Anda di halaman 1dari 120

TESIS

PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN


PENGENDALIAN INTERNAL PADA
KECURANGAN AKUNTANSI
(Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)

GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI

PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

TESIS

PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN


PENGENDALIAN INTERNAL PADA
KECURANGAN AKUNTANSI
(Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)

GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI


NIM 1191662001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

TESIS

PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN


PENGENDALIAN INTERNAL PADA
KECURANGAN AKUNTANSI
(Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)

Tesis untuk Memperoleh Gelar Magister


Pada Program Magister, Program Studi Akuntansi
Program Pascasarjana Universitas Udayana

GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI


NIM 1191662001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

Lembar Pengesahan
TESIS INI TELAH DISETUJUI
TANGGAL 23 MEI 2014

Pembimbing I,

Pembimbing II,

Prof. Dr. I Wayan Ramantha,SE,MM, Ak,CPA,CA


NIP 19590510 199003 1 001

Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA., Ak.


NIP 19641224 199103 1 002

Mengetahui,

Ketua Program Studi Magister Akuntansi


Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Direktur
Program Pascasarjana
Universitas Udayana,

Dr. Dewa Gede Wirama, SE.,MSBA., Ak.


NIP 19641224 199103 1 002

Prof. Dr.dr. A.A.A. Raka Sudewi, Sp.S (K)


NIP 19590215 198510 2 001

PENETAPAN PANITIA PENGUJI

Tesis Ini Telah Diuji pada


Tanggal 23 Mei 2014

Panitia Penguji Tesis Berdasarkan SK Rektor / Direktur Program Pascasarjana


Universitas Udayana No.: 1351/UN14.4/HK/2014 Tanggal 12 Mei 2014

Ketua

: Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE., MM, Ak.,CPA,CA

Anggota

1.

Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak.

2.

Dr. Dewa Nyoman Badera, SE., MSi,

3.

Dr. Made Gede Wirakusuma, SE, MSi,

4.

Dr. I.D.G Dharma Suputra, SE., MSi., Ak

SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT

Saya yang bertandatangan di bawah ini:


Nama

: GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI

NIM

: 1191662001

Program Studi

: Magister Akuntansi

Judul Tesis

: Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal


pada Kecurangan Akuntansi

Dengan ini menyatakan bahwa karya ilmiah saya merupakan hasil karya sendiri
dan bebas dari plagiasi. Apabila kelak dikemudian hari terbukti terdapat plagiasi
dalam karya ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai peraturan
Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 17 Tahun 2010 dan
peraturan undang-undang yang berlaku.

Denpasar,

Juni 2014

Yang membuat pernyataan,

(Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi)

UCAPAN TERIMAKASIH

Om Suastiastu,
Puja dan puji syukur kehadapan Ida Sang Hyang Widhi Wasa/ Tuhan Yang
Maha Esa, atas asung kertha wara nugraha Beliau, penelitian ini dapat
diselesaikan dengan baik yang hasilnya tertuang dalam tesis ini. Tesis ini berjudul
PENGARUH

MORALITAS

INDIVIDU

DAN

PENGENDALIAN

INTERNAL PADA KECURANGAN AKUNTANSI, yang disusun untuk


menganalisa pengaruh dari moralitas individu dan pengendalian internal pada
kecurangan akuntansi di Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Selain itu tesis ini
merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister pada Program
Magister Akuntansi Program Pascasarjana Universitas Udayana.
Penulis menyadari bahwa penelitian ini dapat terlaksana berkat dukungan
dan bantuan dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini ijinkanlah penulis
menghaturkan terima kasih yang setulus-tulusnya kepada :
1. Bapak Prof. Dr. dr. Ketut Suastika, Sp.PD KEMD selaku Rektor Universitas
Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan kepada penulis untuk
mengikuti dan menyelesaikan Program Magister Akuntansi Universitas
Udayana.
2. Ibu Prof. Dr. dr. A.A.A Raka Sudewi, Sp.S (K), selaku Direktur Program
Pascasarjana Universitas Udayana atas kesempatan dan fasilitas yang diberikan
kepada penulis untuk mengikuti dan menyelesaikan Program Magister
Akuntansi Universitas Udayana.

3. Bapak Prof. Dr. I Gusti Bagus Wiksuana, S.E., M.S. selaku Dekan di Fakultas
Ekonomi dan Bisnis Universitas Udayana.
4. Bapak Prof. Dr. I Wayan Ramantha, SE., MM, Ak.,CPA,CA sebagai
Pembimbing I Tesis, sekaligus sebagai dosen yang dengan penuh kesabaran,
ketulusan dan penuh dedikasi sebagai seorang akademisi, telah memberikan
segala kemampuan dalam membimbing penulis selama dalam menyelesaikan
studi dan tesis ini.
5. Bapak Dr. Dewa Gede Wirama, SE., MSBA., Ak. selaku Ketua Program Studi
Magister Akuntansi Universitas Udayana dan sebagai pembimbing II yang
memberi bimbingan dan dorongan serta senantiasa membuka wawasan berfikir
kritis penulis selama dalam menyelesaikan tesis ini.
6. Bapak Dr. Dewa Nyoman Badera, SE., M.Si,

Bapak Dr. Made Gede

Wirakusuma, SE, M.Si, dan Bapak Dr. I.D.G Dharma Suputra, SE., M.Si., Ak
selaku Dosen Penguji.
7. Keluarga dan orang tua yang telah memberikan doa, motivasi dan semangat
kepada penulis selama pengerjaan tesis ini.
8. Komang Bayu Satria Wibawa, SH atas kasih sayang dan dukungannya kepada
penulis.
9. Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di Tingkat Biro Pemerintah Provinsi
Bali yang telah meluangkan waktu untuk menjadi partisipan.
10. Pegawai Tata Usaha Magister Akuntansi serta Rekan-rekan MAKSI.

Akhir kata, penulis menyampaikan terima kasih kepada semua pihak yang
tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah memberikan kontribusinya
kepada penulis baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian
tesis ini. Penulis juga mohon maaf kepada semua pihak jika ada kekurangan yang
tidak disengaja dalam tesis ini. Semoga tesis ini bermanfaat dan Ida Sang Hyang
Widhi Wasa selalu melimpahkan rahmat-Nya kepada kita semua.
Om Santi, Santi, Santi Om

Denpasar,

Juni 2014
Penulis

ABSTRAK

PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN


PENGENDALIAN INTERNAL PADA
KECURANGAN AKUNTANSI
(Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti adanya perbedaan


kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki
level penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi, dalam kondisi
terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian
internal serta memperoleh bukti adanya interaksi antara moralitas individu dan
pengendalian internal. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Kepala Sub
Bagian (Pejabat Eselon IV) Pemerintah Provinsi Bali. Rancangan penelitian yang
digunakan adalah rancangan eksperimen dengan desain faktorial 2X2.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran
moral rendah dan level penalaran moral tinggi. Individu dengan level moral yang
tinggi cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi jika dibandingkan
dengan individu dengan level moral yang rendah. Selain itu penelitian ini juga
membuktikan bahwa kecenderungan individu melakukan kecurangan akuntansi
dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Hipotesis ketiga
berhasil membuktikan bahwa terdapat interaksi antara moralitas individu dan
pengendalian internal. Individu dengan level moral rendah cenderung melakukan
kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal.
Kata kunci: kecurangan akuntansi, moralitas individu, pengendalian internal

10

ABSTRACT

INFLUENCE OF INDIVIDUAL MORALITY AND INTERNAL CONTROLS


ON FRAUD
(Experimental Study on the Regional Government of Bali Province)

The purpose of this study is to obtain evidence of whether there are


differences in the tendency to commit fraud among individuals who have a low
level of moral reasoning and high levels moral reasoning, in both present or
absent internal control element condition and obtain evidence as to whether there
was an interaction between individual morality and control internally. The
population in this study are Head of Section (Echelon IV) Bali Provincial
Government. This study uses experiment design with 2x2 factorial design to prove
those objectives.
The result of this study shows that there are differences in the tendency to
commit fraud among individuals who have a low level of moral reasoning and
high levels moral reasoning. Individuals with high levels of moral tend not to
commit fraud when compared with individuals with low moral level. In addition,
this study also indicates that the tendency of individuals to commit fraud in the
state there is no internal control element. The third hypothesis proves that there
was an interaction between individual morality and internal control. Individuals
who has low level of moral reasoning commit fraud in absent internal control
condition.
Keywords : fraud, morality, internal control

11

DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL .................................................................................................
PRASYARAT GELAR ...........................................................................
LEMBAR PENGESAHAN ....................................................................
PENETAPAN PANITIA PENGUJI ......................................................
SURAT PERNYATAAN BEBAS PLAGIAT .......................................
UCAPAN TERIMA KASIH ..................................................................
ABSTRAK ...............................................................................................
ABSTRACT ............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................
DAFTAR TABEL ...................................................................................
DAFTAR GAMBAR ...............................................................................
DAFTAR LAMPIRAN ...........................................................................

i i
ii
iii
iv
v
vi
ix
x
xi
xiii
xiv
xv

BAB I
1.1
1.2
1.3
1.4

PENDAHULUAN....................................................................
Latar Belakang...........................................................................
Rumusan Masalah......................................................................
Tujuan Penelitian........................................................................
Manfaat Penelitian......................................................................

1
1
7
8
9

BAB II
2.1
2.2
2.3
2.4
2.5
2.6

KAJIAN PUSTAKA................................................................
Teori Keagenan..........................................................................
Kecurangan Akuntansi...............................................................
Penalaran Moral.........................................................................
Pengendalian Internal.................................................................
Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Bali.............................
Penelitian Terdahulu..................................................................

10
10
13
18
21
25
27

KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS


PENELITIAN............................................................................
3.1 Kerangka Berpikir......................................................................
3.2 Konsep Penelitian.......................................................................
3.3 Hipotesis Penelitian....................................................................

30
30
33
34

BAB III

12

BAB IV
4.1
4.2
4.3
4.4

4.5

4.6
4.7
4.8

METODE PENELITIAN........................................................
Rancangan Penelitian.................................................................
Lokasi dan Waktu Penelitian......................................................
Penentuan Sumber Data.............................................................
Metode Penentuan Sampel.........................................................
4.4.1 Populasi.............................................................................
4.4.2 Sampel...............................................................................
Variabel Penelitian.....................................................................
4.5.1 Identifikasi Variabel..........................................................
4.5.2 Definisi Operasional Variabel...........................................
4.5.3 Pengukuran Variabel.........................................................
Prosedur Penelitian.....................................................................
Pilot Test....................................................................................
Teknik Analisis Data..................................................................
4.8.1 Statistik Deskriptif.............................................................
4.8.2 Uji Homogenitas...............................................................
4.8.3 Uji Normalitas...................................................................
4.8.4 Uji Hipotesis......................................................................

HASIL PENELITIAN...............................................................
Karakteristik Partisipan...............................................................
Statistik Deskriptif Grup.............................................................
Uji Instrumen Penelitian..............................................................
5.3.1 Uji Validitas......................................................................
5.3.2 Uji Reliabilitas..................................................................
5.4 Uji Asumsi Klasik ......................................................................
5.4.1 Uji Normalitas...................................................................
5.4.2 Uji Homogenitas...............................................................
5.5 Pengujian Hipotesis.....................................................................

38
38
41
41
42
42
42
43
43
43
45
48
49
50
50
50
51
52

BAB V
5.1
5.2
5.3

53
53
54
55
56
57
58
58
59
59

BAB VI PEMBAHASAN.......................................................................
6.1 Pembahasan Hasil Penelitian.....................................................
6.2 Penerapan Pengawasan Internal Pemerintah.............................

66
66
70

BAB VII SIMPULAN DAN SARAN......................................................


7.1 Simpulan ....................................................................................
7.2 Keterbatasan dan Saran ..............................................................

74
74
75

DAFTAR PUSTAKA....................................................................................
LAMPIRAN-LAMPIRAN

77

13

DAFTAR GAMBAR

No.

Gambar

Halaman

2.1

Fraud Triangle...........................................................................

17

3.1

Kerangka Berpikir......................................................................

30

3.2

Konsep Penelitian.......................................................................

33

4.1

Rancangan Penelitian.................................................................

40

5.1

Profile Plots Interaksi.................................................................

62

14

DAFTAR TABEL

No.

Tabel

Halaman

1.1

Jenis Perkara Korupsi Tahun 2004-2013...................................

2.1

Tingkat dan Tahapan Penalaran Moral......................................

20

4.1

Desain Eksperimen Faktorial 2x2..............................................

39

4.2

Lokasi Penelitian........................................................................

41

4.3

Skor Pernyataan Moralitas Individu..........................................

46

5.1

Karakteristik Partisipan..............................................................

54

5.2

Deskriptif Statistik....................................................................

55

5.3

Uji Validitas...............................................................................

56

5.4

Reliability Statistics....................................................................

57

5.5

One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test.....................................

58

5.6

Levene's Test..............................................................................

59

5.7

Tests of Between-Subjects Effects..............................................

60

15

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1

Penelitian-Penelitian Sebelumnya

Lampiran 2

Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali

Lampiran 3

Kuesioner Penelitian

Lampiran 4

Tabulasi Data

Lampiran 5

Hasil Pengolahan Data dengan SPSS Versi 19

16

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Perkembangan dunia akuntansi yang semakin pesat saat ini tidak hanya
membawa manfaat bagi masyarakat tetapi juga menjadi sumber masalah
kecurangan

(fraud)

yang

sangat

kompleks

seperti

misalnya

korupsi,

penyalahgunaan aset dan manipulasi laporan keuangan. Banyak kasus kecurangan


dalam akuntansi yang akhirnya terungkap di Indonesia seperti kasus kejahatan
perbankan, manipulasi pajak, keterlibatan 10 Kantor Akuntan Publik (KAP)
dalam pelaksanaan audit 37 bank sebelum terjadinya krisis keuangan pada tahun
1997, diajukannya manajemen Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan swasta
ke pengadilan, serta korupsi di komisi penyelenggara pemilu (Putra, 2012).
Shleifer dan Vishny (1993) serta Gaviria (2001) menyatakan bahwa
kecurangan akuntansi ditunjukkan oleh tingkat korupsi suatu negara. Indonesian
Corruption Watch (ICW) menyatakan tahun 2013 menjadi tahun dengan
kemarakan kasus korupsi. Setiap tahun Transparency International (TI)
meluncurkan Corruption Perception Index (CPI), sebuah indeks pengukuran
tingkat korupsi global. Rentang indeks CPI 2012 adalah 0-100 (0 dipersepsikan
sangat korup, 100 sangat bersih). Tahun 2012 skor Indonesia adalah 32, pada
urutan 118 dari 176 negara yang diukur. Secara regional Indonesia tidak banyak
mengalami perubahan, masih di jajaran bawah apabila dibandingkan skor CPI-nya

17

dengan negara-negara di kawasan Asia Tenggara. Skor 32 menunjukkan bahwa


Indonesia masih belum dapat keluar dari situasi korupsi.
Praktik kecurangan akuntansi tidak hanya terjadi pada sektor swasta, tetapi
juga banyak terjadi pada sektor pemerintahan. Hal ini dapat dibuktikan dengan
hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) atas laporan keuangan
pemerintah pusat dan laporan keuangan pemerintah daerah pada Semester I- tahun
2013 potensi kerugian negara mencapai Rp 56,98 triliun. Potensi kerugian negara
pada semester I- tahun 2013 lebih banyak disebabkan oleh kasus kelemahan
Sistem Pengendalian Intern (SPI) dan ketidakpatuhan terhadap perundangundangan. BPK menemukan sebanyak 13.969 kasus kelemahan SPI selama
semester 1- tahun 2013 (Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2013).
Kecurangan akuntansi yang terjadi di pemerintahan menyebabkan data dan
informasi laporan keuangan yang diterbitkan oleh pemerintah sangat tidak objektif
dan dapat menyesatkan pengguna laporan keuangan dalam menilai kinerja atau
bahkan dalam membuat keputusan. Hal tersebut akan menghambat tercapainya
tujuan dari akuntansi pemerintahan, yaitu (a) menjaga keuangan publik dengan
mencegah dan mendeteksi tindakan korupsi dan tindakan untuk mencari
keuntungan secara tidak beretika, (b) memfasilitasi pengelolaan keuangan
pemerintahan secara sehat, (c) membantu pemerintah dalam memberikan
akuntabilitas kepada masyarakat (Wilopo, 2006).
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai:
(1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah
saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan

18

keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul
dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan
penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva
entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Definisi fraud menurut
Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) RI (2007) adalah suatu jenis tindakan
melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu
dengan cara menipu. Definisi fraud di atas menunjukkan aspek dari fraud yaitu
penipuan (deception), ketidakjujuran (dishonest), dan niat (intent).
Teori keagenan sering digunakan untuk menjelaskan kecurangan akuntansi
(Jensen dan Meckling, 1976). Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya
konflik yang terjadi

antara principal dan agent untuk saling mencoba

memanfatkan pihak lain untuk kepentingan sendiri. Menurut Scott (2000) asimetri
informasi menimbulkan adanya moral hazard yaitu kegiatan yang dilakukan oleh
seorang manajer tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham, sehingga
manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan pemegang saham yang
melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika atau norma mungkin tidak layak
dilakukan. Prinsipal harus melakukan pengawasan terhadap kinerja manajemen
dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi tindakan
menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem pengendalian
tersebut diharapkan mampu mengurangi adanya perilaku menyimpang dalam
sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.

19

Bologna (1993) menjelaskan fraud dengan GONE Theory yang terdiri dari 4
(empat) faktor yang mendorong seseorang berperilaku menyimpang yaitu: Greed,
Opportunity, Need dan Exposure. Opportunity (kesempatan) dan Exposure
(pengungkapan) berhubungan dengan organisasi disebut juga faktor umum seperti
elemen pengendalian internal. Terdapat lima elemen pengendalian internal yang
harus dimiliki oleh organisasi (Arens dan Loebecke, 1999). Kelima elemen
tersebut antara lain: lingkungan pengendalian, penetapan risiko oleh manajemen,
sistem komunikasi dan informasi akuntansi, aktivitas pengendalian, dan
pemantauan. Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki
fungsi audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi.
Selain faktor di atas, terdapat faktor Greed (keserakahan) dan Need
(kebutuhan) yang berhubungan dengan individu sebagai pelaku kecurangan
(disebut dengan faktor individual). Faktor individual berhubungan dengan
perilaku yang melekat dari individu itu sendiri, dalam kaitannya faktor individu
ini berhubungan dengan moralitas. Salah satu teori perkembangan moral yang
banyak digunakan dalam penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg
(1969) menjelaskan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan
pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional.
Berbagai bukti empiris yang telah didapatkan menunjukkan bahwa faktorfaktor penyebab kecurangan akuntansi dibedakan menjadi faktor perusahaan
(eksternal) dan faktor dalam diri individu (internal) sebagai pelaku kecurangan itu
sendiri. Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan akar
dari permasalahan mengenai fraud. Mayangsari dan Wilopo (2002) membuktikan

20

bahwa internal birokrasi memberikan pengaruh terhadap kecurangan akuntansi


pemerintahan. Artinya, semakin baik pengendalian internal birokrasi, maka
semakin rendah tingkat kecurangan akuntansi pemerintah.
Level moral individu (tinggi dan rendah) dan elemen pengendalian internal
organisasi (ada dan tidak ada) merupakan faktor yang akan diteliti sebagai
penyebab terjadinya kecurangan akuntansi dengan menggunakan topik kasus
pengadaan barang dan jasa. Peneliti tertarik menggunakan kasus dengan topik
pengadaan barang dan jasa di instansi pemerintah karena berdasarkan data dari
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) per 30 September 2013, di tahun 2013
korupsi jenis penyuapan dan pengadaan barang/jasa sebagai jumlah jenis perkara
tertinggi di Indonesia.
Tabel 1.1
Jenis Perkara Korupsi Tahun 2004-2013
(per 30 September 2013)
Jenis Perkara

2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011 2012 2013

Jumlah

Pengadaan Barang/Jasa

12

14

18

16

16

10

109

Perijinan

13

Penyuapan

13

12

19

25

34

40

156

Pungutan

12

Penyalahgunaan Anggaran

10

38

Pencucian Uang

Merintangi proses KPK

Jumlah Keseluruhan

19

27

24

47

37

40

39

49

51

335

Sumber : Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), 2013


Eddy (2010) juga mengemukakan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja
Negara (APBN) setiap tahunnya, anggaran yang dialokasikan untuk pengadaan
barang/jasa instansi pemerintah diperkirakan mencapai 30% dari total anggaran
yang tersedia.

21

Penelitian ini merupakan pengembangan dari penelitian yang telah


dilakukan oleh Puspasari (2012) yang menguji pengaruh moralitas individu dan
pengendalian internal terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dengan
desain penelitian eksperimen pada konteks pemerintahan daerah. Perbedaan
penelitian ini terdapat pada beberapa hal. Perbedaan pertama terkait lokasi
penelitian yaitu pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali. Alasan pemilihan lokasi
penelitian adalah berdasarkan data Laporan Keuangan Pemerintah Daerah
(LKPD) yang menyatakan bahwa Provinsi Bali untuk yang keempat kalinya dan
secara berturut-turut sejak tahun 2009-2012 kembali mendapat opini Wajar
Dengan Pengecualian (WDP) dari pihak BPK RI Perwakilan Provinsi Bali.
Beberapa kelemahan yang menyebabkan BPK memberikan opini WDP
antara lain: belum jelasnya batas lokasi dan luasan serta belum adanya bukti
kepemilikan yang memadai terhadap asset tetap tanah milik pemerintah provinsi
Bali, belum sepenuhnya program sistem pertanian terintegrasi (simantri) tercapai,
serta belum sepenuhnya realisasi belanja bantuan sosial pada kegiatan kemitraan
Jaminan Kesehatan Bali Mandara (JKBM) sesuai ketentuan dan terdapat
kesalahan pencatatan administrasi dalam laporan keuangan. Informasi tersebut
menunjukkan bahwa penerapan sistem akuntansi dan pelaporan keuangan
pemerintah belum sepenuhnya memberikan pengaruh signifikan untuk mencegah
penyimpangan baik kesalahan ataupun kecurangan.
Perbedaan Kedua terletak pada pemilihan partisipan. Partisipan dalam
penelitian ini adalah Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) pada Satuan Kerja
Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Bali. Kebanyakan studi eksperimental

22

mengenai kecurangan akuntansi menggunakan para mahasiswa program S1 dan


S2 sebagai pengganti (surrogate) dari manajer yang telah berpengalaman.
Penggunaan mahasiswa ini menimbulkan keraguan mengenai ketepatan mereka
sebagai pengganti dari manajer yang berpengalaman (Chang et al., 2002).

1.2 Rumusan Masalah


Fraud triangle menjelaskan ketika tekanan situasional dan kesempatan
untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka
kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud
disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi. Albrecht
(2004) mengungkapkan bahwa salah satu motivasi individu dalam melakukan
kecurangan akuntansi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.
Individu dengan level penalaran moral rendah cenderung akan memanfaatkan
kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi tersebut
untuk kepentingan pribadinya (self-interest), misalnya melakukan tindakan
kecurangan akuntansi.
Senada dengan penelitian Albrecht (2004), penelitian Puspasari (2012) juga
mengungkapkan kondisi elemen pengendalian internal di dalam organisasi (ada
dan tidak ada pengendalian internal) dapat mempengaruhi individu dengan level
moral rendah untuk cenderung melakukan atau tidak melakukan kecurangan
akuntansi. Namun bagi individu dengan level moral tinggi, kondisi ada dan tidak
ada elemen pengendalian internal organisasi tidak akan membuatnya melakukan
kecurangan akuntansi yang akan merugikan organisasi dan masyarakat.

23

Berdasarkan latar belakang masalah dan hasil penelitian sebelumnya,


penelitian

ini

dilakukan

untuk

mengetahui

variasi

yang

terjadi

pada

kecenderungan kecurangan akuntansi yang akan dijelaskan oleh dua variabel,


yaitu variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal untuk
menjawab permasalahan:
a) Apakah terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara
individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah?
b) Apakah terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara
individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak
terdapat elemen pengendalian internal?
c) Apakah terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan
pengendalian internal dalam memengaruhi kecurangan akuntansi?

1.3 Tujuan Penelitian


Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah yang telah dipaparkan, maka
tujuan dilakukannya penelitian ini adalah:
a) Memperoleh bukti adanya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan
akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah dan
level penalaran moral tinggi.
b) Memperoleh bukti adanya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan
akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal
dan tidak terdapat elemen pengendalian internal.

24

c) Memperoleh bukti adanya interaksi antara

moralitas individu dan

pengendalian internal dalam memengaruhi kecurangan akuntansi.

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat yang diharapkan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
a) Manfaat Praktis
a. Memberikan bukti empiris mengenai ada tidaknya perbedaan kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level
penalaran moral rendah dan level penalaran moral tinggi dalam kondisi
terdapat

elemen

pengendalian

internal

dan

tidak

terdapat

elemen

pengendalian internal.
b. Memberikan masukan bagi Pemerintah Daerah Provinsi Bali untuk
mengevaluasi kebijakan yang dapat dilakukan untuk mencegah tindak
kecurangan di instansi pemerintah dan mengatasi kemungkinan terjadinya
praktik kecurangan akuntansi oleh pejabat pemerintah.
b) Manfaat Teoretis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan referensi bagi para peneliti yang
akan melakukan penelitian lebih lanjut berkaitan dengan masalah kecurangan
akuntansi.

25

BAB II
KAJIAN PUSTAKA

2.1 Teori Keagenan


Jensen dan Meckling (1976) mendefinisikan hubungan keagenan sebagai
kontrak antara satu orang atau lebih yang bertindak sebagai prinsipal (yaitu
pemegang saham) yang menunjuk orang lain sebagai agen (yaitu manajer) untuk
melakukan jasa untuk kepentingan prinsipal termasuk mendelegasikan kekuasaan
dalam pembuatan keputusan. Manajer sebagai pengelola perusahaan lebih banyak
mengetahui informasi internal dan prospek perusahaan di masa yang akan datang
dibandingkan pemilik (pemegang saham). Situasi ini akan memicu munculnya
suatu kondisi yang disebut sebagai asimetri informasi (information asymmetry).
Asimetri

informasi

merupakan

suatu

kondisi ketidakseimbangan

dalam

memperoleh informasi antara pihak manajemen sebagai penyedia informasi


(prepaper) dengan pihak pemegang saham sebagai pengguna informasi (user).
Scott (2000) menyatakan bahwa terdapat dua macam asimetri informasi yaitu:
a) Adverse selection, yaitu bahwa para manajer serta orang-orang dalam
lainnya biasanya mengetahui lebih banyak tentang keadaan dan prospek
perusahaan dibandingkan investor pihak luar. Fakta yang mungkin dapat
mempengaruhi keputusan yang akan diambil oleh pemegang saham
tersebut tidak disampaikan informasinya kepada pemegang saham.
b) Moral hazard, yaitu bahwa kegiatan yang dilakukan oleh seorang manajer
tidak seluruhnya diketahui oleh pemegang saham maupun pemberi

26

pinjaman sehingga manajer dapat melakukan tindakan di luar pengetahuan


pemegang saham yang melanggar kontrak dan sebenarnya secara etika
atau norma mungkin tidak layak dilakukan.
Adanya asimetri informasi memungkinkan adanya konflik yang terjadi
antara principal dan agent untuk saling mencoba memanfaatkan pihak lain untuk
kepentingan sendiri dan selalu berusaha untuk memaksimalkan fungsi utilitasnya
tersebut. Pemilik perusahaan harus melakukan pengawasan terhadap kinerja
manajemen dengan sistem pengendalian yang efektif untuk mengantisipasi
tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh pihak manajemen. Sistem
pengendalian

tersebut

diharapkan

mampu

mengurangi

adanya

perilaku

menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya kecurangan akuntansi.


Eisenhardt (1989) menjelaskan bahwa teori keagenan dilandasi oleh 3 (tiga)
buah asumsi yaitu:
a) Asumsi tentang sifat manusia
Asumsi tentang sifat manusia menekankan bahwa manusia memiliki sifat
untuk mementingkan diri sendiri (self interest), memiliki keterbatasan
rasionalitas (bounded rationality), dan tidak menyukai risiko (risk aversion)
b) Asumsi tentang keorganisasian
Asumsi keorganisasian adalah adanya konflik antar anggota organisasi,
efisiensi sebagai kriteria produktivitas, dan adanya Asymmetric Information
(AI) antara prinsipal dan agen.

27

c) Asumsi tentang informasi


Asumsi tentang informasi adalah bahwa informasi dipandang sebagai
barang komoditi yang bisa diperjualbelikan.
Berdasarkan asumsi sifat dasar manusia tersebut menyebabkan bahwa informasi
yang dihasilkan manusia untuk manusia lain selalu dipertanyakan reliabilitasnya
dan dapat dipercaya tidaknya informasi yang disampaikan.
Pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara sejalan dengan teori
keagenan (agency theory) yang menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah
sebagai agen dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil dari
prinsipal memiliki pola hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat
ketidakseimbangan pemilikan informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara
penuh tentang laporan pertanggungjawaban eksekutif atas pengelolaan anggaran,
apakah pertanggungjawaban pengelolaan anggaran telah mencerminkan kondisi
sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan
sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan
secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut.
Jensen dan Meckling (1976), Brickley dan James (1987), dan Shivdasani
(1993) menjelaskan bahwa prinsipal dapat memecahkan permasalahan agensi
dengan mengeluarkan biaya monitoring. Hasil monitoring yang baik memerlukan
pengendalian

internal

perusahaan

yang

efektif.

Manajemen

perusahaan

seharusnya melaksanakan aturan akuntansi dengan benar agar dapat mengatasi


permasalahan keagenan.

28

2.2 Kecurangan Akuntansi (Fraud)


Ikatan Akuntan Indonesia (IAI) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai:
(1) Salah saji yang timbul dari kecurangan dalam pelaporan keuangan yaitu salah
saji atau penghilangan secara sengaja jumlah atau pengungkapan dalam laporan
keuangan untuk mengelabui pemakai laporan keuangan, (2) Salah saji yang timbul
dari perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan
penyalahgunaan atau penggelapan) yang berkaitan dengan pencurian aktiva
entitas yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan Prinsip
Akuntansi yang Berlaku Umum (PABU) di Indonesia. Perlakuan tidak semestinya
terhadap aktiva entitas dapat dilakukan dengan berbagai cara, termasuk
penggelapan tanda terima barang atau uang, pencurian aktiva, atau tindakan yang
menyebabkan entitas membayar barang atau jasa yang tidak diterima oleh entitas.
Perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva dapat disertai dengan catatan atau
dokumen palsu atau yang menyesatkan dan dapat menyangkut satu atau lebih
individu di antara pegawai atau pihak ketiga.
Perspektif kecurangan menurut Bologna (1993) dari sudut pandang
akuntansi dan audit, kecurangan adalah penggambaran yang salah dari fakta
material dalam buku besar atau laporan keuangan. Pernyataan yang salah dapat
ditujukan pada pihak luar organisasi seperti pemegang saham atau kreditor, atau
pada organisasi itu sendiri dengan cara menutupi atau menyamarkan penggelapan
uang, ketidakcakapan, penerapan dana yang salah atau pencurian atau penggunaan
aktiva organisasi yang tidak tepat oleh petugas, pegawai dan agen. Kecurangan
dapat juga ditujukan pada organisasi oleh pihak luar, misalnya, penjual, pemasok,

29

kontraktor, konsultan dan pelanggan, dengan cara penagihan yang berlebihan, dua
kali penagihan, substitusi material yang lebih rendah mutunya, pernyataan yang
salah mengenai mutu dan nilai barang yang dibeli, atau besarnya kredit pelanggan.
Association of Certified Fraud Examiners (ACFE) sebagai salah satu
asosiasi di

Amerika

Serikat

yang

melakukan usaha

pencegahan dan

pemberantasan kecurangan akuntansi mengkategorikan kecurangan dalam tiga


kelompok yaitu:
a) Kecurangan Laporan Keuangan (Financial Statement Fraud)
Tindakan yang dilakukan oleh pejabat atau eksekutif suatu perusahaan atau
instansi pemerintah untuk menutupi kondisi keuangan yang sebenarnya
dengan melakukan rekayasa keuangan dalam penyajian laporan keuangannya
untuk memperoleh keuntungan.
b) Penyalahgunaan aset (Asset Misappropriation)
Penyalahgunaan/pencurian aset atau harta perusahaan atau pihak lain. Ini
merupakan bentuk fraud yang paling mudah dideteksi karena sifatnya yang
dapat diukur/dihitung (defined value).
c) Korupsi (Corruption)
Jenis fraud ini yang paling sulit dideteksi karena menyangkut kerja sama
dengan pihak lain. Fraud jenis ini yang terbanyak terjadi di negara-negara
berkembang yang penegakan hukumnya lemah dan masih kurang kesadaran
akan tata kelola yang baik sehingga faktor integritasnya masih dipertanyakan.
Bentuk-bentuk korupsi antara lain: penyalahgunaan wewenang/konflik
kepentingan (conflict of interest), penyuapan (bribery), penerimaan yang

30

tidak sah/ilegal (ilegal gratuities), dan pemerasan secara ekonomi (economic


extortion).
Adapun definisi fraud menurut BPK RI (2007) adalah sebagai satu jenis tindakan
melawan hukum yang dilakukan dengan sengaja untuk memperoleh sesuatu
dengan cara menipu. Di samping itu, Kitab Undang-Undang Hukum Pidana atau
KUHP menyebutkan beberapa pasal yang mencakup pengertian fraud seperti:
a) Pasal 362: Pencurian adalah mengambil sesuatu, yang seluruhnya atau
sebagian kepunyaan orang lain, dengan maksud untuk dimiliki secara
melawan hukum
b) Pasal 368: Pemerasan dan Pengancaman adalah menguntungkan diri sendiri
atau orang lain secara melawan hukum, memaksa seseorang dengan
kekerasan atau ancaman kekerasan untuk memberikan barang sesuatu, yang
seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang itu atau orang lain, atau
supaya membuat utang maupun menghapuskan piutang
c) Pasal 372: Penggelapan adalah dengan sengaja dan melawan hukum memiliki
barang sesuatu yang seluruhnya atau sebagian adalah kepunyaan orang lain,
tetapi yang ada dalam kekuasaannya bukan karena kejahatan
d) Pasal 378: Perbuatan Curang adalah menguntungkan diri sendiri atau orang
lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat
palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan
orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya
memberi utang maupun menghapuskan piutang

31

e) Pasal 209, 210, 387, 388, 415, 417, 418, 419, 420, 423, 425, dan 435 yang
secara khusus diatur dalam Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana
Korupsi (Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999).
Dari definisi di atas, terkandung aspek dari fraud adalah penipuan (deception),
ketidakjujuran (dishonest) dan niat (intent).
Cressey (1953) mengemukakan tiga penyebab atau pemicu fraud sebagai
berikut.
a) Tekanan (Unshareable pressure/ incentive)
Tekanan melakukan fraud, antara lain faktor ekonomi, alasan emosional (iri/
cemburu, balas dendam, kekuasaan, gengsi), nilai (values) dan karena
dorongan keserakahan. Menurut SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi
yang umum terjadi pada pressure yang dapat mengakibatkan kecurangan.
Kondisi tersebut adalah financial stability, external pressure, personal
financial need, dan financial targets.
b) Adanya kesempatan/ peluang (Perceived Opportunity)
Kesempatan yaitu kondisi atau situasi yang memungkinkan seseorang
melakukan atau menutupi tindakan tidak jujur. Biasanya hal ini dapat terjadi
karena adanya

internal

control

perusahaan

yang

lemah,

kurangnya

pengawasan, dan/atau penyalahgunaan wewenang. Di antara elemen fraud


triangle, opportunity merupakan elemen yang paling memungkinkan untuk
diminimalisasi melalui penerapan proses, prosedur, dan kontrol serta upaya
deteksi dini terhadap fraud.

32

c) Rasionalisasi (Rationalization)
Rasionalisasi ditunjukkan saat pelaku mencari pembenaran sebelum melakukan
kejahatan, bukan sesudah melakukan tindakan tersebut. Rasionalisasi
diperlukan agar si pelaku dapat mencerna perilakunya yang ilegal untuk tetap
mempertahankan jati dirinya sebagai orang yang dipercaya, tetapi setelah
kejahatan dilakukan, rasionalisasi ini ditinggalkan karena sudah tidak
dibutuhkan lagi. Rasionalisasi atau sikap (attitude) yang paling banyak
digunakan adalah hanya meminjam (borrowing) asset yang dicuri dan alasan
bahwa tindakannya untuk membahagiakan orang-orang yang dicintainya.
Fraud triangle ditunjukkan oleh Gambar 2.1.

Gambar 2.1
Fraud Triangle
Sumber : Cressey (1953)

33

2.3 Penalaran Moral


Istilah Moral berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata moral yaitu mos
sedangkan bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing memiliki arti yang
sama yaitu kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata etika, maka
secara etimologis, kata etika sama dengan kata moral karena kedua kata tersebut
sama-sama memiliki arti yaitu kebiasaan, adat. Arti kata moral adalah nilai-nilai
dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu etika dari bahasa Yunani dan moral dari bahasa Latin.
Moralitas (dari kata sifat Latin moralis) memiliki arti yang pada dasarnya sama
dengan moral, hanya ada nada lebih abstrak. Moralitas adalah sifat moral atau
keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan buruk.
Salah satu teori perkembangan moral yang banyak digunakan dalam
penelitian etika adalah model Kohlberg. Kohlberg (1969) menyatakan bahwa
moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan pre-conventional, tahapan
conventional dan tahapan post-conventional. Welton et al. (1994) menyatakan
bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh
level penalaran moralnya. Hasil dari beberapa studi yang dipaparkan dalam
Liyanarachi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu mereka
akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Orang dengan level penalaran moral
yang rendah berperilaku berbeda dengan orang yang memiliki level penalaran
moral yang tinggi ketika menghadapi dilema etika. Semakin tinggi level penalaran

34

moral seseorang, maka individu tersebut semakin mungkin untuk melakukan hal
yang benar.
Individu akan melakukan suatu tindakan karena takut terhadap hukum/
peraturan yang ada jika berada pada tahapan yang paling rendah (preconventional). Selain itu individu pada level moral ini juga akan memandang
kepentingan pribadinya sebagai hal yang utama dalam melakukan suatu tindakan.
Pada tahap kedua (conventional), individu akan mendasarkan tindakannya pada
persetujuan teman-teman dan keluarganya dan juga pada norma-norma yang ada
di masyarakat. Pada tahap tertinggi (post-conventional), individu mendasari
tindakannya dengan memperhatikan kepentingan orang lain dan berdasarkan
tindakannya pada hukum-hukum universal. Menurut Welton et al. (1994) dalam
setiap stage Kohlberg, individu memiliki pandangan sendiri mengenai versi hal
yang benar menurutnya. Individu dalam stage 1 merasa bahwa hal yang benar
adalah apa yang menjadi kepentingan individu tersebut. Individu dalam stage 2
menganggap bahwa hal yang benar adalah hasil dari pertukaran yang imbang,
persetujuan maupun posisi tawar yang imbang. Individu dalam stage 3 merasa
bahwa hal yang benar adalah terkait dengan pengharapan akan kepercayaan,
loyalitas, dan respek dari teman-teman dan keluarganya. Individu dalam stage 4
menganggap bahwa hal yang benar adalah dengan membuat kontribusi untuk
masyarakat, grup atau institusi. Individu dalam stage 5 dan stage 6 menganggap
bahwa kebenaran adalah mendasarkan diri pada prisip-prinsip etis, persamaan hak
manusia dan harga diri sebagai seorang makhluk hidup. Ringkasan mengenai
tahapan moral model Kohlberg dipaparkan pada Tabel 2.1.

35

Tabel 2.1
Tingkat dan Tahapan Penalaran Moral
Tingkat
Tahap/ Stage
1. Pre-conventional
1. Orientasi kepatuhan dan Hukuman
Pada level ini individu
Pemahaman individu tentang baik dan
mengenal
moralitas
buruk
ditentukan
oleh
otoritas.
berdasarkan dampak yang
Kepatuhan terhadap aturan adalah untuk
ditimbulkan
oleh
suatu
menghindari hukuman dari otoritas.
perbuatan,
yaitu 2. Orientasi hedonistik-instrumental
menyenangkan (hadiah) atau
Suatu perbuatan dinilai baik apabila
menyakitkan
(hukuman).
berfungsi sebagai instrumen untuk
Individu
tidak
melanggar
memenuhi kebutuhan atau kepuasan
aturan karena takut akan
diri.
ancaman
hukuman
dari
otoritas.
2. Conventional
3. Orientasi individu yang baik
Suatu perbuatan dinilai baik
Tindakan berorientasi pada orang lain.
oleh
individu
apabila
Suatu perbuatan dinilai baik apabila
mematuhi harapan otoritas atau
menyenangkan bagi orang lain.
kelompok sebayanya.
4. Orientasi keteraturan dan otoritas
Perilaku yang dinilai baik adalah
menunaikan kewajiban, menghormati
otoritas, dan memelihara ketertiban
sosial.
3. Post-conventional
5. Orientasi kontrol sosial-legalistik
Pada level ini aturan dan
Ada semacam perjanjian antara dirinya
institusi dari masyarakat tidak
dan lingkungan sosial. Perbuatan dinilai
dipandang sebagai tujuan
baik apabila sesuai dengan perundangakhir, tetapi diperlukan sebagai
undangan yang berlaku.
subjek.
Individu
menaati 6. Orientasi kata hati
aturan sesuai dengan prinsipKebenaran ditentukan oleh kata hati,
prinsip etika universal.
sesuai dengan prinsip-prinsip etika
universal yang bersifat abstrak dan
penghormatan
terhadap
martabat
manusia.
Sumber : Desmita (2005)

36

2.4 Pengendalian Internal


Definisi sistem pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah No.60
tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah proses
yang integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus
oleh pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Boynton et al.(2003) mendefinisikan aktivitas pengendalian
sebagai kebijakan dan prosedur yang membantu memastikan bahwa perintah
manajemen telah dilakukan. Aktivitas pengendalian membantu memastikan
bahwa tindakan yang diperlukan berkenaan dengan risiko yang diambil untuk
pencapaian tujuan organisasi.
Sistem pengendalian internal pemerintah terdiri dari lima unsur, yaitu :
a) Lingkungan pengendalian, merupakan kondisi dalam instansi pemerintah
yang dapat membangun kesadaran semua personil akan pentingnya
pengendalian suatu organisasi dalam menjalankan aktivitas yang menjadi
tanggung jawabnya sehingga meningkatkan efektivitas pengendalian
internal.
b) Penilaian risiko, merupakan kegiatan penilaian atas kemungkinan
terjadinya situasi yang mengancam pencapaian tujuan dan sasaran instansi
pemerintah yang meliputi kegiatan identifikasi, analisis, dan mengelola
risiko yang relevan bagi proses atau kegiatan organisasi.

37

c) Kegiatan pengendalian, merupakan tindakan yang diperlukan untuk


mengatasi risiko serta penerapan dan pelaksanaan kebijakan dan prosedur
untuk memastikan bahwa tindakan mengatasi risiko telah dilaksanakan
secara efektif.
d) Informasi dan komunikasi. Informasi merupakan data yang telah diolah
yang dapat digunakan untuk pengambilan keputusan dalam rangka
penyelenggaraan tugas dan fungsi instansi pemerintah, sedangkan
komunikasi merupakan proses penyampaian pesan atau informasi dengan
menggunakan simbol atau lambang tertentu baik secara langsung maupun
tidak langsung untuk mendapatkan umpan balik.
e) Pemantauan, merupakan proses penilaian atas mutu kinerja sistem
pengendalian internal dan proses yang memberikan keyakinan bahwa
temuan audit dan evaluasi lainnya segera ditindaklanjuti.
Coram et al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang memiliki fungsi
audit internal akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi. Pengendalian
akuntansi merupakan bagian dari sistem pengendalian internal, meliputi struktur
organisasi, metode, dan ukuran-ukuran yang dikoordinasikan terutama untuk
menjaga kekayaan organisasi serta mengecek ketelitian dan keandalan data
akuntansi (Bastian, 2006).
Mulyadi (2009) menyatakan pihak-pihak yang bertanggung jawab terhadap
pengendalian intern menurut SA Seksi 319 diantaranya adalah:
a) Manajemen,

bertanggung

jawab

untuk

mengembangkan

menyelenggarakan secara efektif pengendalian internal organisasinya.

38

dan

b) Direktur utama perusahaan bertanggung jawab unutk menciptakan atmosfer


pengendalian di tingkat puncak, agar kesadaran terhadap pentingnya
pengendalian menjadi tumbuh di seluruh organisasi.
c) Direktur bagian keuangan dan akuntansi menjalankan peran penting dalam
perancangan, implementasi, dan pemantauan sistem pelaporan keuangan
organisasi, penyusunan rencana dan anggaran perusahaan, penilaian dan
analisis kinerja, serta pencegahan dan pendeteksian pelaporan keuangan yang
menyesatkan.
d) Dewan komisaris dan komite audit. Dewan komisaris bertanggung jawab
untuk memeriksa apakah manajemen memenuhi tanggung jawab mereka
dalam mengembangkan dan menyelenggarakan pengendalan internal,
sedangkan fungsi komite audit secara langsung berdampak pada auditor.
e) Auditor internal, bertanggung jawab untuk memeriksa dan mengevaluasi
memadai atau tidaknya pengendalian internal entitas dan membuat
rekomendasi peningkatannya.
f) Personel lain entitas. Peran dan tanggung jawa semua personel lain yang
menyediakan informasi atau menggunakan informasi yang dihasilkan oleh
pengendalian internal harus ditetapkan dan dikomunikasikan dengan baik.
g) Auditor independen. Sebagai bagian dari prosedur auditnya terhadap laporan
keuangan, auditor dapat menemukan kelemahan pengendalaian internal
kliennya, sehingga ia dapat mengkomunikasikan temuan auditnya tersebut
kepada manajemen, komite audit, atau dewan komisaris.

39

h) Pihak luar lain. Pihak luar lain yang bertanggung jawab atas pengendalian
internal entitas adalah badan pengatur (regulatory body), seperti Bank
Indonesia dan Bapepam. Badan pengatur ini mengeluarkan persyaratan
minimum pengendalian internal yang harus dipenuhi oleh suatu entitas dan
memantau kepatuhan entitas terhadap persyaratan tersebut.
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) merupakan instansi pemerintah
daerah yang menerima dan menggunakan anggaran untuk menjalankan tugas
pokok dan fungsinya, oleh karena itu memiliki kewajiban untuk membuat
akuntabilitas keuangan. Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4
Tahun

2011 tentang Organisasi dan Tata Kerja Perangkat Daerah yang

dinyatakan sebagai Perangkat Daerah adalah unsur pembantu kepala daerah dalam
penyelenggaraan pemerintahan daerah yang terdiri dari sekretariat daerah,
sekretariat DPRD, dinas daerah dan lembaga teknis daerah.
Akuntabilitas keuangan instansi pemerintahan Daerah kabupaten/kota
merupakan suatu perwujudan pertanggungjawaban suatu instansi pemerintah atas
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dalam
menjalankan program dan kegiatan untuk melaksanakan misi organisasi guna
mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan. Sistem pengendalian internal
yang efektif memungkinkan terciptanya akuntabilitas keuangan dan sebagai upaya
mencegah organisasi dari kecenderungan kecurangan akuntansi yang dapat
dilakukan oleh manajer dan bawahannya.

40

2.5 Pengelolaan Keuangan Daerah Provinsi Bali


Pengelolaan Keuangan Daerah adalah keseluruhan kegiatan yang meliputi
perencanaan, pelaksanaan, penatausahaan, pelaporan, pertanggungjawaban, dan
pengawasan keuangan daerah. Pengelolaan keuangan daerah meliputi kekuasaan
pengelolaan keuangan daerah, azas umum dan struktur Anggaran Pendapatan dan
Belanja Daerah (APBD), penyusunan rancangan APBD, penetapan APBD,
penyusunan dan penetapan APBD bagi daerah yang belum memiliki DPRD,
pelaksanaan APBD, perubahan APBD, pengelolaan kas, penatausahaan keuangan
daerah, akuntansi keuangan daerah, pertanggungjawaban pelaksanaan APBD,
pembinaan dan pengawasan pengelolaan keuangan daerah, kerugian daerah, dan
pengelolaan keuangan Badan Layanan Umum Daerah (BLUD).
Pengelolaaan keuangan daerah dimulai dengan perencanaan/penyusunan
APBD. APBD disusun sesuai dengan kebutuhan penyelenggaraan pemerintahan
dan kemampuan pendapatan daerah.

APBD

memiliki fungsi otorisasi,

perencanaan, pengawasan, alokasi, distribusi, dan stabilisasi. APBD, perubahan


APBD, dan pertanggungjawaban pelaksanaan APBD setiap tahun ditetapkan
dengan peraturan daerah. APBD yang disusun oleh pemerintah daerah telah
mengalami perubahan dari yang bersifat inkramental menjadi anggaran berbasis
kinerja sesuai dengan tuntutan reformasi.
Mardiasmo (2002) menyatakan bahwa terdapat lima prinsip manajemen
keuangan daerah yang diperlukan untuk mengontrol kebijakan keuangan daerah
meliputi:

41

a. Akuntabilitas, mensyaratkan bahwa dalam mengambil suatu keputusan


hendaknya berperilaku sesuai dengan mandat yang diterimanya. Kebijakan
yang dihasilkan harus dapat diakses dan dikomunikasikan secara vertikal
maupun horisontal dengan baik.
b. Value for money, prinsip ini digunakan dalam pengelolaan keuangan daerah
dan anggaran daerah dengan ekonomis, efektif, dan efisien.
c. Kejujuran dalam mengelola keuangan publik, dalam pengelolaan keuangan
daerah harus dipercayakan kepada pegawai yang memiliki integritas dan
kejujuran yang tinggi, sehingga potensi munculnya praktik korupsi dapat
diminimalkan.
d. Transparansi, merupakan keterbukaan pemerintah dalam membuat kebijakankebijakan keuangan daerah sehingga dapat diketahui dan diawasi oleh Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) maupun masyarakat.
e. Pengendalian, dalam pengelolaan keuangan daerah perlu dilakukan
monitoring terhadap penerimaan maupun pengeluaran Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah (APBD), sehingga bila terjadi selisih dapat dengan segera
dicari penyebab timbulnya selisih.

42

2.6 Penelitian Terdahulu


Banyak penelitian-penelitian sebelumnya yang meneliti mengenai fraud.
Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa faktor perilaku merupakan akar dari
permasalahan mengenai fraud. Ramamoorti menginterpretasikan segitiga fraud
dari Association of Certified Fraud Examiners (ACFE), sekaligus menambahkan
perilaku-perilaku lain diluar segitiga fraud yang dapat juga menyebabkan fraud.
Sebuah study ACFE (1996) menjelaskan bahwa seorang individu dengan
tingkat integritas tinggi dan tekanan (kebutuhan) serta kesempatan terbatas untuk
melakukan fraud cendrung bersifat jujur, sebaliknya individu yang integritas
pribadinya kurang, ketika ditempatkan dalam situasi tekanan kebutuhan
meningkat dan diberikan kesempatan cenderung melakukan fraud asalkan
kebutuhannya terpenuhi. Pemerintahan dapat mengurangi kemungkinan terjadinya
kecurangan akuntansi dengan mengetahui sifat dan karakteristik manusia yang
paling mungkin melakukan kecurangan.
Booz-Allen dan Hamilton (1999) menunjukkan bahwa Indonesia memiliki
indeks paling rendah dalam hal indeks good governance dan indeks korupsi
dibandingkan dengan beberapa negara Asia Tenggara lainnya. Semakin rendah
angka indeks maka semakin rendah tingkat good governance dan semakin tinggi
tingkat korupsi dan hal ini menunjukkan pula bahwa akuntabilitas belum berjalan
sepenuhnya. Adanya indikasi kecurangan akuntansi di sebuah organisasi, tentu
akan mengurangi kualitas pelaporan organisasi yang nantinya akan berimbas pada
pengelolaan sumber daya ekonomi yang tidak tepat.

43

Wilopo

(2006)

meneliti

faktor-faktor

yang

mendorong

terjadinya

kecurangan akuntansi dengan variabel bebas keefektifan pengendalian intern,


kesesuaian kompensasi, ketaatan pada aturaan akuntansi, asimetris informasi,
moralitas manajemen, serta variabel terikat perilaku tidak etis dan kecendrungan
kecurangan akuntansi. Pada penelitian Wilopo yang dijadikan sampel adalah
Perusahaan terbuka dan BUMN di seluruh Indonesia dengan metode pengambilan
sampel adalah stratified random sampling, yaitu mengelompokkan perusahaan
berdasarkan sembilan sektor usaha. Penelitian ini membuktikan serta mendukung
hipotesis yang menyatakan bahwa perilaku tidak etis manajemen dan
kecenderungan kecurangan akuntansi dapat diturunkan dengan meningkatkan
keefektifan

pengendalian

internal,

ketaatan

aturan

akuntansi,

moralitas

manajemen, serta menghilangkan asimetri informasi. Namun penelitian ini


menemukan hal yang bertentangan dengan hipotesis serta teori dan hasil
penelitian sebelumnya, bahwa kompensasi yang sesuai yang diberikan perusahaan
ternyata tidak menurunkan perilaku tidak etis dan kecenderungan kecurangan
akuntansi. Hal ini disebabkan kompensasi yang diberikan perusahaan ternyata
tidak sesuai dengan keinginan manajemen perusahaan, serta hasil yang diperoleh
dari perilaku tidak etis dan kecurangan akuntansi lebih besar dibanding
kompensasi yang diterimanya.
Betts (2009) menemukan alasan mengapa pegawai suatu organisasi
melakukan fraud ditinjau dari sisi psikologis dengan menggolongkan demografis
pelaku fraud di Amerika dilihat dari latar belakang pendidikan dan usia.
Penelitian ini dilakukan di Amerika dalam kurun waktu tahun dua tahun, yaitu

44

selama tahun 2006-2008. Hasil dari penelitian ini adalah bahwa kecurangan
akuntansi di Amerika didominasi oleh lulusan strata 1, uang yang diambil secara
nominal lebih banyak jumlahnya oleh lulusan strata 2, dan usia individu yang
paling banyak melakukan kecurangan akuntansi 41-50 tahun.
Puspasari (2012) menguji pengaruh moralitas individu dan pengendalian
internal terhadap kecenderungan individu untuk melakukan kecurangan akuntansi
di

sektor

pemerintahan.

dihipotesiskan

saling

Moralitas

berinteraksi

individu
dalam

dan

pengendalian

mempengaruhi

internal

kecenderungan

kecurangan akuntansi. Untuk menguji hal tersebut dilakukan eksperimen yang


melibatkan

mahasiswa

pascasarjana

Magister

Ekonomika

Pembangunan

Universitas Gadjah Mada. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat interaksi


antara moralitas individu dan pengendalian internal. Individu dengan level moral
rendah cenderung melakukan kecurangan akuntansi pada kondisi tidak terdapat
elemen pengendalian internal. Ringkasan penelitian-penelitian sebelumnya dapat
dilihat pada Lampiran 1.

45

BAB III
KERANGKA BERPIKIR, KONSEP, DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Berpikir


Kerangka berpikir merupakan hasil dari sintesis teori dan kajian pustaka
yang dikaitkan dengan masalah yang dihadapi. Berikut merupakan kerangka
berpikir penelitian ini:

Gambar 3.1 Kerangka Berpikir

46

Kerangka berpikir yang mendasari penelitian ini adalah kajian teori dan
beberapa

penelitian

mengenai

kecurangan

akuntansi.

Teori

keagenan

mencerminkan pola pertanggungjawaban pengelolaan keuangan negara yang


menciptakan hubungan keagenan. Pemerintah sebagai agen dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) sebagai wakil dari prinsipal memiliki pola
hubungan yang tak terpisahkan, tetapi terdapat ketidakseimbangan pemilikan
informasi. DPRD tidak memiliki informasi secara penuh tentang laporan
pertanggungjawaban

eksekutif

pertanggungjawaban

pengelolaan

atas

pengelolaan

anggaran

telah

anggaran,

mencerminkan

apakah
kondisi

sesungguhnya, yaitu sesuai dengan peraturan perundang-undangan, menerapkan


sistem pengendalian internal yang memadai, dan telah melakukan pengungkapan
secara penuh atas pertanggungjawaban pengelolaan anggaran tersebut.
Adanya indikasi kecurangan akuntansi di pemerintah, tentu akan
mengurangi kualitas pelaporan organisasi yang nantinya akan berimbas pada
pengelolaan sumberdaya ekonomi yang tidak tepat. Pengawasan terhadap kinerja
manajemen dengan melaksanakan sistem pengendalian yang efektif sangat
diperlukan untuk mengantisipasi tindakan menyimpang yang dapat dilakukan oleh
pihak manajemen. Sistem pengendalian tersebut diharapkan mampu mengurangi
adanya perilaku menyimpang dalam sistem pelaporan, termasuk adanya
kecurangan akuntansi.
Ramamoorti (2008) menyatakan bahwa rasionalisasi dan tekanan adalah
faktor-faktor penyebab kecurangan akuntansi yang didasari oleh kondisi
psikologis pelaku. Dorminey et al. (2011) menyatakan bahwa faktor rasionalisasi

47

dan tekanan merupakan karakteristik pelaku kecurangan akuntansi yang tidak


dapat diobservasi karena mustahil untuk mengetahui apa yang dipikirkan oleh
pelaku ketika akan melakukan kecurangan akuntansi.
Kecurangan akuntansi sangat erat hubungannya dengan etika. Kecurangan
akuntansi merupakan suatu tindakan ilegal sebagai bagian dari perilaku tidak etis,
oleh karena itu ada hukum yang harus ditegakkan sebagai bagian dari usaha
penegakan standar moral. Beberapa penelitian di bidang etika menggunakan teori
perkembangan moral untuk mengobservasi dasar individu melakukan suatu
tindakan. Salah satu yang sering digunakan adalah teori mengenai level penalaran
moral Kohlberg. Mengetahui level penalaran moral seseorang akan menjadi dasar
untuk mengetahui kecenderungan individu melakukan suatu tindakan tertentu,
terutama yang berkaitan dengan dilema etika, berdasarkan level penalaran
moralnya. Welton et al. (1994) menyatakan bahwa kemampuan individu dalam
menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh level penalaran moralnya.
Wilopo (2006) menemukan bahwa semakin tinggi level penalaran moral
individu akan semakin cenderung tidak berbuat kecurangan akuntansi. Bernardi
dan Guptill (2008) menemukan bahwa semakin tinggi level moral individu akan
semakin sensitif terhadap isu-isu etika. Selain faktor rasionalisasi yang berkaitan
erat dengan etika, faktor lain yang menjadi penyebab kecurangan akuntansi adalah
faktor kesempatan. Salah satu penyebab adanya kesempatan untuk melakukan
kecurangan akuntansi adalah kurangnya pengawasan dan lemahnya pengendalian
internal organisasi. Coram et

al. (2008) menjelaskan bahwa organisasi yang

memiliki fungsi internal audit akan lebih dapat mendeteksi kecurangan akuntansi.

48

Penelitian dari Hernandez dan Groot (2007) menemukan bahwa etika dan
lingkungan pengendalian merupakan dua hal yang sangat penting terkait
kecenderungan seseorang dalam melakukan kecurangan akuntansi.
Penelitian ini akan mengkolaborasikan teori mengenai kecurangan akuntansi
dan etika dalam konteks pemerintahan daerah Provinsi Bali. Level moral individu
(tinggi dan rendah) dan elemen pengendalian internal organisasi (ada dan tidak
ada) merupakan faktor yang akan diteliti sebagai penyebab terjadinya kecurangan
akuntansi.

3.2 Konsep Penelitian


Konsep penelitian merupakan hubungan logis dari landasan teori dan kajian
empiris. Konsep disajikan dalam Gambar 3.2 berikut ini.

Variabel independen
1. Moralitas Individu
(Level Moral Tinggi dan Rendah)
2. Pengendalian Internal
(ada dan tidak ada
elemen pengendalian internal)

Variabel Dependen
Kecurangan Akuntansi

Gambar 3.2 Konsep Penelitian


Berdasarkan kerangka berpikir yang telah dikemukakan sebelumnya,
penelitian ini akan menganalisis apakah terdapat perbedaan kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran
moral tinggi dan level penalaran moral rendah dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian internal. Konsep

49

penelitian yang diajukan dalam gambar tersebut merupakan kerangka konseptual


dan sebagai alur pemikiran dalam menguji hipotesis.

3.3 Hipotesis Penelitian


Liyanarachi (2009) menunjukkan bahwa level penalaran moral individu
akan mempengaruhi perilaku etis mereka. Welton et al. (1994) juga menyatakan
bahwa kemampuan individu dalam menyelesaikan dilema etika dipengaruhi oleh
level penalaran moralnya. Individu dengan level penalaran moral yang rendah
berperilaku berbeda dengan individu yang memiliki level penalaran moral yang
tinggi ketika menghadapi dilema etika. Individu yang memiliki level penalaran
moral rendah cenderung akan melakukan hal-hal yang menguntungkan dirinya
sendiri dan menghindari hal-hal yang dapat menimbulkan sanksi hukum. Individu
dengan level penalaran moral tinggi di dalam tindakannya akan memperhatikan
kepentingan orang-orang di sekitarnya dan mendasarkan tindakannya pada
prinsip-prinsip moral. Menurut Moroney dan McDevitt (2008) individu dengan
level penalaran moral tinggi dalam perbuatannya akan lebih berorientasi pada
prinsip-prinsip moral yang universal.
Fraud triangle menjelaskan bahwa ketika tekanan situasional dan
kesempatan untuk melakukan fraud tinggi namun integritas personal rendah maka
kemungkinan terjadinya fraud akan sangat tinggi. Kesempatan yang dimaksud
disini adalah kondisi pengendalian internal dalam sebuah organisasi. Albrecht
(2004) menyatakan bahwa salah satu motivasi individu dalam melakukan
kecurangan akuntansi adalah keinginan untuk mendapatkan keuntungan pribadi.

50

Puspasari (2012) menemukan adanya interaksi antara moralitas individu dan


pengendalian internal dalam mempengaruhi kecenderungan kecurangan akuntansi.
Interaksi yang dimaksud adalah perubahan pada satu level faktor level moral atau
pada kondisi pengendalian internal, akan menyebabkan perubahan individu dalam
melakukan kecurangan akuntansi. Individu dengan level penalaran moral rendah
cenderung akan memanfaatkan kondisi tidak terdapat elemen pengendalian
internal dalam organisasi tersebut untuk kepentingan pribadinya (self-interest),
misalnya tindakan yang berhubungan dengan kecurangan akuntansi. Kondisi
tersebut sesuai dengan yang ada dalam tingkatan level pre-conventional Kohlberg
yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi
utama untuk kepentingan pribadinya. Sementara itu, individu dengan level
penalaran tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal di
organisasi tetap tidak akan melakukan kecurangan akuntansi yang tidak etis dan
akan merugikan banyak pihak.
Level moral Kohlberg menyatakan bahwa taat kepada peraturan yang ada
karena menghindari sanksi tertentu termasuk dalam tahap yang rendah yaitu level
pre-conventional. Individu dengan penalaran moral rendah dalam kondisi terdapat
elemen pengendalian internal cenderung tidak akan melakukan kecurangan
akuntansi karena takut perbuatannya akan terdeteksi oleh pengendalian internal
organisasi dan ia akan mendapat sanksi hukum. Terdapat bukti empiris dari
Moroney dan McDevitt (2008) yang menemukan bahwa individu dengan level
penalaran moral rendah lebih berorientasi pada peraturan dan sanksi hukum yang
mungkin didapatkan.

51

Kondisi elemen pengendalian internal di dalam organisasi (ada dan tidak


ada pengendalian internal) dapat mempengaruhi individu dengan level moral
rendah untuk cenderung melakukan atau tidak melakukan kecurangan akuntansi.
Namun bagi individu dengan level moral tinggi, kondisi ada dan tidak ada elemen
pengendalian internal organisasi tidak akan membuatnya melakukan kecurangan
akuntansi yang akan merugikan organisasi dan masyarakat. Berdasarkan hal
tersebut, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini adalah:
a) Efek Perlakuan Moralitas Individu (Level Tinggi dan Level Rendah)
Hipotesis tentang efek perlakuan moralitas individu digunakan untuk
menyatakan ada tidaknya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan
akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan moralitas individu tanpa
memperhatikan perlakuan lainnya. Hipotesis yang dapat dirumuskan adalah
sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara
individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah
H1: Terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu
yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah
b) Efek Perlakuan Pengendalian Internal (Ada dan Tidak)
Hipotesis tentang efek perlakuan pengendalian internal digunakan untuk
menyatakan ada tidaknya perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan
akuntansi yang diakibatkan oleh perlakuan pengendalian internal (ada dan
tidak) tanpa memperhatikan perlakuan lainnya. Hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut:

52

H0: Tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara


individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak
terdapat elemen pengendalian internal
H2: Terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu
dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat
elemen pengendalian internal
c) Efek Interaksi antara Moralitas Individu dengan Pengendalian Internal
Hipotesis tentang interaksi antara moralitas individu dengan pengendalian
internal digunakan untuk menyatakan ada tidaknya interaksi yang signifikan
antara moralitas individu dengan pengendalian internal. Hipotesis yang dapat
dirumuskan adalah sebagai berikut:
H0: Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan
pengendalian internal
H3: Terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan
pengendalian internal

53

BAB IV
METODE PENELITIAN
4.1 Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian adalah rencana menyeluruh dari penelitian mencakup
hal-hal yang akan dilakukan oleh peneliti mulai dari membuat hipotesis dan
implikasinya secara operasional sampai pada analisis akhir data yang selanjutnya
disimpulkan dan diberikan saran. Penelitian ini menggunakan rancangan
eksperimen faktorial 2x2 untuk menguji pengaruh moralitas individu dan
pengendalian internal pada kecurangan akuntansi.
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang diperoleh
berdasarkan hasil jawaban partisipan dalam kuesioner yang dibagikan. Kuesioner
dalam penelitian ini dibagikan kepada Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di
Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali. Variabel dependen dalam
penelitian ini adalah kecurangan akuntansi, sedangkan variabel independennya
adalah moralitas individu (level moral tinggi dan rendah) dan pengendalian
internal (ada dan tidak ada elemen pengendalian internal).
Peneliti mengamati kecenderungan individu melakukan kecurangan
akuntansi dengan membagi partisipan ke dalam empat grup: (1) Grup 1: kelompok
level moral tinggi dalam kondisi ada elemen pengendalian internal, (2) Grup 2:
kelompok level moral tinggi dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian
internal, (3) Grup 3: kelompok level moral rendah dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal, dan (4) Grup 4: kelompok level moral rendah dalam

54

kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Adapun desain eksperimen


faktorial 2x2 ditunjukkan pada Tabel 4.1 sebagai berikut:
Tabel 4.1
Desain Eksperimen Faktorial 2x2
Elemen Pengendalian Internal
Level
Penalaran
Moral

Ada

Tidak Ada

Tinggi

Grup 1

Grup 2

Rendah

Grup 3

Grup 4

Analisis varian desain faktorial digunakan untuk mengetahui efek utama


(Main Effect) dan efek interaksi (Interaction Effect) pada model penelitian. Efek
utama [Main Effect (ME)] merupakan efek yang secara langsung ditimbulkan oleh
variabel bebas atau independen tanpa memperhitungkan kehadiran variabel
independen lain. Variabel bebas/independen yang dilibatkan dalam model
penelitian ada dua maka akan terdapat dua ME. Efek interaksi [Interaction Effect
(IE)] yaitu efek yang diakibatkan oleh adanya interaksi antara satu variabel
independen dengan variabel independen lainnya dalam suatu model analisis.
Kerlinger (2000) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel
bebas atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti
bahwa kerja atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel
terikat, bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata
lain, interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efekefek berbeda
terhadap suatu variabel terikat pada berbagai tingkat dari suatu variabel bebas
lain.

55

Uji asumsi klasik yang terdiri dari: uji normalitas dan uji homogenitas
dilakukan sebelum uji Two-Way Anova. Hasil analisis kemudian akan
diintepretasikan, dan kemudian disimpulkan. Adapun rancangan penelitian dapat
disajikan pada Gambar 4.1 sebagai berikut:

Kajian Teoritis
Kajian Empiris

Pengaruh Moralitas Individu dan


Pengendalian Internal
pada Kecurangan Akuntansi

Rumusan Masalah

Hipotesis

Variabel Penelitian:
(Independent) Moralitas Individu, Pengendalian Internal
(Dependent) Kecurangan Akuntansi

Penentuan partisipan:
Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV)

Instrumen Penelitian:
Kuisioner DIT & Skenario

Pemerintah Prov. Bali di Tingkat Sekretariat


Daerah

Pengolahan Data

Pembahasan Hasil Penelitian

Simpulan dan Saran


Gambar 4.1 Rancangan Penelitian

56

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan selama lima bulan (Nopember 2013-Maret 2014) pada
Pemerintah Daerah Provinsi Bali yaitu Satuan Kerja Perangkat Daerah di Tingkat
Sekretariat Daerah yang berjumlah 9 instansi. Daftar lokasi penelitian ditunjukkan
pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2
Lokasi Penelitian
No

Tingkat Sekretariat Daerah (Setda)

1
Biro Pemerintahan
2
Biro Hukum dan Hak Asasi Manusia (HAM)
3
Biro Organisasi
4
Biro Perekonomian dan Pembangunan
5
Biro Kesejahteraan Rakyat
6
Biro Keuangan
7
Biro Umum dan Protokol
8
Biro Humas
9
Biro Aset
Sumber : Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2013)

4.3 Penentuan Sumber Data


Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang
dikumpulkan melalui kuesioner dalam bentuk instrumen penelitian berupa kasus.
Sedangkan sumber data adalah pendapat dan persepsi dari Kepala Sub Bagian
(Pejabat Eselon IV) Pemerintah Provinsi Bali di Tingkat Sekretariat Daerah.

57

4.4 Metode Penentuan Sampel


4.4.1 Populasi
Populasi adalah wilayah generalisasi terdiri atas obyek/subyek yang
mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti untuk
dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2011:115). Populasi dalam
penelitian ini adalah seluruh Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) pada Satuan
Kerja Perangkat Daerah (SKPD) Provinsi Bali. Berdasarkan data yang diperoleh
dari Kantor Kepegawaian Daerah Provinsi Bali jumlah SKPD adalah 7 cluster
yang terdiri dari 45 instansi (Lampiran 6).

4.4.2 Sampel
Sampel adalah bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki populasi
tersebut (Sugiyono,2011:116). Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan
secara Cluster Random Sampling, yaitu dengan membagi populasi sebagai
cluster-cluster kecil, lalu pengamatan dilakukan pada sampel cluster yang dipilih
secara random. Teknik ini digunakan karena ukuran populasinya tidak diketahui
dengan pasti, sehingga tidak memungkinkan untuk dibuatkan kerangka
samplingnya, dan keberadaannya tersebar secara geografis.
Langkah-langkah penentuan sampel adalah sebagai berikut. Pada tahap
pertama, dipilih salah satu cluster secara random dari tujuh cluster. Cluster yang
terpilih yaitu Cluster Sekretariat Daerah yang terdiri dari sembilan Biro. Pada
tahap kedua, dipilih Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) secara random

58

sebagai partisipan pada kesembilan biro tersebut. Jumlah seluruh partisipan adalah
114 orang.
Gay dan Diehl (1992) menjelaskan untuk penelitian eksperimen minimal
sampel yang digunakan 15 elemen per kelompok. Sekaran (2006:252) juga
memberikan pedoman penentuan jumlah sampel yaitu untuk penelitian
eksperimen yang sederhana, dengan pengendalian yang ketat, ukuran sampel bisa
antara 10-20 elemen.

4.5 Variabel Penelitian


4.5.1 Identifikasi Variabel
Variabel-variabel yang akan diteliti dalam penelitian ini antara lain:
a) Variabel dependen dalam penelitian ini yaitu kecenderungan kecurangan
akuntansi.
b) Variabel independen dalam penelitian ini adalah moralitas individu (level
moral tinggi dan rendah) dan pengendalian internal (ada dan tidak ada
elemen pengendalian internal).

4.5.2 Definisi Operasional Variabel


Definisi Operasional Variabel adalah penarikan batasan yang lebih
menjelaskan ciri-ciri spesifik atas variabel tersebut.
a) Kecurangan Akuntansi
IAI (2001) menjelaskan kecurangan akuntansi sebagai salah saji yang timbul
dari kecurangan dalam pelaporan keuangan dan salah saji yang timbul dari

59

perlakuan tidak semestinya terhadap aktiva (seringkali disebut dengan


penyalahgunaan atau penggelapan) berkaitan dengan pencurian aktiva entitas
yang berakibat laporan keuangan tidak disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi
yang berlaku umum di Indonesia.
Indikator Kecurangan Akuntansi yang digunakan dalam penelitian ini adalah
berdasarkan

Association

of

Certified

Fraud

Examiners

(ACFE)

yang

mengkategorikan kecurangan dalam tiga kelompok yaitu: Kecurangan Laporan


Keuangan

(Financial

Statement

Fraud),

Penyalahgunaan

aset

(Asset

Misappropriation), dan Korupsi (Corruption).


b) Moralitas Individu
Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan
dengan baik dan buruk. Indikator Moralitas Individu yang digunakan dalam
penelitian ini adalah berdasarkan teori perkembangan moral Kohlberg (1969)
yang menyatakan bahwa moral berkembang melalui tiga tahapan, yaitu tahapan
pre-conventional, tahapan conventional dan tahapan post-conventional.
c) Pengendalian Internal
Pengendalian internal menurut Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008
tentang Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) adalah proses yang
integral pada tindakan dan kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh
pimpinan dan seluruh pegawai untuk memberikan keyakinan memadai atas
tercapainya tujuan organisasi melalui kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan
pelaporan keuangan, pengamanan aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan
perundang-undangan. Variabel pengendalian internal dalam penelitian ini

60

merupakan variabel aktif yang diberikan perlakuan atau manipulasi untuk


keperluan penelitian eksperimen.

4.5.3 Pengukuran Variabel


a) Variabel Kecurangan Akuntansi
Variabel kecurangan akuntansi diukur dengan meminta partisipan untuk
memberikan pendapatnya dalam pertanyaan kasus mengenai pengadaan
barang/jasa di instansi pemerintah. Partisipan menjawab pertanyaan tersebut
setelah membaca skenario eksperimen. Skala Likert 110 digunakan untuk
mengukur respons dari partisipan. Semakin tinggi partisipan memberikan angka
penilaiannya, semakin cenderung partisipan tersebut berbuat curang. Skenario
yang digunakan merupakan pengembangan dari skenario yang digunakan oleh
Puspasari (2012).
b) Variabel Moralitas Individu
Pengukuran moralitas

berasal dari model pengukuran moral yang

dikembangkan oleh Kohlberg (1969) dan Rest (2000) dalam bentuk instrumen
Defining Issues Test. Instrumen ini berbentuk kasus dilema etika. Moralitas diukur
melalui 6 (enam) butir instrumen yang mengukur setiap tahapan moralitas melalui
kasus dilema etika akuntansi. Setiap tahapan moralitas ditunjukkan dengan skala
satu sampai dengan empat. Selanjutnya dilakukan penjumlahan hasil skala dari
keenam instrumen tersebut. Hasil pengukuran atas dilema etika akuntansi ini
merupakan cerminan moralitas individu. Semakin rendah hasil penjumlahan skala

61

dari instrumen tersebut, maka tingkat moralitas individu tersebut masih berada
pada tahap yang rendah yaitu level pre-conventional.
Ringkasan pernyataan yang berkaitan dengan pengukuran tingkat moral
individu dapat dilihat pada Tabel 4.3 sebagai berikut:
Tabel 4.3
Skor Pernyataan Moralitas Individu
No.
Pernyataan Skor SS
1
1
2
1
3
1
4
1
5
4
6
4
Sumber: Wilopo, 2006

Skor S
2
2
2
2
3
3

Skor TS
3
3
3
3
2
2

Skor STS
4
4
4
4
1
1

Jika total skor yang diperoleh partisipan 17 skor, maka dapat dikatakan
partisipan memiliki level moral yang tinggi (level Post-conventional). Namun jika
total skor yang diperoleh partisipan < 17 skor maka partisipan tersebut dapat
dikatakan memiliki level moral yang rendah (level Pre-conventional).
Alasan peneliti menggunakan skala likert 1-4 adalah untuk menghilangkan
jawaban ragu-ragu, karena jawaban tersebut dapat memberikan makna yang
ganda, dan tidak menjelaskan jawaban responden yang sebenarnya secara pasti.
Modifikasi skala Likert, menurut Hadi (1991) dapat dilakukan berdasarkan dua
alasan. Pertama, kategori jawaban yang ditengah memiliki makna ganda. Bisa
diartikan belum dapat menentukan atau memberi jawaban bisa juga diartikan
netral, setuju tidak, tidak setuju pun tidak, atau bahkan ragu-ragu. Kategori
jawaban yang bermakna ganda ini tidak diharapkan dalam suatu instrumen.
Kedua, tersedianya kategori jawaban ditengah menimbulkan kecenderungan
62

menjawab ditengah (central tendency effect), terutama bagi responden yang raguragu atau arah kecenderungan jawabannya kc arah sesuai atau ke arah tidak
sesuai. Tersedianya jawaban ditengah akan menghilangkan banyak data
penelitian, sehingga mengurangi banyaknya informasi yang dapat dijaring pada
responden.
Skala ini memiliki empat alternatif jawaban yaitu SS=Sangat Setuju,
S=Setuju, TS=Tidak Setuju, STS=Sangat Tidak Setuju. Adapun kriteria
pemberian nilai tergantung dari favourable atau unfavourable suatu item yaitu,
untuk item favourable, jawaban sangat setuju (SS) mendapat nilai 4, setuju (S)
mendapat nilai 3, tidak setuju (TS) mendapat nilai 2 dan sangat tidak setuju (STS)
mendapat nilai 1. Sedangkan untuk item unfavourable, jawaban sangat setuju (SS)
mendapat nilai 1, setuju (S) mendapat nilai 2, tidak setuju (TS) mendapat nilai 3,
dan jawaban sangat tidak setuju (STS) mendapat nilai 4.
c) Variabel Pengendalian Internal
Pengukuran variabel pengendalian internal menggunakan skenario yang
dikembangkan dari penelitian Puspasari (2012) yang terdiri dari dua skema dalam
skenario: ada elemen pengendalian internal dan tidak ada elemen pengendalian
internal. Kondisi adanya elemen pengendalian internal digambarkan melalui
adanya penerapan wewenang dan tanggung jawab di organisasi, pencatatan
transaksi berkala, adanya pengendalian fisik, sistem akuntansi yang komprehensif,
serta pemantauan dan evaluasi berkala. Kondisi tidak adanya elemen
pengendalian internal digambarkan dalam skenario berupa tidak adanya
penerapan wewenang dan tanggung jawab yang jelas di organisasi, pencatatan

63

transaksi yang tidak berkala, tidak adanya pengendalian fisik, sistem akuntansi
yang tidak dapat mencatat seluruh kegiatan operasional instansi serta tidak adanya
pemantauan dan evaluasi secara berkala di dalam instansi.

4.6 Prosedur Penelitian


Penelitian ini akan menggunakan metode penelitian eksperimen. Sugiyono
(2011:107) metode penelitian ekperimen diartikan sebagai metode penelitian yang
digunakan untuk mencari pengaruh perlakuan tertentu terhadap yang lain dalam
kondisi yang terkendali. Rangkaian prosedur yang akan dikerjakan oleh partisipan
dibuat agar eksperimen dapat berjalan sesuai dengan manipulasi yang
direncanakan.
Penelitian ini tidak seluruhnya menggunakan eksperimen laboratorium
secara murni, tetapi eksperimen lapangan dengan mendatangi setiap partisipan.
Hal ini dikarenakan agar dapat menjangkau para subyek yang bekerja di berbagai
tempat yang tidak mungkin dikumpulkan dalam satu kelas dan dapat menerima
responnya dalam waktu singkat. Selanjutnya diberikan dua buah penugasan
kepada subyek yang berpengalaman. Penugasan pertama adalah penugasan
mengenai kecenderungan kecurangan akuntansi. Subjek diberikan skenario yang
berisi informasi mengenai peran mereka di dalam eksperimen.
Pada penelitian ini partisipan diberi skenario mengenai seorang manager di
sektor pemerintahan (Kepala SKPD). Di dalam skenario, partisipan diberi
pemahaman mengenai latar belakang seorang Kepala SKPD dan kondisi yang ada
dalam organisasi yang dipimpinnya. Skenario eksperimen dalam penugasan

64

pertama ini menggunakan konteks orang ketiga (third-person context) seperti


yang disarankan oleh Rest (2000) untuk penelitian-penelitian etika. Hal ini
diperkuat dengan penelitian-penelitian etika yang dilakukan oleh Arnold dan
Ponemon (1991), dan Bernardi dan Guptill (2008) yang menggunakan konteks
orang ketiga. Terdapat dua jenis kondisi di dalam skenario kecurangan akuntansi,
yaitu kondisi ada dan tidak ada elemen pengendalian internal. Kondisi tersebut
secara acak terdapat di dalam skenario yang dibagikan kepada subjek eksperimen.
Di bagian akhir skenario, terdapat kasus kecurangan akuntansi. Kasus
tersebut mengenai proyek tender yang ada di Dinas X. Setelah membaca skenario,
subjek diminta untuk memberi penilaian berkaitan dengan pertanyaan kecurangan
akuntansi dalam kasus tender tersebut. Setelah penugasan pertama usai, partisipan
kemudian diminta mengerjakan penugasan kedua. Pada penugasan kedua, subjek
akan diminta untuk membaca skenario mengenai dilema etika dan menjawab
pertanyaan-pertanyaan yang akan digunakan untuk mengukur level penalaran
moral mereka.

4.7 Pilot Test


Pilot test (penelitian pendahuluan) dilakukan untuk mengetahui apakah
kasus yang diberikan dapat dipahami oleh partisipan atau tidak (Cooper dan
Schindler, 2003). Pilot tes juga dilakukan untuk meningkatkan validitas internal.
Beberapa perubahan terhadap desain awal kuesioner kemungkinan dilakukan
dengan masukan yang sesuai dengan tujuan penelitian. Pilot test dilakukan
terhadap 10 orang mahasiswa Magister Akuntansi Universitas Udayana. Saran

65

dari partisipan akan menjadi masukan bagi peneliti untuk melakukan perbaikan
terhadap materi eksperimen.

4.8 Teknik Analisis Data


Berbagai pengujian data yang dilakukan dalam penelitian ini yaitu meliputi
distribusi frekuensi untuk statistik deskriptif, uji homogenitas, dan uji normalitas
data. Setelah itu dilakukan analisis varians (ANOVA) untuk menguji hubungan
antara satu variabel dependen (skala metrik) dengan satu atau lebih variabel
independen (skala nonmetrik atau kategorikal dengan kategori lebih dari dua).

4.8.1 Statistik Deskriptif


Analisis statistik deskriptif ditujukan untuk memberikan gambaran umum
mengenai partisipan yang dijelaskan dalam tabel distribusi frekuensi. Tabel
tersebut berguna untuk menunjukan demografi partisipan, sedangkan deskripsi
mengenai variabel-variabel penelitian menggunakan tabel distribusi frekuensi
yang menunjukkan kisaran teoritis, kisaran sesungguhnnya, mean, dan standar
deviasi yang diperoleh dari hasil jawaban partisipan yang diterima.

4.8.2 Uji Homogenitas


Homogeneity of variance yaitu variabel dependen harus memiliki varian
yang sama dalam setiap kategori variabel independen (Ghozali, 2009). Jika
terdapat lebih dari satu variable independen, maka harus ada homogeneity of
variance di dalam cell yang dibentuk oleh variabel independen kategorikal. SPSS

66

memberikan test ini dengan nama Levenes Test of Homogeneity of Variance. Jika
nilai Levene Test signifikan (probabilitas <0,05) maka grup memiliki varian yang
berbeda dan hal ini menyalahi asumsi. Jadi yang dikehendaki adalah Levene Test
tidak signifikan (probabilitas 0,05).

4.8.3 Uji Normalitas


Screening terhadap normalitas data merupakan langkah awal yang harus
dilakukan untuk setiap analisis multivariate (Ghozali, 2009). Hasil uji statistik
akan lebih baik jika semua variabel berdistribusi normal. Jika variabel tidak
terdistribusi secara normal (menceng ke kanan atau menceng ke kiri), maka hasil
uji statistik akan terdegradasi. Normalitas suatu variabel umumnya dideteksi
dengan grafik atau uji statistik, sedangkan normalitas nilai residual dideteksi
dengan metode grafik.
Uji Kolmogorov Smirnov adalah pengujian normalitas yang banyak dipakai.
Kelebihan dari uji ini adalah sederhana dan tidak menimbulkan perbedaan
persepsi di antara satu pengamatan dengan pengamatan yang lain, yang sering
terjadi pada uji normalitas dengan menggunakan grafik. Konsep dasar dari uji
normalitas Kolmogorov Smirnov adalah dengan membandingkan distribusi data
(yang akan diuji normalitasnya) dengan distribusi normal baku. Distribusi normal
baku adalah data yang telah ditransformasikan ke dalam bentuk Z-Score dan
diasumsikan normal. Jadi sebenarnya uji Kolmogorov Smirnov adalah uji beda
antara data yang diuji normalitasnya dengan data normal baku. Seperti pada uji
beda biasa, jika signifikansi di bawah 0,05 (<0,05) berarti terdapat perbedaan

67

yang signifikan, dan jika signifikansi di atas 0,05 (0,05) maka tidak terjadi
perbedaan yang signifikan.

4.8.4 Uji Hipotesis


Untuk menguji hipotesis dalam penelitian ini digunakan uji statistik Two
Way Analysis of Variance dengan program SPSS versi 19.0. Penelitian ini
menggunakan Two-Way Anova dengan alasan penelitian ini menggunakan dua
variabel independen berskala data kategorik yaitu variabel pengendalian internal
(ada dan tidak) dan variabel moralitas (tinggi dan rendah) serta satu variabel
terikat berskala data kuantitatif/numerik (interval atau rasio) yaitu variabel
kecurangan akuntansi. Asumsi yang harus dipenuhi untuk dapat menggunakan uji
statistik Two-Way Anova yaitu homogeneity of variance, random sampling, dan
multivariate normality. Two-Way Anova adalah salah satu metode statistik
parametrik yang memiliki kelebihan yaitu ditarik dari populasi yang berdistribusi
normal serta memiliki varian yang homogen sehingga pengujian hipotesis
memberikan hasil yang lebih tajam dibandingkan menggunakan statistik nonparametrik.
Kriteria untuk pembuatan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima


b) Jika nilai signifikansi 0,05 maka maka Hi diterima atau menolak Ho.

68

BAB V
HASIL PENELITIAN

5.1 Karakteristik Partisipan


Penelitian ini dilakukan pada Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di
Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali yang terdiri dari sembilan
Biro dengan jumlah partisipan sebanyak 114 orang.

Dari 114 partisipan, 2

partisipan dinyatakan gugur karena pengisian kuesioner yang tidak lengkap.


Sebanyak 112 partisipan yang berhasil dilibatkan dalam penelitian ini dibagi ke
dalam empat grup manipulasi.
Karakterisitik demografi partisipan pada penelitian ini terdiri dari empat
bagian utama yaitu usia, jenis kelamin, lama bekerja, dan pendidikan terakhir.
Dari Tabel 5.1 dapat diketahui bahwa partisipan termuda berusia 28 tahun, tertua
berusia 56 tahun dan didominasi oleh kelompok usia 25-50 tahun. Sebanyak 59
partisipan dalam penelitian ini atau sebesar 52,68% berjenis kelamin laki-laki.
Sementara sisanya sebanyak 53 partisipan atau sebesar 47,32% berjenis kelamin
perempuan. Partisipan memiliki pengalaman kerja yang cukup lama karena
sebagian besar (97%) bekerja di atas 10 tahun dan paling banyak menempuh
pendidikan sampai S1 yaitu sebesar 66 partisipan. Hasil pengolahan data
mengenai karakteristik demografi partisipan secara keseluruhan ditunjukkan pada
Tabel 5.1.

69

Tabel 5.1
Karakteristik Partisipan
Keterangan
Usia

25-50 Thn
>50 Thn
Total

Frek Range Min Max Mean


65
47
112
28
28
56
47,9

Std
Deviasi

Var

5,923 35,08

Jenis
Kelamin

Laki-Laki
59
Perempuan
53
Total
112
Lama Kerja <5 Thn
1
5-10 Thn
2
>10 Thn
109
Total
112
Pendidikan S1
66
Terakhir
S2
46
Total
112
Sumber: Data primer 2014, diolah

2 1,4732

0,5153 0,252

3 2,9643 0,22971 0,053

4 3,4107 0,49417 0,244

5.2 Statistik Deskriptif Grup


Statistik deskriptif disajikan untuk memberikan informasi mengenai
karakteristik variabel penelitian khususnya tentang mean dan deviasi standar.
Pengukuran mean merupakan cara yang umum digunakan untuk mengukur nilai
sentral dari distribusi data sedangkan deviasi standar merupakan perbedaan antara
nilai data yang diteliti dengan nilai rata-ratanya.
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa partisipan dalam grup 4 berjumlah 26 orang,
dengan perlakuan tidak terdapat elemen pengendalian internal dan level moral
rendah memiliki mean yang paling tinggi yaitu 8,42. Grup 3 dengan perlakuan
terdapat elemen pengendalian internal dan level moral rendah memiliki mean 5,03
dengan jumlah partisipan yaitu 28 orang. Partisipan yang memiliki level moral

70

tinggi yaitu grup 1 dan grup 2 memiliki mean masing-masing yaitu 5,00 dan 4,04
dengan perlakuan berbeda yaitu terdapat elemen pengendalian internal dan tidak
terdapat elemen pengendalian internal. Tabel 5.2 menyajikan hasil statistik
deskriptif untuk empat grup perlakuan sebagai berikut:
Tabel 5.2
Deskriptif Statistik
Moral
Rendah

SPI
Tidak Ada (Grup 4)
Ada SPI (Grup 3)
Total

Tinggi

Tidak Ada (Grup 2)


Ada SPI (Grup 1)

Total
Total
Tidak Ada
Ada SPI
Total
Sumber: Data primer 2014, diolah

Std.
Mean
Deviation N
8,4231
2,19405
26
5,0357
3,13265
28
6,6667
3,19197
54
4,0357
2,47180
28
5,0000
2,97113
30
4,5345
2,76072
58
6,1481
3,20617
54
5,0172
3,02325
58
5,5625
3,15024
112

5.3 Uji Instrumen Penelitian


Pada tahapan ini dilakukan uji validitas dan reliabilitas dengan tujuan untuk
menghasilkan data yang berkualitas. Cara yang dapat ditempuh adalah dua cara :
(1) menggunakan alat ukur (instrumen) siap pakai yang validitas dan
reliabilitasnya telah dibuktikan oleh para peneliti pada penelitian terdahulu; (2)
menggunakan alat ukur baru yang belum diketahui tingkat validitas dan
reliabilitasnya (Hair et al., 2006). Peneliti menggunakan cara yang pertama, yaitu
menggunakan instrumen yang sudah teruji validitas dan reliabilitasnya. Walaupun
demikian mengingat penelitian ini dilakukan di tempat dan sampel yang berbeda

71

maka peneliti melakukan uji validitas dan reliabilitas ulang untuk mempertegas
hasil.

5.3.1 Uji Validitas


Uji validitas dimaksudkan untuk mengetahui kemampuan suatu alat ukur
untuk mengukur apa yang seharusnya diukur, atau dengan kata lain, instrumen
tersebut dapat mengukur construct sesuai yang diharapkan. Uji validitas
pengukuran menggunakan uji spearman correlation. Bila korelasi faktor tersebut
positif dan besarnya di atas 0,3 maka faktor tersebut mempunyai validitas yang
kuat (Ghozali, 2009). Tabel 5.3 menyajikan hasil uji validitas sebagai berikut:
Tabel 5.3
Uji Validitas
Moral
SPI
Total
1,000
-,001
,707**

Spearman's rho Moral

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
.
,989
N
112
112
SPI
Correlation
-,001
1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed)
,989 .
N
112
112
**
Total
Correlation
,707
,707**
Coefficient
Sig. (2-tailed)
,000
,000 .
N
112
112
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
Sumber: Data primer 2014, diolah

72

,000
112
,707**
,000
112
1,000

112

Berdasarkan Tabel 5.3 dapat dilihat bahwa nilai koefisien validitas atau nilai
spearman correlation (r) untuk semua instrumen lebih dari 0,3. Hal ini berarti,
semua instrumen penelitian dapat dinyatakan valid. Dengan kata lain, instrumen
penelitian tersebut memiliki ketepatan dan kecermatan dalam melakukan fungsi
ukurnya.

5.3.2 Uji Reliabilitas


Tingkat reliabilitas suatu instrumen diukur dengan menghitung besarnya
nilai Cronbach alpha. Nilai Cronbach alpha dapat dikatakan reliable apabila nilai
Cronbach alpha lebih besar dari 0,6 (Ghozali, 2009). Reliabilitas menunjukkan
sejauh mana suatu alat dapat diandalkan atau dapat dipercaya untuk mengukur
suatu objek yang akan diukur. Dengan uji reliabilitas dapat dilihat konsistensi alat
dalam mengukur gejala yang sama.
Tabel 5.4
Reliability Statistics
Cronbach's
Alpha
N of Items
,719
Sumber: Data primer 2014, diolah

Berdasarkan Tabel 5.4 diketahui bahwa nilai Cronbach Alpha untuk


instrumen pengukuran moralitas individu, nilainya lebih dari 0,6. Hal itu berarti,
instrumen penelitian dapat dikatakan reliabel. Dengan kata lain, hasil pengukuran
dalam penelitian ini dapat dipercaya.

73

5.4 Uji Asumsi Klasik


5.4.1 Uji Normalitas
Uji normalitas dilakukan untuk mengetahui apakah data dalam penelitian ini
terdistribusi dengan normal. Hasil pengujian normalitas dengan KolmogorovSmirnov Test menunjukkan nilai Asymp. Sig 0,093 (di atas 0,05), dengan hasil
tersebut dapat dikatakan bahwa data terdistribusi dengan normal sehingga
memenuhi salah satu asumsi analysis of variance (ANOVA). Tabel 5.5
menyajikan hasil uji normalitas sebagai berikut:
Tabel 5.5
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Fraud
N

112

Mean
Normal
Parametersa,b
Std. Deviation
Most
Extreme
Differences

5,5625
3,15024

Absolute

,117

Positive

,112

Negative

-,117

Kolmogorov-Smirnov Z

1,238

Asymp. Sig. (2-tailed)

,093

Sumber: Data primer 2014, diolah

74

5.4.2 Uji Homogenitas


Levene's Test dilakukan untuk mengetahui apakah keempat perlakuan
(perlakuan 1,2,3, dan 4) mempunyai varian yang sama. Hasil uji statistik
menunjukkan nilai levene statistic sebesar 0,117 (diatas 0,05). Hal ini
menunjukkan bahwa setiap kelompok subjek memenuhi varian yang sama
sehingga telah memenuhi asumsi ANOVA (Hair et al., 2006). Tabel 5.6
menyajikan hasil uji homogenitas sebagai berikut:

Tabel 5.6
Levene's Test of Equality of Error Variances a
df1
df2
Sig.
2,009

108

,117

Sumber: Data primer 2014, diolah

5.5 Pengujian Hipotesis


Tahap terakhir analisis dalam penelitian ini adalah melakukan pengujian
data yang mengacu pada hipotesis penelitian yang diajukan. Untuk menguji
hipotesis-hipotesis penelitian, digunakan Two-Way Analysis of Variance
(ANOVA). Pengujian hipotesis dilakukan pada batas signifikansi sebesar 5%.
Untuk mengetahui signifikansi hasil uji, peneliti cukup melihat p-value yang
dihasilkan dari pengolahan data tersebut. Output hasil analisis varian desain
faktorial yang dapat digunakan untuk membuktikan ketiga macam hipotesis
tersebut yaitu disajikan pada Tabel 5.7.

75

Tabel 5.7
Tests of Between-Subjects Effects
Dependent Variable: Fraud
Type I Sum
Mean
Source
of Squares
Df
Square
F

Sig.

3760,725a

940,181 125,937

,000

3592,569

1796,284 240,611

,000

(X2)

35,937

35,937

4,814

,030

Moral * SPI

132,219

132,219

17,711

,000

Error

806,275

108

7,466

Total

4567,000

112

Model
Moral (X1)
SPI

a. R Squared = ,823 (Adjusted R Squared = ,817)


Kriteria untuk pembuatan keputusannya adalah sebagai berikut:

a) Jika nilai signifikansi > 0,05 maka Ho diterima


b) Jika nilai signifikansi 0,05 maka maka Hi diterima atau menolak Ho.
Pada Tabel 5.7 ditampilkan hasil Tests of Between-Subjects Effects untuk
membandingkan antar kelompok/perlakuan. Hasil analisis pada Tabel 5.7
menunjukkan bahwa nilai koefisien Sig untuk hipotesis 1, 2, dan 3 (hipotesis efek
moralitas individu, efek pengendalian internal, dan interaksi) seluruhnya lebih
kecil dari alpha yang ditetapkan (5%). Dengan demikian dapat disimpulkan
sebagai berikut:
a) Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan
akuntansi antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level
moralitas rendah ditolak sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan

76

kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level


moralitas tinggi dan level moralitas rendah.
b) Ho yang menyatakan tidak terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan
akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal
dan tidak terdapat elemen pengendalian internal ditolak sehingga dapat
dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi
antara individu dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal dan tidak
terdapat elemen pengendalian internal
c) Ho yang menyatakan tidak terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas
individu dengan pengendalian internal ditolak sehingga dapat dinyatakan
bahwa terdapat interaksi yang signifikan antara moralitas individu dengan
pengendalian internal
Hasil interaksi antara moralitas individu dengan pengendalian internal
terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi dapat dilihat pada Gambar 5.1.
Kerlinger (2000) menyatakan interaksi merupakan kerja sama dua variabel bebas
atau lebih dalam mempengaruhi satu variabel terikat. Interaksi berarti bahwa kerja
atau pengaruh dari suatu variabel bebas terhadap suatu variabel terikat,
bergantung pada taraf atau tingkat variabel bebas lainnya. Dengan kata lain,
interaksi terjadi manakala suatu variabel bebas memiliki efekefek berbeda
terhadap suatu variabel terikat pada berbagaibagai tingkat dari suatu variabel
bebas lain.

77

Gambar 5.1 menunjukkan adanya interaksi karena ada potongan garis yang
ditunjukkan oleh grafik. Individu pada level moral yang rendah kecenderungan
melakukan kecurangan akuntansi yang lebih tinggi dalam kondisi tidak terdapat
elemen pengendalian internal. Sedangkan individu pada level moral yang tinggi
cenderung stabil artinya dalam kondisi ada atau tidak ada elemen pengendalian
internal cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi.

Gambar 5.1
Profile Plots Interaksi

78

Berdasarkan output hasil analisis SPSS yang ditampilkan pada Tabel 5.7
dapat dihitung komponen varian untuk masingmasing sumber variasi (Source of
Variations). Penentuan komponen varian dimaksudkan untuk menentukan
besarnya efek yang diakibatkan oleh masingmasing komponen (model gabungan,
X1, X2, interaksi X1 dan X2, dan komponen lain). Persentase komponen varian
dapat dihitung dengan cara berikut ini.
a) Persentase komponen varian antar model diperoleh sebesar 82,346%, dengan
perhitungan sebagai berikut:
3760,725
X 100% = 82,346%
4567,000
Angka sebesar 82,346% ini merupakan efek gabungan (bersamasama) antara
variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal terhadap
kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.
b) Persentase komponen varian antar kelompok variabel bebas X1 diperoleh
sebesar 78,664%, dengan perhitungan sebagai berikut:
3592,569
X 100% = 78,664%
4567,000
Angka sebesar 78,664% ini merupakan efek variabel bebas moralitas individu
terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi secara sendiri tanpa
memperhitungkan kondisi pengendalian internal.

79

c) Persentase komponen varian antar kelompok variabel bebas X2 diperoleh


sebesar 0,787%, dengan perhitungan sebagai berikut:
35,937
X 100% = 0,787%
4567,000
Angka sebesar 0,787% ini merupakan efek variabel bebas pengendalian
internal terhadap kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi secara
sendiri tanpa memperhitungkan moralitas individu.
d) Persentase komponen varian interaksi antara variabel bebas X1 dengan
variabel bebas X2 (X1*X2) diperoleh sebesar 2,895%, dengan perhitungan
sebagai berikut:
132,219
X 100% = 2,895%
4567,000
Angka sebesar 2,895% ini merupakan efek yang diakibatkan oleh interaksi
antara variabel moralitas individu dan variabel pengendalian internal terhadap
kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi.
e) Persentase komponen varian yang tidak dapat dijelaskan oleh model
(unexplained varian) diperoleh sebesar 17,654%, dengan perhitungan sebagai
berikut:
806,275
X 100% = 17,654%
4567,000

80

Hasil analisis varian desain faktorial tersebut berarti bahwa sebesar 82,346%
varian pada variabel terikat (kecenderungan kecurangan akuntansi) disebabkan
oleh variasi atau perbedaan pada nilai variabel bebas yang berupa moralitas
individu (level tinggi dan level rendah) dan kondisi terdapat elemen pengendalian
internal (ada dan tidak) secara gabungan. Selebihnya sebesar 17,654% tidak
diketahui sebabnya (tidak dapat dijelaskan oleh model).

81

BAB VI
PEMBAHASAN

6.1 Pembahasan Hasil Penelitian


Penelitian ini bertujuan untuk membandingkan kecenderungan melakukan
kecurangan akuntansi antara individu yang memiliki level penalaran moral rendah
dan level penalaran moral tinggi dalam kondisi terdapat elemen pengendalian
internal dan tidak terdapat elemen dan pengendalian internal. Sebanyak 112
partisipan yang berhasil dilibatkan dalam penelitian ini dibagi ke dalam empat
grup manipulasi. Partisipan sebagian besar memiliki pengalaman kerja yang lama
yaitu di atas 10 tahun. Komposisi Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) dilihat
dari jenis kelamin cukup imbang antara laki-laki dan perempuan.
Tabel 5.2 menunjukkan bahwa grup 4 dan grup 3 dengan perlakuan level
moral rendah memiliki mean yang lebih tinggi dibandingkan grup 1 dan grup 2
dengan perlakuan level moral tinggi. Hal ini berarti individu dengan level moral
rendah

kecenderungan

melakukan

kecurangan

akuntansi

lebih

tinggi

dibandingkan individu yang memiliki level moral yang tinggi. Hasil penelitian ini
membuktikan apa yang ada dalam hirarki tahap perkembangan moral Kohlberg.
Semakin tinggi tahapan moralitas individu (tahapan post-konvensional), semakin
individu tersebut memperhatikan kepentingan yang lebih luas dan universal
daripada kepentingan organisasinya semata, apalagi kepentingan individunya.
Semakin tinggi level moral individu, semakin ia berusaha untuk menghindarkan
diri dari kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang akan merugikan

82

banyak pihak. Hasil penelitian ini sekaligus memperkuat hasil dari penelitianpenelitian etika yang sebelumnya dilakukan oleh Liyanarachi (2009), Arnold dan
Ponemon (1991), Welton (1994), Wilopo (2006), dan Puspasari (2012) bahwa
individu yang memiliki level penalaran moral tinggi akan lebih senstif terhadap
isu-isu etika, sehingga akan cenderung melakukan perbuatan yang etis.
Hasil analisis sebagaimana yang disajikan pada Tabel 5.7 menunjukkan
bahwa nilai koefisien Sig untuk hipotesis1 (hipotesis efek moralitas individu)
yaitu 0,000 lebih kecil dari alpha yang ditetapkan (5%). Ho ditolak sehingga
dapat dinyatakan bahwa terdapat perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi
antara individu yang memiliki level moralitas tinggi dan level moralitas rendah.
Dapat juga disimpulkan bahwa hipotesis pertama didukung karena terdapat
perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang diakibatkan oleh
perlakuan moralitas individu tanpa memperhatikan perlakuan lainnya.
Hipotesis 2 (hipotesis efek pengendalian internal) juga diterima dengan nilai
koefisien Sig yaitu 0,030 (<0,05) sehingga dapat dinyatakan bahwa terdapat
perbedaan kecenderungan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi
terdapat elemen pengendalian internal dan tidak terdapat elemen pengendalian
internal. Dapat juga disimpulkan bahwa hipotesis kedua didukung karena
terdapat perbedaan kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi yang
diakibatkan oleh perlakuan pengendalian internal (ada dan tidak) tanpa
memperhatikan perlakuan lainnya.
Bukti mengenai kekuatan pengaruh variabel interaksi ditunjukkan dengan
nilai koefisien Sig yaitu 0,000 (<0,05) yang menunjukkan bahwa ada saling

83

ketergantungan antara level moral individu dengan kondisi elemen pengendalian


internal, dengan demikian hipotesis ketiga didukung. Kondisi ada atau tidak ada
pengendalian internal dalam sebuah organisasi akan membuat individu dengan
level moral tertentu untuk cenderung melakukan kecurangan akuntansi. Perubahan
level kondisi elemen pengendalian internal (ada dan tidak ada elemen
pengendalian internal akan mengakibatkan dampak perubahan pada individu
dengan level moral tertentu (tinggi atau rendah) untuk melakukan kecurangan
akuntansi.
Perbandingan mean grup 4 dan grup 2 menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara grup 4 dan grup 2. Individu yang memiliki level
penalaran moral rendah (Grup 4) lebih cenderung melakukan kecurangan
akuntansi dibandingkan individu yang memiliki level penalaran moral tinggi
(Grup 2) dalam kondisi tidak terdapat elemen pengendalian internal. Dalam
keadaan tidak terdapat elemen pengendalian internal dalam organisasi, individu
dengan level penalaran moral rendah akan memanfaatkan kondisi tersebut untuk
kepentingan pribadinya (self-interest), misalnya melakukan kecurangan akuntansi.
Hal ini sesuai dengan yang ada dalam stage 2 Kohlberg (level pre-conventional)
yaitu individu yang memiliki level penalaran moral rendah memiliki motivasi
utama untuk kepentingan pribadinya.
Perbandingan mean grup 4 dan grup 3 juga menunjukkan bahwa terdapat
perbedaan yang signifikan antara grup 4 dan grup 3. Hal ini berarti individu
dengan level penalaran moral rendah dalam kondisi tidak terdapat elemen
pengendalian internal (Grup 4) cenderung melakukan kecurangan akuntansi jika

84

dibandingkan dengan individu dengan level penalaran moral rendah dalam kondisi
terdapat elemen pengendalian internal (Grup 3). Hasil penelitian ini mendukung
penelitian dari Maroney (2008) yang menemukan bahwa individu dengan level
penalaran rendah lebih berorientasi pada peraturan dan sanksi hukum yang
mungkin diterimanya sehingga dalam kondisi ada elemen pengendalian internal ia
tidak akan melakukan perbuatan yang akan menyebabkan dirinya diberi hukuman.
Peraturan juga dapat menjadi alat pencegah yang efektif agar seseorang tidak
melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Menurut
Puspasari (2012), peraturan yang ada dalam organisasi merupakan suatu bentuk
pengendalian internal yang berfungsi sebagai alat untuk memastikan tujuan
organisasi tercapai. Wilopo (2006) juga mengungkapkan semakin efektif
pengendalian internal di perusahaan, semakin rendah kecenderungan kecurangan
akuntansi oleh manajemen perusahaan.
Hasil analisis varian desain faktorial menunjukkan bahwa sebesar 82,346%
varian pada variabel terikat (kecenderungan kecurangan akuntansi) disebabkan
oleh variasi atau perbedaan pada nilai variabel bebas yang berupa moralitas
individu (level tinggi dan level rendah) dan kondisi terdapat elemen pengendalian
internal (ada dan tidak) secara gabungan. Selebihnya sebesar 17,654% tidak
diketahui sebabnya (tidak dapat dijelaskan oleh model). Penelitian selanjutnya
dapat memasukkan variabel-variabel yang terkait demografis partisipan (gender,
posisi di organisasi, pengalaman bekerja, usia, dan pendidikan) untuk melihat
pengaruh

variabel-variabel

tersebut

terhadap

akuntansi.

85

kecenderungan

kecurangan

6.2 Penerapan Pengawasan Internal Pemerintah


Sistem Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) menurut Peraturan
Pemerintah No.60 tahun 2008 adalah proses yang integral pada tindakan dan
kegiatan yang dilakukan secara terus menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai
untuk memberikan keyakinan memadai atas tercapainya tujuan organisasi melalui
kegiatan yang efektif dan efisien, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan
aset negara, dan ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Kegiatan
pengawasan secara internal pada Pemerintahan Daerah Provinsi Bali dilakukan
oleh Inspektorat daerah. Inspektorat daerah merupakan Badan Pengawas yang
mempunyai tugas menyelenggarakan kegiatan pengawasan umum pemerintah
daerah dan tugas lain yang diberikan oleh kepala daerah, sehingga dalam tugasnya
inspektorat sama dengan auditor internal. Inspektorat juga bertugas mengawasi
setiap kegiatan instansi-instansi, dinas-dinas ataupun SKPD (Satuan Kerja
Perangkat Daerah) dalam menjalankan sistem administrasinya, misalnya
pelaksanaan pertanggung jawaban anggaran dalam proses pelaksanaan keuangan,
serta prosedur pengelolaan keuangan yang harus dilaporkan sesuai batasan waktu.
Pengawasan yang dilakukan oleh Inspektorat ditujukan untuk memonitor
mekanisme pelaksanaan kegiatan dalam pencapaian tujuan, sehingga dapat tepat
sasaran untuk mencapai hasil yang efektif, efisien dan ekonomis. Inspektorat
Daerah memiliki peran dan posisi yang sangat strategis baik ditinjau dari aspek
fungsi-fungsi manajemen maupun dari segi pencapaian visi dan misi serta
program-program pemerintah.

86

Sistem pengawasan pemerintah terbagi menjadi dua yaitu pengawasan


secara eksternal dan pengawasan secara internal. Secara eksternal Indonesia
memiliki Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang merupakan lembaga negara
yang kedudukannya diatur oleh konstitusi. Secara internal Indonesia pun memiliki
Aparat Pengawasan Intern Pemerintah yang terdiri dari Badan Pengawasan
Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Inspektorat Jenderal/Inspektorat Utama,
dan Inspektorat/Bawasda Provinsi/Kabupaten/Kota yang kedudukannya berada di
dalam pemerintahan. Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang
berkualitas dan auditor yang profesional sangat diperlukan untuk mewujudkan
kepemerintahan yang baik, berdaya guna, berhasil guna, bersih dan bertanggung
jawab.
Banyaknya lembaga negara yang didirikan tanpa memandang efektifitas dan
efisiensi, menjadikan beberapa lembaga negara mempunyai wewenang yang
hampir sama bahkan sama sekali tidak ada perbedaan (Asshiddiqie, 2010). Di sisi
operasional pengawasan, seringkali terjadi pengaturan tugas pengawasan yang
tumpang tindih dan bias, baik antara BPK sebagai pemeriksa eksternal dengan
aparat pengawasan internal pemerintah, maupun di antara sesama aparat
pengawasan internal pemerintah. Menurut ketentuan UUD Tahun 1945, Badan
Pemeriksa

Keuangan

(BPK)

merupakan

satu-satunya

badan

pemeriksa

pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara. Namun dalam kenyataannya


masih terdapat beberapa badan lain yang melaksanakan pekerjaan yang sama
dengan BPK seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

87

Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dan Badan Pengawas Keuangan dan


Pembangunan (BPKP) merupakan dua badan yang serupa tapi tak sama
(Asshiddiqie, 2010). Maksudnya, dua lembaga negara ini sama-sama mempunyai
fungsi pengawasan, tetapi BPK melakukan pengawasan eksternal sedangkan
BPKP melakukan pengawasan internal. Berdasarkan PP No. 60 Tahun 2008,
BPKP merupakan Aparat Pengawasan Intern Pemerintah (APIP) yang
bertanggung jawab langsung kepada Presiden dan berwenang melakukan
pengawasan intern terhadap akuntabilitas keuangan negara atas kegiatan tertentu
yang meliputi: kegiatan yang bersifat lintas sektoral; kegiatan kebendaharaan
umum negara berdasarkan penetapan oleh Menteri Keuangan selaku Bendahara
Umum Negara; kegiatan lain berdasarkan penugasan dari Presiden. Sedangkan
berdasarkan Pasal 6 UU No. 15 Tahun 2006, BPK memiliki tugas memeriksa
pengelolaan dan tanggung jawab keuangan negara yang dilakukan oleh
Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, Lembaga Negara lainnya, Bank Indonesia,
Badan Usaha Milik Negara, Badan Layanan Umum, Badan Usaha Milik Daerah,
dan lembaga atau badan lain yang mengelola keuangan negara.
Adanya pengawasan yang tumpang tindih dan bias, baik antara BPK sebagai
pemeriksa eksternal dengan aparat pengawasan internal pemerintah, maupun di
antara sesama aparat pengawasan internal pemerintah akan menghambat
pencapaian tujuan dari SPIP yaitu memberikan keyakinan yang memadai terhadap
tercapainya efektivitas dan efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan
pemerintahan Negara, keandalan pelaporan keuangan, pengamanan aset Negara,
dan

ketaatan

terhadap

peraturan

perundang-undangan.

88

Kesimpangsiuran

pelaksanaan wewenang masing-masing lembaga Negara patutnya diluruskan


sehingga pelaksanaan SPIP dapat memberi jaminan kepada seluruh penyelenggara
negara, mulai dari pimpinan hingga pegawai di instansi pemerintah, akan
melaksanakan tugasnya dengan jujur dan taat pada peraturan. Akibatnya, tidak
akan terjadi kecurangan yang dapat menimbulkan kerugian negara.

89

BAB VII
SIMPULAN DAN SARAN

7.1 Simpulan
Berdasarkan rumusan masalah, tujuan penelitian, landasan teori, hipotesis
dan hasil penelitian, maka simpulan dari penelitian ini adalah terdapat perbedaan
kecenderungan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi antara individu
yang memiliki level moral yang tinggi dan individu yang memiliki level moral
yang rendah. Selain itu juga terdapat perbedaan kecenderungan individu dalam
melakukan kecurangan akuntansi antara individu dalam kondisi terdapat elemen
pengendalian internal maupun tidak terdapat elemen pengendalian internal.
Hasil dari penelitian ini juga mengindikasikan terdapat interaksi antara level
moral individu dengan pengendalian internal. Artinya perubahan pada satu level
faktor level moral atau pada kondisi pengendalian internal, akan menyebabkan
perubahan individu dalam melakukan kecurangan akuntansi. Hal ini dapat terlihat
dari hipotesis ketiga. Individu yang memiliki level penalaran moral tinggi
cenderung tidak melakukan kecurangan akuntansi dibandingkan dengan individu
yang memiliki level penalaran rendah.
Elemen pengendalian internal dapat menjadi alat yang mampu mengurangi
kecenderungan melakukan kecurangan akuntansi bagi individu dengan level
penalaran moral rendah. Dalam kondisi terdapat elemen pengendalian internal,
individu yang memiliki level penalaran moral rendah cenderung tidak melakukan
kecurangan akuntansi. Sebaliknya dalam kondisi tidak terdapat elemen

90

pengendalian internal, individu dengan level penalaran moral rendah akan


cenderung melakukan kecurangan akuntansi.

7.2 Keterbatasan dan Saran


Berdasarkan hasil penelitian dan beberapa kendala yang dihadapi dalam
penelitian ini, maka masih diperlukan pengembangan dan perbaikan guna
memperoleh hasil penelitian yang lebih baik pada penelitian-penelitian
selanjutnya. Penelitian selanjutnya diharapkan dapat memasukkan variabelvariabel yang terkait demografis partisipan (gender, posisi di organisasi,
pengalaman bekerja, usia, dan pendidikan) untuk melihat pengaruh variabelvariabel tersebut terhadap kecenderungan kecurangan akuntansi. Penelitian
selanjutnya juga disarankan untuk lebih fokus pada desain eksperimen yang lebih
sempurna agar lebih dapat menggambarkan kondisi yang lebih nyata.
Temuan studi ini penting bagi pendidikan profesi akuntansi. Hasil studi ini
menemukan perlunya mempertajam materi pendidikan etika profesi dengan
penekanan pada tanggung jawab moral. Selain itu juga Pemerintah Daerah
Provinsi Bali sebaiknya meningkatkan penerapan pengendalian internal untuk
mencegah tindak kecurangan di instansi pemerintah.
Terdapat beberapa keterbatasan dalam penelitian ini, diantaranya terkait
semua informasi yang menggambarkan elemen pengendalian internal organisasi
kemungkinan tidak tersedia di dalam skenario yang diberikan karena elemen
pengendalian internal di sektor pemerintahan senyatanya lebih kompleks.
Partisipan dalam penelitian ini adalah Kepala Sub Bagian (Pejabat Eselon IV) di

91

Tingkat Sekretariat Daerah Pemerintah Provinsi Bali sehingga harus berhati-hati


untuk menggeneralisir hasil penelitian ini untuk situasi lainnya karena hasilnya
belum tentu sama pada partisipan lain.

92

DAFTAR PUSTAKA

Abbott, L. J., S. Parker, and G. F. Peters, 2002. Audit Committee Characteristics


and Financial Statement: A Study of the Efficacy of Certain Blue Ribbon
Committee Recommendation. Working paper,. www.ssrn.com
Albrecht, S. W. and C. Albrecht. 2004. Fraud Examination and Prevention.
Australia: Thomson, South-Western.
American Institute of Certified Public Accountant and Association of Certified
Fraud Examiners. 2009. Managing The Business Risk of Fraud: A Practical
Guide. Association of Certified Fraud Examiners.
Arens, A dan Loebbecke, 1999, Auditing : Suatu Pendekatan Terpadu, Edisi
Indonesia, Buku Satu, Cetakan ke dua, Salemba Empat Jakarta.
Arnold, D. and L. Ponemon. 1991. Internal Auditors Perceptions of WhistleBlowing and The Influence of Moral Reasoning: An Experiment. Auditing:
A Journal of Practice dan Theory Vol. 10.
Asshiddiqie, J. 2010. Konstitusi Ekonomi. Jakarta: Penerbit Buku Kompas.
Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI), Peraturan No. 1 Tahun
2007 tentang Standar Pemeriksaan Keuangan.
Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). 2010. Pedoman Teknis
Fraud Control Plan (FCP), Jakarta: Deputi Bidang Investigasi BPKP.
Balipost.
2013.
(online)
(http://www.balipost.com/mediadetail.php?
module=detailberitadankid=33danid=75068)
dan
(http://www.baliprov.go.id/ Hasil-Audit-BPK--Pemprov-Bali-Raih-OpiniWDP), (diakses pada tgl 9 Agustus 2013)
Bastian, I. 2006. Akuntansi Sektor Publik: Suatu Pengantar. Erlangga.
Beasley, M. S. 1996. An Empirical Analysis of the Relation between the Board of
Director Composition and Financial Statement Fraud. The Accounting
Review, vol. 71 no. 4 (Oct.), pp: 443-465
Beasley, M. S., J.V. Carcello, D.R. Hermanson and P.D. Lapides, 2000.
Fraudulent financial reporting: consideration of industry traits and corporate
governance mechanisms, Accounting Horizons 14 (2000), pp. 441454

93

Bernardi, R. and S. Guptill. 2008. Social Desirability Response Bias, Gender and
Factors Influencing Organizational Commitment: An International Study.
Journal of Business Ethics.
Betts, D. 2009. The Psychology of Fraud: What Makes Employee Cross The
Line?. Joint ACFE/ISACA.
Bologna, J. 1993. Handbook of Corporate Fraud. Boston; Butterworth
Heinemann.
Booz-Allen, and Hamilton. 1999. Earned Value Management Tutorial Module 6:
Metrics,
Performance
Measurements
and
Forecasting.
boozallen.com/about/article_newsideas
Boynton, W.C., Johnson, Kell. (2003). Modern Auditing (terjemahan) Buku 1,
Penerbit Erlangga, Jakarta,
Brickley, J. A. and C. M. James. 1987. The Takeover Market, Corporate Board
Composition and Ownership Structure: The Case Banking. The Journal of
Law and Economics, vol. 30 (April): 161-180.
Cressey, D. 1953. Other Peoples Money: a Study in the Social Psychology of
Embezzlement. Glencoe, IL: Free Press.
Chang, J. C., Yen, Sin-Hui, and D. Rong-Ruey. 2002. An Empirical Examination
of Competing Theories to Explain the Framung Effect in AccountingRelated Decisions. Behavioural Research In Accounting 14: 35-64
Cooper, D.R. and P. Schindler. 2003. Business Research Methods, Edisi ke-8.
McGraw Hill, New York.
Coram, P., C. Ferguson, and Moroney, R. 2008. Internal Audit, Alternative
Internal Audit Tructures and The Level of Misapropriation of Assets Fraud.
Accounting and Finance vol. 48
Depdikbud. 1999. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta : Balai Pustaka.
Desmita. 2005. Psikologi Perkembangan. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya
Dorminey, J., A. S. Fleming., M.J. Kranacher, and R. A. Riley. 2011. Beyond The
Fraud Triangle. Enhancing Deterrence of Economic Crimes. CPA Journal.
Eddy, M. 2010. Peran BPKP dalam Penanganan Kasus Berindikasi Korupsi
Pengadaan Jasa Konsultansi Instansi Pemerintah. www.inkindojateng.web.id/wp-content/uploads/Seminar/ diakses tgl 20 Agustus 2013

94

Eisenhardt, K. M. 1989. Building Theories from Case Study Research.


Academy of Management Review. Vol. 14, pp 532-550
Fauwzi. 2011. Analisis Pengaruh Keefektifan Pengendalian Internal, Persepsi
Kesesuaian Kompensasi, Moralitas Manajemen Terhadap Perilaku Tidak
Etis dan Kecenderungan Kecurangan Akuntansi. Jurnal Akuntansi
Universitas Diponegoro Semarang.
Gaviria, A., 2001. Assessing the Effects of Corruption and Crime on Firm
Performance. Working Paper di-download dari Social Science Research
Network.
Gay, L. R. and P. L. Diehl. (1992). Research Methods for Business and
Management. MacMillan Publishing Company. New York.
Ghozali, I. 2009. Aplikasi Analisis Multivariate Dengan Program IBM SPSS 19.
Edisi Keenam, Penerbit Universitas Diponegoro.
Green, B.P., and T. G. Calderon, 1999. Exploring Collusion through
Consolidation of Positions, Duties, and Controls as a Factor in Financial
Statement Fraud. Working Paper. www.ssrn.com
Hadi, S. 1991. Analisis Butir untuk Instrumen, Angket, Tes dan Skala Nilai
dengan Basica; Yogyakarta, Andi Offset
Hair, J.F. JR., Anderson, Tatham, and Black. 2006. Multivariate Data Analysis.
Six Edition. New Jersey : Pearson.
Hernandez, J. R. and T. Groot. 2007. Corporate Fraud: Preventive Controls
Which Lower Corporate Fraud. Amsterdam Research Centre in
Accounting.
Ikatan Akuntan Indonesia. 2001. Standar Pemeriksaan Akuntan Publik. SA Seksi
316. Pertimbangan atas Kecurangan dalam Audit Laporan Keuangan.
______________. 2001. Standar Pemeriksaan Akuntan Publik. SA Seksi 319.
Perimbangan Atas Pengendalian Internal Dalam Audit Laporan Keuangan.
Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester 1 Tahun 2013 diakses tgl 12 Oktober 2013
www.bpk.go.id/web/files/2013/10/Buku_I
Indonesian Corruption Watch
http://nasional.kompas.com/

(ICW)

95

diakses

tgl

12

Oktober

2013

Jensen, M. and W.H. Meckling. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior,
Agency Cost, and ownership Structure, Journal of Financial Economics, 3,
305-360.
Kerlinger, F. N. 2000. Azas-azas Penelitian Behavioral. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Kohlberg, L. 1969. Stage and Sequence: The Cognitive-Development Approach
Moral Action to Socialization. In D. A. Goslin (Ed). Handbook of
socialization theory and research (pp.347-480). Chicago: RandMcNally.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) diakses tgl 3 Oktober
2013http://acch.kpk.go.id/statistik-penanganan-tindak-pidana-korupsiberdasarkan-jenis-perkara
Liyanarachi, G. 2009. The Impact of Moral Reasoning and Retaliation on WhistleBlowing: New-Zealand Evidence. Journal of Business Ethics 89.
Mardiasmo. 2002. Otonomi dan Manajemen Keuangan Daerah. Yogyakarta: Andi
Matsumura, E. M., and R. R. Tucker, 1992. Fraud detection: A Theoretical
Foundation. The Accounting Review, vol. 67 no. 4.
Mayangsari dan Wilopo. 2002. Konservatisme Akuntansi, Value Relevance dan
Discretionary Accruals: Implikasi Empiris Model Feltham-Olhson (1996).
Jurnal Riset Akuntansi Indonesia, vol. 5, no. 3 (September), Hlmn: 291-310
Moroney, J. J. and R. E. McDevitt. 2008. The Effects of Moral Reasoning on
Financial Reporting Decisions in a Post Sarbanes-Oxley Environment.
Behavioral Research of Accounting
Mulyadi. 2009. Auditing Edisi 6 Buku 1, Penerbit Salemba Empat, Jakarta.
Puspasari, N. 2012. Pengaruh Moralitas Individu dan Pengendalian Internal
terhadap Kecenderungan Kecurangan Akuntansi: Studi Eksperimen pada
Konteks . Pemerintahan Daerah. Tesis. Yogyakarta: Program Pasca
Sarjana. Universitas Gajah Mada.
Putra, Y. H. S. 2012. Praktik Kecurangan Akuntansi dalam Perusahaan. Jurnal
Akuntansi Fakultas Ekonomi UIN Maulana Malik Ibrahim Malang .
Peraturan Presiden RI Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa
Pemerintah (Pasal 5 dan 6).
Peraturan Pemerintah No.60 tahun 2008 tentang Sistem Pengendalian Internal
Pemerintah (SPIP)

96

Peraturan Daerah Provinsi Bali Nomor 4 Tahun 2011 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Perangkat Daerah
Ramamoorti, S. 2008. The Psychology and Sociology of Fraud: Integrating the
Behavioral Sciences Component Into Fraud and Forensic Acounting
Curricula. Issues in Accounting Education vol. 23.
Reinstein, A. and M. E. Bayou. 1998. A Comprehensive Structure to Help
Analyse, Detect and Prevent Fraud. Working paper, mbayou@som.
umd.emich.edu
Rest, J. R. 2000. A Neo-Kohlbergian Approach To Morality Research. Journal of
Moral education vol 29.
Scott, W. R. 2000. Financial Accounting Theory. Second edition. Canada: Prentice
Hall.
Sekaran, U. 2006, Research Methods For Business, Edisi 4, Buku 2, Jakarta:
Salemba Empat.
Shivdasani, A. 1993. Board composition, ownership structure, and hostile
takeovers. Journal of Accounting and Economics, vol.16, pp: 167-198.
Sheifer, A. and R. W. Vishny. 1993. Corruption. Quarterly Journal of Economic,
vol. 108, pp:599-617.
Smith, R., S. Tiras, and S. Vichitlekarn, 1997. The Interaction Between Internal
Control Assessment and Substantive Testing in Audits for Fraud. Working
Paper www.ssrn.com
Sugiyono. 2011. Metode Penelitian Kuantitatif, kualitatif dan R & D. Bandung:
Alfabeta
Thoyyibatun. 2009. Analysing The Influence of Internal Control Compliance And
Compensation System Against Unethical Behavior And Accounting Fraud
Tendency (Studies at State University in East Java. Palembang :Simposium
Nasional Akuntansi XII.
Transparency International (TI) diakses tgl 20 Agustus
http://www.ti.or.id/index.php/press-release/2012/12/06/peluncurancorruption-perception-index

2013

Welton, R., R. Davis dan M. LaGroune. 1994. Promoting The Moral Development
Of Accounting Graduate Students. Accounting Education. International
Journal 3.

97

Wilopo. 2006. Analisis Faktor-Faktor yang Berpengaruh Terhadap


Kecenderungan Kecurangan Akuntansi : Studi pada Perusahaan Publik dan
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) di Indonesia. Jurnal Riset Akuntansi
Indonesia vol.9.
Wright, P. M. 2003. Restoring Trust: The Role of HR in Corporate Governance.
September, 2003. www.ilr.cornell.edu/cahrs

98

Lampiran 1

Pengarang dan
Tahun Publikasi
Smith et al.,
(1997), Beasley
(1996), Beasley et
al., (2000),
Reinstein (1998),
Matsumura
(1992), dan Abbot
et al., (2002)

Penelitian-Penelitian Sebelumnya
Variabel yang
Tujuan Penelitian
Digunakan
Meneliti pengaruh Keefektifan
keefektifan
pengendalian
pengendalian
internal,
internal terhadap kecenderungan
kecenderungan
kecurangan
kecurangan
akuntansi
akuntansi

Hasil Penelitian
Menyatakan bahwa
pengendalian
internal yang efektif
mengurangi
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Green
and
Calderon (1999),
Reinstein (1998)
dan COSO (2002)

Meneliti pengaruh Perilaku tidak etis,


perilaku tidak etis Kecurangan
terhadap
akuntansi
kecurangan
akuntansi
yang
dilakukan
manajemen

Perilaku tidak etis


dalam
bentuk
penyalahgunaan
wewenang
dan
kekuasaan,
kedudukan,
dan
sumberdaya
perusahaan,
mendorong
manajemen
melakukan
kecurangan
akuntansi

Mayangsari dan
Wilopo (2002)

Meneliti pengaruh
pengendalian
internal dan
perilaku tidak etis
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi
Meneliti pengaruh
pengendalian
internal terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Pengendalian
internal dan
perilaku tidak etis
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi
Pengendalian
internal yang efektif
mempengaruhi
kecenderungan
kecurangan
akuntansi.

Wright (2003)

Pengendalian
internal, perilaku
tidak etis,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Pengendalian
internal,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

99

Pengarang dan
Tahun Publikasi
Wilopo (2006)

Tujuan Penelitian
Meneliti faktorfaktor yang
berpengaruh
terhadap
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Ramamoorti
(2008)

Menguji
faktorfaktor
yang
menjadi akar dari
permasalahan
mengenai fraud.

Thoyyibatun
(2009)

Memberikan bukti
empiris pengaruh
keefektifan
pengendalian
internal dan
kesesuaian
kompensasi
terhadap perilaku
tidak etis dan
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Variabel yang
Digunakan
Keefektifan
pengendalian
internal,
kesesuaian
kompensasi,
asimetri informasi,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Segitiga fraud dari


Association
of
Certified
Fraud
Examiners
(ACFE),
dan
perilaku-perilaku
lain diluar segitiga
Keefektifan
pengendalian
internal,
kesesuaian
kompensasi,
perilaku tidak etis,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

100

Hasil Penelitian
Perilaku
tidak etis
manajemen dan
kecenderungan
kecurangan
akuntansi dapat
diturunkan dengan
meningkatkan
keefektifan
pengendalian
internal, ketaatan
aturan akuntansi,
moralitas
manajemen, serta
menghilangkan
asimetri informasi
Menyatakan bahwa
faktor
perilaku
merupakan akar dari
permasalahan
mengenai fraud.

Keefektifan
pengendalian
internal
berpengaruh
negatif terhadap
perilaku tidak etis
dan kecenderungan
kecurangan
akuntansi lain
halnya dengan
sistem kompensasi
yang tidak
memiliki pengaruh
terhadap perilaku
tidak etis dan
berpengaruh
positif terhadap
kecenderungan
akuntansi.

Pengarang dan
Tahun Publikasi
Betts (2009)

Variabel yang
Digunakan
Untuk mengetahui Faktor-faktor
mengapa pegawai psikologis, fraud
suatu organisasi
melakukan fraud
ditinjau dari sisi
psikologis.

Fauwzi (2011)

Memberikan
bukti empiris
pengaruh
keefektifan
pengendalian
internal,
kesesuaian
kompensasi,
dan moralitas
manajemen
terhadap
perilaku tidak
etis dan
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

Tujuan Penelitian

Keefektifan
pengendalian
internal,
kesesuaian
kompensasi,
moralitas
manajemen,
perilaku tidak
etis,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

101

Hasil Penelitian
Kecurangan
akuntansi
di
Amerika didominasi
oleh lulusan strata 1,
uang yang diambil
secara nominal lebih
banyak jumlahnya
oleh lulusan strata 2,
dan usia individu
yang paling banyak
melakukan
kecurangan
akuntansi
41-50
tahun.

Pengendalian
internal
dan moralitas
manajemen
berpengaruh negatif
yang
signifikan
terhadap
perilaku
tidak
etis
dan
kecenderungan
kecurangan
akuntansi,
sedangkan
kesesuaian
kompensasi
tidak
memiliki pengaruh
terhadap perilaku
tidak etis dan
berpengaruh positif
terhadap
kecenderungan
akuntansi.

Pengarang dan
Tahun Publikasi
Novita (2012)

Tujuan Penelitian
Menguji pengaruh
moralitas individu
dan pengendalian
internal terhadap
kecenderungan
individu
untuk
melakukan
kecurangan
akuntansi di sektor
pemerintahan

Variabel yang
Digunakan
Moralitas
individu,
pengendalian
internal,
kecenderungan
kecurangan
akuntansi

102

Hasil Penelitian
Terdapat interaksi
antara
moralitas
individu
dan
pengendalian
internal.
Kondisi
elemen
pengendalian
internal
tidak
mempengaruhi
individu
dengan
level moral tinggal
untuk
cenderung
tidak
melakukan
kecurangan
akuntansi.
Sedangkan individu
dengan level moral
rendah cenderung
melakukan
kecurangan
akuntansi
pada
kondisi
tidak
terdapat
elemen
pengendalian
internal

Lampiran 2
Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali
No
I.

Daftar Satuan Kerja Perangkat Daerah Provinsi Bali


Cluster Sekretariat Daerah

1
2
3
4
5
6
7
8
9
II.
III.
IV.
V.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
12
13
14
15
16
VI.
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
VII.
1
2
3
4
5
6
7

Biro Pemerintahan
Biro Hukum dan HAM
Biro Organisasi
Biro Perekonomian dan Pembangunan
Biro Kesejahteraan Rakyat
Biro Keuangan
Biro Umum dan Protokol
Biro Humas
Biro Aset
Cluster Sekretariat DPRD
Cluster Inspektorat
Cluster Bappeda
Cluster Dinas-Dinas
Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah Raga
Dinas Kesehatan
Dinas Pekerjaan Umum
Dinas Koperasi, Usaha Mikro, Kecil dan Menengah
Dinas Tenaga Kerja, Transmigrasi dan Kependudukan
Dinas Perhubungan, Informasi dan Komunikasi
Dinas Sosial
Dinas Kebudayaan
Dinas Pendapatan
Dinas Kelautan dan Perikanan
Dinas Pertanian dan Tananam Pangan
Dinas Kehutanan
Dinas Perkebunan
Dinas Peternakan dan Kesehatan Hewan
Dinas Pariwisata
Dinas Perindustrian dan Perdagangan
Cluster Lembaga Teknis Daerah
Badan Kesatuan Bangsa, Politik dan Perlindungan Masyarakat
Badan Lingkungan Hidup
Badan Pendidikan dan Pelatihan
Badan Penanaman Modal dan Perizinan
Badan Pemberdayaan Masyarakat dan Pemerintahan Desa
Badan Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Individu
Badan Kepegawaian Daerah
Badan Perpustakaan dan Arsip
Badan Narkotika Nasional
Badan Penanggulangan Bencana
Cluster Lembaga Lain
Rumah Sakit Jiwa
Rumah Sakit Indera
Kantor Perwakilan
Sekretariat Komisi Penyiaran Indonesia Daerah
Sekretariat Komisi Pemilihan Umum
Sekretariat Panitia Pengawas PEMILU
Satuan Polisi Pamong Praja

Sumber : Pemerintah Daerah Provinsi Bali (2013)

103

Lampiran 3

KUESIONER PENELITIAN
PENGARUH MORALITAS INDIVIDU DAN
PENGENDALIAN INTERNAL PADA
KECURANGAN AKUNTANSI
(Studi Eksperimen pada Pemerintah Daerah Provinsi Bali)

GUSTI AYU KETUT RENCANA SARI DEWI


NIM 1191662001

PROGRAM MAGISTER
PROGRAM STUDI AKUNTANSI
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS UDAYANA
DENPASAR
2014

104

Perihal : Permohonan Kesediaan menjadi Partisipan

Kepada
Yth. Bapak/Ibu Partisipan
diTempat

Dengan hormat,

Sehubungan dengan penyelesaian tugas tesis pada Program Magister


Akuntansi (MAKSI) di Universitas Udayana, maka peneliti sangat mengharapkan
bantuan Bapak/Ibu/Saudara untuk dapat menjawab seluruh pertanyaan pada kasus
terlampir. Adapun judul dari tesis ini adalah Pengaruh Moralitas Individu dan
Pengendalian Internal pada Kecurangan Akuntansi (Studi Eksperimen pada
Pemerintah Daerah Provinsi Bali). Sesuai etika penelitian, maka data yang
diperoleh dari Bapak/ Ibu akan kami jaga kerahasiaannya dan akan dipergunakan
hanya untuk kepentingan penelitian saja. Data tersebut akan dianalisis dan
disajikan secara agregat bukan secara individu.
Peneliti menyadari waktu Bapak/Ibu adalah sangat berharga, tetapi waktu
yang Bapak/Ibu luangkan untuk menjawab kasus ini akan sangat bernilai tidak
hanya untuk peneliti, tetapi juga untuk perguruan tinggi. Untuk itu, atas segala
kearifan, kerjasama, dan bantuan Bapak/Ibu dalam mendukung penelitian ini,
peneliti ucapkan terima kasih.

Denpasar,

..........................2014
Hormat saya,

(Gusti Ayu Ketut Rencana Sari Dewi)


NIM. 1191662001

105

IDENTITAS PARTISIPAN

Jenis Kelamin

Laki-laki

Perempuan

Usia

: ................................................................................

Jabatan

: ................................................................................

Lama Bekerja
tahun

< 5 tahun

5-10 tahun

>10

Pendidikan Terakhir

SMA
S2

D3
S3

S1
lainnya

Dengan ini menyatakan bersedia secara sukarela menjadi partisipan


Denpasar, .......................2014

(ttd partisipan)

106

Skenario 1 Perlakuan Terdapat Elemen Pengendalian Internal


Petunjuk Umum :
Bacalah Skenario berikut ini dengan seksama, dan berikan jawaban anda pada
pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda X:
Latar Belakang
Rudi adalah seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di Kabupaten Y.
Rudi mengepalai Dinas X. Sebagai kepala dinas, ia diberi kuasa oleh kepala daerah
sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, termasuk mengkoordinir dan
bertanggungajwab atas proses pengadaan barang di lingkup dinas. Beberapa tugas
Rudi lainnya adalah mengkoreksi tagihan, memerintahkan pembayaran dan
menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) serta bertanggungjawab atas
penyusunan Laporan Keuangan SKPD. Dinas X menerapkan aturan-aturan mengenai
perilaku. Tindakan disiplin sangat dikedepankan atas penyimpangan terhadap
kebijakan dan prosedur atau pelanggaran terhadap aturan perilaku tersebut. Di Dinas
X, setiap terjadi transaksi akan selalu dicatat tepat waktu. Otorisasi transaksi dan
bukti pendukung selalu diperhatikan dengan cermat. Pemeriksaan fisik atas kekayaan
instansi, seperti aset instansi, dilakukan secara berkala. Tidak ada pegawai yang
merangkap beberapa tugas sekaligus di instansi ini. Sistem akuntansi yang ada di
instansi dapat mencatat seluruh informasi kegiatan operasional di dalam instansi
sehingga tidak ada satupun kegiatan operasional yang luput dari pencatatan.
Pemantauan dan evaluasi atas aktivitas operasional untuk menilai derajat keamanan
aset selalu dilakukan secara periodik. Setiap satu tahun sekali, auditor internal
pemerintah akan melakukan audit di instansi Rudi untuk memastikan ketaatan
terhadap kebijakan, rencana dan prosedur yang telah ditetapkan sebelumnya.
Beberapa temuan dari proses audit tersebut kemudian akan menjadi rekomendasi bagi
instansi Rudi. Rekomendasi tersebut berisi saran-saran untuk perbaikan operasional
dalam rangka mencapai efisiensi dan efektivitas.
Program Kerja
Salah satu program kerja instansi Rudi tahun ini adalah pengadaan alat-alat kesehatan
bagi puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Y. Proyek tersebut bernilai
Rp750.000.000. Dinas X mengadakan proses tender untuk mendapatkan pemasok
alat-alat kesehatan tersebut. Dibentuk sebuah panitia tender untuk menangani tender
tersebut. Dalam tender yang berlangsung, terdapat 4 perusahaan peserta tender. Salah
satu perusahaan tersebut adalah milik teman lama Rudi, Dani. Sebelum proses tender
dimulai, Dani menemui Rudi dan memintanya untuk membantu memenangkan tender
untuk perusahaannya. Jika perusahaanya yang menang, maka ia akan memberikan
20% (atau senilai Rp150.000.000) dari nilai nominal proyek tersebut untuk pihakpihak yang membantu kemenangannya, termasuk panitia tender dan Rudi. Rudi
dihadapkan pada dua pilihan: memenangkan tender untuk perusahaan Dani atau
meneruskan prosedur tender sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika Rudi
memilih alternatif pertama, maka ada beberapa hal yang harus dilakukan Rudi,
diantaranya: memerintahkan panitia tender untuk memenangkan perusahaan Dani,
menyepakati nominal tender (Dinas X tetap membayar 100%, 20% dari pembayaran
akan diberikan Dani kepada Rudi dan panitia tender) dan melakukan otorisasi
pembayaran kerjasama Dinas X dan perusahaan Dani.
107

Jika Rudi memilih alternatif yang kedua, maka proses tender seluruhnya menjadi
wewenang panitia tender. Panitia tender bertanggungjawab untuk mengadakan
mekanisme tender sesuai dengan ketentuan yang ada dan tanpa intervensi dari Rudi.

Setelah membaca latar belakang dan program kerja di atas, berikan jawaban
anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda X:
Jika Rudi menerima tawaran Dani?
Sangat tidak setuju
1
2
3

108

Sangat Setuju
8
9
10

Skenario 2 Perlakuan Tidak Terdapat Elemen Pengendalian Internal


Petunjuk Umum :
Bacalah Skenario berikut ini dengan seksama, dan berikan jawaban anda pada
pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda X:
Latar Belakang
Rudi adalah seorang Kepala Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) di
Kabupaten Y. Rudi mengepalai Dinas X. Sebagai kepala dinas, ia diberi kuasa
oleh kepala daerah sebagai pengguna anggaran dan pengguna barang, termasuk
mengkoordinir dan bertanggungajwab atas proses pengadaan barang di lingkup
dinas. Beberapa tugas Rudi lainnya adalah mengkoreksi tagihan, memerintahkan
pembayaran dan menandatangani Surat Perintah Membayar (SPM) serta
bertanggungjawab atas penyusunan Laporan Keuangan SKPD. Di Dinas X,
terdapat aturan-aturan mengenai perilaku. Aturan-aturan tersebut belum dapat
berjalan sesuai dengan kebijakan dan prosedur yang ditetapkan. Beberapa
pegawai ada yang melakukan pelanggaran terhadap aturan perilaku, namun sanksi
yang tegas tidak diberlakukan. Di Dinas X, setiap terjadi transaksi tidak selalu
dapat dicatat tepat waktu. Tanggal transaksi dan tanggal pencatatan seringkali
tidak sesuai. Terkadang otorisasi transaksi dan bukti pendukung tidak sesuai
dengan ketentuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Pemeriksaan fisik atas
kekayaan instansi, seperti aset instansi, hanya dilakukan sesekali. Di instansi ini,
beberapa pegawai ada yang merangkap beberapa tugas sekaligus karena
keterbatasan sumber daya manusia. Sistem akuntansi yang ada di instansi belum
dapat mencatat seluruh informasi kegiatan operasional di dalam instansi sehingga
banyak kegiatan operasional yang luput dari pencatatan. Pemantauan dan evaluasi
atas aktivitas operasional untuk menilai derajat keamanan aset tidak selalu
dilakukan.
Program Kerja
Salah satu program kerja instansi Rudi tahun ini adalah pengadaan alat-alat
kesehatan bagi puskesmas-puskesmas yang ada di Kabupaten Y. Proyek tersebut
bernilai Rp.750.000.000. Dinas X mengadakan proses tender untuk mendapatkan
pemasok alat-alat kesehatan tersebut. Dibentuk sebuah panitia tender untuk
menangani tender tersebut. Dalam tender yang berlangsung, terdapat 4 perusahaan
peserta tender. Salah satu perusahaan tersebut adalah milik teman lama Rudi,
Dani. Sebelum proses tender dimulai, Dani menemui Rudi dan memintanya untuk
membantu memenangkan tender untuk perusahaannya. Jika perusahaanya yang
menang, maka ia akan memberikan 20% (atau senilai Rp150.000.000) dari nilai
nominal proyek tersebut untuk pihak-pihak yang membantu kemenangannya,
termasuk panitia tender dan Rudi. Rudi dihadapkan pada dua keputusan:
memenangkan tender untuk perusahaan Dani atau meneruskan prosedur tender
sesuai dengan ketentuan yang berlaku. Jika Rudi memilih alternatif pertama, maka
ada beberapa hal yang harus dilakukan Rudi, diantaranya: memerintahkan panitia
tender untuk memenangkan perusahaan Dani, menyepakati nominal tender (Dinas
X tetap membayar 100%, 20% dari pembayaran akan diberikan Dani kepada Rudi

109

dan panitia tender) dan melakukan otorisasi pembayaran kerjasama Dinas X dan
perusahaan Dani. Jika Rudi memilih alternatif yang kedua, maka proses tender
seluruhnya menjadi wewenang panitia tender. Panitia tender bertanggungjawab
untuk mengadakan mekanisme tender sesuai dengan ketentuan yang ada dan tanpa
intervensi dari Rudi.
Setelah membaca latar belakang dan program kerja di atas, berikan jawaban
anda pada pertanyaan di bawah ini dengan memberi tanda X:
Jika Rudi menerima tawaran Dani?
Sangat tidak setuju
1
2
3

110

Sangat Setuju
9
10

Moralitas Individu
Petunjuk:
Untuk jawaban nomor 1 sampai dengan 6 di halaman berikut Bapak/Ibu diberikan
kasus yang tidak terjadi sebenarnya. Berikan jawaban yang menurut Bapak/Ibu
paling benar.
Kasus
Tiga bulan yang lalu Amir Mandala, Ak, pindah dari dinas Perhubungan
ke Dinas Pekerjaan Umum, tetapi tetap sebagai staf akuntansi. Selama tiga tahun
Laporan Keuangan di Dinas Pekerjaan Umum diaudit oleh BPK. Hasil audit
selalu memberikan opini Wajar Tanpa Pengecuaian (WTP). Selama tiga bulan
bekerja di Dinas Pekerjaan Umum, Laporan Realisasi Anggaran (LRA) belum
memperlihatkan keadaan yang sebenarnya. Masih terdapat beberapa program
yang tidak jalan, sehingga menunjukkan bahwa pemerintah telah memenuhi batas
anggaran tapi program pembangunan belum sepenuhnya berjalan.
Mengetahui hal ini Amir Mandala, Ak menyampaikan permasalahan
tersebut kepada pimpinannya. Namun pimpinannya meminta kepada Amir
Mandaa, Ak untuk tidak mengubah proses penyusunan Laporan Realisasi
Anggaran yang telah berjalan. Amir Mandala, Ak diminta untuk menyelesaikan
Laporan Realisasi Anggaran tersebut dengan tetap menunjukkan bahwa Laporan
Realisasi Anggaran telah digunakan dengan sebaiknya dan pembangunanpembanguanan telah dilakukan dengan semestinya. Pimpinan juga menyatakan
akan memberikan bonus pada Amir Mandala, Ak serta janji untuk dipromosikan.
Amir Mandala, Ak menyarankan agar pimpinannya mempertimbangkan
untuk menunjukkan gambaran kegiatan pembangunan yang telah tercapai, dan
agar tidak terkena sanksi Undang-Undang, termasuk agar mempertimbangkan
prinsip kesejahteraan masyarakat, serta tidak merugikan para pegawai lainnya.
Nilailah keputusan pimpinan tempat Bapak/Ibu bekerja bila kondisi yang
dihadapi oleh Amir Mandala, Ak terjadi di SKPD tempat Bapak/Ibu
bekerja.

111

Mohon Bapak/Ibu memberi tanda check (V) pada salah satu pilihan jawaban
sesuai dengan keadaan ditempat Bapak/Ibu bekerja.
Pilihan jawaban :
SS = Sangat Setuju, S = Setuju,
TS = Tidak Setuju, STS = Sangat Tidak
Setuju
No
Pernyataan
SS
S
TS STS
1. Pimpinan SKPD tetap menyelesaikan Laporan Realisasi
Anggaran seperti periode yang lalu untuk kepentingannya
2. Pimpinan SKPD memberikan bonus pada staf
akuntansinya karena telah patuh
3. Pimpinan SKPD tetap menyusun Laporan Realisasi
Anggaran seperti periode yang lalu agar kinerjanya bagus
dan terlihat baik
4. Pimpinan SKPD menyusun Laporan Realisasi Anggaran
seperti periode yang lalu, karena sudah menjadi
kelaziman di SKPD-nya
5. Pimpinan SKPD Menyusun Laporan Realisasi Anggaran
seperti yang sebenarnya, karena pimpinan takut terkena
sanksi Undang-Undang
6. Pimpinan SKPD menyusun Laporan Realisasi Anggaran
seperti
kondisi
yang
sebenarnya
demi
mempertimbangkan prinsip kesejahteraan masyarakat
serta tidak merugikan pemerintahan
-Terima Kasih-

112

Lampiran 4
TABULASI DATA
NO USIA GENDER LAMA KERJA
1
43
L
>10 TAHUN
2
49
L
>10 TAHUN
3
53
P
>10 TAHUN
4
51
P
>10 TAHUN
5
56
P
>10 TAHUN
6
43
P
>10 TAHUN
7
46
L
>10 TAHUN
8
47
L
>10 TAHUN
9
41
L
>10 TAHUN
10
46
L
>10 TAHUN
11
44
P
>10 TAHUN
12
28
L
<5 TAHUN
13
54
P
>10 TAHUN
14
53
P
>10 TAHUN
15
56
L
>10 TAHUN
16
45
P
>10 TAHUN
17
51
L
>10 TAHUN
18
40
L
>10 TAHUN
19
44
P
>10 TAHUN
20
38
P
>10 TAHUN
21
46
L
>10 TAHUN
22
40
L
>10 TAHUN
23
39
P
>10 TAHUN
24
40
P
>10 TAHUN
25
49
P
>10 TAHUN
26
50
L
>10 TAHUN
27
40
L
>10 TAHUN
28
39
P
>10 TAHUN
29
51
L
>10 TAHUN
30
41
P
>10 TAHUN
31
46
L
>10 TAHUN
32
53
L
>10 TAHUN
33
37
L
5-10 TAHUN
34
39
P
>10 TAHUN
35
43
L
>10 TAHUN
36
56
P
>10 TAHUN
37
53
P
>10 TAHUN

113

STUDY
S2
S2
S1
S1
S1
S2
S2
S1
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S1
S1
S1
S1
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1

GRUP
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
1
2
2
2
2
2
2
2

KEPUTUSAN
1
8
1
1
4
5
1
5
9
6
1
7
5
5
7
6
7
10
7
8
7
1
2
8
2
8
1
6
9
2
4
1
7
6
6
1
5

38
39
40
41
42
43
44
45
46
47
48
49
50
51
52
53
54
55
56
57
58
59
60
61
62
63
64
65
66
67
68
69
70
71
72
73
74
75
76
77
78

52
50
53
54
48
56
51
41
46
39
50
53
52
49
54
45
42
50
39
51
42
39
42
55
54
54
50
49
54
55
51
39
38
36
54
50
56
54
52
46
53

P
L
P
P
P
L
L
L
L
L
P
P
P
P
L
L
L
L
P
P
L
P
P
L
P
L
L
L
P
P
L
L
L
P
P
L
L
P
L
P
L

>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
5-10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN

114

S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S2
S2
S2
S2
S1
S1
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S2
S1
S1
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S2
S2
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1

2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
2
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3
3

5
3
2
2
10
6
5
1
2
5
4
6
5
1
1
9
5
3
1
2
5
7
6
10
1
1
2
5
3
3
4
2
5
10
10
3
5
7
2
9
10

79
80
81
82
83
84
85
86
87
88
89
90
91
92
93
94
95
96
97
98
99
100
101
102
103
104
105
106
107
108
109
110
111
112

56
56
52
46
44
46
48
51
51
51
50
50
56
53
49
47
46
50
54
53
45
43
49
52
51
56
52
41
53
38
44
55
48
41

L
P
L
L
L
L
L
L
P
P
L
P
L
L
P
L
P
P
L
L
P
P
P
L
P
P
L
P
P
P
P
L
L
L

>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN
>10 TAHUN

115

S1
S1
S1
S2
S2
S1
S2
S2
S2
S2
S2
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S1
S2
S1
S2
S1
S1
S2
S2
S1
S1
S1
S2
S2
S1
S2
S2

3
3
3
3
3
3
3
3
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4
4

5
4
1
3
3
10
8
2
10
10
6
10
3
10
5
10
7
8
10
10
7
10
5
10
10
10
8
8
10
10
8
4
10
10

Lampiran 5
HASIL PENGOLAHAN DATA DENGAN SPSS VERSI 19

1. Uji Validitas
Correlations
Spearman's rho moral

Correlation
Coefficient
Sig. (2-tailed)
N

SPI

Moral
1,000

SPI
-,001

Total
,707**

112

,989
112

,000
112

Correlation
-,001
1,000
Coefficient
Sig. (2-tailed)
,989 .
N
112
112
**
Total
Correlation
,707
,707**
Coefficient
Sig. (2-tailed)
,000
,000 .
N
112
112
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).

116

,707**
,000
112
1,000

112

2. Uji Reliabilitas dan Validitas (Variabel Moralitas Individu)


Reliability Statistics
Cronbach's
N of
Alpha
Items
,719
6
Hasil perhitungan menunjukkan nilai Cronbachs Alpha = 0,719 yang lebih besar
dari 0,60 berarti instrumen penelitian dikatakan reliabel

SOAL1
SOAL1 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
SOAL2 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
SOAL3 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
SOAL4 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
SOAL5 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
SOAL6 Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)
N
TOTAL Pearson Correlation
Sig. (2-tailed)

Correlations
SOAL2
SOAL3
**

,253
,007
112
1

112
,253**
,007
112
,167
,079
112
,331**
,000
112
,598**
,000
112
,066
,488
112
,610**
,000

112
,747**
,000
112
,393**
,000
112
,400**
,000
112
,013
,890
112
,765**
,000

N
112
112
**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).
*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).

,167
,079
112
,747**
,000
112
1
112
,282**
,003
112
,247**
,009
112
,231*
,014
112
,731**
,000
112

SOAL4
**

,331
,000
112
,393**
,000
112
,282**
,003
112
1
112
,591**
,000
112
-,041
,672
112
,655**
,000
112

SOAL5
**

,598
,000
112
,400**
,000
112
,247**
,009
112
,591**
,000
112
1

,066
,488
112
,013
,890
112
,231*
,014
112
-,041
,672
112
,085
,371
112
1

112
,085
,371
112
,742**
,000

112
,329**
,000

112

112

Pada tabel di atas tampak bahwa seluruh indikator (SOAL 1-6) dikatakan valid
karena memiliki nilai korelasi di atas 0,3 yakni SOAL 1=0,610, SOAL 2=0,765,
SOAL 3=0,731, SOAL 4=0,655, SOAL 5=0,742 dan SOAL 6=0,329.

117

SOAL6

TOTAL

,610
,00
11
,765
,00
11
,731
,00
11
,655
,00
11
,742
,00
11
,329
,00
11

11

3. Statistik Deskriptif, Uji Normalitas, dan Uji Homogenitas

Descriptive Statistics
Dependent Variable:fraud
moral
rendah

tinggi

Total

SPI
tidak ada
ada SPI
Total
tidak ada
ada SPI
Total
tidak ada
ada SPI
Total

Mean
8,4231
5,0357
6,6667
4,0357
5,0000
4,5345
6,1481
5,0172
5,5625

Std. Deviation
2,19405
3,13265
3,19197
2,47180
2,97113
2,76072
3,20617
3,02325
3,15024

One-Sample Kolmogorov-Smirnov
Test
Fraud
N
112
Normal
Mean
5,5625
Parametersa,b Std.
3,15024
Deviation
Most
Absolute
,117
Extreme
Positive
,112
Differences
Negative
-,117
Kolmogorov-Smirnov Z
1,238
Asymp. Sig. (2-tailed)
,093

Levene's Test of Equality of Error Variances a


Dependent Variable:fraud
F
df1
df2
Sig.
2,009
3
108
,117
Tests the null hypothesis that the error variance
of the dependent variable is equal across groups.
a. Design: moral + SPI + moral * SPI

118

N
26
28
54
28
30
58
54
58
112

4. Uji Two Way Anova dan Profile Plots Interaksi

Tests of Between-Subjects Effects


Dependent Variable:fraud
Type I Sum
Mean
Source
of Squares
Df
Square

Sig.

Model
3760,725
4
940,181 125,937
moral
3592,569
2
1796,284 240,611
SPI
35,937
1
35,937
4,814
moral *
132,219
1
132,219 17,711
SPI
Error
806,275
108
7,466
Total
4567,000
112
a. R Squared = ,823 (Adjusted R Squared = ,817)

,000
,000
,030
,000

SPI * moral
Dependent Variable:fraud

SPI

moral

tidak ada rendah


tinggi
ada SPI rendah
tinggi

Mean
8,423
4,036
5,036
5,000

95% Confidence Interval


Lower
Upper
Bound
Bound

Std.
Error
,536
,516
,516
,499

119

7,361
3,012
4,012
4,011

9,485
5,059
6,059
5,989

Profile Plots

120

Anda mungkin juga menyukai