PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang
Kasus penyakit autis saat ini semakin banyak terjadi di dunia, termasuk
Indonesia. Saat ini penyakit autis sudah dapat dideteksi sejak usia dini. Meski
demikian, pengetahuan awam mengenai autis dan bagaimana menanganinya
masih belum diketahui luas. Prevalensi Autisme Syndrome (ASD) dilaporkan
mengalami peningkatan dalam beberapa dekade terakhir. Centers for Disease
Control and Preventions (CDC) dan Autism and Developmental Disabilities
Monitoring (ADDM) mengungkapkan adanya peningkatan prevalensi ASD
sebanyak 78% antara tahun 2002 dan 2008 (Blumberg et al, 2012). Prevalensi
autis di dunia saat ini mencapai 15-20 kasus per 10.000 anak atau 0,150,20%, jika angka kelahiran di Indonesia enam juta per tahun, maka jumlah
penyandang autis di Indonesia, bertambah 0,15% atau 6.900 anak per tahun
(Mashabi, 2009).
Populasi penyakit autisme ini 3-4 kali lebih banyak pada anak laki-laki
dibandingkan dengan anak perempuan. Penyakit ini lebih sering terjadi pada
negara maju dibandingkan dengan negara berkembang (Yatim, 2007).
Autisme merupakan kumpulan gejala di mana terjadi penyimpangan
perkembangan sosial, kemampuan berbahasa, dan kepedulian terhadap
sekitarnya sehingga terlihat seperti hidup dalam dunianya sendiri (Yatim,
2007).
1
aktifitas
gelombang epileptiform
yang paroksismal,
adanya
gelombang mu, adanya gelombang beta dan delta yang menonjol, dan
2
terdapat voltage gelombang yang sangat rendah. Hasil dari gambaran di atas
menunjukan adanya kerusakan di otak (Strzelcka, 2013).
Suatu studi mengatakan EEG dilakukan pada saat beristirahat, dan akan
didapatkan hasil adanya kelainan di otak bagian frontal di mana terdapat
gangguan fungsional otak seperti gangguan fungsi kognitif yang sering
terlihat pada anak dengan ASD. Adapun aktifitas gelombang alpha yang
rendah berhubungan dengan perbedaan individu dalam mengatur emosi.
Selain itu, adanya penurunan gelombang gamma yang dihubungkan dengan
penurunan kemampuan bahasa dan umum serta kemampuan intelektual. Serta
adanya penurunan aktifitas gelombang delta dan theta (Tierney, 2012).
Pemeriksaan ini memiliki kelebihan berupa pemeriksaan non-invasif
sehingga tidak memperburuk keadaan pasien. Selain memiliki kelebihan,
pemeriksaan ini mempunyai kekurangan seperti pada pasien anak diberikan
obat sedasi (khloralhidrat) sebelum rekaman dimulai untuk memudahkan
pemasangan elektroda (Bintoro, 2012). Pemeriksaan ini membutuhkan waktu
yang cukup lama selain pada saat pemeriksaan dibutuhkan waktu sekitar 1520 menit, hasil pemeriksaan harus dibacakan oleh dokter spesialis saraf
sehingga membutuhkan waktu yang lama (Sunaryo, 2007).
Dalam Islam kedudukan anak terhadap orang tua adalah sebagai qurrota
ayun (penyejuk jiwa). Anak yang taat pada Allah SWT akan membahagiakan
orang tua dunia dan akhirat. Di samping sebagai qurrota ayun anak
merupakan amanah Allah SWT kepada orang tua untuk selalu dijaga
3
dirinya sendiri, serta pernah menyuruh keluarga dan sahabatnya agar berobat
ke dokter (Zuhroni, 2010).
Berdasarkan latar belakang di atas, penulis tertarik untuk membahas
"Skrining Autisme Menggunakan Electroencephalography Ditinjau Dari
Kedokteran dan Islam".
1.2. Permasalahan
1.2.1
1.2.2
1.2.3 Bagaimanakah
pandangan
Islam
terhadap
pemeriksaan
Tujuan Umum
Mengetahui, memahami dan memberikan informasi mengenai
manfaat Electroencephalography pada penderita autisme ditinjau dari
kedokteran dan Islam.
1.3.2
Tujuan Khusus
1.3.2.1 Dapat menjelaskan kriteria diagnosis autisme.
1.3.2.2 Dapat menjelaskan hasil pemeriksaan
Electroencephalography terhadap penderita autisme .
1.3.2.3 Dapat menjelaskan pandangan Islam terhadap pemeriksaan
Electroencephalography pada penderita autisme .
5
1.4 Manfaat
1.4.1. Bagi Penulis
Dapat memahami mengenai manfaat Electroencephalography pada
penderita autisme ditinjau dari segi kedokteran dan Islam serta
meningkatkan keterampilan menulis dan berfikir sistematis untuk
memecahkan permasalahan ilmiah melalui analisis yang tepat
1.4.2. Bagi Universitas YARSI
Sebagai referensi civitas akademika dalam penyusunan karya ilmiah
dan penelitian selanjutnya serta menjadi masukan bagi civitas akademika
mengenai kegunaan Electroencephalography pada autisme ditinjau dari
segi kedokteran dan Islam.
1.4.3. Bagi Masyarakat
Menambah pengetahuan bagi masyarakat tentang pemeriksaan
Electroencephalography pada penderita autisme sebagai salah satu
pemeriksaan yang dilakukan untuk menilai penyebab dari autisme dan
mendeteksi dini autisme pada anak yang ditinjau dari kedokteran dan
Islam dan semoga bermanfaat bagi masyarakat luas sebagai tambahan
pengetahuan di bidang kesehatan serta diharapkan dapat berguna sebagai
bahan
masukan
dan
pertimbangan
dalam
pengembangan
ilmu
pengetahuan.
BAB 2
SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN
ELECTROENCEPHALOGRAPHY DARI KEDOKTERAN
2.1 Penyakit Autisme
2.1.1 Definisi Penyakit Autisme
Autisme pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 yaitu
kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif,
minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial, keinginan
obsesif untuk mempertahankan keteraturan di lingkungannya (Wulandari, 2012).
Menurut Ginanjar (2008), autisme adalah gangguan perkembangan yang
kompleks yang disebabkan oleh adanya kerusakan pada otak, sehingga
mengakibatkan gangguan pada perkembangan komunikasi, kognitif, perilaku,
kemampuan sosialisasi, sensoris, belajar dan gejala sudah mulai tampak sejak
berusia dibawah 3 tahun (Wulandari, 2012).
2.1.2 Epidemiologi Penyakit Autisme
Autisme diperkirakan meningkat pesat sejak tahun 1960-an, dalam tingkat
prevalensi Amerika Serikat dan Eropa berkisar antara lima sampai 72 kasus per
10.000 anak. Perkiraan ini dipengaruhi oleh skrining, dan ukuran sampel, dengan
ukuran sampel yang kecil sehingga perkiraan tinggi. Namun, dalam studi lain
melaporkan prevalensi dari para peneliti terdapat 116 kasus per 10.000 anak untuk
semua gangguan spektrum autisme. Mereka menggunakan sampel kecil anak-anak
penelitian
terakhir
tidak
menemukan
adanya
perbedaan
dalam
membesarkan anak pada orang tua anak normal dari orang tua anak yang
mengalami gangguan ini. Namun beberapa anak autisme berespon terhadap
stressor
psikososial
seperti
lahirnya
saudara
kandung
atau
pindah
meningitis,
fenilketonuria,
tuberous
sclerosis,
epilepsi
VII.
Pada
sekitar
10-30%
anak
dengan
autisme
Faktor Genetik
gangguan
autisme.
Pada
kembar
monozigot
angka
tersebut
Faktor Imunologi
limfosit
fetus
bereaksi
terhadap
antibodi
ibu,
sehingga
Faktor Perinatal
Penemuan Biokimia
10
(1) Gangguan kualitatif dalam interaksi sosial yang timbal balik. Minimal harus
ada 2 gejala dari gejala di bawah ini:
Tidak mampu menjalin interaksi sosial yang cukup memadai seperti kontak
mata sangat kurang, ekspresi muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju.
Tidak bisa bermain dengan teman sebaya.
Tidak ada empati dan tidak dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain.
Kurang mampu mengadakan hubungan sosial dan emosional yang timbal
balik.
(2) Gangguan kualitatif dalam bidang komunikasi. Minimal harus ada 1 dari
gejala di bawah ini:
Perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak berkembang. Anak
tidak berusaha untuk berkomunikasi secara non-verbal.
Bila anak dapat berbicara, maka bicaranya tidak dipakai untuk
berkomunikasi.
Sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang.
Cara bermain kurang variatif, kurang imajinatif, dan kurang dapat meniru.
(3) Adanya suatu pola yang mempertahankan dan diulang-ulang dalam perilaku,
minat, dan kegiatan. Minimal harus ada 1 dari gejala di bawah ini:
11
Mempertahankan satu minat atau lebih dengan cara yang sangat khas dan
berlebihan.
Terpaku pada suatu kegiatan yang ritualistik atau rutinitas yang tidak ada
gunanya.
Ada gerakan-gerakan aneh yang khas dan diulang-ulang, seringkali sangat
terpukau pada bagian-bagian benda.
Autisme dapat disebabkan karena adanya kerusakan otak. Adapun cara lain
untuk menegakkan diagnosis autisme selain melihat gejala-gejala autisme pada
anak tersebut. Autisme dapat diluhat dari hasil pemeriksaan Magnetic Resonance
Imaging (MRI) dan Electroencephalography (EEG). (Takagaki, 2014)
2.2 Electroencephalography (EEG)
2.2.1 Definisi Electroencephalography (EEG)
Electroencephalography adalah suatu teknik pencitraan medis yang
menggunakan aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak.
Electroencephalogram (EEG) (Gambar 2.2) didefinisikan sebagai aktivitas listrik
yang direkam dari permukaan kulit kepala dan dibantu oleh elektroda logam dan
media konduktif sebagai alat menangkap sinyal listrik otak (Teplan, 2002).
12
Tipe
Gelombang
Delta
Frekuensi
(Hz)
>4 Hz
Theta
4-7 Hz
Alpha
8-12 Hz
Beta
12-30 Hz
Lokasi
Normal
Patologis
- Frontal(Dewasa)
- Posterior (Anak)
- Dewasa saat
tidur
- Bayi
-Lesi
Subkortikal
- Lesi Diffus
- Hidrosefalus
Posterior
Frontal
- Anak-anak
- Mengantuk/
Bergairah
-Lesi
Fokal
Subkortikal
- Ensefalopati
metabolic
- Hidrosefalus
Relaksasi
Mata menutup
Koma
Aktivitas
Tegang
Konsentrasi
Penggunaan
benzodiazepine
13
30->100 Hz
Korteks
Somatosensori
bila
tak
Gambar 2.4: Gelombang otak abnormal, spike wave (a) dan sharp wave (b)
Dikutip dari Hamer (2000)
2.
3.
Hindari makanan yang mengandung kafein ( seperti kopi, teh, soda, coklat)
sedikitnya 8 jam sebelum tes.
4.
5.
Rambut harus bersih, bebas dari minyak rambut. hair spray, gel, conditioner
atau cairan yang mengandung obat kulit (atau sebaiknya keramas terlebih
dahulu).
6.
7.
8.
9.
Inform concent.
16
Preinteraksi
Jelaskan tujuan pemeriksaan pada klien
B.
Interaksi
1. Cuci tangan.
2. Memakai handscoen.
3. Pastikan pasien sudah keramas sebelum pemeriksaan EEG.
4. Sebelum pemeriksaan jangan menggunakan minyak rambut,dan make
up.
5. Untuk pemasangan elektroda yang benar,ukur kepala dengan teknik 1020 sistem. Posisi ditentukan sebagai berikut: poin Referensi yang nasion,
yang terletak di bagian atas hidung, sejajar dengan mata, dan inion
merupakan benjolan tulang di dasar tengkorak di garis tengah di bagian
belakang kepala. Dari titik-titik ini, batas-batas tengkorak diukur pada
bidang transverse dan median. Lokasi elektroda ditentukan dengan
membagi perimeter ini ke 10% dan 20% interval. Tiga elektroda lainnya
ditempatkan di setiap sisi berjarak sama dari titik sebelahnya, seperti
yang ditunjukkan pada Gambar 2.5 (Malmivuo, 1995).
17
kepala pasien dengan bantal, pergunakan bantal yang nyaman tapi tidak
mengganggu elektroda yang terpasang. Penulis menyarankan gunakan
bantal guling kecil (bantal bayi).
14. Tanyakan ke pasien apakah posisi kepalanya sudah nyaman dan tidak
tegang. Beritahukan juga ke pasien agak tidak terlalu sering berkedip
dan bergerak. Renggangkan rahang pasien, maksudnya antara gigi atas
dan gigi bawah jangan menempel. Semua ini dimaksudkan agar
mengurangi artefak yang timbul dari pasien sendiri.
15. Setelah semua prosedur diatas dilakukan, lihatlah ke monitor, apakah
gelombang EEG sudah baik (tidak banyak artefak), Bila sudah
lakukanlah perekaman.
16. Dalam awal perekaman perintahkanlah ke pasien agar membuka dan
menutup mata, lakukanlah beberapa kali. Jangan lupa memberikan
marker pada saat melakukan setiap perintah yang kita minta. Biasanya
pada mesin EEG sudah terdapat template marker seperti eye open, eye
close.
17. Aktivitas pasien harus selalu dipantau, misalkan saat pasien bergerak
atau batuk, berikanlah tanda. Ini memudahkan dokter dalam membaca
hasil rekaman. Saat ini teknologi EEG sudah berkembang, selain
menggunakan marker untuk menandai setiap aktivitas pasien ada juga
EEG dengan fasilitas video recording, sehingga saat hasil EEG dibaca,
dokter pembaca dapat melihat langsung aktivitas pasien selama
perekaman bersamaan dengan gelombang EEG.
19
18. Untuk jenis mesin EEG lama, operator harus merubah montage tiap
beberapa menit, Biasanya 2 sampai 3 menit perekaman operator harus
merubah montage , dari montage I sampai VIII
19. Di mesin EEG terbaru operator sudah tidak perlu lagi merubah montage,
dikarenakan pada saat merekam semua montage sudah direkam oleh
mesin EEG.
dengan ASD didapatkan 85% dari anak-anak tersebut memiliki hasil EEG
abnormal, dengan insiden tertinggi pada anak dengan ketidakmampuan intelektual
(Jeste, 2011).
Prevalensi epilepsi pada kasus autisme jauh lebih tinggi daripada populasi
normal. Ada juga peningkatan prevalensi aktivitas yang berpotensi epileptogenik
yang abnormal pada anak-anak dengan gangguan spektrum autistik. Sekitar satu
dari empat anak autisme mengalami kejang saat pubertas (Anand, 2004).
Electroencephalography adalah suatu teknik pencitraan medis yang
menggunakan aktivitas listrik yang dihasilkan oleh kulit kepala dari struktur otak.
Electroencephalogram (EEG) didefinisikan sebagai aktivitas listrik yang direkam
dari permukaan kulit kepala dan dibantu oleh elektroda logam dan media
konduktif sebagai alat menangkap sinyal listrik otak (Teplan, 2002).
Electroencephalography merupakan suatu teknik pemeriksaan non-invasif yang
digunakan untuk mendiagnosa penyakit dan gejala pada kerusakan otak, salah
satunya adalah autisme (Sheikani, 2010).
Pemeriksaan Electroencephalography dilakukan untuk menegakkan
diagnosis apabila ada kecurigaan adanya epilepsi pada penderita autisme
(Pusponegoro, 2006). Suatu studi mengatakan bahwa
dengan autisme tidak menjadi tolak ukur untuk mendiagnosis penyakit tersebut.
EEG belum dianjurkan dalam parameter praktek untuk autisme, baik oleh dokter
anak maupun oleh American Psychiatric Association, kecuali ada bukti klinis atau
kejang regresi atau tinggi indeks kecurigaan epilepsi (Gabis, 2005).
21
pola
gelombang antara neonatus, bayi, anak dan dewasa, selain itu kesadaran pasien
pun perlu dilihat sebab gelombang EEG yang muncul saat bangun (awake)
tidak sama dengan saat tidur, pemberian jenis obat tertentu memberi efek
terhadap gelombang EEG (Bintoro, 2012).
2.3.1 Hasil EEG Pada Autisme
Menurut Strzelcka (2013) beberapa gambaran EEG yang dapat dideteksi
pada Autisme Disorder (ASD) seperti adanya aktivitas gelombang epileptiform
yang paroksismal. Aktivitas ini mempengaruhi sekitar 35-40 persen hasil dari
EEG pada penderita autisme. Aktivitas gelombang ini mempengaruhi fungsi otak
pada lobus temporal kiri di mana akan terlihat adanya gangguan berbicara dan
bahasa pada penderita.
Selanjutnya ditandai dengan adanya gelombang mu. Gelombang ini secara
khas dijumpai di daerah sentral di dekat area motorik, sehingga akan terlihat
adanya kelainan motorik pada penderita. Adanya penonjolan gelombang beta
tinggi yang dapat diamati dalam hasil EEG penderita autisme. Gambaran ini
ditandai dengan mudah tersulut perubahan suasana hati atau marah. Hal ini
dikaitkan dengan hipersensitivitas sensorik pada daerah sensorik otak, dapat juga
dikaitkan dengan gangguan pada otak bagian frontal.
Gambaran
yang
terlihat
selanjutnya
adalah
penonjolan
aktivitas
farmakologis
dapat
berupa
pemberian
OAE
seperti
phenytoin,
perkembangan kemampuan
seperti fisiologi otak, memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap gerakan,
memiliki resolusi temporal yang tinggi, pemeriksaan ini tersedia untuk klinis,
dan dapat digunakan untuk mengumpulkan kasus tindakan berulang. Elemen ini
sangat menjanjikan untuk mempelajari pasien yang sangat terganggu dengan
penyakitnya atau pasien muda seperti anak-anak yang mungkin tidak dapat
melakukan tugas-tugas secara akurat karena adanya gangguan kognitif, fisik, atau
perkembangan. Pemeriksaan ini sangat penting untuk mempelajari gejala
abnormal pada ASD pada anak usia dini (Wang et al, 2013).
24
BAB 3
SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN ELECTROENCEPHALOGRAPHY
MENURUT ISLAM
3.1. Tinjauan Islam Terhadap Anak Autis
Autisme pertama kali dikemukakan oleh Leo Kanner pada tahun 1943 yaitu
kecenderungan menarik diri dari lingkungan sosial, kesulitan dalam reaksi afektif,
minat yang sempit, dan keterbatasan penggunaan bahasa secara sosial, serta
keinginan obsesif untuk mempertahankan keteraturan di lingkungannya
(Wulandari, 2012).
Penderita autisme diperkirakan meningkat pesat sejak tahun 1960-an, dalam
tingkat prevalensi Amerika Serikat dan Eropa berkisar antara lima sampai 72
kasus per 10.000 anak. Perkiraan ini dipengaruhi oleh skrining, dan ukuran
sampel, dengan ukuran sampel yang kecil sehingga perkiraan tinggi. Namun,
dalam studi lain melaporkan prevalensi dari para peneliti terdapat 116 kasus per
10.000 anak untuk semua gangguan spektrum autisme. Mereka menggunakan
sampel kecil anak-anak di South Thames, Inggris, dan mengandalkan skrining dan
kasus-konfirmasi metode, dengan definisi yang luas dari gangguan ini. Ketika
definisi autisme dipersempit, mereka melaporkan prevalensi 25 kasus per 10.000
(Levy, 2009).
Autisme dapat dipengaruhi oleh faktor keluarga dan psikodinamik. Diduga
pola asuh orang tua kepada anak cukup berpengaruh pada anak autisme. Adanya
kelainan organobiologi neurologi yang berhubungan dengan lesi neurologi,
25
Anak merupakan amanah Allah SWT untuk dijaga dan dirawat dengan kasih
sayang. Salah satunya dengan cara menjaga kesehatan anak. Kesehatan sangat
penting untuk menjalankan aktivitas sehari-hari. Oleh karena itu Allah SWT
mewajibkan manusia untuk selalu menjaga kesehatannya baik kesehatan jasmani
maupun kesehatan rohani. Untuk itu orang tua harus selalu memperhatikan
kesehatan anaknya jangan sampai menelantarakan keturunannya (Nurhikmah,
2013).
Penderita autisme tentunya mempunyai kelemahan dan kelebihan dalam
tubuh dan kesehariannya. Kelemahan yang dapat dilihat dari anak penderita autis
adalah adanya gangguan interaksi sosial, di mana anak tidak mampu menjalin
interaksi sosial yang cukup memadai seperti kontak mata sangat kurang, ekspresi
26
muka kurang hidup, gerak gerik kurang tertuju. Selain itu adanya gangguan dalam
berkomunikasi, seperti perkembangan bicara terlambat atau sama sekali tak
berkembang, anak sering menggunakan bahasa yang aneh dan diulang-ulang
(Fadhli, 2010).
Di samping memiliki kelemahan, anak autis juga memiliki suatu kelebihan,
yaitu visual yang kuat. Anak autis akan lebih mudah mengerti sesuatu dari gambar
dibandingkan dengan percakapan. Kemampuan visual yang tinggi akan
memudahkan anak untuk berkomunikasi dan menyesuaikan diri dengan
lingkungan (Albihar, 2011).
Apabila setiap manusia menderita suatu penyakit baik itu penyakit yang
ringan maupun yang berat itu semua adalah ujian dari Allah. Sama hal nya dalam
memiliki, membesarkan serta mendidik anak penderita autis merupakan ujian dari
Allah bagi orang tua. Untuk menghadapi ujian dari Allah orang tua harus
memiliki kesabaran yang tinggi, karena hanya dengan bersabar semuanya itu akan
dapat diatasi. Sehingga anak penderita autis dapat tumbuh menjadi pribadi yang
mandiri dalam menjalani kehidupannya (Amran, 2012).
Penderitaan tidak hanya dirasakan oleh manusia, Nabi Muhammad SAW
pun pernah mendapatkan cobaan dari Allah SWT dalam peperangan Uhud
Rasulullah kehilangan pamannya yang dicintainya Hamzah bin Abdul Muthalib
(Amran, 2012).
Apabila mereka sabar dalam menahan derita ujian, maka Allah akan
membalasnya dengan kebahagiaan kelak (Amran, 2012).
27
Artinya: Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit
ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. dan
berikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar (Q.S. AlBaqarah (2):155).
Artinya: Maha suci Allah yang di tangan-Nyalah segala kerajaan, dan Dia Maha
Kuasa atas segala sesuatu, yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia
menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia
Maha Perkasa lagi Maha Pengampun (Q.S. Al-Mulk (67):1-2).
Kemudian Allah SWT juga akan menguji manusia dengan keburukan sakit dan
miskin, agar mereka bersabar dan berdoa kepada-Nya (Zuhroni, 2010).
Allah SWT berfirman:
28
Artinya:
Artinya: Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu
berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan
hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya Allah beserta
orang-orang yang sabar (Q.S. Al-Anfaal (8):46).
kesabaran yang tinggi, karena hanya dengan sikap sabar dan kasih sayang dari
orang tua kelak anak akan mengalami perubahan sikap dan menjadi generasi
penerus bangsa yang baik.
29
30
Artinya: Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu
yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat
baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu
membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan
memberi rezki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu
mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak
diantaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu
membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan
dengan sesuatu(sebab) yang benar. Demikian itu yang diperintahkan
kepadamu supaya kamu memahami(nya). Dan janganlah kamu dekati
harta anak yatim,kecuali dengan cara yang lebih bermanfaat, hingga
sampai ia dewasa. dan sempurnakanlah takaran dan timbangan
dengan adil. Kami tidak memikulkan beban kepada sesorang melainkan sekedar kesanggupannya. dan apabila kamu berkata, Maka
hendaklah kamu Berlaku adil, Kendatipun ia adalah kerabat(mu), dan
penuhilah janji Allah.Yang demikian itu diperintahkan Allah kepadamu
agar kamu ingat ( Q.S. Al-Anam (6): 151-152).
32
harus dilakukan dengan penuh kesabaran, perhatian, dan ketekunan agar anak
dapat tumbuh seperti anak normal lainnya. Ada beberapa cara yang dapat
dilakukan oleh orang tua untuk merawat anak autis seperti berbicara perlahan,
membacakan buku dongeng, memberikan pujian dan penghargaan pada anak
setelah melakukan sesuatu (Powers, 1989).
Rasulullah SAW bersabda:
Artinya: Mukmin yang kuat lebih baik dan lebih dicintai Allh daripada
Mukmin yang lemah; dan pada keduanya ada kebaikan
3.3. Tinjauan
Islam
Terhadap
Skrining
Autisme
Menggunakan
Electroencephalography
Banyak ayat al-Quran maupun Hadis berisi anjuran agar menuntut ilmu,
namun dalam perintah
konteksnya umum dan global. Dari segi historis, hal ini dapat dipahami karena pada
36
masa Nabi, ilmu pengetahuan belum berkembang dan terbagi-bagi dalam disiplin
ilmu tertentu. Berdasarkan dalil umum dan global, ulama menetapkan bahwa
menuntut ilmu dalam Islam hukumnya wajib, namun secara khusus mereka
membedakan setiap jenis displin ilmu, ada kategori wajib ain dan wajib kifi.
Nampaknya hukum yang ditetapkan para ulama didasarkan pada tingkat
kepentingan,urgensi, mashlahah dan mafsadah dari jenis ilmu yang dimaksud,
maka secara rinci dan kasuistik kelima hukum taklifi dapat berlaku di dalamnya
(Zuhroni, 2010).
Saat ini perkembangan dunia teknologi sangat berkembang pesat terutama
dalam dunia IT (Informatic Technology), salah satunya adalah aspek kesehatan.
Dewasa ini dunia kesehatan modern telah memanfaatkan perkembangan teknologi
untuk meningkatkan efisiensi serta efektivitas di dunia kesehatan. Salah satu contoh
pengaplikasian dunia IT di dunia kesehatan adalah penggunaan alat-alat kedokteran
yang
mempergunakan
aplikasi
komputer,
salah
satunya
adalah
EEG
sangat mikro. Sinyal inilah yang berusaha ditangkap dan direkam dengan bantuan
komputer sehingga aktifitas otak dapat teridentifikasi. Proses pemindaian sinyal
otak ini tidak seperti pada MRI atau Rontgen yang menggunakan teknologi cahaya.
Pada EEG (Electroencephalography) pemindaian dilakukan dengan menyalurkan
gelombang elektrik otak ke dalam kabel dan modulator yang peka terhadap
gelombang elektrik (Utami, 2013).
Sebelum melakukan pemeriksaan EEG orang tua harus memperhatikan
beberapa persyaratan seperti, mencuci rambut anak sebelum pemeriksaan, anak
wajib makan pada malam hari sebelum pemeriksaan, dilarang mengkonsumsi
coklat, serta tidur beberapa saat sebelum melakukan tes agar anak tidak tidur waktu
pemeriksaan berlangsung. Persyaratan itu wajib dilakukan agar didapatkan hasil
yang maksimal (Mayo, 2009).
Selanjutnya pasien akan dipasangkan beberapa elektroda pada kulit kepala
menggunakan gel. Selama proses rekaman berlangsung pasien akan diminta untuk
relaks dan pada waktu tertentu diberikan rangsangan mata, jari, sistem pernafasan.
Pasien akan diberikan beberapa perintah seperti tidur relaks dengan atau tanpa
rangsangan, kemudian dalam keadaan mata terbuka dengan atau tanpa rangsangan
(Puri, 2011).
Hasil perekaman gelombang otak seringkali diperlukan dalam menangani
masalah keluhan saraf sentral. Dokter ahli saraf atau bedah saraf sangat
memerlukan hasil uji ini untuk menentukan penanganan yang tepat pada seorang
pasien. Proses rekam gelombang otak ini mungkin berbeda antara satu pasien
dengan yang lainnya dikarenakan kebutuhan yang berbeda dari dokter yang
38
merujuk. Pada penderita autis akan terlihat hasil yang berbeda, yaitu adanya
penonjolan beberapa gelombang seperti gelombang alfa, delta, dan beta.
Gelombang alfa terjadi saat seseorang mulai mengantuk. Sedangkan gelombang
delta terjadi saat tertidur/istirahat. Gelombang beta dihasilkan saat seseorang
melakukan aktivitas sehari-hari (Strzelcka, 2013).
Allah menghendaki sehat dan sakit, bukan karena kezaliman, tetapi
karena kebijaksanaan-Nya. Allah memerintahkan hamba-Nya untuk berusaha
menjalani sebab- sebab yang mengantarkan kepada setiap kebaikan, dan itu
merupakan kesempurnaan tawakkal seorang hamba. Tidak selamanya manusia
merasakan kesehatan badan yang sempurna, Allah menimpakan rasa sakit yang
berbeda-beda menurut perbedaan sebab dan kondisinya, dan tidak ada yang dapat
menyembuhkannya kecuali Allah semata. Berobat pada dasarnya dianjurkan
dalam agama islam sebab berobat termasuk upaya memelihara jiwa dan raga, dan
ini termasuk salah satu tujuan syariat islam ditegakkan (Ali, 2012). Seperti yang
terdapat dalam hadits:
tuntunan spiritual syari, berbagai keterangan dalam al-Quran dan hadits Nabi
mengisyaratkan agar mencari inovasi dalam bidang kesehatan dan kedokteran
yang pada umumnya bersifat global dan bernilai sebagai anjuran atau pancingan
untuk penggalian lebih jauh, mendalam, detail, dan rinci. Menyangkut soal teknis,
maka jabarannya diserahkan kepada upaya manusia itu sendiri, hal tersebut
termasuk bidang katagori duniawi, seperti diisyaratkan dalam hadits Nabi yang
menyatakan: Kamu lebih mengetahui persoalanmu (Zuhroni, 2010).
Rasulullah SAW berkata:
40
Artinya: Jika sesuatu itu menyangkut urusan dunia kalian maka kalianlah yang
lebih mengetahui tetapi jika menyangkut urusan agama kalian maka itu
kepadaku (HR.Ahmad).
Pemeriksaan EEG ini akan dilakukan oleh teknisi khusus untuk alat ini,
sedangkan untuk membaca hasil dari EEG dibutuhkan dokter ahli saraf untuk
membacakan dan menyampaikan hasil kepada pasien (Puri, 2011).
Dalam praktik apa saja, termasuk dalam bidang kedokteran, Nabi sangat
menekankan pentingnya sifat profesionalisme. Untuk menjadi profesional maka
mesti mempelajarinya dengan baik sebelum mempraktikannya, misalnya, Nabi
melarang berobat kepada yang bukan ahlinya bahkan mengancamnya, seperti
disebutkan dalam hadits:
Artinya: Siapa saja yang memberikan pengobatan tetapi tidak mengetahui tentang
obat patut dicela dan dia harus bertanggung jawab (atas tindakannya
itu) (HR.Abu Dawud)
Atas dasar inilah ulama sepakat menyatakan bahwa berobat mesti kepada
yang ahli, profesional, dan mempunyai otoritas, dilarang kepada yang tidak
berpengetahuan atau pengetahuannya tentang pengobatan sangat terbatas. Dalam
pandangan ulama, berobat tidak membedakan metode yang digunakan, modern
41
atau tradisional, secara medis atau alternatif, yang dituntut adalah profesional
(Zuhroni, 2010).
Berdasarkan uraian tersebut dapat disimpulkan bahwa anak autis selain
memiliki kekurangan mereka juga memiliki kelebihan yang dapat dilatih agar
dapat tumbuh secara normal. Oleh karena itu dibutuhkan peran dan kesabaran
orang tua dalam
mendidik dan
terpenuhinya hifzh nafs, hifzh nasl, hifzh aql dimana orang tua harus menjaga
keturunannya yang merupakan amanah dari Allah SWT, dalam hal ini orang tua
anak autisme harus menjaga jiwa dan akal anak autis agar terciptanya hifzh din.
Rasulullah memerintahkan umatnya untuk terus berobat, salah satu pengobatan
untuk
anak
autis
adalah
melakukan
skrining
menggunakan
42
BAB 4
KAITAN PANDANGAN KEDOKTERAN DAN ISLAM TENTANG
SKRINING AUTISME MENGGUNAKAN
ELECTROENCEPHALOGRAPHY
43
anak, sehingga butuh penanganan khusus serta perhatian dari keluarga. Untuk itu
orang tua harus bersabar menghadapi cobaan dari Allah SWT.
Menurut kedokteran, diagnosis autisme bisa didapat setelah melalui
pemeriksaan yang mendukung. Diawali dengan melihat gejala klinis yang menjadi
kriteria autis, kemudian dilakukan pemeriksaan penunjang. Salah satu
pemeriksaan penunjang autisme adalah Electroencephalography. Pemeriksaan ini
merupakan
pemeriksaan
non-invasif
sehingga
tidak
akan
menimbulkan
komplikasi. Dari hasil pemeriksaan EEG akan ditemukan adanya kerusakan pada
otak yang diperlihatkan dengan penonjolan beberapa gelombang otak yang
mengarah ke autisme. Sehingga dokter dapat menentukan terapi yang harus
diberikan pada penderita autis.
Menurut pandangan Islam, berobat sangatlah penting dalam syariat Islam
untuk mencapai kemaslahatan. Salah satu pemeriksaan yang dianggap dapat
mencapai maslahah adalah pemeriksaan EEG. Karena pemeriksaan EEG ini
memberikan manfaat yang cukup besar bagi kesehatan. Salah satu manfaatnya
adalah dapat mendeteksi dini penyakit autisme pada anak, sehingga akan
membantu anak autis untuk dapat berkomunikasi dengan lingkungan sekitarnya
secara normal. Sehingga akan terpenuhi syariat Islam yaitu Hifzh Nafs
(Memelihara Jiwa), Hifzh Aql (Memelihara Akal) pada anak, Hifzh Nasl
(Memelihara Keturunan) pada orang tua, serta Hifzh Din (Memelihara Agama)
pada orang tua dan anak.
Ilmu
Kedokteran
dan
Ajaran
Islam
sependapat
bahwa
Sehingga dokter dan keluarga dapat melakukan pengobatan yang terbaik untuk
penderita.
Menurut kedokteran, gambaran-gambaran EEG seperti penonjolan
gelombang alpha, beta, dan delta dapat membantu kita memahami tentang
bagaimana gen dapat mempengaruhi otak, kombinasi skor risiko genetik pada
autisme. Selain dapat mendiagnosis autisme EEG dapat pula mendiagnosis
penyakit epilepsi yang dapat terlihat dari kelainan pada otak pasien. Sehingga
dengan dilakukannya pemeriksaan ini dokter dapat melakukan intervensi bila
ditemukan adanya epilepsi berupa terapi farmakologis dan non-farmakologis.
Electroencephalography memiliki keuntungan yaitu dapat mempelajari fungsi
otak pada gangguan perkembangan seperti ASD. Sehingga dapat membantu
dokter memilih tatalaksana untuk penyakit autis dan membantu penderita
memiliki kelasungan hidup yang lebih baik.
Menurut Islam, pemeriksaan Electroencephalography bermanfaat pada
penderita autisme, dimana dari hasil EEG dapat membantu orang tua dalam
melakukan pengobatan pada anak autis. Pemeriksaan ini dibenarkan, karena niat
dan motivasi utamanya adalah pengobatan. Hal ini sesuai dengan kaidah manfaat
(Hukum) asal atas sesuatu yang bermanfaat adalah boleh (ibahah)
Ilmu Kedokteran dan Ajaran Islam sependapat bahwa pemeriksaan
Electroencephalography bermanfaat dan efektif pada penderita autis, karena dapat
memperbaiki kelangsungan hidup penderita autis. Oleh karena itu pemeriksaan ini
diperbolehkan untuk tujuan kemaslahatan.
45
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1
Kesimpulan
1.
2.
46
3.
Menurut pandangan Islam, anak autisme adalah salah satu cobaan dari
Allah SWT kepada orang tua, dan Islam menganjurkan untuk selalu
berusaha mencari jalan keluar masalah, seperti mencari pengobatan yang
paling tepat untuk diri pasien. Pemeriksaan Electroencephalography pada
penderita autisme diperbolehkan dalam Islam karena pemeriksaan ini
bermanfaat bagi dokter dalam mengetahui letak kerusakan pada otak
penderita sehingga dapat memberikan terapi yang tepat. Sehingga akan
tercapainya tujuan pengobatan yang sesuai dengan syariat Islam yaitu
Hifdz Nafs (Memelihara Jiwa), Hifdz Aql (Memelihara Akal), Hifdz Nasl
(Memelihara Keturunan), Hifzh Din (Memelihara Agama).
5.2
Saran
1.
2.
Bagi masyarakat
Kepada masyarakat yang mempunyai gejala dan faktor risiko autisme
untuk segera memeriksakan diri ke dokter agar dapat terdiagnosis secara
dini dan dapat diberikan terapi yang sesuai untuk menurunkan risiko
gangguan sosial.
47
3.
4.
Bagi peneliti
Kepada para peneliti diharapkan agar terus melakukan penelitian dan
penemuan baru khususnya pemeriksaan EEG pada autisme dan
menyebarluaskan hasil penelitian tersebut kepada masyarakat agar
pengetahuan dan kepekaan masyarakat akan penyakit ini menjadi lebih
baik.
5.
48
DAFTAR PUSTAKA
Al-Quran dan Terjemahannya. 2006. Departemen Agama Republik Indonesia,
Cetakan ke-10. Jakarta.
Albihar AP. 2011. di balik kekurangan ada kelebihan hakiki. Tersedia di
http://anakkecildengandunianya.blogspot.com/p/mitos-tentang-autism.html.
Diakses tanggal 15 Februari 2015
Ali AI. 2012. Berobat dalam Islam. Tersedia di https://maktabahabiyahya.
wordpress. com/2012/05/30/berobat-dalam-islam/. Diakses tanggal 26 Maret
2015
Amran.
2012.
Sabar
dan
Ikhlas.
Tersedia
di
49
Ferdianata.
2013.
Qurrota
A'yun
Impian
Keluargaku.
Tersedia
di
http://santriopojare.blogspot.com/2014/01/qurrota-ayun-impian-keluargaku.
html. Diakses tanggal 19 Februari 2015
Gabis L., Pomeroy J., Andriola M. 2005. Autism and epilepsy: Cause,
consequence, comorbidity, or coincidence. Elsevier, 652-656
Hamer HM., Knake S., Schomburg U., Rosenow F. 2000. Valproate-induced
hyperammonemic encephalopathy in the presence of topiramate. Neurology
Journal
Jeste SS. 2011. The Neurology of Autism Spectrum Disorders. Curr Opin Neurol,
1-13
John F., Kennedy B. 2010. Practical Approach To Electroencephalography.
Phialdephia: Saunders Elsevier. Hal: 1
John PB., Ivy N., Carlos SS., Vanja CD., Andrew J. 2013. Diagnostic Yield of
Electroencephalography in a General Inpatient Population. Mayo Clinic
Proceedings.
Kartika D. 2013. Kemajuan Teknologi: Bidang Kesehatan. Tersedia di http://
dewikartika991.blogspot.com/2013/04/perkembangan-iptek-di-duniakesehatan. html. Diakses tanggal 19 Februari 2015
Kusumawati K, Gunadharma S, Kustiowati E. 2014. Tatalaksana Epilepsi. Edisi
5. Jakarta: PERDOSSI
Levy S E., Mandell D S., Schultz RT. 2009. Autism. The Lancet, 1627-1639
50
51
di
http://hertaww.blogspot.com/2013/09/makalah-eeg.html.
52