pengotor yang berupa zat warna ditambahkan karbon aktif yaitu norit. Zat-zat warna yang
terkandung pada larutan akan diadsorbsi oleh norit dan dipisahkan pada saat penyaringan panas
diketahui bahwa norit merupakan pengadsorbsi bagi senyawa- senyawa zat warna. Kristal dingin
yang telah tebentuk disaring menggunakan corong Buchner. Corong Buchner mempercepat
penyaringan karena dilakukan dengan pengisapan oleh suatu pompa vakum atau rangkaian
vakum. Rendemen hasil yang didapatkan yaitu 45.7%. rendemen hasil yang didapatkan
dipengaruhi oleh proses pemurnian yang dilakukan. pada saat rekristalisasi kemungkinan tidak
semua kristal larut dengan sempurna sehingga pada saat penyaringan panas terdapat kristal
asetanilida yang ikut tersaring dan menyebabkan berkurangnya harga rendemen. Untuk
memperoleh harga rendemen yang tinggi sebaiknya diperhatikan pada saat rekristalisasi yaitu
pelarutan pada air diusahakan agar semua Kristal larut sempurna (tidak termasuk pengotor),
pengadukan dan suhu harus diperhatikan pada proses ini. Pada saat pengadukan diusahakan agar
Kristal-kristal besar dapat dibuat menjadi Kristal yang lebih kecil agar dapat larut dengan baik
dan terpisah dengan pengotornya. Digunakan titik lebur sebagai metode analisis kualitatif
kemurnian dan kandungan suatu zat yang didasarkan pada sifat fisis dari suatu senyawa yang

khas termasuk titik lebur senyawa tersebut. Berdasarkan titik leburnya, suatu zat dapat
diidentifikasi kemurniannya secara kualitatif, semakin murni zat tersebut maka titik leburnya
akan sama dengan titik lebur standard senyawa tersebut. DAFTAR PUSTAKA Vogel .(1994).
Kimia Analisis Kuantitatif Anorganik. Halaman 110-112. Penerbit Buku Kedokteran (EGC).
Jakarta. Bulan, Rumondang. (2003). Reaksi Asetilasi Eugenol dan OksidasiIsobutil Eugenol.
USU. Sumatera Utara. Make Money at : http://bit.ly/copy_win
Make Money at : http://bit.ly/copy_win

A. JUDUL PERCOBAAN
Pembuatan Asetanilida
B. TUJUAN PERCOBAAN
Pada akhir percobaan mahasiswa diharapkan dapat:
1. Terampil menyusun dan menggunakan alat-alat dalam pekerjaan sintesis zat-zat organik.
2. Menjelaskan teknik penyulingan bertingkat.
3. Menjelaskan asas dasar ilmu kimia senyawa turunan amina.
C. LANDASAN TEORI
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil.
Asetanilida berbentuk butioran berwarna putih (kristal) tidak larut dalam minyak parafin dan
larut dalam air dengan bantuan klorat anhidrat. Asetanilida atau disebut phenilasetamida
mempunyai rumus molekul C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16 g/mol. Ada beberapa
proses pembuatan asetanilida antara lain:
1. Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrida dan anilin
2. Pembuatan asetanilida dari anilin dan asam asetat
3. Pembuatan asetanilida dari ketena dan anilin.
(Pandia, 2011: 1)
Asetanilida banyak digunakan dalam industri kimia, antara lain:
1. Sebagai bahan baku pembuatan obat-obatan
2. Sebagai zat awal pembuatan penicilium
3. Bahan pembantu dalam industri cat dan karet
4. Bahan intermediet pada sulfan dan asetilklorida
Sifat fisis dan kimia dari anilin yaitu
1. Anilin
Sifat-sifat fisis:
1. Rumus Molekul: C6H5NH2
2. Berat Molekul: 93,12 g/mol
3. Titik Didih Normal: 184,4C
4. Suhu Kritis: 426C
5. Tekanan Kritis: 54,4 atm
6. Wujud: Cair
7. Warna: jernih
2. Asam Asetat
Sifat-sifat fisis:
1. Rumus Molekul: CH3COOH
2. Berat Molekul: 6,053 g/mol
3. Titik Didih Normal: 117,9C
4. Suhu Kritis: 426C
5. Berat jenis: 1,051 g/ml
6. Wujud: Cair

7. Warna: jernih
3. Asetanilida
Sifat-sifat fisis:
1. Rumus Molekul: C6H5NHCOOH
2. Berat Molekul: 135,16 g/mol
3. Titik didih normal: 305C
4. Titik leleh: 114,16C
5. Berat jenis: 1,21 g/ml
6. Titik beku: 114C
7. Wujud: padat
8. Warna: putih
9. Bentuk: butiran/ kristal.
Proses pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat
berlebih yang berlangsung sesuai dengan reaksi:
C6H5NH2 + CH3COOH
C6H5NHCOCH3 + H2O
(Pramushinta, diah:2011: 1-2)
Amina adalah senyawa organik yang mengandung atom nitrogen trivalen yang berikatan
dengan satu atau dua atau tiga atom karbon. Bila ditinjau dari rumus strukturnya, amina
merupakan turuna dari amonia yang satu atau dua atau tiga buah atom hidrogennya digantikan
oleh gugus alkil atau aril. Dengan demikian, bila gugus pengganti atom hidrogen dalam amonia
beberapa gugus alkil(R), maka rumus struktur amina alifatik yang mungkin terjadi adalah RNH 2,
RNH, atau R3N. Bila gugus penggantinya aril(Ar) akan dijumpai pula rumus yang serupa. Amina
diklasifikasikan menjadi amina primer, sekunder, dan tersier atas dasar jumlah atom H dan
molekul NH3 yang digantikan oleh gugus alkil atau aril. Suatu amina disebut amina primer bila
satu atom H dalam molekul NH3 disubsitusi oleh gugus alkil/aril. Bila banyaknya atom Ha yang
disubtitusi sebnyak dua buah disebut amina sekunder dan apabila tiga buah disebut amina tersier.
Amina merupakan senyawa polar dan antar molekulamina primer atau amina sekunder terdapat
ikatan hidrogen. Iatan hidrogen antar amina sekunder digambarkan sebagai berikut :
H
R
N----------H-N
R R
R
Ikatan hidrogen antar molekul amina tidak sekuat ikatan hidrogen antar molekul alkohol/air
karena pebedaan keelektronegatifan antara nitrogen dan hidrogen (3,0-2,1=0,9) tidak sebesar
perbedaan keelektrinegatifan abtar oksigen dan hidrogen (3,5-2,1=1,4). Pengaruh aanya ikatan
hidrogen antar molekul amina dan antar molekul alkohol dapat disimpulkan dari harga titik didih
dari cntoh kedua golongan senyawa tersebut seperti yang tercantum di bawah ini :
CH3-HH2
CH3OH

Berat molekul 31
32
o
Titik didih
-6,3 C
65oC
Amina dengan berat molekul rendah dapat larut dengan baik dalam air, sedangkan berat
molekulnya tinggi kelarutannya lebih rendah. Hal ini disebabkan karena pada amina dengan
berat molekul rendah labih mudah embentuk ikatan hidrogen dengan air dari apada amina
dengan berat molekul tinggi, meskipun semua jenis amina dapat membentuk ikatan hidrogen
dengan molekul air ( Rasyid, 2010 : 187 dan 190-191).
Ikatan dalam suatu amina beranalogi langsung dengan ikatan dalam amonia, suatu atom
nitrogen sp3 yang terikat pada 3 atom atau gugus lain (H atau R) dan dengan sepasang elektron
menyendiri dalam orbital sp3 yang tersisa.
H-N-H
CH3-N-CH3
H
CH3

H
amonia

trimetilamina

CH3CH2OCH2CH3

piperidin

(CH3CH2)2NH

T.d 34,5oC

CH3CH2CH2CH2OH

T.d 5,6 oC

T.d 117 oC

Karea tidak mempunyai ikatan NH, amina tersier dalam bentuk vairan murni tidak dapt
membentuk ikatan hidrogen. Titik didih amina tersier lebih rendah daari pada amina primer atau
sekunder yang bobot molekulnya sepadan, dan titik didihnya lebih dekat ke titik didih alakana
yang bobot molekulnya bersamaan.
Tidak ada ikatan hidrogen

ada ikatan hidrogen

(CH3)3N

CH3CH2CH2NH2

(CH3)3CH

(Fessenden, 1986 : 115-117).


Amida merupaan turunan asam karboksilat biasa yang paling tidak reaktif. Amida banyak
terdapat di alam. Amida yang apling penting ialah protein. Amida primer memiliki rumus umum
RCONH2. Amida primer ini dapat dibuat lewat reaksi amonia dengan ester, dengan kasil halida
atau dengan anhidrida asam. Amida juga dapat dibuat dengan memanaskan garam amonium dari
asam.
R-COOH + NH3

R-COO-NH4+

R-CONH2 + H2O

garam amonium

amida

amida dinamai dengan mengganti akhiran at atau oat dari nama asamnya (baik untuk nama
umum maupun nama IUPAC) dengan akhiran amida.

H-CONH2

CH2CONH2

CH3CH2CH2CONH2

Formamida

asetamida

butanamida

CONH2
bezamida

Semua contoh di atas termasuk amida primer. Amida sekunder dan tersierdengan satu atau kedua
hidrogen digantikan oleh gugus organik. Amida memiliki titik didih yang luar biasa tinggi untuk
ukuran bobot molekulnya, meskipun subtitusi alkil padanitrogen menurunkan titik didih dan titik
leleh jkarena menurunnya kemungkinan ikatan nitrogen (Hart, 2003 : 333-334).
D. METODE PERCOBAAN
1. Alat
a. Labu bundar 250 ml
b. Kolom fraksinasi
c. Kondensor refluks
d. Termometer 240oC
e. Labu takar 25 ml
f. Corong penyaring
g. Pembakar spiritus
h. Kaki tiga dan kasa asbes
i. Corong buchner
j. Gelas kimia 100 ml, 800 ml
k. Batang pengaduk
l. Labu erlenmeyer
m. Labu semprot
n. Pipet tetes
o. Tang penjepit
p. Gelas ukur 100 ml
2. Bahan
a. Anilin (C6H5NH2)
b. Asam asetat glasial (CH3COOH)
c. Karbon aktif / norit
d. Batu didih
e. Alkohol 2 %
f. Kertas saring whatman
g. Kertas saring biasa
E. PROSEDUR KERJA
a. Kedalam labu bulat 250 ml menambahkan 10 ml anilin dan 12,5 ml asam asetat glasial.
b. Memasang kolom fraksinasi pada labu dan melengkapi dengan termometer dan kondensor untuk
destilasi. Menggunakan gelas kimia 100 ml untuk menampung destilat.
c. Menambahkan satu butir batu didih dan memanaskan perlahan-lahan supaya uap larutan tidak
naik ke kolom.

d. Meningkatkan pemanasan sedikit hingga air yang terbentuk dalam reaksi dan sedikit asam asetat
akan terdestilasi perlahan-lahan dengan kecepatan yang rata (suhu uap 104-105 o C). Hal ini
dilakukan setelah 15 menit.
e. Menguji larutan yang tersisa didalam labu bundar 250 ml dengan sedikit air dingin, dan apabila
f.
g.
h.
i.
j.
k.
I.

sudah keruh menuangkan semua ke dalam air dingin.


Menambahkan norit beberapa tetes dan alkohol 2 %
Memanaskan larutan yang telah ditambahkan norit dan alkohol
Menyaring larutan selagi panas dengan menggunakan corong buchner.
Mendinginkan filtrat yang dihasilkan didalam air dingin
Menyaring kristal dengan corong buchner
Mengeringkan kristal yang diperoleh di oven sampai kering sempurna
Menimbang kristal kering dan menghitung rendemennya.
F . HASIL PENGAMATAN
N
Aktivitas
o

Pengamatan

1.
2.
3.
4.
5.

Anilin (coklat) 10 ml
ditambahkan dengan asam
asetat glasial (bening) 12,5 ml
Menambahkan satu butir batu
didih dan mendestilasi larutan
campuran.
Menguji larutan yang tersisa
dengan air dingin
Menambahkan norit (hitam)
beberapa tetes dan alkohol
Memanaskan larutan

6.

Menyaring larutan dengan


corong buchner

7.

Mendinginkan filtrat di dalam


air dingin
Menyaring larutan dengan
corong buchner

8.

9.

N
o
10
.

Mengeringkan kristal di oven

Larutan berwarna coklat


Destilat yang bewarna bening
(air
dan asam asetat yang
tidak bereaksi)
Larutan keruh (terbentuk
gumpalan putih kecoklatan)
Larutan keruh
Larutan menjadi bening dan
terbentuk gumpalan coklat pada
dasar dan permukaan larutan
Terbentuk 2 bagian:
1). Bagian I (residu) : endapan
coklat
2). Bagian II (filtrat) : larutan
bening
Terbentuk kristal putih
Terbentuk 2 bagian:
1). Bagian I (residu) : larutan
bening
2). Bagian II (filtrat) : kristal
putih
Kristal kering berwarna putih

Aktifitas
Menimbang kristal

Pengamatan
3,8 g

G. ANALISIS DATA
Diketahui : V anilin (C6H5NH2)
: 20 gram
V asam asetat glasial (CH3COOH)
: 26 gram
Mr C6H5NH2
: 20 ml
Mr CH3COOH
: 25 ml
CH3COOH
: 60 g/mol
C6H5NH2
: 93 g/ mol
Dit : % rendemen = ..........?
Penyelesaian:

ssa C6H5NH2

= C6H5NH2 x V C6H5NH2
= 1,024 g/ml x 10 ml
= 10,24 gram
mol C6H5NH2 = massa C6H5NH2
Mr C6H5NH2
= 10,24 g
93 g/mol
= 0,11 mol
Massa CH3COOH = CH3COOH x V CH3COOH
= 1,051 g/ml
x 12,5 ml
= 13,14 gram
Mol CH3COOH

= massa CH3COOH
Mr CH3COOH
= 13,14 g
60 g/mol
= 0,22 mol
Reaksi yang terjadi:
CH3COOH + C6H5NH2
C6H5NHCOOCH3 + H2O
M:
0,11 mol
0,22 mol
B:
0,11 mol 0,11 mol
0,11 mol
0,11 mol
S:
0,11 mol
0,11 mol
0,11 mol
Mol asetanilida (C6H5NHCOOCH3) = 0,11 mol
Massa C6H5NHCOOCH3
= n Mr C6H5NHCOOCH3
= 0,11 mol 135 g/mol
= 14,85 gram (massa teori)
Massa praktek
= 3,8 gram
% Rendemen
= massa praktek 100 %
Massa teori
= 3,8 gram 100 %
14,85 gram
= 25,589 %
H. PEMBAHASAN
Asetanilida adalah senyawa turunan asetil amina aromatis yang digolongkan sebagai
amida primer dimana satu atom hidrogen pada anilin digantikan dengan satu gugus asetil. Proses
pembuatan asetanilida pada intinya adalah mereaksikan anilin dengan asam asetat berlebih.pada
pembuatan asetanilida, anilin (C6H5NH2) ditambahkan dengan asam asetat glasial (CH3COOH)
menghasilkan larutan berwarna coklat. Proses ini berlangsung melalui reaksi subsitusi asil

nukleofil dan disebut dengan proses asetilasi. Pada percobaan ini anilin berfungsi sebagai
penyedia gugus amina, sedangkan asam asetat glasial berfungsi sebagai penyedia gugus asetat
yang bersifat asam (melepas ion H+ / H3O+ ) yang juga sangat mempengaruhi reaksi agar
terbentuk suatu garam amina. Selain itu HCl berfungsi sebagai katalis yang mempercepat
terjadinya reaksi serta untuk menetralkan muatan oksida sehingga asetanilida yang terbentuk
tidak terhidrolisis kembali karena pengaruh air dan untuk mencegah terjadinya reaksi samping
senyawa turunan asetil. Campuran anilin dan asam asetat ini kemudian didestilasi dengan
menggunakan alat refluks. Proses refluks memiliki dua fungsi yaitu untuk mempercepat reaksi
karena adanya proses pemanasan. Pemanasan akan meningkatkan suhu dalam sistem sehingga
tumbukan antar molekul akan lebih banyak dan cepat sehingga akan mempercepat reaksi atau
dengan kata lain pada proses ini kita mengontrol reaksi secara kinetik. Fungsi yang kedua adalah
untuk menyempurnakan reaksi. Pemilihan metode refluks dalam percobaan ini karena apabila
digunakan pemanasan biasa maka akan terbentuk uap yang akan mengurangi hasil kuantitatif
dari suatu reaksi.
Sebelum melakukan destilasi atau pemanasan larutan ditambahkan satu butir batu didih.
Penambahan batu didih bertujuan untuk mencegah terjadinya bumping / letupan-letupan yang
terjadi akibat pemanasan. Adapun prinsip kerja dari metode refluks yaitu pada saat memanaskan
suatu pelarut volatil secara sempurna maka akan menghasilkan suatu uap dan uap tersebut akan
melewati tabung refluks. Tabung refluks yang telah dilengkapi dengan pendinginan akan
mengakibatkan uap tersebut mengembun kembali sehingga reaksi berjalan dengan sempurna
karena meminimalis senyawa yang hilang dan diperoleh hasil yang maksimal, serta pelarut akan
tetap ada selama reaksi berlangsung. Perhitungan waktu dihitung setelah ada tetesan hasil refluks
yang telah terkondensasi. Hal tersebut dikarenakan pada saat itu pelarut berupa asam asetat
sudah mulai menguap dan terkondensasi sehingga dapat dikatakan bahwa saat itu juga proses
refluks sudah berlangsung. Pada saat pelarut yang digunakan mulai menguap maka konsentrasi
larutan di dalam labu akan meningkat. Suhu destilat dijaga agar tidak melebihi 104-105oC. Hal
ini disebabkan apabila melewati 104-105oC maka asetanilida dapat ikut keluar bersama air
(100oC) atau asam asetat yang tidak bereaksi (117oC).
Setelah didestilasi, larutan yang tersisa dalam labu bundar diuji dengan air dingin dan
apabila sudah keruh, maka semua larutan dituangkan kedalam air dingin dan diaduk hingga
terbentuk asetanilida yang berbentuk padatan kristal. Tujuan pendinginan ke dalam air dingin
adalah agar diperoleh kristal asetanilida dan untuk menghidrolisis asam asetat yang masih tersisa

dalam larutan. Hasil dari kristalisasi ini berupa kristal yang berwarna kuning kekuningan /
kecoklatan yang berarti masih ada pengotor didalamnya yaitu sisa reaktan ataupun hasil samping
reaksi. Kemudian ditambahkan dengan norit dan alkohol 2 %. Penambahan norit berfungsi untuk
menyerap zat warna dan pengotor-pengotor yang berukuran besar karena karbon aktif memiliki
pori-pori yang besar. Dengan penambahan karbon aktif ini diharapkan diproleh kristal yang lebih
bersih dan murni daripada sebelumnya. Sedangkan alkohol berfungsi untuk mengikat sisa-sisa
asam dan juga sisa-sisa air sehingga pada saat pemanasan akan ikut menguap bersama alkohol.
Air dapat diikat oleh alkohol karena keduannya bersifat polar sehingga mudah untuk bereaksi.
Tahap selanjutnya adalah memanaskan larutan sampai mendidih. Diperoleh larutan yang
bening dan terbentuk gumpalan coklat pada dasar dan permukaan larutan. Setelah larytan
mendidih, maka larytan disaring selagi panas dengan menggunakan penyaring buchner. Proses
penyaringan ini menggunakan prinsipn sedimentasi dan dibantu menggunakan vakumpump,
yaitu alat untuk menyedot udara, sehingga proses penyaringan dan pengeringan cepat selesai.
Adapun tujuan dari penyaringan sewaktu panas karena bila larutan dingin maka larutan sudah
mengkristal (asetanilida) dan akan tertinggal dikertas saring dengan karbon aktif dan pengotor
lainnya sehingga hasil akhir asetanilida yang diperoleh akan semakin sedikit. Dari proses
penyaringan ini terbentuk dua bagian yaitu bagian I (residu) yang berupa endapan warna coklat
( norit dan zat pengotor lainnya) dan bagian II (filtrat) berupa larutan bening. Filtrat ini kemudian
didinginkan didalam air dingin dengan tujuan untuk mempercepat pendinginan dan rekristalisasi
karena terjadinya keseimbangan suhu dimana air dingin akan menyerap sebagian kalor dari air
panas. Kristal yang diperoleh tersebut disaring kembali dengan corong buchner dan terbentuk
dua bagian yaitu bagian I (residu) larutan bening, dan bagian II (filtrat) kristal putih. Residu yang
dihasilkan berwarna bening dan kristalnya berwarna putih menandakan bahwa dalam larutan
yang disaring tidak lagi terdapat zat pengotor dan didapatkan kristal asetanilida yang murni.
Kristal murni yang dihasilkan kemudian dikeringkan didalam oven. Tujuannya untuk
mempercepat penguapan air yang masih terkandung dalam kristal. Selangjutnya kristal yang
diperoleh ditimbang untuk mengetahui beratnya. Adapun berat kristal yang diperoleh yaitu 3,8
gram. Berdasarkan hasil analisis data diperoleh % rendemen sebesar 25,589 %. Hal ini tidak
sesuai dengan teori yang seharusnya 100 % dan berat kristal seharusnya14,85 gram. Hal ini
disebabkan pada saat destilasi yang kurang sempurna sehingga sebagian asetanilida ikut keluar
bersama air. Adapun kristal yang diperoleh adlah kristal berwarna putih. Hal ini sesuai dengan

teori yang menyatakan bahwa kristal asetanilida berwarna putih dengan titik leleh sebesar
114,10oC. Tapi pada percobaan ini kita tidak melakukan pengujian titik leleh sehingga tidak
dapat diketahui apakah kristal yang diperoleh tersebut murni kristal asetanilida atau masih ada
zat pengotor yang terkandung dalam kristal.

Adapun persamaan reaksinya:


H. KESIMPULAN DAN SARAN
a.

1. Kesimpulan
Asetanilida diperoleh dari hasil reaksi antara anilin dan asam asetat glasial dengan proses refluks

dan destilasi
b. Proses pembuatan asetanilida dinamakan asetilasi dimana terjadi reaksi subsitusi asil nukleofil
c. Berat kristal yang diperoleh dari hasil percobaan yaitu 3,8 gram dengan persentase rendemen
25,589 %.
2. Saran
a. Praktikan diharapkan agar lebih menguasai materi tentang asetanilida dan prosedur kerja agar
praktikum dapat berjalan dengan lancar dan menghindari kesalahan dalam praktikum
b. Praktikan diharapkan lebih hati-hati dalam menggunakan alat terutama alat-alat yang harganya
mahal
c. Diharapkan pada saat larutan didestilasi agar suhunya selalu diperhatikan agar diperoleh
asetanilida yang lebih banyak.
DAFTAR PUSTAKA
Fessenden.1986. Kimia Organik Edisi Ke 3. Jakarta: Erlangga.
Hart, Harold. 2003. Kimia Organik Edisi ke II. Jakarta: Erlangga.
Pandia.
2011.
Asetanilida
/Phenilasetamida.
http://repository.usu.ac.id/bitstream/
123456789/27003/4/chapter % 2011.pdf. Diakses pada tanggal 21 November 2012
Pramushinta, Diah. 2011. Asetanilida. http:// inuyashaku.wordpress.com. Diakses
November 2012
Rasyid, Muhaedah. 2010. Kimia Organik I. Makassar : Universitas Negeri Makassar.

pada tanggal 21

SINTESIS ASETANILIDA
I.
II.

TUJUAN
Mengetahui prinsip kerja dalam sintesis asetanilida
Mampu membuat asetanilida dari reaksi aniline dengan asetat anhidra
Mengetahui sifat fisis dari bahan-bahan yang berperan dalam pembuatan asetanilida
Dapat memurnikan asetanilida hasil reaksi dengan teknik rekristalisasi
TEORI DASAR
Asetanilida
Asetanilida merupakan senyawa turunan asetil amina aromatisyang digolongkan
sebagai amida primer, dimana satu atom hidrogen pada anilin digantokan dengan satu
gugus asetil. Asetinilida berbentuk butiran berwarna putih tidak larut dalam minyak
parafin dan larut dalam air dengan bantuan kloral anhidrat.
Asetanilida atau sering disebut phenilasetamida mempunyai rumus molekul
C6H5NHCOCH3 dan berat molekul 135,16. Asetanilida pertama kali ditemukan oleh
Friedel Kraft pada tahun 1872 dengan cara mereaksikan asethopenon dengan NH2OH
sehingga terbentuk asetophenon oxime yang kemudian dengan bantuan katalis dapat
diubah menjadi asetanilida. Pada tahun 1899 Beckmand menemukan asetanilida dari
reaksi antara benzilsianida dan H2O dengan katalis HCl. Pada tahun 1905 Weaker
menemukan asetanilida dari anilin dan asam asetat.

1.

2.

3.

4.

MacamMacam Proses Pembuatan Asetanilida, ada beberapa proses pembuatan


asetanilida, yaitu :
Pembuatan asetanilida dari asam asetat anhidrid dan anilin
Larutan benzene dalam satu bagian anilin dan 1,4 bagian asam asetat anhidrad
direfluk dalam sebuah kolom yang dilengkapi dengan jaket sampai tidak ada anilin yang
tersisa.
C6H5NH2 + ( CH2CO )2O 2C6H5NHCOCH3 + H2O
Campuran reaksi disaring, kemudian kristal dipisahkan dari air panasnya dngan
pendinginan, sdan filtratnya direcycle kembali. Pemakaian asam asetatanhidrad dapat
diganti dengan asetil klorida.
Pembuatan asetanilida dari asam asetat dan anilin
Metode ini merupakan metode awal yang masih digunakan karena lebih ekonomis.
Anilin dan asam asetat berlebih 100 % direaksikan dalam sebuah tangki yang dilengkapi
dengan pengaduk.
C6H5NH2 + CH3COOH C6H5NHCOCH3 + H2O
Reaksi berlangsung selama 6 jam pada suhu 150oC 160oC. Produk dalam keadaan
panas dikristalisasi dengan menggunakan kristalizer.
Pembuatan asetanilida dari ketene dan anilin
Ketene ( gas ) dicampur kedalam anilin di bawah kondisi yang diperkenankan akan
menghasilkan asetanilida.
C6H5NH2 + H2C=C=O C6H5NHCOCH3
Pembuatan asetanilida dari asam thioasetat dan anilin
Asam thioasetat direaksikan dengan anilin dalam keadaan dingin akan
menghasilkan asetanilida dengan membebaskan H2S.
C6H5NH2 + CH3COSH C6H5NHCOCH3 + H2S
Anhidrida asam lebih reaktif daripada asam karboksilat dan dapat digunakan
untuk mensintesis keton, ester atau amida. Anhidrida asam bereaksi dengan nukleofil yang
sama seperti yang bereaksi dengan klorida asam; namun laju reaksinya lebih rendah.
(sebagai gugus pergi suatu ion karboksilat tidaklah sebagai ion halide) perhatikan bahwa
produk lain dalam reaksi-reaksi ini adalah asam karboksilat atau, bila campuran reaksi
bersifat basa, anionnya.
Reaksi dengan alcohol dan fenol. Reaksi berkatalis asam dari suatu anhidrida
dengan alcohol atau fenol akan menghasilkan ester. Reaksi ini terutama berguna dengan
anhidrida asam asetat yang tersedia secara komersial, yang menghasilkan asetat.
Ester-ester fenil dapat dibuat dengan menggunakan kondisi asam atau kondisi basa.
Pada kondisi basa, mula-mula dibuat garam natrium dari fenol dan kemudian diolah
dengan anhidridanya.
Amonia, amina primer, dan amina sekunder bereaksi dengan anhidrida
menghasilkan amida. Sekali lagi anhidrida asam asetat merupakan anhidrida paling
popular yang digunakan dalam reaksi ini. Ammonia dan anhidrida asam asetat
menghasilkan asetamida, sedangkan amina dan anhidrida asam asetat menghasilkan
asetamida tersubtitusi. Satu mol amina dihabiskan dalam netralisasi asam asetat yang
terbentuk dalam reaksi itu.
Penggunaan Derivat Asam Karboksilat dalam Sintesis
Asam karboksilat dan derivate (turunan-turunannya) semua bersifat dapat diubah
satu menjadi yang lain (interconvertible) secara sintetik. Namun dari antara derivate asam

karboksilat ini, halida asam dan anhidrida agaknya yang paling serbaguna, karena
keduanya lebih reakstif daripada senyawa karbonil yang lain. Keduanya dapat digunakan
untuk mensintesis ester yang terintangi (secara sterik) dan ester fenil, yang tidak dapat
dibuat dengan rendemen yang baik dengan pemanansan RCOOH dan ROH dengan
katalis asam, karena kesetimbangan tidak menguntungkan. Kedua derivate ini juga
merupakan reagensia yang paling berguna untuk membuat amida tersubtitusi-N.
III.
PROSEDUR KERJA
A. ALAT
- Erlenmeyer asah
: sebagai tempat zat
- Erlenmeyer biasa
: sebagai tempat zat/ wadah penyaringan
- Penangas
: sebagai penangas agar panas terkontrol
- Kompor gas
: sebagai sumber panans/ api
- Gelas piala
: untuk mengambil zat
- Gelas ukur
: untuk mengukur zat
- Corong
: untuk memudahkan saat pemindahan zat
- Standar
: sebagai penyandar alat-alat ketika refluk
- Klem
: sebagai penjepit alat-alat ketika refluk
- Kertas saring
: untuk menyaring zat
- Cawan petri
: untuk mengeringkan zat yang terbentuk
B.
-

BAHAN
Anilin
Asam asetat glasial
Asam asetat anhidrat
Batu es
Air

C.
-

CARA KERJA
Persiapkan alat dan bahan yang akan digunakan
Dimasukkan 14 ml anilin, 15 asam asetat glasial dan 15 ml asam asetat anhidrat
Sampel dipanaskan dalam penangas berisi air dengan pendingin lurus telah terpasang
(digoyang-goyang selama 30-40 menit)
Sampel dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi batu es atau disaring dengan kertas
saring diatas corong
Residu yang tertinggal pada kertas saring yang dimasukkan kedalam gelas piala yang
berisi air es
Sampel disaring kembali melalui corong, dimasukkan kedalam gelas piala yang berisi
batu es
Prosedur ke-5 dan 6 diulangi kembali hingga kristal yang dihasilkan berwarna putih
Asetat yang terbentuk pad akertas saring dibiarkan kering yang kemudian ditimbang
Semua alat yang digunakan dicuci dan dikeringkan kembali

D. SKEMA KERJA

: sebagai zat inti dalam praktikum


: sebagai zat inti dalam praktikum
: sebagai zat inti dalam praktikum
: sebagai bahan pembantu
: untuk mencuci alat

IV.
1.
2.
3.
4.

HASIL DAN DISKUSI


Hasil pengamatan
Anilin
Asam asetat glasial
Asam asetat anhidrat
Asetanilida
Reaksi

Perhitungan
a. Anilin
Mr anilin
BJ
m

: larutan merah
: larutan bening
: larutan bening
: kristal bening

= 93,13 g/mol
= 1,02
= m/v m = xv
= 1,02 x 14
= 14,28 gram

b. Asam asetat (CH3COOH)


Mr = 60,05 g/mol
BJ = 1,05
= m/v m = xv
m = 1,05 x 15
= 15,75 gram
c.

Asam asetat anhidrat


Mr = 102,09 g/mol
BJ = 1,08
= m/v m = xv
m = 1,08 x 15

= g/Mr
= 14,28 g/ 93.13 g/mol
= 0,15 mol

= g/Mr
= 15,75 g/ 60,05 g/mol
= 0,26 mol

= g/Mr
= 16,2 g/ 102,09 g/mol
= 0,15 mol

= 16,2 gram
d. Asetanilida

Mr
= 149 g/mol
n
= 0,15 mol
berat kertas saring
berat kertas saring + asetanilida
berat asetanilida

= 0.8748 g
=2g
= 2 0.8748
= 1,1252 gram

gram asetanilida
e.

V.
-

= n x Mr
= 0,15 mol x 149 g/mol
= 22,35 g
= m praktikum x 100%

Rendemen
m teori
= 1,1252 g x 100%
22,35 g
= 5,0344 %
Pembahasan
Rendemenhasil dari praktikum yang telah dilakukan dipengaruhi oleh pemurnian
yang dilakukan saat proses rekristalisasi yang dilakukan. Pada saat rekristalisasi tidak
semua kristal larut dengan sempurna sehingga pada saat penyaringan panas terdapat
kristal asetanilida yang ikut tersaring sehingga menyebabkan berkurangnya harga
rendemen. Jadi untuk memperkecil kesalahan dalam perhitungan rendemen pada saat
rekristalisasi pelarut pada air diusahakan kristal asetanilida yang berukuran besar diubah
menjadi kristal dengan ukuran yang lebih kecil agar dapat larut dengan baik dan dapat
terpisah dari pengotor.
KESIMPULAN
Dari praktikum yang telah dilakukan maka dapat disimpulkan bahwa :
Asetanilida dapat disintesis dari anilin dan asama asetat anhidrat dengan katalis asam
asetat glasial
Rendemen yang didapatkan adalah sebesar 5,0344 %
Titik kritis dalam sintesis asetanilida adalah pemurnian atau proses rekristalisasi

DAFTAR PUSTAKA
Napis, Armin dan Armin, Ikhlas. 2005. Penuntun Praktikum Kimia Organik II. Padang :
ATIP
Pessenden, Pessenden. 1990. Kimia Organik. Jakarta : Erlangga
Brady, James E. Dkk. Kimia Universitas Asas & Struktur Jilid Satu. Jakarta : Binarupa
Aksara

http://www.scribd.com/doc/26288563/sintesis-asetanilida
http://www.Chem-Is-Try.com/Kimia-Oragnik/Asetanilida

Anda mungkin juga menyukai