Anda di halaman 1dari 4

A.

PERANAN DNA REKOMBINAN DALAM INDUSTRI SUSU


PEMBUATAN KEJU
Keju dibuat dari air susu yang diasamkan dengan memasukkan bakteri, yaitu Lactobacillus
bulgarius dan Streptococcus thermophillus. Untuk mengubah gula susu (laktosa) menjadi
asam susu (asam laktat) susu dipanaskan terlebih dahulu pada suhu tertentu dengan maksud
untuk membunuh bakteri yang berbahaya agar berhasil dalam proses pembuatannya.
Selanjutnya, ditambahkan campuran enzim yang mengandung renin untuk menggumpalkan
susu sehingga terbentuk lapisan, yaitu berupa cairan susu yang harus dibuang, sedangkan
bagian yang padat diperas dan dipadatkan. Enzim tersebut akan menambah aroma dan rasa,
juga akan mencerna protein dan lemak menjadi asam amino.
Peranan DNA rekombinan dalam Pembuatan keju
Industri keju memerlukan rennet untuk menggumpalkan susu.
1. Rennet
Rennet merupakan bahan bioaktif yang awalnya merupakan hasil ekstraksi abomasum sapi
muda yang digunakan sebagai koagulan dalam proses pembuatan keju, karena mengandung
enzim khimosin dengan kadar tinggi. Walaupun sebagian besar enzim protease telah
diketahui mampu menggumpalkan susu, namun enzim khimosin memiliki kemampuan paling
besar dalam mengkoagulasikan susu (Schwimmer 1981). Selain dari sapi muda (Andren et
al. 1982), rennet juga telah dikembangkan dari hewan ruminansia lain, tanaman (Ogugua et
al. 1987), dan mikroba yang direkayasa secara genetik (genetic modified organism = GMO)
(Van Dijck 1999).
Ekstrak rennet dari anak sapi muda mengandung 8894% khimosin dan 612%
pepsin dan sebaliknya ekstrak yang berasal dari sapi dewasa yaitu mengandung 9094 %
pepsin dan hanya 610% khimosin (Scott 1986). Enzim yang lazim digunakan dalam proses
pembuatan keju adalah khimosin yang dihasilkan oleh hewan muda, karena bersifat spesifik
dalam mengkatalisis reaksi hidrolisis k-kasein susu, sehingga menyebabkan koagulasi susu
yang spesifik pula dan memberikan cita rasa keju yang khas (Andren et al. 1982). Selain
khimosin, pepsin juga dapat digunakan sebagai enzim pengganti dalam pembuatan keju.
Penggunaan pepsin telah menarik perhatian terutama karena pepsin secara alami terdapat
bersama-sama dalam khimosin. Akan tetapi, penggunaan pepsin tidak memuaskan dan enzim
pepsin ini juga mudah terinaktivasi. Hal ini tidak menguntungkan pada proses pemasakan
keju yang menginginkan tekstur yang padat. Apabila pepsin dicampur dengan khimosin,
maka hasilnya akan lebih baik dan terbukti dapat diaplikasikan secara komersial (Suhartono

1992). Alasan selanjutnya dari penggunaan enzim khimosin daripada menggunakan asam
maupun enzim lain yaitu karena susu yang dipadatkan oleh enzim khimosin membuat keju
relatif lebih baik dibandingkan dengan susu dipadatkan oleh asam. Selanjutnya, menurut
penelitian bahwa pembuatan keju oleh enzim khimosin memiliki efek mencegah tekanan
darah rendah manusia.
2. Enzim Khimosin (Chymosin)
Khimosin (dahulu dinamakan rennin) adalah suatu enzim proteolitik yang dihasilkan oleh selsel utama (chief cells) di dalam lambung anak hewan mamalia. Enzim ini dapat diperoleh dari
ekstrak lambung abomasum hewan ruminansia seperti anak sapi, domba, dan kambing
(Yamamoto 1975). Susu digumpalkan dengan khimosin menjadi gumpalan berupa gel yang
lunak dan lembut yang dapat mengeluarkan whey dengan kecepatan yang seragam. Pepsin,
tripsin, dan papain juga dapat menggumpalkan susu, akan tetapi tidak dengan fleksibilitas
yang sama. Menurut Matsubara dan Feder (1971), koagulasi susu maksimum pada suhu 40
45 C untuk khimosin hewan dan suhu 7580 C untuk khimosin mikroba.
3. Ekstraksi Rennet
Metode ekstraksi enzim khimosin, menurut Suhartono (1991), dapat dilakukan dengan cara
memisahkan bagian fundus abomasum. Abomasum sebaiknya tidak diawetkan dengan garam
karena akan mengakibatkan dehidrasi berlebihan pada mukosa sehingga enzim sukar keluar
karena terikat dengan material garam. Asam asetat 10% dapat digunakan dengan cara
merendam abomasum cacahan selama 24 jam pada suhu 270C-390C sebanyak 5 kali
berturut-turut. Ekstraksi dilakukan dengan melakukan sentrifuge pada 2750 rpm selama 15
menit. Keasaman hasil ekstraksi disesuaikan dengan kondisi optimal kinerja enzim melalui
penambahan NaOH 1M. Ekstrak dikumpulkan, kemudian dipekatkan pada 400C dengan
tekanan vakum untuk mendapatkan ekstrak khimosin pekat.
Pada tahun 1960 FAO memprediksi akan adanya kekurangan rennet karena
kebutuhan daging dunia mendorong peternak untuk memelihara sapinya hingga dewasa.
Selain itu, kemampuan enzim khimosin yang baik dalam penggumpalan susu, enzim
khimosin menjadi pilihan utama yang diterapkan dalam industri makanan. Terutama banyak
digunakan untuk produksi keju. Untuk industri pembuatan keju saat ini, Enzim khimosin
dibutuhkan dalam jumlah besar. Oleh karena itu, metode rekayasa genetik digunakan saat ini
untuk mendapatkan jumlah enzim yang lebih banyak tetapi dalam jangka waktu yang singkat.
4. Chymosin/Khimosin Hasil Rekayasa Genetika

Chymosin/khimosin hasil rekayasa genetika dihasilkan pada awal tahun 1980an dari mikroba
(Escherichia coli, Kluyveromyces lactis dan Aspergillus niger) yang direkayasa. Chymosin
telah mengalami pengujian yang ketat untuk menjamin keamanan penggunaannya. Chymosin
memiliki sifat dan fungsi yang sama dengan rennet yang diperoleh dari anak sapi. Enzim ini
dapat digunakan untuk menghasilkan keju yang kualitasnya sama dengan keju yang
dihasilkan menggunakan rennet dari anak sapi yang lebih baik daripada jika menggunakan
rennet dari jamur atau hewan selain sapi. Chymosin pertama kali digunakan untuk pembuatan
keju pada tahun 1988. Pada saat ini hampir 90% rennet dihasilkan dari khamir terekayasa.
Penggunaan Chymosin didukung oleh kelompok vegetarian dan kelompok agama yang
menolak konsumsi bagian tubuh sapi.
5. Aplikasi dalam Pembuatan Keju
Keju dibuat dengan cara koagulasi (penggumpalan) kasein susu membentuk dadih atau curd.
Dadih susu kemudian dipanaskan dan dipres sehingga menghasilkan dadih keras, yang
kemudian dilakukan pemeraman atau pematangan keju. Disamping menggunakan rennet,
penggumpalan kasein dapat juga dilakukan dengan fermentasi bakteri asam laktat.
Bila rennet ditambahkan pada susu dalam jumlah yang cukup, kecepatan koagulasi
maksimum terjadi pada suhu 40 42oC. Koagulasi tidak terjadi pada suhu di bawah 10 oC
atau di atas 60oC. Penggumpalan kasein paling baik dilakukan pada suhu yang bertepatan
dengan terjadinya koagulasi maksimum. Dalam keadaan asam, pembentukan koagulum
makin cepat dan mutunya makin baik. Keasaman berpengaruh terhadap kestabilan kasein
baik secara langsung maupun tidak langsung dengan cara membebaskan ion kalsium yang
terlarut dan membentuk koloid senyawa kompleks.
Koagulasi Susu
Koagulasi susu adalah proses perubahan bentuk dari susu cair menjadi padatan berbentuk gel.
Koagulasi terjadi karena adanya penggumpalan dari kasein yang terdapat di dalam susu.
Gumpalan kasein yang terbentuk juga mengandung lemak, bakteri, koloid kalium fosfat dan
partikel-partikel lain yang disebut curd atau dadih. Selain itu, curd juga mengandung air dan
bahan-bahan yang terlarut dalam air (Daulay, 1990).
Pembentukan curd pada proses pembuatan keju, menurut Johnson (1984), dapat terjadi
melalui dua cara, yaitu koagulasi secara enzimatis dan koagulasi asam. Koagulasi dengan
menggunakan asam dapat dilakukan dengan cara langsung menambahkan asam (biasanya
asam laktat) ke dalam susu, atau dengan penambahan bakteri asam laktat yang akan

memfermentasikan laktosa menjadi asam laktat. Netralisasi muatan negatif dari kasein oleh
ion H+ dari asam laktat akan menyebabkan tercapainya pH isoelektrik kasein, yaitu pada 4,6,
yang mengakibatkan protein terkoagulasi. Penggumpalan akan sempurna bila semua muatan
kasein menjadi netral. Agregasi kasein pada susu normal dicegah oleh adanya rambut-rambut
pada misel kasein, serta muatan negatif dari misel yang mencegah misel saling berdekatan.
Koagulasi enzimatis merupakan proses yang ditujukan untuk memecah ikatan pembatas misel
kasein, sehingga misel kasein dapat beragregasi (Hill, 2006).
Koagulasi susu secara enzimatis terbagi kedalam tiga tahapan. Tahap pertama merupakan
tahap awal penggumpalan, sebanyak 80% molekul kasein terpecah untuk mempercepat
agregasi misel kasein. Tahap kedua merupakan tahap agregasi, misel kasein memerangkap air
untuk membentuk struktur tiga dimensi yang memicu terbentuknya gel. Ion kalsium pada
tahapan kedua saling berinteraksi dengan misel kasein sehingga mempercepat pembentukan
struktur gel dan mempercepat waktu koagulasi susu. Tahapan ketiga, merupakan tahapan
terakhir, yaitu pada tahapan ini kasein telah selesai teragregasi dan membentuk struktur gel
atau yang biasa dikenal dengan nama curd (Hill, 2006). Koagulasi susu oleh khimosin sangat
dipengaruhi oleh pH dan proses tersebut sensitif pada perubahan pH, terutama pada selang
6,5-7,0 (Shalabi dan Fox, 1981).
Khimosin bekerja pada ikatan k-kasein, pecahnya ikatan tersebut akan menyebabkan susu
menggumpal (Johnson dan Law, 1999). Khimosin bekerja pada sekuens asam amino mulai
dari His 98 hingga Lys 111, kemudian memotong ikatan tersebut antara Phe (fenilalanin) 105
dan Met (metionin) 106 pada rantai molekul kappa-casein.
Rennet bereaksi dengan k-kasein melalui tiga fase. Pada fase pertama enzim ini memecah
misel kasein. Pemecahan ini mengasilkan para-k-kasein dan glikomakropeptida. Pada fase
kedua atau fase penjendalan, misel kasein yang sudah dipecah, dengan pengaruh ion kalsium,
terbentuklah

kalsium

paracaseinate.

Kemudian

kalsium

paracaseinate

melakukan

penggabungan dengan komponen susu lain (air dan lemak susu) membentuk koagulan.
Biasanya satu koagulan dapat dihasilkan dalam waktu 30 menit-40 menit setelah penambahan
renin (Kloosterman, 1991). Fase ketiga dari aktivitas rennet dimulai jika curd sudah terbentuk
dan fase ini berkaitan dengan proteolisis alfa dan beta kasein. Pada fase ini sekitar 6% rennin
yang ditambahkan akan tetap terdapat di dalam curd (Widodo, 2003).

Anda mungkin juga menyukai