Lapsus Tonsilitis
Lapsus Tonsilitis
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
BAB II
LAPORAN KASUS
2.1. IDENTITAS PASIEN
Nama
: An N
Jenis Kelamin
: Perempuan
Umur
: 11 tahun
Alamat
Agama
: Islam
Suku
: Sasak
Pekerjaan
: Pelajar
Status
: Belum Kawin
No. CM
: 273726
Tanggal Masuk
: 10 Juli 2014
Tanggal Pemeriksaan
: 10 Juli 2014
2.2. ANAMNESIS
Auto dan alloanamnesa tanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli THT.
2.2.1.
Keluhan utama
Sering nyeri menelan.
2.2.2.
Riwayat penyakit sekarang
Sejak 1 bulan yang lalu pasien mengeluh sering nyeri menelan
yang hilang timbul. Nyeri menelan dirasakan terutama saat menelan
makanan. Pasien juga mengeluh perasaan tidak enak di tenggorokan
dan bau mulut. Sebelumnya pasien juga mengeluh nyeri menelan
disertai dengan sering demam, batuk, pilek dengan lendir putih yang
kumat-kumatan dan hidung tersumbat. Ibu pasien mengatakan pasien
ngorok saat tidur. Pasien tidak mengeluh nyeri pada kedua telinga,
tidak ada kurang pendengaran dan tidak ada sakit kepala.
2.2.3.
2.2.4.
2.2.5.
maupun obat-obatan.
2.3. PEMERIKSAAN FISIK
Dilakukan tanggal 10 Juli 2014 pukul 11.00 WITA di Poli THT.
2.3.1.
Status Generalis
Keadaan umum
: Baik
Kesadaran
: Compos mentis
Berat badan
: 24 kg
Tinggi Badan
: 125 cm
Status Gizi
: Cukup
2.3.2.
Tanda vital
Tensi
: 110/70
Nadi
: 89 x/menit
Respirasi
: 24 x/menit
Suhu
: 36,5 C
2.3.3.
Status Lokalis
2.3.3.1. Pemeriksaan telinga
No
.
Pemeriksaan
Telinga kanan
Telinga kiri
Telinga
1.
Tragus
2.
Daun telinga
Bentuk dan ukuran dalam batas Bentuk dan ukuran dalam batas
Liang telinga
4.
Membran timpani
(-)
Intak. Retraksi (-), bulging (-), Intak. Retraksi (-), bulging (-),
hiperemi
(-),
edema
(-), hiperemi
(-),
edema
(-),
Pemeriksaan hidung
Dextra
Sinistra
Hidung
Bentuk normal
Bentuk normal
Sekret
Mukoserous
Mukoserous
inferior
Meatus media
Meatus inferior
Septum
Deviasi (-)
Deviasi (-)
Massa
(-)
(-)
2.3.3.3.
Pemeriksaan Tenggorokan
Bibir
Mulut
Geligi
Warna merah muda, sama dengan daerah sekitar
Ginggiva
Lidah
Uvula
Palatum mole
Faring
Tonsila palatine
Kanan
Kiri
Ukuran
T3
T3
Warna
Hiperemis (+)
Hiperemis (+)
Tidak rata
Tidak rata
Melebar
Melebar
(+)
(+)
Permukaan
Kripte
Detritus
Peri Tonsil
Fossa Tonsillaris
Abses (-)
Abses (-)
hiperemi (+)
hiperemi (+)
2.7.2.
Pembedahan
Tonsilektomi.
2.8.1.
menjaga
kesehatan
pasien
dan
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
3.1. EMBRIOLOGI
Tonsila Palatina berasal dari proliferasi sel-sel epitel yang melapisi kantong
faringeal kedua. Perluasan ke lateral dari kantong faringeal kedua diserap dan
bagian dorsalnya tetap ada dan menjadi epitel tonsilla palatina. Pilar tonsil berasal
dari arcus branchial kedua dan ketiga. Kripta tonsillar pertama terbentuk pada usia
kehamilan 12 minggu dan kapsul terbentuk pada usia kehamilan 20 minggu. Pada
sekitar bulan ketiga, tonsil secara gradual akan diinfiltrasi oleh sel-sel limfatik.
Secara histologis tonsil mengandung 3 unsur utama yaitu jaringan ikat atau
trabekula (sebagai rangka penunjang pembuluh darah, saraf dan limfa), folikel
germinativum (sebagai pusat pembentukan sel limfoid muda) serta jaringan
interfolikel (jaringan limfoid dari berbagai stadium). (Adam LG et al, 2001)
10
terletak pada dinding dorsal dari nasofaring, Tonsilla tubaria yang terletak pada
bagian lateral nasofaring di sekitar ostium tuba auditiva dan Plaques dari peyer
(tonsil perut), terletak pada ileum.
Dari kelima macam tonsil tersebut, Tonsilla lingualis, Tonsilla palatina,
Tonsilla pharingica, dan Tonsilla tubaria membentuk cincin jaringan limfe pada
pintu masuk saluran nafas dan saluran pencernaan. Cincin ini dikenal dengan
nama cincin waldeyer. Kumpulan jaringan ini melindungi anak terhadap infeksi
melalui udara dan makanan. Jaringan limfe pada cincin waldeyer menjadi
hipertrofi fisiologis pada masa kanak-kanak, adenoid pada umur 3 tahun dan
tonsil pada umur 5 tahun dan kemudian menjadi atrofi pada masa pubertas.
Tonsil palatina dan adenoid (tonsil faringeal) merupakan bagian terpenting
dari cincin waldeyer. Tonsil palatina adalah masa jaringan limfoid yang terletak di
dalam fossa tonsil pada kedua sudut orofaring dan dibatasi oleh pilar anterior (otot
palatoglosus) dan pilar posterior (otot palatofaringeus). Palatoglosus mempunyai
origo seperti kipas dipermukaan oral palatum mole dan berakhir pada sisi lateral
lidah. Palatofaringeus merupakan otot yang tersusun vertical dan di atas melekat
pada palatum mole, tuba eustachius dan dasar tengkorak. Otot ini meluas ke
bawah sampai ke dinding atas esophagus. Otot ini lebih penting daripada
palatoglosus dan harus diperhatikan pada operasi tonsil agar tidak melukai otot
ini. Kedua pilar bertemu diatas untuk bergabung dengan palatum mole. Di inferior
akan berpisah dan memasuki jaringan pada dasar lidah dan leteral dinding faring.
11
12
Anterior
Posterior
Superior
Inferior
Medial
Lateral
: arcus palatoglossus
: arcus palatopharyngeus
: palatum mole
: 1/3 posterior lidah
: ruang orofaring
: kapsul dipisahkan oleh m. constrictor pharyngis superior
13
Gambar 4. Adenoid
Fossa tonsil atau sinus tonsil dibatasi oleh otot-otot orofaring, yaitu batas
anterior adalah otot palatoglosus, batas lateral atau dinding luarnya adalah otot
konstriktor faring superior. Tonsil tidak mengisi seluruh fosa tonsilaris, daerah
yang kosong di atasnya dikenal sebagai fossa supratonsilaris. Bagian luar tonsil
terikat longgar pada muskulus konstriktor faring superior, sehingga tertekan setiap
kali makan. Permukaan lateral tonsil melekat pada fasia faring yang sering juga
disebut kapsul tonsil, sehingga mudah dilakukan diseksi pada tonsilektomi.
(Soepardi et al, 2007)
Tonsil mendapat vaskularisasi dari cabang-cabang a. karotis eksterna
yaitu: a. maksilaris eksterna (a. fasialis) yang mempunyai cabang a. tonsilaris dan
a. palatina asenden, a. maksilaris interna dengan cabangnya yaitu a.palatina
desenden, a. lingualis dengan cabangnya yaitu a. lingualis dorsal dan a. faringeal
asenden. a. tonsilaris berjalan ke atas di bagian luar m. konstriktor superior dan
memberikan cabang untuk tonsil dan palatum mole. Arteri palatina asenden,
mengirim cabang-cabangnya melalui m. konstriktor posterior menuju tonsil.
Arteri faringeal asenden juga memberikan cabangnya ke tonsil melalui bagian luar
m. konstriktor superior. Arteri lingualis dorsal naik ke pangkal lidah dan mengirim
cabangnya ke tonsil, plika anterior dan plika posterior.
14
15
Interleukin ( IL) seperti IL-1, IL-6 . dan tumor necrosis factor- juga berperan
dalam pertahanan tubuh pada fase akut. Secara sistemik proses imunologi dari
tonsil terbagi 3 yaitu; (Wanri, Arwansyah. 2007)
Migrasi limfosit
Pada respon imun tahap 1 terjadi ketika antigen memasuki orofaring
16
17
dengan pengobatan dan serangan yang berulang setiap enam minggu hingga 3 4
bulan. Seringnya serangan merupakan faktor prediposisi timbulnya tonsilitis
kronis yang merupakan infeksi fokal. (Amarudin, 2005)
Faktor predisposisi lain timbulnya tonsillitis kronis ialah rangsangan yang
menahun dari rokok, beberapa jenis makanan, hygiene mulut yang buruk,
pengaruh cuaca, dan kelelahan fisik. Kuman penyebabnya sama dengan tonsillitis
akut tetapi kadang kuman berubah menjadi kumah golongan gram negatif.
(Soepardi et al, 2007)
3.5. ETIOLOGI
Etiologi penyakit ini dapat disebabkan oleh serangan ulangan dari
tonsilitis akut yang mengakibatkan kerusakan permanen pada tonsil atau
kerusakan ini dapat terjadi bila fase resolusi tidak sempurna. Bakteri penyebab
tonsilitis kronis pada umumnya sama dengan tonsilitis akut, yang paling sering
adalah kuman gram positif.
Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh para ahli, bakteri yang paling
banyak ditemukan pada jaringan tonsil adalah Streptococcus hemolyticus.
Beberapa jenis bakteri lain yang dapat ditemukan adalah Staphylococcus,
Pneumococcus, Haemophylus influenza, virus, jamur dan bakteri anaerob.
(Nurjanna Z, 2011)
3.6. PATOFISIOLOGI
Terjadinya tonsilitis dimulai saat kuman masuk ke tonsil melalui kriptekriptenya, sampai disitu secara aerogen (melalui hidung, droplet yang
mengandung kuman terhisap oleh hidung kemudian nasofaring terus ke tonsil),
maupun secara foodvorn yaitu melalui mulut bersama makanan. (Nurjanna Z,
2011)
Fungsi tonsil sebagai pertahanan terhadap masuknya kuman ke tubuh baik
yang melalui hidung maupun mulut. Kuman yang masuk kesitu dihancurkan oleh
makrofag, Sel-sel polimorfonuklear. Jika tonsil berulang kali terkena infeksi maka
18
pada suatu waktu tonsil tidak bisa membunuh kuman-kuman semuanya, akibatnya
kuman bersarang di tonsil. Pada keadaan inilah fungsi pertahanan tubuh dari tonsil
berubah menjadi sarang infeksi (tonsil sebagai fokal infeksi). Sewaktu waktu
kuman bisa menyebar ke seluruh tubuh misalnya pada keadaan umum yang
menurun. (Nurjanna Z, 2011)
Fokal infeksi adalah sumber kuman di dalam tubuh dimana kuman dan
produk-produknya dapat menyebar jauh ke tempat lain dalam tubuh itu dan dapat
menimbulkan penyakit. Kelainan ini hanya menimbulkan gejala ringan atau
bahkan tidak ada gejala sama sekali, tetapi akan menyebabkan reaksi atau
gangguan fungsi pada organ lain yang jauh dari sumber infeksi. Penyebaran
kuman atau toksin dapat melalui beberapa jalan. Penyebaran jarak dekat biasanya
terjadi secara limfogen, sedangkan penyebaran jarak jauh secara hematogen.
Fokal infeksi secara periodik menyebabkan bakterimia atau toksemia. Bakterimia
adalah terdapatnya kuman dalam darah. Kuman-kuman yang masuk ke dalam
aliran darah dapat berasal dari berbagai tempat pada tubuh. Darah merupakan
jaringan yang mempunyai kemampuan dalam batas-batas tertentu untuk
membunuh kuman-kuman karena adanya imun respon. Maka dalam tubuh sering
terjadi bakterimia sementara. Bakterimia sementara berlangsung selama 10 menit
sampai beberapa jam setelah tindakan. (Nurjanna Z, 2011)
3.7. MANIFESTASI KLINIS & DIAGNOSIS
Pasien dengan tonsillitis kronis akan mengeluh ada penghalang/rasa
mengganjal di tenggorokan, tenggorokan terasa kering dan pernafasan berbau.
Pada pemeriksaan tampak tonsil membesar dengan permukaan yang tidak rata,
kriptus membesar, dan kriptus berisi detritus. (Soepardi et al, 2007)
Bila tonsillitis kronis tersebut dalam keadaan eksaserbasi akut maka aka
nada tanda-tanda infeksi seperti demam, infeksi saluran nafas, nyeri menelan,
lesu, tidak nafsu makan, pada pemeriksaan tonsil terlihat hiperemi, membengkak,
ada kripte melebar, dan detritus. (Soepardi et al, 2007)
19
TO
T1
T2
T3
T4
Pada anak, tonsil yang hipertrofi dapat terjadi obstruksi saluran nafas atas
yang dapat menyebabkan hipoventilasi alveoli yang selanjutnya dapat terjadi
hiperkapnia dan dapat menyebabkan kor polmunale. Obstruksi yang berat
menyebabkan apnea waktu tidur, gejala yang paling umum adalah mendengkur
yang dapat diketahui dalam anamnesis. (Nurjanna Z, 2011)
3.8. TATALAKSANA
Pengobatan pasti untuk tonsillitis kronis adalah pembedahan dengan
pengangkatan tonsil. Tindakan ini dilakukan pada kasus-kasus dimana
penatalaksanaan medis atau yang konservatif gagal untuk meringankan gejalagejala. Penatalaksanaan medis termasuk pemberian penisilin yang lama, irigasi
tenggorokan sehari-hari dan usaha untuk membersihkan kripte tonsil dengan alat
irigasi gigi (oral). Ukuran jaringan tonsil tidak mempunyai hubungan dengan
infeksi kronis maupun berulang. (Dedya et al, 2009)
Terapi antibiotik pada tonsilitis kronis sering gagal dalam mengurangi dan
mencegah rekurensi infeksi, baik karena kegagalan penetrasi antibiotik ke dalam
parenkim tonsil ataupun ketidaktepatan antibiotik. Oleh sebab itu, penanganan
yang efektif bergantung pada identifikasi bakteri penyebab dalam parenkim tonsil.
Pemeriksaan apus permukaan tonsil tidak dapat menunjukkan bakteri pada
parenkim tonsil, walaupun sering digunakan sebagai acuan terapi, sedangkan
20
(dicurigai
keganasan)
b) Indikasi relatif :
i) Penderita dengan infeksi tonsil yang kambuh 3 kali atau lebih dalam
setahun meskipun dengan terapi yang adekuat
ii) Bau mulut atau bau nafas yang menetap yang menandakan tonsilitis
kronis tidak responsif terhadap terapi media
iii) Tonsilitis kronis atau rekuren yang disebabkan kuman streptococus
yang resisten terhadap antibiotik betalaktamase
iv) Pembesaran tonsil unilateral yang diperkirakan neoplasma
c) Kontra indikasi :
i) Diskrasia darah kecuali di bawah pengawasan ahli hematologi
ii) Usia di bawah 2 tahun bila tim anestesi dan ahli bedah fasilitasnya
tidak mempunyai pengalaman khusus terhadap bayi
iii) Infeksi saluran nafas atas yang berulang
iv) Perdarahan atau penderita dengan penyakit sistemik yang tidak
terkontrol.
v) Celah pada palatum
3.9. KOMPLIKASI
21
22
BAB IV
PEMBAHASAN
Pasien datang dengan keluhan nyeri dan sulit menelan yang sebelumnya
diawali oleh demam, batuk, dan pilek. Ketika dimintai keterangan lebih lanjut,
pasien mengaku sejak dulu sudah sering merasa sulit menelan. Saat dilakukan
pemeriksaan pada daerah tenggorok, terlihat tonsil membesar T3 (dextra) dan T3
(sinistra) dengan tampilan hiperemis, bengkak, kripte melebar, dan terlihat
detritus. Keterangan tersebut dapat digunakan sebagai acuan untuk mendiagnosa
pasien dengan tonsillitis kronis eksaserbasi akut. Hal ini diperkuat dengan riwayat
infeksi yang sedang diderita pasien saat ini yaitu demam, batuk, dan pilek yang
menandakan adanya eksaserbasi akut.
Dilihat dari ukurannya T3 dan T3, keadaan pasien merasa kesulitan untuk
makan dan minum, dan seringnya keadaan ini kambuh dalam 1 bulan terakhir,
maka disarankan untuk dilakukan operasi tonsilektomi. Namun sebelum
dilakukan tonsilektomi, peradangan pada tonsil ditenangkan terlebih dahulu
dengan terapi medikamentosa sembari memberi waktu keluarga untuk
mempertimbangkan persetujuan operasi. Ketika nanti telah ada persetujuan untuk
dilakukannya tonsilektomi dan saat kontrol kembali keadaan tonsil sudah tenang,
maka dapat dipersiapkan untuk operasi, mulai dengan pemeriksaan laboratorium
untuk mengecek darah lengkap, bleeding time dan clotting time.
23