Anda di halaman 1dari 16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Psoriasis adalah penyakit kulit kronik residif dengan lesi yang khas berupa bercakbercak eritema berbatas tegas, ditutupi oleh skuama yang tebal berlapis-lapis berwarna
putih mengkilap serta transparan, disertai fenomen tetesan lilin, Auspitz dan Kobner.
Penyebab psoriasis hingga saat ini belum diketahui, tetapi yang pasti pembentukan
epidermis dipercepat, dimana proses pergantian kulit pada pasien psoriasis berlangsung
secara cepat yaitu sekitar 2-4 hari, sedangkan pada orang normal berlangsung 3-4
minggu.
Penyakit ini tidak menyebabkan kematian, tidak menular, tetapi karena timbulnya
dapat terjadi pada bagian tubuh mana saja sehingga dapat menyebabkan gangguan
kosmetik, menurunkan kualitas hidup, gangguan psikologis (mental), sosial, dan
finansial.
B. ETIOLOGI
Penyebab psoriasis hingga saat ini tidak diketahui, terdapat predisposisi genetik
tetapi secara pasti cara diturunkan tidak diketahui. Psoriasis tampaknya merupakan suatu
penyakit keturunan dan tampaknya juga berhubungan dengan kekebalan dan respon
peradangan. Diketahui faktor utama yang menunjang penyebab psoriasis adalah
hiperplasia sel epidermis. Penyelidikan sel kinetik menunjukkan bahwa pada psoriasis
terjadi percepatan proliferasi sel-sel epidermis serta siklus sel germinatum lebih cepat
dibandingkan sel-sel pada kulit normal. Pergantian epidermis hanya terjadi dalam 3-4
hari sedangkan turn over time epidermis normalnya adalah 28-56 hari.

Faktor genetik sangat berperan, dimana bila orang tuanya tidak menderita
psoriasis, resiko untuk mendapat psoriasis 12 %, sedangkan jika salah seorang orang

tuanya menderita psoriasis resikonya mencapai 34-39 %. Hal lain yang menyokong
adanya faktor genetik ialah bahwa psoriasis berkaitan dengan HLA. Berdasarkan awitan
penyakit dikenal dua tipe : Psoriasis tipe I dengan awitan dini bersifat familial dan
berhubungan dengan HLA-B13, B17, Bw57, dan Cw6 sedangkan psoriasis tipe II dengan
awitan lambat bersifat nonfamilial dan berhubungan dengan HLA-B27 dan Cw2 dan
Psoriasis Pustulosa berkorelasi dengan HLA-B27. Psoriasis merupakan kelainan
multifaktorial dimana faktor genetik dan lingkungan memegang peranan penting.
Ada beberapa faktor faktor yang dapat mencetuskan psoriasis, yaitu:

Trauma
Dilaporkan bahwa berbagai tipe trauma kulit dapat menimbulkan psoriasis.

Infeksi
Sekitar 54 % anak-anak dilaporkan terjadi eksaserbasi psoriasis dalam 2-3 minggu
setelah infeksi saluran pernapasan atas. Infeksi fokal yang mempunyai hubungan erat
dengan salah satu bentuk psoriasis ialah Psoriasis Gutata, sedangkan hubungannya
dengan Psoriasis Vulgaris tidak jelas dan pernah di laporkan kasus-kasus Psoriasis
Gutata yang sembuh setelah diadakan tonsilektomi. Streptococcus pyogenes telah
diisolasi sebanyak 26 % pada Psoriasis Gutata Akut, 14 % pada pasien Psoriasis Plak,
dan 16 % pada pasien Psoriasis Kronik.

Stres
Dalam penyelidikan klinik, sekitar 30-40 % kasus terjadi perburukan oleh karena
stres. Stres bisa merangsang kekambuhan psoriasis dan cepat menjalar bila kondisi
pasien tidak stabil. Pada anak-anak, eksaserbasi yang dihubungkan dengan stres
terjadi lebih dari 90 %. Stres psikis merupakan faktor pencetus utama.2,12 Tidak
ditemukan gangguan kepribadiaan pada penderita psoriasis. Adanya kemungkinan
bahwa stres psikologis dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan menerima
terapi dan dapat menyebabkan deteriorasi terutama pada kasus berat.

Alkohol
Umumnya dipercaya bahwa alkohol berefek memperberat psoriasis tetapi pendapat
ini belum dikonfirmasi dan kepercayaan ini muncul berdasarkan observasi pecandu
alkohol yang menderita psoriasis. Peminum berat yang telah sampai pada level yang
membayakan kesehatan sering ditemukan pada pasien psorasis berat laki-laki
dibandingkan penderita psorasis lainnya. Kemungkinan alkohol yang berlebihan dapat

mengurangi kemampuan pengobatan dan juga adanya gejala stres menyebabkan


parahnya penyakit kulit.

Faktor endokrin
Puncak insiden psoriasis pada waktu pubertas dan menopause. Pada waktu kehamilan
umumnya membaik, sedangkan pada masa pasca partus memburuk.

Sinar matahari
Dilaporkan 10 % terjadi perburukan lesi.

C. EPIDEMIOLOGI
Psoriasis ditemukan di mana-mana di dunia, tetapi catatan prevalensi di daerah
yang berbeda bervariasi kurang dari 1% hingga mencapai 3% dari populasi.2,5 Insiden
pada orang kulit putih lebih banyak dibandingkan dengan orang yang kulit berwarna.
Di Amerika, psoriasis dijumpai sebanyak 2% dari populasi, dengan rata-rata
150.000 kasus baru pertahun. Psoriasis jarang ditemukan di Afrika Barat dan Amerika
Utara. Insiden penyakit ini juga rendah pada bangsa Jepang dan Eskimo, serta populasi
kulit hitam.
Insiden psoriasis pada pria agak lebih banyak dari pada wanita, psoriasis dapat
terjadi pada semua usia, tetapi umumnya pada orang dewasa muda. Onset penyakit ini
umumnya kurang pada usia yang sangat muda dan orang tua.2,5 Dua kelompok usia
yang terbanyak adalah pada usia antara 20 30 tahun dan yang lebih sedikit pada usia
antara 50 60 tahun. Psoriasis lebih banyak dijumpai pada daerah dingin dan lebih
banyak terjadi pada musim hujan.
D. PATOGENESIS
Psoriasis merupakan penyakit multifaktorial yang disebabkan aktivitas berbagai
gen yang berinteraksi dengan lingkungan, berhubungan kuat dengan alel HLA-CW-6.
The Human Genom Project akan membantu mengidentifikasi major histocompatibility
Complex (MHC) dan gen non MHC yang terlibat pada psoriasis.
Patogenesis psoriasis tetap tidak diketahui tetapi beberapa penulis percaya bahwa
penyakit ini merupakan autoimun murni dan sel T mediated. Beberapa penemuan
mendukung autoimun ini seperti histokompatibiliti kompleks mayor (MHC) antigen,
akumulasi sel T terutama memori, serta adanya lapisan anti korneum dan anti keratinosit
antibodi nukleus.
Beragam data yang diperoleh akhir-akhir ini pada penyelidikan psoriasis
menekankan bahwa terdapat aktivitas infiltrasi sel-sel CD4 pada lesi-lesi kulit. Lesi
psoriasis lama umumnya penuh dengan sebukan limfosit T pada dermis yang terutama
terdiri atas limfosit T CD4 dengan sedikit sebukan limfositik dalam epidermis.

Pada psoriasis terdapat sekitar 17 sitokin yang produksinya bertambah. Sel


langerhans juga berperan pada imunopatogenesis. Terjadinya proliferasi epidermis
diawali dengan adanya pergerakan antigen, baik eksogen maupun endogen oleh sel
Langerhans.
Beberapa sitokin dan reseptornya memperlihatkan peningkatan level pada
epidermis psoriasis. Perubahan-perubahan biokimia yang ditemukan pada psoriasis
meliputi : Konsentrasi lipid yang tinggi dan peningkatan level enzim protein nuklear
pada glikolitik pathway yang menyebabkan turn over sel meningkat.
Perhatian yang sungguh-sungguh difokuskan pada level siklik nukleotida terutama
AMP siklik (cAMP) yang mengontrol epidermopoesis. Juga dilaporkan terjadinya
kenaikan yang menyolok dari level siklik GMP (cGMP) dalam epidermis. Walaupun
demikian peningkatan cGMP yang menyebabkan peningkatan kecepatan proliferasi
seluler tidak diketahui hingga saat ini. cAMP epidermis sangat menurun selanjutnya
asam arakidonik meningkat dalam epidermis.
E. BENTUK KLINIS
Pada psoriasis terdapat berbagai bentuk klinis, yaitu:
1. Psoriasis Vulgaris
Hampir 80 % penderita psoriasis adalah tipe Psoriasis Plak yang secara ilmiah
disebut juga Psoriasis Vulgaris. Dinamakan pula tipe plak karena lesi-lesinya
umumnya berbentuk plak. Tempat predileksinya seperti yang telah diterangkan di
atas.

Gambaran. Psoriasis Plak (Vulgaris)


2. Psoriasis Gutata
Diameter kelainan biasanya tidak melebihi 1 cm. Timbulnya mendadak dan
diseminata, umumnya setelah infeksi Streptococcus di saluran napas bagian atas atau
sehabis influenza atau morbili, terutama pada anak dan dewasa muda.2,5,8,9,12 Selain
itu, juga dapat timbul setelah infeksi yang lain, baik bakterial maupun viral, pada
stres, luka pada kulit, penggunaan obat tertentu (antimalaria dan beta bloker)

Gambaran. Psoriasis Gutata


3. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)
Psoriasis tersebut mempunyai tempat predileksi pada darerah fleksor sesuai
dengan namanya, misalnya pada daerah aksilla, pangkal pahadi bawah payudara,
lipatan-lipatan kulit di seklitas kemalua dan panggul.

Gambaran. Psoriasis Inversa (Psoriasis Fleksural)


4. Psoriasis Pustulosa
Ada dua pendapat mengenai psoriasis pustulosa, pertama dianggap sebagai
penyakit tersendiri, kedua dianggap sebagai varian psoriasis. Terdapat dua bentuk
psoriasis pustulosa, bentuk lokalisata dan generalisata. Bentuk lokalisata contohnya
psoriasis pustulosa palm-plantar (Barber) yang menyerang telapak tangan dan kaki
serta ujung jari. Sedangkan bentuk generalisata, contohnya psoriasis pustulosa
generalisata akut (von Zumbusch) jika pustula timbul pada lesi psoriasis dan juga
kulit di luar lesi, dan disertai gejala sistemik berupa panas / rasa terbakar.

Gambaran. Psoriasisi Pustula


5. Psoriasis Eritroderma
Psoriasis Eritroderma dapat disebabkan oleh pengobatan topikal terlalu kuat
atau oleh penyakitnya sendiri yang meluas. Bentuk ini dapat juga ditimbulkan oleh
infeksi, hipokalsemia, obat antimalaria, tar dan penghentian kortikosterid, baik topikal
maupun sistemik. Biasanya lesi yang khas untuk psoriasis tidak tampak lagi karena
terdapat eritema dan skuama tebal universal. Ada kalanya lesi psoriasis masih tampak
samar-samar, yakni lebih eritematosa dan kulitnya lebih meninggi.

Gambaran. Psoriasis Eritroderma


F. DIAGNOSIS
Diagnosis Psoriasis dilakukan melalui:
1. Anamnesis dan Pemeriksaan Fisik
Dari autoanamnesis pasien Psoriasis Vulgaris mengeluh adanya bercak
kemerahan yang menonjol pada kulit dengan pinggiran merah, tertutup dengan sisik
keperakan, dengan ukuran yang bervariasi, makin melebar, bisa pecah dan
menimbulkan nyeri, jarang menyebabkan gatal. Kelainan kulit pada psoriasis terdiri
atas bercak-bercak eritema yang meninggi (plak) dengan skuama di atasnya. Bisa

ditemukan eritema sirkumskrip dan merata, tetapi pada stadium penyembuhannya


sering eritema yang di tengah menghilang dan hanya terdapat di pingir.
Skuama berlapis-lapis, kasar dan berwarna putih seperti mika (mica-like scale),
serta transparan. Besar kelainan bervariasi dari milier, lentikular, numular, sampai
plakat, dan berkonfluensi, dengan gambaran yang beraneka ragam, dapat arsinar,
sirsinar, polisiklis atau geografis.
Tempat predileksi pada ekstremitas bagian ekstensor terutama (siku, lutut,
lumbosakral), daerah intertigo (lipat paha, perineum, aksila), skalp, perbatasan skalp
dengan muka, telapak kaki dan tangan, tungkai atas dan bawah, umbilikus, serta kuku.

Pada psoriasis terdapat fenomena tetesan lilin, Auspitz dan Kobner (isomorfik).
Fenomena tetesan lilin dan Auspitz merupakan gambaran khas pada lesi psoriasis dan
merupakan nilai diagnostik, kecuali pada psoriasis inverse (psoriasis pustular) dan
digunakan untuk membandingkan psoriasis dengan penyakit kulit yang mempunyai
morfologi yang sama, sedangkan Kobner tidak khas, karena didapati pula pada
penyakit lain, misalnya liken planus, liken nitidus, veruka plana juvenilis, pitiriasis
rubra pilaris, dan penyakit Darier. Fenomena Kobner didapatkan insiden yang
bervariasi antara 38-76 % pada pasien psoriasis.

Fenomena tetesan lilin ialah skuama yang berubah warnanya menjadi putih pada
goresan, seperti lilin yang digores disebabkan oleh berubahnya indeks bias. Cara
menggores dapat menggunakan pingir gelas alas.
Pada fenomena Auspitz tampak serum atau darah berbintik-bintik yang disebakan
oleh papilomatosis. Cara megerjakannya : skuama yang berlapis-lapis itu dikerok,
bisa dengan pinggir gelas alas. Setelah skuamanya habis, maka pengerokan harus
dilakukan perlahan-lahan, jika terlalu dalam tidak akan tampak perdarahan yang
berbintik-bintik melainkan perdarahan yang merata.
Fenomena Kobner dapat terjadi 7-14 hari setelah trauma pada kulit penderita
psoriasis, misalnya garukan dapat menyebabkan kelainan yang sama dengan kelainan
psoriasis.
Dua puluh lima sampai lima puluh persen penderita psoriasis yang lama juga
dapat menyebabkan kelainan pada kuku, dimana perubahan yang dijumpai berupa
pitting nail atau nail pit pada lempeng kuku berupa lekukan-lekukan miliar.
Perubahan pada kuku terdiri dari onikolosis (terlepasnya seluruh atau sebagian
kuku dari matriksnya), hiperkeratosis subungual (bagian distalnya terangkat karena
terdapat lapisan tanduk di bawahnya), oil spots subungual, dan koilonikia ( spooning
of nail plate).
Disamping menimbulkan kelainan pada kulit dan kuku, penyakit ini dapat pula
menyebabkan kelainan pada sendi, tetapi jarang terjadi. Antara 10-30 % pasien
psoriasis berhubungan dengan atritis disebut Psoriasis Artritis yang menyebabkan

radang pada sendi. Umumnya bersifat poliartikular, tempat predileksinya pada sendi
interfalangs distal, terbanyak terdapat pada usia 30-50 tahun. Sendi membesar,
kemudian terjadi ankilosis dan lesi kistik subkorteks.
2. Gambaran Histopatologi
Psoriasis memberikan gambaran histopatologi, yaitu perpanjangan (akantosis)
reteridges dengan bentuk clubike, perpanjangan papila dermis, lapisan sel granuler
menghilang, parakeratosis, mikro abses munro (kumpulan netrofil leukosit
polimorfonuklear yang menyerupai pustul spongiform kecil) dalam stratum korneum,
penebalan suprapapiler epidermis (menyebabkan tanda Auspitz), dilatasi kapiler
papila dermis dan pembuluh darah berkelok-kelok, infiltrat inflamasi limfohistiositik
ringan sampai sedang dalam papila dermis atas.

3. Laboratorium
Tidak ada kelainan laboratorium yang spesifik pada penderita psoriasis tanpa
terkecuali pada psoriasis pustular general serta eritroderma psoriasis dan pada plak
serta psoriasis gutata. Pemeriksaan laboratorium yang dilakukan bertujuan
menganalisis penyebab psoriasis, seperti pemeriksaan darah rutin, kimia darah, gula
darah, kolesterol, dan asam urat.
Bila penyakit tersebar luas, pada 50 % pasien dijumpai peningkatan asam urat,
dimana hal ini berhubungan dengan luasnya lesi dan aktifnya penyakit. Hal ini
meningkatkan resiko terjadinya Artritis Gout. Laju endapan eritrosit dapat meningkat
terutama terjadi pada fase aktif. Dapat juga ditemukan peningkatan metabolit asam
nukleat pada ekskresi urin.
Pada psoriasis berat, psoriasis pustular general dan eritroderma keseimbangan
nitrogen terganggu terutama penurunan serum albumin. Protein C reaktif,
makroglobulin, level IgA serum dan kompleks imun IgA meningkat, dimana sampai
saat ini peranan pada psoriasis tidak diketahui.
G. DIAGNOSIS BANDING
1. Dermatofitosis (Tinea dan Onikomikosis)
Pada stadium penyembuhan psoriasis telah dijelaskan bahwa eritema dapat terjadi
hanya di pinggir, hingga menyerupai dermatofitosis. Perbedaannya adalah skuama

umumnya pada perifer lesi dengan gambaran khas adanya central healing, keluhan
pada dermatofitosis gatal sekali dan pada sediaan langsung ditemukan jamur.
2. Sifilis Psoriasiformis
Sifilis pada stadium II dapat menyerupai psoriasis dan disebut sifilis
psoriasiformis. Perbedaannya adalah skuama berwarna coklat tembaga dan sering
disertai demam pada malam hari (dolores nocturnal), STS positif (tes serologik untuk
sifilis), terdapat senggama tersangka (coitus suspectus), dan pembesaran kelenjar
getah bening menyeluruh serta alopesia areata.
3. Dermatitis Seboroik
Predileksi Dermatitis Seboroik pada alis, lipatan nasolabial, telinga sternum dan
fleksura. Sedangkan Psoriasis pada permukaan ekstensor terutama lutut dan siku serta
kepala. Skuama pada psoriasis kering, putih, mengkilap, sedangkan pada Dermatitis
Seboroik skuama berminyak, tidak bercahaya. Psoriasis tidak lazim pada wajah dan
jika skuama diangkat tampak basah bintik perdarahan dari kapiler (Auspitz sign),
dimana tanda ini tidak ditemukan pada dermatitis seboroik.
4. Pitiriasis Rosea
Pada pitiriasis Rosea, lokasi erupsi pada lengan atas, badan dan paha, bentuk
oval, distribusi memanjang mengikuti garis tubuh (pohon cemara), skuama sedikit
tidak berlapis-lapis dan didahului oleh herald patch.
5. Mikosis Fungoides
Pada Mikosis Fungoides gambaran plak identik dengan psoriasis dan hanya bisa
dibedakan dengan biopsi. Plak pada miksosis fungoides pada umumnya asimetris dan
tebalnya bervariasi dengan sedikit atau tidak ada skuama.
6. Dermatitis Atopi
Distribusi biasanya tidak ada pada permukaan ekstensor siku dan lutut, biasanya
disertai eksudasi dengan skuama keabu-abuan disertai gatal berat.
H. PENATALAKSANAAN
Oleh karena penyebab pasti belum jelas, maka diberikan pengobatan simtomatis sambil
berusaha mencari / mengeliminasi faktor pencetus
1. Topikal
a. Preparat ter
Obat topikal yang biasa digunakan adalah preparat ter, yang efeknya adalah
anti radang. Preparat ter berguna pada keadaan-keadaan :

Bila psoriasis telah resisten terhadap steroid topikal sejak awal atau

takhifilaksis oleh karena pemakaian pada lesi luas.


Lesi yang melibatkan area yang luas sehingga pemakaian steroid topikal

kurang bijaksana.
Bila obat-obat oral merupakan kontra indikasi oleh karena terdapat penyakit

sistemik.
Menurut asalnya preparat ter dibagi menjadi 3, yakni yang berasal dari :
Fosil, misalnya iktiol.
Kayu, misalnya oleum kadini dan oleum ruski.
Batubara, misalnya liantral dan likuor karbonis detergens.
Ter dari kayu dan batubara yang efektif untuk psoriasis, dimana ter batubara
lebih efektif dari pada ter kayu, sebaliknya kemungkinan memberikan iritasi juga
jauh lebih besar. Pada psoriasis yang menahun lebih baik digunakan ter yang
beasal dari batubara, sebaliknya psoriasis akut dipilih ter dari kayu. Preparat ter
digunakan dengan konsentrasi 2-5 %. Untuk mempercepat, ter dapat dikombinasi
dengan asam salisilat 2-10 % dan sulfur presipitatum 3-5 %.
b. Kortikosteroid
Kerja steroid topikal pada psoriasis diketahui melalui beberapa cara, yaitu:
Vasokonstriksi untuk mengurangi eritema.
Menurunkan turnover sel dengan memperlambat proliferasi seluler.
Efek anti inflamasi, dimana diketahui pada psoriasis, leukosit memegang
peranan dan steroid topikal dapat menurunkan inflamasi.
Fluorinate, triamcinolone 0,1 % dan flucinolone topikal efektif untuk
kebanyakan kasus psoriasis pada anak. Preparat hidrokortison 1%-2,5% harus
digunakan pada fase akut dan sebagai pengobatan maintenance.
Kortikosteoid tersedia dalam bentuk gel, lotion, solution dan krim, serta
ointment dimana pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi efek samping. Efek
samping berupa atrofi, erupsi akneiformis, striae, telangiektasis di muka, dapat
terjadi pada pemakaian topikal potensi kuat, terutama bila digunakan under
occlusion. Kadang-kadang pada pemakaian jangka panjang dapat terjadi
hypothalamic pituitary adrenal axis (HPA) sehingga dianjurkan pemeriksaaan
level serum kortisol.
c. Ditranol (antralin)
Antralin mempunyai efek sitostatik, sebab dapat mengikat asam nukleat,
menghambat sintesis DNA dan menggabungkan uridin ke dalam RNA nukleus.6,8
Obat ini dikatakan efektif pada Psoriasis Gutata.2,8 Kekurangannya adalah
mewarnai kulit dan pakaian.2,6,7,8 Konsentrasi yang digunakan biasanya 02-0,8

persen dalam pasta, salep, atau krim.1,2 Lama pemakaian hanya jam sehari
sekali untuk mencegah iritasi penyembuhan dalam 3 minggu.
d. Calcipotriol
Calcipotriol ialah sintetik vit D yang bekerja dengan menghambat proliferasi
sel dan diferensiasi sel terminal, meningkatkan diferensiasi terminal keratinosit,
dan menghambat proliferasi keratinosit.2,6,8 Preparatnya berupa salep atau krim
50 mg/g.2 Efek sampingnya berupa iritasi, yakni rasa terbakar dan tersengat, dapat
pula telihat eritema dan skuamasi. Rasa tersebut akan hilang setelah beberapa hari
obat dihentikan.
e. Tazaroten
Merupakan molekul retinoid asetilinik topikal, efeknya menghambat
proliferasi dan normalisasi petanda differensiasi keratinosit dan menghambat
petanda proinflamasi pada sel radang yang menginfiltrasi kulit. Tersedia dalam
bentuk gel, dan krim dengan konsentrasi 0,05 % dan 0,1 %. Bila dikombinasikan
dengan steroid topikal potensi sedang dan kuat akan mempercepat penyembuhan
dan mengurangi iritasi. Efek sampingnya ialah iritasi berupa gatal, rasa terbakar,
dan eritema pada 30 % kasus, juga bersifat fotosensitif.
f. Emolien
Efek emolien ialah melembutkan permukaan kulit. Pada batang tubuh (selain
lipatan), ekstremitas atas dan bawah biasanya digunakan salep dengan bahan dasar
vaselin 1-2 kali/hari, fungsinya juga sebagai emolien dengan akibat meninggikan
daya penetrasi bahan aktif. Jadi emolien sendiri tidak mempunyai efek
antipsoriasis.
2. Sistemik
a. Kortikosteroid
Kortikosteroid dapat mengontrol psoriasis, dan diindikasikan pada Psoriasis
Eritroderma, Psoriasis Artritis, dan Psoriasis Pustulosa Tipe Zumbusch. Dimulai
dengan prednison dosis rendah 30-60 mg (1-2 mg/kgBB/hari), atau steroid lain
dengan dosis ekivalen. Setelah membaik, dosis diturunkan perlahan-lahan,
kemudian diberi dosis pemeliharaan. Penghentian obat secara mendadak akan
menyebabkan kekambuhan dan dapat terjadi Psoriasis Pustulosa Generalisata.
b. Sitostatik
Obat sitostatik yang biasa digunakan ialah metotreksat (MTX). Indikasinya
ialah untuk psoriasis, Psoriasis Pustulosa, Psoriasis Artritis dengan lesi kulit, dan
Psoriasis Eritroderma yang sukar terkontrol dengan obat. Dosis 2,5-5 mg/hari
selama 14 hari dengan istirahat yang cukup. Dapat dicoba dengan dosis tunggal

25 mg/minggu dan 50 mg tiap minggu berikutnya. Dapat pula diberikan


intramuskular 25 mg/minggu, dan 50 mg pada tiap minggu berikutnya.
Kerja metotreksat adalah menghambat sintesis DNA dengan cara
menghambat dihidrofolat reduktase dan dengan demikian menghasilkan kerja
antimitotik pada epidermis. Penyelidikan in vitro akhir-akhir ini, metotreksat 10100 kali lebih efektif dalam menghambat proliferasi sel-sel limfoid.
Kontraindikasinya ialah kelainan hepar, ginjal, sistem hematopoietik,
kehamilan, penyakit infeksi aktif (misalnya tuberkulosis), ulkus peptikum, kolitis
ulserosa, dan psikosis. Efek samping metotreksat berupa nyeri kepala, alopesia,
kerusakan kromosom, aktivasi tuberkulosis, nefrotoksik, juga terhadap saluran
cerna, sumsum tulang belakang, hepar, dan lien. Pada saluran cerna berupa
nausea, nyeri lambung, stomatitis ulserosa, dan diare. Jika hebat dapat terjadi
enteritis hemoragik dan perforasi intestinal. Sumsum tulang berakibat timbulnya
leukopenia, trombositopenia, kadang-kadang anemia. Pada hepar dapat terjadi
fibrosis portal dan sirosis hepatik.
c. DDS
DDS (diaminodifenilsulfon) dipakai sebagai pengobatan Psoriasis Pustulosa
tipe Barber dengan dosis 2100 mg/hari.1,2 Efek sampingnya ialah anemia
hemolitik, methemoglobinemia, dan agranulositosis.
d. Etretinat (tegison, tigason)
Etretinat merupakan retinoid aromatik, derivat vitamin A digunakan bagi
psoriasis yang sukar disembuhkan dengan obat-obat lain mengingat efek
sampingnya. Etretinat efektif untuk Psoriasis Pustular dan dapat pula digunakan
untuk psoriasis eritroderma. Kerja retinoid yaitu mengatur pertumbuhan dan
diferensiasi terminal keratinosit yang pada akhirnya dapat menetralkan stadium
hiperproliferasi.
Pada psoriasis obat tersebut mengurangi proliferasi sel epidermal pada lesi
psoriasis dan kulit normal. Retinoid juga memberikan efek anti inflamasi seperti
menghambat netrofil. Dosisnya bervariasi : pada bulan pertama diberikan
1mg/kgbb/hari, jika belum terjadi perbaikan dosis dapat dinaikkan menjadi 1
mg/kgbb/hari.
Efek sampingnya berupa kulit menipis dan kering, selaput lendir pada mulut,
mata, dan hidung kering, kerontokan rambut, cheilitis, pruritus, nyeri tulang dan
persendian, peninggian lipid darah, gangguan fungsi hepar (peningkatan enzim

hati), hiperostosis, dan teratogenik. Kehamilan hendaknya tidak terjadi sebelum 2


tahun setelah obat dihentikan.

e. Asitretin (neotigason)
Merupakan metabolit aktif etretinat yang utama. Asitretin sebagai monoterapi
sangat efektif untuk Psoriasis Eritroderma dan Pustular.2,8,13 Efek sampingnya
dan manfaatnya serupa dengan etretinat. Kelebihannya, waktu paruh eliminasinya
hanya 2-4 hari, dibandingkan dengan etretinat yang lebih dari 100-120 hari.2,6,8
Dosisnya 0,5 mg/kgbb/hari. Obat ini lebih menjanjikan untuk penderita anakanak dan wanita usia produktif.
f. Siklosporin A
Digunakan bila tidak berespon dengan pengobatan konvensional. Efeknya
ialah imunosupresif.2,7,16 Dosisnya 1-4 mg/kgbb/hari.6 Bersifat nefrotoksik dan
hepatotoksik, gastrointestinal, flu like symptoms, hipertrikosis, hipertrofi gingiva,
serta hipertensi. Hasil pengobatan untuk psoriasis baik, hanya setelah obat
dihentikan dapat terjadi kekambuhan.
g. Eritromisin
Merupakan antibiotik pilihan karena menghambat efek kemotaksis netrofil
dan biasanya pada psoriasis gutata yang rekuren setelah infeksi streptokokus
dapat dipertimbangkan untuk pemeriksaan kultur tenggorokan.
3. Fototerapi
Sinar ultraviolet mempunyai efek menghambat mitosis, sehingga dapat digunakan
untuk pengobatan psoriasis. Cara yang terbaik adalah dengan penyinaran secara
alamiah, tetapi sayang tidak dapt diukur dan jika berlebihan maka akan memperparah
psoriasis.
Karena itu, digunakan sinar ulraviolet artfisial, diantaranya sinar A yang dikenal
sebagai UVA. Sinar tersebut dapat digunakan secara tersendiri atau berkombinasi
dengan psoralen (8-metoksipsoralen, metoksalen) dan disebut PUVA, atau bersamasama dengan preparat ter yang dikenal sebagai pengobatan cara Goeckerman. PUVA
efektif pada 85 % kasus, ketika psoriasis tidak berespon terhadap terapi yang lain.
Karena psoralen bersifat fotoaktif, maka degan UVA akan terjadi efek sinergik.
Diberikan 0,6 mg/kgbb secara oral 2 jam sebelum penyinaran ultraviolet. Dilakukan

2x seminggu, kesembuhan terjadi 2-4 kali pengobatan. Selanjutnya dilakukan


pengobatan rumatan (maintenance) tiap 2 bulan.
Efek samping overdosis dari fototerapi berupa mual, muntah, pusing dan sakit
kepala. Adapun kanker kulit (karsinoma sel skuamos) yang dianggap sebagai resiko
PUVA masih kontroversial.

I. PROGNOSIS
Meskipun tidak menyebabkan kematian, psoriasis bersifat kronik residif. Belum
ada cara yang efektif dan memberi penyembuhan yang sempurna. Tetapi, dengan
cara pengobatan gabungan, pengendalian psoriasi menjadi lebih mudah serta kualitas
hidup penderita diharapkan dapat ditingkatkan.

DAFTAR PUSTAKA

1. Adhi djuanda: psoriasis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin, edisi ketiga, Balai
Penerbit FKUI, Jakarta, 2000
2. Siregar R.S: psoriasis dalam atlas berwarna saripati penyakit kulit, edisi kedua, EGC,
Jakarta, 2005
3. Benny effendi wiryadi: psoriasis penatalaksanaan dalam metode diagnostik dan
penatalaksanaan psoriasis dan dermatitis seboroik, BP FKUI, Jakarta, 2003
4. Emmy S, Sri linuwih, M. wisnu: psoriasis dalam penyakit kulit yang umum di Indonesia
sebuah panduan bergambar, MMI, Jakarta, 2005
5. National Institutes of Health | Department of Health & Human Services
http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/psoriasis.html
6. Yayasan Psoriasis Indonesia. Pusat Informasi Online Penyakit Kulit Psoriasis.
http://www.psoriasis.or.id/psoriasis.php
7. http://www.psoriasisindonesia.org

Anda mungkin juga menyukai