Anda di halaman 1dari 5

RESUME PERSENTASI LINE ITEM BUDGETING PKA

Dosen pembimbing : SANTORRY SAAD, S.E., M.M.


Kamis, 9 April 2015
A. Pendahuluan
Pendahuluan oleh bapak Santorry, dimulai pukul 09.30 diruang kelas I 304 dengan
pemaparan meteri mengenai sistem anggaran tradisional terlebih dahulu. Sekitar 40-50
menit. Juga berlangsung tanya jawab dosen-siswa.
B. Presentasi
Presentasi dilakukan oleh dua kelompok. Kelompok pertama membahas line item
budgeting selama kurang lebih 40 menit dan diakhiri dengan sesi tanya jawab. pertanyaan
yang didapat dari presentasi line item budgeting tertera seperti berikut:
1. (Nur Faizuddin Ahmad)
Bagaimana cara mengatasi kelemahan anggaran tradisional?
2. (Samantha Rijanuar Aisya)
Kelemahan anggaran tradisional bersifat tahunan, Tapi mengapa pada prakteknya ada
dana cair pada periode 2 tahun setelahnya?
3. (Apri Prayoga Arrfah)
Selama ini, misal penerapan dalam belanja pegawai, belanja modal dsb, menggunakan
sistem anggaran tradisional, sedangkan kelemahan sistem tradisonal pemerintah tidak
rasional dalam menentukan anggaran. Bisakah sistem dalam menentukan anggaran
tersebut digunakan sistem anggaran yang lain semisal kinerja?
4. (Yuni Fathonah)
Kelemahan line budgeting adalah bersifat tahunan. Contoh penerapan yang tahunan
dalam periode terdahulu seperti apa?
Anggaran ada dua, rutin dan pembangunan. Anggaran rutin bersifat tahunan.
Anggaran pembangunan bersifat berkelajutan. Kemungkinan proyek tidak selesai
dalam setahun misalnya pembangunan gedung yang bertahap dari tahun ke tahun.
Bagaimana mekanisme pendanaan proyek yang seperti itu? Apakah memungkinkan
adanya pencairan dana tahun berikutnya sampai proyek pembangunan tersebut
selesai?
JAWAB:

1. Jadi

untuk

menutupi

kelemahan

anggaran

yang

ada

dalam

sistem

line

budgeting(tradisional), digunakan sistem anggaran lain yang bisa menyempurnakan.


Semisal line item budgeting yang menggunakan daftar pos penerimaan dan pos
pengeluaran saja tanpa ada output dan outcome tersurat. Sitem yang demikian
berpeluang menimbulkan KKN dan multitafsir output serta outcome itu sendiri. Hal
tersebut

berimbas

pada

tidak

diperhatikannya

output,

outcome,

money

value(efficiency, effectitas, akuntabilitas), serta laporan realisasi pelaksanaan, dsb.


Hasil akhirnya pelaksanaan anggaran hanya berbasis input. Berbeda dengan sistem
anggaran yang lebih baik, berbasisi kinerja misal. Sistem ini rencananya akan
diterapkan di Indonesia pada tahun 2016. Sebelum tahun 2005, Indonesia
menggunakan tradisional. Sampai sekarang menggunakan sistem anggaran terpadu.
Pada sistem anggaran berbasis kinerja, kita masih menggunakan kelebihan dari line
item budgeting, yaitu dicantumkannya pos pos pengeluaran dan pendapatan. Tapi,
dengan sistem penyusunan yang sederhana tersebut, bagaimana caranya dibuat
berorientasi output, dan outcome. Pengeluaran yang dilakukan harus diperhitungkan
efektifitas, efisiensi, dan akuntabilitas. Pelaporan realisasi juga diperhatikan. Jadi tak
sekedar mempunyai input lalu harus digunakan untuk pengeluaran yang banyak tapi
tidak memperhatikan output dan outcomenya. Misal:
A. Sistem Line Item Budgeting
Jenis Pengeluaran
Pengeluaran Rutin
1. Belanja Pegawai
2. Belanja Barang
3. Subsidi Daerah Otonom
4. Pembayaran Bunga dan Cicilan Hutang
Pengeluaran Pembngunan
1. Pembiayaan Rupiah
2. Bunga Kredit Program
3. Bunga Obligasi Restrukturisasi Perbankan
4. Pembiayaan Proyek

Jumlah
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.
Rp.

B. Sistem Berbasis Kinerja


Program: Peningkatan Prasarana Jalan
Kegiatan I : Pembebasan Tanah
Ukuran Hasil
1. Panjang Lahan yang dibebaskan
2. Biaya Pembebasan per kilometer
Jumlah Sub total
Kegiatan II : Pembangunan Jalan

Jumlah
Rp500.000.000

Ukuran hasil :
1. Panjang Jalan yang dibuat 10 km
2. Biaya perkilometer Rp10.000.000
Jumlah sub total
Rp100.000.000
Total Biaya Peningkatan prasarana Jalan
Rp600.000.000
Jadi untuk model anggaran berbasis kinerja lebih mengutamakan output dan outcome dengan
jelas.
2. Yang pertama mengenai sifat anggaran tradisional yang bersifat tahunan ini lebih
merujuk pada terlalu pendeknya waktu yang disediakan untuk melakukan pengeluaran
modal dan dimungkinkan tidak match antara program tahun satu dengan tahun
berikutnya yang mengindikasikan ketidaksinkronan antara APBN dengan RPJMN.
Untuk menjawab pertanyaan mengenai dana APBN yang tertahan atau tunggakan
dana APBN sebenarnya bisa dilihat dari banyak faktor. Mengenai masalah pencairan
dana kemungkinan besar ada pada pemda, sebab pada KPPN, prosedur pelayanannya
sudah baik dan teliti. Ada kemungkinan kasus APBD Jombang tersebut serupa dengan
Kabupaten Simalungun. Jadi dana yang menunggak masuk ke BUD dikarenakan ada
keterlambatan dalam melaporkan proyek ke pusat, sehingga uang tidak bisa turun.
Pelaporan tersebut dilakukan oleh pimpinan SKPD (Satuan Kerja Perangkat Daerah).
Sehingga dana dari RKUN ke RKUD bermasalah dan terganggu. Disamping itu ada
sebab lain dari sudut pandang yang berbeda. Seperti kasus di Garut yang dikarenakan
telatnya pengesahan APBD Garut, dana alokasi suatu program telat cair sehingga
mengganggu terlaksananya suatu program. Telatnya dana APBD juga bisa disebabkan
salah satu atau keduanya antara legislatif (DPR) dan eksekutif (Presiden,
kementerian) tidak tepat waktu dalam melaksanakan tugasnya. Misalnya: telat dalam
penetapan DIPA K/L yang kemudian dilaksanakan di daerah pasti akan mengalami
hambatan atau gangguan. Kemungkinan lain tunggakan dana APBD tersebut bermula
dari rancangan APBN yang dilakukan berdasar top down saja tanpa bottom up.
Sehingga DIPA tidak terlaksana dengan baik yang berakibat layanan rakyat yang tak
bisa terpenuhi. Misal setiap satker memperoleh pagu biaya perawatan 10 unit mobil.
tapi tak semua satker punya 10 mobil, ada yang kurang dan lebih. kalau bottom up
dan top down tak dikombinasikan dengan baik, banyak celah kecurangan sehingga
dana yang seharusnya buat keperluan lain akan tertahan.
3. Bisa diubah penentuan anggaran dari tradisional ke sistem berbasis kinerja. Hal
tersebut karena saat menggunakan sistem anggaran tradisional, pemerintah sering
tidak rasional dalam menentukan anggaran belanja pegawai, atau belanja modal dsb,
hal tersebut karena pemerintah berorientasi pada input dulu, baru output yang

serampangan tanpa adanya efektifitas dan efisiensi. Sehingga tidak dapat terbaca
dengan jelas output dan outcome dari perencanaan anggaran yang tersedia. Sedang
anggaran berbasis kinerja mendahulukan output dan outcome yang bisa terbaca
dengan jelas baru kemudian mencari sumber dana yang diperlukan (pendapatan pajak,
pembiayaan, hibah, PNBP, dsb). Misal anggaran berbasis kinerja menentukan dana
belanja pegawai (misal pegawai DJP). Saat pemerintah menaikkan belanja pegawai
tersebut, merupakan hal yang rasional karena kita akan punya output tercapainya
target penerimaan pajak, dan outcome berupa kesejahteraan negara, maka itu pegawai
DJP di beri pendapatan lebih bila memenuhi target tersebut. Jelas belanja pegawai
secara agregat akan naik. Tentunya dengan perhitungan yang matang seperti yang
telah disebutkan sebelumnya.
4. Jadi contoh proyek yang bersifat tahunan banyak sebenarnya, namun yang
dipermasalahkan adalah apakah ada proyek tahunan yang ia menyimpang dari
RPJMN? Kalau proyek kami belum menemukan, akan tetapi kalau kebijakan seperti
pada jaman anggaran berimbang dan dinamis, indonesia menerapkan sanering yang
menurut pemerintah mengurangi inflasi. Namun justru berlawanan dengan tujuan
menyejahterakan rakyat karena itu seperti obat pahit yang bila tidak diminum akan
sekarat, tapi bila diminum rasanya sangat pahit.
Untuk pertanyaan yang kedua, bagaimana akan proyek yang pembangunannya
memerlukan waktu melebihi satu tahun sehingga saat tutup tahun anggaran, proyek
belum selesai. Hal tersebut bisa terjadi, tapi karena anggaran bersifat tahunan (dalam
pelaksanaannya) maka harus ada kontrak dulu mengenai proyek yang dilaksanakan.
Kontrak tersebut bernama kontrak tahun jamak/proyek tahun jamak/ multiyears
contrac. Seperti kami kutipkan dari keppres:
Menurut Keppres 80/2003 pasal 30 ayat (8) disebutkan bahwa kontrak tahun
jamak adalah kontrak pelaksanaan pekerjaan yang mengikat dana anggaran untuk
masa lebih dari 1 (satu) tahun anggaran yang dilakukan atas persetujuan oleh
Menteri Keuangan
untuk pengadaan yang dibiayai APBN, Gubernur untuk pengadaan yang dibiayai
APBD Propinsi, Bupati/Walikota untuk pengadaan yang dibiayai APBD
Kabupaten/Kota.
Jadi disetiap pembangunan jangka panjang atau menengah harus ijin terlebih dahulu
kepada pihak yang menguasai anggaran. Bisa Menkeu ketika proyek tersebut

menggunakan dana APBN, atau Gubernur atau bupati jika proyek tersebut
menggunakan dana APBD.
Misal proyek disuatu daerah. Harus ijin terlebih dahulu pada Kepala Derah (KDh).
Hal tersebut karena secara admnistratif sebenarnya proses pelaksanaan anggaran
(termasuk dialamnya adalah pengadaan barang/jasa) adalah tahunan. Nah jika harus
multi tahun maka KDh harus tahu dan setuju, karena dia lah nanti yang akan
memperjuangkan agar alokasi sesuai kebutuhan per tahun anggaran dapat tercantum
di APBD. Jadi selama ada perizinan dari KDh, dana tetap bisa mengalir pada tahun
berikutnya hingga proyek tersebut berakhir. Proyek (pengadaan barang dan jasa)
jangka menengah bisa terlaksana.
Menurut Peraturan Menteri Keuangan Nomor

56/PMK.02/2010,

proyek

pembangunan dengan sistem tahun jamak hanya yang secara teknis pengerjaan pokok
lebih dari 1 tahun. Proyek yang bisa selesai 1 tahun tapi pengerjaan terlambat dan
harus dilanjutkan tahun depan tidak bisa menggunakan sistem ini. Jadi permohonan
kontrak tahun jamak diajukan K/L ybs pada Menkeu. Tak lupa dicantumkan perkiraan
waktu pengerjaan dan anggaran pertahunnya.
C. Presentasi Kelompok Dua
Presentasi dimulai sekitar pukul 11.00 dengan tema sistem anggaaran tradisional
incremetalis. sama seperti sebelumnya, presentasi ditutup dengan sesi tanya jawab.
D. Penutup
Sekitar pukul 11.30, KBM telah selesai.
***

Anda mungkin juga menyukai