Anda di halaman 1dari 4

Robin Lim, Pahlawan bagi Para Ibu

Melahirkan
16/01/2012 04:15:00
Font size:

Mata pengunjung yang hadir tak henti berkedip menatap perempuan setengah baya
berambut panjang yang berjalan dengan penuh keyakinan ke atas panggung.
Sesampai di atas panggung, perempuan yang mengenakan baju terusan lengan panjang bermotif
etnis itu menyapu matanya ke sekeliling dan tersenyum ramah.
"I love you," ujar dia memecah keheningan pada acara peringatan hari jadi Pusat Kebudayaan
Amerika di Jakarta, Sabtu (14/1).
Pengunjung hanya diam, sebagian lagi tak tahu harus menjawab apa.Perempuan itu tidak
menyerah, dia mengulang lagi dan dengan bahasa tubuhnya, dia mengajak pengunjung untuk
mengatakan hal yang sama. Hingga akhirnya semua pengunjung tanpa sungkan mengatakan kata
yang sama.
Perempuan itu bernama Robin Lim atau dikenal dengan sapaan Ibu Robin. Pendiri Yayasan
Bumi Sehat itu, pada Desember lalu dinobatkan sebagai "2011 CNN Hero of the Year" atas jasajasanya membantu ribuan warga miskin Indonesia untuk mendapatkan kehamilan dan persalinan
yang sehat tanpa dipungut biaya.
Sejak 15 tahun lalu, Robin Lim yang merupakan warga Amerika Serikat menetap di Bali dan
mengabdikan waktunya untuk melayani ibu melahirkan dan memberikan pendidikan kesehatan
bagi warga di Nyuh Kuning, Ubud. Ia juga membuka klinik Bumi Sehat di Aceh pasca tsunami
2004, tepatnya di Meulaboh yang merupakan titik pusat gempa.

Dengan keberadaan dua klinik itu, dia telah memfasilitasi kelahiran lebih 5.000 bayi.Robin
memberi pengetahuan perhatian penuh kepada para ibu yang mayoritas warga miskin, agar bisa
melahirkan bayinya secara sehat dan selamat. Dan memperlakukan para ibu itu selayaknya
manusia.
"Biasanya kalau ibu datang ke klinik umum, yang langsung ditanya kartu oleh petugas dengan
ketus. Tapi di klinik ini berbeda, para ibu yang datang disambut dengan kasih sayang dan
dipeluk," jelas perempuan kelahiran Arizona, 24 November 1954 itu.
Semua orang yang melahirkan di Bumi Sehat diperlakukan sama apakah mereka warga mampu
atau tidak dan tidak perlu membayar.
Dia juga berusaha membuat ibu hamil maupun melahirkan merasa nyaman di klinik itu. Dalam
proses persalinan pun, dia berusaha agar para ibu bisa melahirkan sealami mungkin. Dia
menyebut proses itu sebagai "gentle birth".
"Di klinik ini menggabungkan cara alami dan medis dengan melibatkan dukun dan dokter.Jika
tidak bisa ditangani secara alami, maka ditangani dengan tindakan medis," tambah perempuan
yang fasih berbahasa Indonesia itu.
Robin mengakui pentingnya keterlibatan peran dukun beranak. Menurut dia, keberadaan dukun
beranak sangat diperlukan dalam membantu persalinan. Selain itu, banyak warga yang masih
percaya dengan peran dukun.
"Tetapi begitu ada masalah dalam proses kelahiran, langsung diambil alih oleh tindakan medis,"
jelas Robin.
Terdapat tiga bidan, empat perawat dan satu dokter di klinik Bumi Sehat yang ada di Aceh.
Sedangkan yang di Bali terdapat sembilan bidan, dua dokter dan lima perawat.
Proses melahirkan, terang Robin, sebenarnya bukanlah situasi medis melainkan sebuah
keajaiban. Jadi yang lebih terpenting adalah membuat ibu itu nyaman.
"Kita meminta pada ibu yang melahirkan untuk membuka mulut ketika proses melahirkan.Begitu
kepala si bayi sudah kelihatan, kita meminta ibu untuk bernyanyi maupun berdoa. Misal dalam
agama Hindu dikenal dengan mantra, Islam dengan membaca Basmallah, sedangkan Kristen
beda lagi doa yang diucapkan," terang dia.
Logikanya, lanjut dia, jika ingin membuka mulut rahim, maka ibu yang ingin melahirkan itu
harus membuka mulutnya.
Belakangan, istri dari seorang pembuat film dokumenter William Hemmerle itu juga
mempopulerkan "water birth" atau melahirkan dalam air. Robin menjelaskan pada proses ini, ibu
melahirkan dalam air yang dipenuhi bunga-bunga.

Pengalaman Pahit
Apa yang dilakukan seorang Robin Lim saat ini, bukanlah tanpa ada pemicunya. Kematian adik
kandungnya pada saat melahirkan anaknya 21 tahun lalu, membuat perempuan yang masih
terlihat cantik itu berkeinginan menjadi bidan.
Robin mengisahkan, dokter yang menangani proses kehamilan dan persalinan adiknya itu tidak
banyak meluangkan waktu untuk melayani permintaan adiknya. Padahal, adiknya itu memiliki
asuransi.
Kondisi ini berbeda dengan yang dialami oleh Robin ketika melahirkan anak pertamanya 35
tahun lalu. Saat itu dia ditangani dua bidan yang memiliki ilmu dan dalam prakteknya penuh
dengan cinta.
"Saya pikir sayang kalau semua ibu tidak bisa dapat itu dan akhirnya saya memutuskan untuk
menjadi bidan," kenang perempuan yang mempunyai latar belakang pendidikan sebagai bidan
Universitas di Santa Barbara City dan sertifikat bidan dari North American Registry of Midwives
dan Asosiasi Perbidanan Indonesia.
Selain pengalaman pahit yang dialami adiknya itu, apa yang dilakukan Robin saat ini, juga
berangkat dari rasa keprihatinannya terhadap jumlah kematian ibu melahirkan di dunia.
"Tahun lalu sebanyak 981 ibu meninggal saat melahirkan. Itu jumlah yang banyak. Kita harus
kerja bersama-sama agar ibu dan bayi bisa hidup," seru Robin.
Kasus kematian itu, lanjut Robin, banyak menimpa warga yang kurang mampu. Menurut Robin,
wanita hamil sangat membutuhkan asupan gizi yang baik untuk menunjang kesehatan dirinya
sendiri dan bayi yang dikandungnya.
"Kondisi ibu hamil di masyarakat miskin di mana-mana pasti susah. Karena kalau gizi ibu
kurang, pasti bayi susah tumbuh di dalam kandungan. Selain itu waktu melahirkan juga bisa
pendarahan berat kalau si ibu kurang gizi.Kondisi ini banyak kita temui," kata Robin.
Untuk membuka klinik pertamanya di Bali, bukan hal mudah bagi Robin. Dia harus menjual
rumahnya di Hawai.
"Kalau ditanya apakah saya takut miskin, tidak ada orang yang tidak takut miskin. semua takut
jatuh miskin.Tapi saya percaya semua ada jalannya,"
Robin mendapatkan uluran dana dari donatur dalam menjalankan dua klinik Bumi Sehat baik
yang di Aceh maupun di Bali. Setidaknya diperlukan dana 500 dolar Amerika atau sekitar Rp4,5
juta per hari untuk membiayai klinik itu.
Apalagi saat ini, kata Robin, Bumi Sehat memerlukan biaya untuk merenovasi klinik yang retak
akibat gempa di Bali, November lalu.
"Kadang-kadang bagian keuangan klinik, pak Sandi Hasan selalu bertanya Ibu Robin bagaimana

kita membayar listrik bulan ini? Ok, dan saya bilang harus percaya," ujar dia lagi.
Saat ditanya mengapa memilih Indonesia? Robin mengatakan sejak kecil tertarik dengan
Indonesia. Bermula ayahnya ditugaskan selama satu tahun oleh Pemerintah AS di Indonesia.
Untuk mengobati rasa rindunya kepada keluarga yang ada di Amerika, ayahnya paket yang berisi
wayang kulit.
"Begitu melihat wayang kulit, saya langsung jatuh cinta pada Indonesia," ujar dia sembari
tersenyum.
Meski sudah menetap lama di Indonesia, dia mengaku tetap berkewarganegaraan Amerika.
Sedangkan cucu-cucunya berkewarganegaraan Indonesia.
Setelah dinobatkan menjadi "2011 CNN Hero of the Year" dan berhak mendapatkan uang senilai
250 ribu dolar Amerika ditambah 50 ribu dolar Amerika hadiah bagi nominasi, Robin Lim
berkeinginan membangun kembali klinik yang ada di Bali.
"Kontraknya akan habis empat tahun lagi. Tanah sudah ada, tinggal membangunnya saja,"
tambah dia.
Robin juga mempunyai keinginan bisa mengembangkan sayapnya dengan membuka klinik di
daerah lain di Tanah Air.
Sebelum dinobatkan sebagai pahlawan oleh CNN, dia juga telah meraih Penghargaan Women
Peace Award 2005 dari Women Peacepower Foundation dan Komite Yayasan Alexander Langer
(Bolzano, Italia) menganugerahi penghargaan Internasional Alexander Langer di tahun 2006. Ia
juga meraih Woman of the Month Award dari United Nations Entity for Gender Equality & the
Empowerment of Women (UNIFEM) pada 2008. ant

Anda mungkin juga menyukai